Bahan Baku Ekstrak Kesimpulan Uraian Tumbuhan

23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Bahan Baku Ekstrak

Pada penelitian ini digunakan ekstrak etanol daun kelor yang dipakai peneliti sebelumnya Albert Darwin 2015 pada penelitian yang berjudul uji aktivitas koagulan ekstrak etanol daun kelor Moringa oleifera Lam. secara in vitro dan in vivo. Oleh karena itu, identifikasi, skrining fitokimia sampel dan karakterisasi tidak dilakukan lagi. Hasil identifikasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Hasil identifikasi tanaman dapat dilihat pada Lampiran 3. EEDK disimpan di dalam lemari pendingin dalam wadah tertutup rapat sehingga EEDK terhindar dari kontaminasi zat- zat asing. Penyimpanan didalam lemari pendingin bertujuan untuk mencegah tumbuhnya jamur sehingga mencegah ekstrak agar tidak terkena sinar matahari langsung. Secara organoleptis, EEDK yang disimpan tidak ada ditumbuhi kapang dan jamur. Ekstrak etanol daun kelor yang digunakan berwarna cokelat kehijauan, dan berbau khas.

4.2 Hasil uji aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol daun kelor

Uji efek antiinflamasi dilakukan dengan menggunakan alat pletismometer Ugo Basile Cat No.7140. Induksi radang diberikan secara intraplantar pada kaki tikus jantan dengan λ-karagenan 1 sebanyak 0,05 ml. Hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan Statistical Product and Service Solution SPSS versi 17 dengan metode ANOVA dua arah dan uji Tuckey. Ukuran volume udem tikus dihitung tiap 60 menit 1 jam sekali. Dimulai dari 60 menit setelah Universitas Sumatera Utara 24 pemberian λ-karagenan hingga menit ke-360. Lalu diukur persen radang dan persen inhibisi radang pada kaki tikus. Hasil dari rata-rata persen radang volume udem kaki tikus dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.2 serta persen inhibisi radang pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.3. Tabel 4.1. Persen radang rata-rata volume udem kaki tikus tiap waktu pengamatan Kelompok Percobaan Persen radang kaki tikus SE pada menit ke- 60 120 180 240 300 360 Na-CMC 0,5 51,80 ± 17,60 50,70 ± 17,71 49,57 ± 18,11 47,83 ± 17,54 45,84 ± 17,49 43,85 ± 16,94 EEDK 300mgkg bb 34,21 ± 8,18 31,43 ± 8,91 26,80 ± 10,06 20,92 ± 9,42 14,39 ± 6,96 5,34 ± 3,65 EEDK 450mgkg bb 27,89 ± 3,03 22,56 ± 6,63 16,42 ± 8,56 9,70 ± 5,93 2,80 ± 2,26 Na-Diklofenak 0,25 21,26 ± 2,26 14,83 ± 2,22 7,94 ± 4,68 3,15 ± 3,16 0,51 ± 0,63 EEDK 600mgkg bb 18,89 ± 4,83 12,67 ± 4,58 5,63 ± 3,82 0,96 ± 0,78 EEDK 750mgkg bb 8,98 ± 3,03 2,44 ± 1,81 0,47 ± 0,62 10 20 30 40 50 60 60 120 180 240 300 360 R ada ng t ikus Waktu pengamatan menit ke- CMC Na 0,5 EEDK 300 mgkg bb EEDK 450 mgkg bb EEDK 600 mgkg bb EEDK 750 mgkg bb Na-Diklofenak 0,25 Universitas Sumatera Utara 25 Gambar 4.4 Grafik persen radang rata-rata volume udem kaki tikus tiap waktu pengamatan Tabel 4.2. Persen inhibisi radang volume udem kaki tikus tiap waktu pengamatan IR Persen inhibisi radang kaki tikus menit ke- 60 120 180 240 300 360 EEDK 300 mgkg bb 33,96 38,01 45,94 56,25 68,61 87,82 EEDK 450 mgkg bb 46,18 55,50 66,87 79,73 93,90 100 EEDK 600 mgkg bb 63,55 75,01 88,64 95,90 100 100 EEDK 750 mgkg bb 82,66 95,20 99,05 100 100 100 Na-Diklofenak 0,25 58,98 70,74 83,98 93,41 98,89 100 Gambar 4.5 Grafik persen inhibisi radang volume udem kaki tikus tiap waktu pengamatan 20 40 60 80 100 120 300 mgkg bb 450 mgkg bb 600 mgkg bb 750 mgkg bb Na-Diklofenak 0,25 R ada ng i nhi bi si t ikus Waktu pengamatan menit ke- Universitas Sumatera Utara 26 Pada tabel dan gambar diatas kita dapat melihat persen radang pada ekstrak etanol daun kelor 750 mgkg bb yang paling cepat turun dibanding dengan dosis uji lainnya. Persen inhibisi radang ekstrak etanol daun kelor 750 mgkg bb memiliki perbedaan yang sangat signifikan dengan kontrol. Pada menit ke-60 persen radang pada kontrol Na-CMC, ekstrak etanol daun kelor 300, 450 mgkg bb cukup menunjukkan kenaikan volume udem kaki yang besar, ekstrak etanol 600 dan 750 mgkg bb lebih kecil. Perbedaan kenaikan volume udem kaki tikus disebabkan pemberian bahan uji dan obat antiinflamasi sebelum disuntikkan karagenan. Pada menit ke-120 persen radang pada