BAB III PELAKSANAAN PENGURUSAN IZIN PENGELOLAAN HUTAN
BERDASARKAN PERDA NO. 21 TAHUN 2002
A. Latar Belakang Lahirnya Perda No.21 Tahun 2002
Antara penguasa dan masyarakat terjalin suatu hubungan timbal balik. Pada suatu sisi masyarakat mempengaruhi penguasa dalam menjalankan tugasnya, pada sisi
lain penguasa memberi pengaruh tertentu pada masyarakat. Dalam masyarakat penguasa melaksanakan aneka ragam tugas. Tugas-tugas ini kadangkala dibedakan
dalam tugas-tugas mengatur dan tugas-tugas mengurus. Tugas-tugas mengatur penguasa, terutama menyangkut peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh para
warga. Contoh mengenai hal ini ialah keterlibatan penguasa dalam perkembangan tata ruang. Dalam rangka tugas-tugas mengatur, penguasa memerintah dan melarang, dan
ia melahirkan sistem-sistem perizinan. Yang mana dalam Peraturan Daerah akan diberlakukan izin yang ketat untuk
melakukan penebangan hutan di Provinsi Sumatera Utara. Karena berbagai usaha juga telah dilakukan oleh pemerintah untuk kembali mensejahterakan alam yang sudah
sangat rusak akibat perbuatan manusia yang kurang bertanggung jawab. Berdasarkan hal tersebut maka Pemerintah Daerah provinsi Sumatera Utara
menerbitkan Peraturan Daerah No.21 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Hutan di Propinsi Sumatera Utara. Kondisi yang dilahirkan dari Peraturan Daerah tersebut
adalah adanya kegiatan untuk mengelola hutan yang dimiliki Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara. Ketentuan dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah, menjelaskan bahwa kewenangan daerah akan
sedemikian kuat dan luas sehingga diperlukan suatu peraturan perundang-undangan yang ketat untuk menghindari ketidakteraturan dalam menyusun kebijakan dalam
bidang lingkungan hidup terutama dalam masalah penanganan dan penertiban pengelolaan hutan di wilayah provinsikabkota. Sehingga sudah selayaknya untuk
diadakan perlindungan hutan, tetapi dalam hal ini juga diperlukan kesadaran dari manusia itu sendiri. Apabila hanya mengandalkan program pelestarian hutan dari
pemerintah tentu akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dapat membuat provinsi Sumatera Utara yang sesuai dengan harapan.
Dengan kerja sama yang baik tentu akan terwujud provinsi Sumatera Utara yang lestari, karena program dari pemerintah telah dicanangkan sejak lama maka
seharusnya saat ini kita sudah bisa merasakan dampak baik dari program pelestarian hutan di Provinsi Sumatera Utara yang lestari dan sesuai dengan harapan seluruh
lapisan masyarakat. Sehingga pemerintah daerah juga sudah banyak melakukan perbaikan dalam mengeluarkan dan menetapkan peraturan untuk pelestarian hutan.
Karena tugas ini bukan hanya milik pemerintah daerah, tetapi juga telah menjadi tugas kita bersama.
Mekanisme perizinan usaha kayu dapat mempresentasikan praktek usaha pemanfaatan hasil usaha kayu secara keseluruhan dan menyeluruh, mekanisme
perizinan yang propisional, transparan, dan tanggung gugat, minimal menghasilkan pemilik izin yang tangguh propisional, tangguh serius dan berkomitmen terhadap
pengelolaan areal konsesinya, sehingga pemanfaatan hasil hutan kayu yang profesional dapat di praktekkan namun praktek perizinan yang diskriminatif sarat
dengan praktek korupsi dan kolusi birokrasi, yang menghasilkan konglomerasi dan berdampak pada minimalisasi pemanfaatan hutan dalam jangka pendek.
Proses perijinan harus dapat persetujuan yang dikeluarkan oleh kepala dinas atas nama Gubernur, sedangkan ijin industri skala menengah dan skala besar
diberikan oleh Gubernur dengan memperhatikan saran atau pertimbangan teknis dari instansi yang bertanggung jawab di bidang kehutanan KabupatenKota dan
persetujuan Menteri. Kegiatan pengelolaan hutan liar bisa berbentuk eksploitasi dan pelanggaran pemanfaatan dan hasil hutan. Izin hanya diberikan kepada anggota
perorangan dan badan usaha atau koperasi yang anggotanya berasal dari masyarakat desa setempat, yang diketahui oleh Kepala Desa dan Camat setempat guna
memudahkan proses pemantauan pelaksanaan. Pemanfaatan hutan hak telah diatur dalam Peraturan Daerah No. 21 Tahun
2002 tentang Pengelolaan Hutan di Propinsi Sumatera Utara. Pasal 22 Peraturan
Daerah No. 21 Tahun 2002, dijelaskan bahwa pemanfaatan hutan adalah kegiatan berupa pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil
hutan kayu, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, pemungutan hasil hutan kayu dan pemungutan hasil hutan bukan kayu, secara optimal, berkeadilan untuk kesejahteraan
masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.
72
Dalam kerangka ini jelas bahwa setiap izin Pasal 23 Peraturan Daerah No. 21 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Hutan di Propinsi Sumatera Utara adalah pelanggaran
administrasi sehingga melahirkan ketidakpastian hukum.
73
Pada pasal 24 Peraturan Daerah No. 21 Tahun 2002 disebutkan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai
Tata cara pemanfaatan hasil hutan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.”
74
72
Op.Cit, Peraturan Daerah No. 21 Tahun 2002, Pasal 22
73
Ibid, Pasal 23
74
Ibid, Pasal 24
Maksud diselenggarakannya Peraturan Daerah No. 21 Tahun 2002 penatausahaan hasil hutan pada hutan hak ini adalah agar terwujud tertib peredaran
hasil hutan hak dan bertujuan untuk melindungi hak privat serta kepastian hukum dalam pemilikanpenguasaan dan pengangkutan hasil hutan yang berasal dari hutan
hak. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanahlahan masyarakat yang telah dibebani hak atas tanah diluar kawasan hutan negara, dibuktikan dengan alas titel
berupa Sertifikat Hak Milik, Letter C atau Girik, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, atau dokumen penguasaanpemilikan lainnya yang diakui oleh Badan Pertanahan Nasional
BPN. Pengangkutan hasil hutan hak dari lokasi tebangan atau tempat pengumpulan di sekitar tebangan ke tujuan, menggunakan surat keterangan asal usul hasil hutan
berupa Nota Angkutan, Nota Angkutan Penggunaan Sendiri, Surat Keterangan Asal Usul SKAU dan Surat Angkutan Pengganti SAP. Pilihan penggunaan dokumen
angkutan tersebut tergantung pada: 1. jenis kayu yang akan diangkut; 2. tujuan penggunaan kayu; 3. jenis pengangkutan, apakah angkutan asal atau angkutan
lanjutan.
B. Syarat dan Prosedur Pengelolaan Hutan