hasil penelitian menunjukkan hasil penurunan volume radang yang berbeda-beda. Kontrol Na-CMC terjadi penurunan 1,1, tidak terlalu berefek. Sedangkan pada ekstrak etanol daun kelor 300, 450, 600 dan 750 mgkg bb serta Na-Diklofenak terjadi penurunan yang cukup signifikan. Namun yang paling menunjukkan penurunan terbesar adalah ekstrak etanol daun kelor 750 dan 600 mgkg bb dan Na-Diklofenak. Pada menit ke-180 persen radang pada hasil penelitian menunjukkan hasil perbedaan penurunan radang yg berbeda juga, sama seperti sebelumnya. Yang berbeda pada ekstrak etanol daun kelor 750 mgkg bb radang sudah hampir kembali ke ukuran awal. Persen radang pada ekstrak etanol daun kelor menit ke- 180 yaitu 0,47. Sedangkan kontrol Na-CMC tetap tidak terjadi perubahan yang signifikan dari volume udem sebelumnya. Pada menit ke-240 persen radang pada hasil penelitian menunjukkan hasil yang berbeda juga. Pada kontrol Na-CMC dan ekstrak etanol daun kelor 300 mgkg bb terjadi penurunan, namun tidak terlalu signifikan. Sedangkan pada Universitas Sumatera Utara 27 ekstrak etanol 450, 600 dan 750 mgkg bb serta Na-Diklofenak terjadi perubahan yang signifikan. Persen radang volume udem dibawah 10, dan untuk ekstrak etanol daun kelor 750 mgkg bb volume radang udem sudah 0 atau sudah tidak terjadi inflamasi lagi pada kaki tikus. Pada menit ke-300 persen radang hasil penelitian menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Pada ekstrak etanol daun kelor 600 mgkg bb sudah tidak terjadi inflamasi lagi pada kaki tikus. Persen radang 0. Pada Na-Diklofenak persen radang volume udem sudah mencapai 0,51, sedangkan pada kontrol Na-CMC tidak terjadi perubahan yang signifikan. Pada ekstrak etanol daun kelor 300 mgkg bb terjadi penurunan persen radang namun tidak terlalu besar, persen radang yaitu 14,39. Pada menit ke-360 persen radang ekstrak etanol 450, 600 dan 750 mgkg bb serta Na-Diklofenak yaitu 0. Yang berarti volume kaki tikus sudah kembali ke volume awal, dan sudah tidak terjadi inflamasi lagi. Pada ekstrak etanol daun kelor 300 mgkg bb masih terdapat inflamasi pada kaki tikus sebesar 5,34. Sedangkan pada kontrol Na-CMC persen radang masih sangat besar yaitu 43,85. Pada persen inhibisi radang semua dosis uji ekstrak etanol daun kelor berbeda terhadap kontrol Na-CMC. Dosis uji ekstrak etanol daun kelor yang paling memberikan efek yang berbeda adalah ekstrak etanol daun kelor 750 mgkg bb. Dan yang paling sedikit memberikan efek yang berbeda adalah 300 mgkg bb. Dari hasil yang didapat pada penelitian ini telah terbukti bahwa ekstrak etanol daun kelor memberikan efek antiinflamasi. Universitas Sumatera Utara 28 Efek antiinflamasi ekstrak etanol daun kelor 450 mgkg bb sama dengan Na-Diklofenak. Sedangkan, pada ekstrak etanol daun kelor 600 dan 750 mgkg bb memberikan efek lebih baik daripada Na-Diklofenak. Penelitian ini telah dilakukan juga oleh singh,dkk 2012, telah dilaporkan bahwa ekstrak etanol daun kelor memiliki efek antiinflamasi pada dosis 500 mgkg bb. Namun pada penelitian tersebut hanya menggunakan dua dosis perlakuan. Menurut Danim 2002, penelitian harus enggunakan kelompok kontrol sebagai garis dasar untuk dibandingkan dengan kelompok yang dikenai perlakuan eksperimental, menggunakan sedikitnya tiga kelompok, harus mempertimbangkan kesahihan ke dalam internal validity dan harus mempertimbangkan kesahihan keluar external validity. Efek farmakologis yang dimiliki oleh kelor diantaranya antiinflamasi, antipiretik, dan antiskorbut. Daun berguna untuk mengurangi demam. Ekstrak daun kelor mengandung antioksidan berupa flavonoid yang dapat digunakan sebagai antiinflamasi. Hanif, 2007. Universitas Sumatera Utara 29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah : a Hasil penelitian terhadap ekstrak etanol daun kelor pada penurunan radang inflamasi dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun kelor memiliki efek antiinflamasi. b Ekstrak etanol daun kelor dengan dosis 450 mgkg bb menyamai efek antiinflamasi Na-Diklofenak, namun masih berada di bawah Na- Diklofenak. Sedangkan, pada ekstrak etanol daun kelor 600 dan 750 mgkg bb memberikan efek lebih baik daripada Na-Diklofenak.

5.2 Saran

Disarankan pada peneliti selanjutnya agar melakukan uji in vivo menggunakan penginduksi yang lainnya dan in vitro ekstrak etanol daun kelor sebagai antiinflamasi agar menambah pengetahuan bagi peneliti berikutnya. Universitas Sumatera Utara 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Kelor Moringa oleifera Lam. merupakan tanaman yang berasal dari dataran sepanjang sub Himalaya, yaitu India, Pakistan, Bangladesh, dan Afghanistan. Kelor dibudidayakan dan telah beradaptasi dengan baik diluar daerah asalnya, termasuk bagian barat, timur, dan selatan Afrika, Asia, tropis, Amerika Latin, Karibia, Florida, dan Kepulauan Pasifik Fahey, 2005. Gambar 2.2 Daun kelor

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Menurut Integrated Taxonomic Information System 2013, taksonomi tanaman kelor adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Sub kingdom : Tracheobionta Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub kelas : Dilleniidae Ordo : Capparales Universitas Sumatera Utara 6 Famili : Moringaceae Genus : Moringa Spesies : Moringa oleifera Lam.

2.1.2 Nama lain

Tumbuhan kelor memiliki nama daerah, yaitu: murong Aceh, munggai Sumatera Barat, kilor Lampung, marongghi Madura, kiloro Bugis. Nama asing dari kelor adalah horse radish tree, drumstick tree, benzolive tree, Inggris,mulangay Filipina,mionge Tanzania, moonga India,sajna Bangladesh Mardiana, 2013.

2.1.3 Morfologi tumbuhan

Kelor merupakan tanaman yang tinggi pohonnya dapat mencapai 12 meter dengan diameter 30 cm; berakar tunggang berwarna putih yang membesar seperti lobak; mempunyai batang bulat dengan arah tumbuh lurus ke atas dan permukaannya kasar. Percabangan pada batangnya terjadi secara simpodial; daun majemuk, bertangkai panjang, tersusun berseling; helai daun saat muda berwarna hijau muda, setelah dewasa hijau tua, bentuk helai daun bulat telur, panjang 1 – 3 cm, lebar 4 mm sampai 1 cm, ujung daun tumpul, pangkal daun membulat, dan tepi daun rata, susunan pertulangan menyirip, permukaan atas dan bawah halus; bunga berwarna putih agak krem, menebar aroma khas; buah bentuk segitiga memanjang berwarna coklat setelah tua; biji berbentuk bulat, ketika muda berwarna hijau terang dan berubah berwarna cokelat kehitaman ketika polong matang dan kering. Bagian kayu warna cokelat muda atau krem berserabut Anwar, et al., 2007. Universitas Sumatera Utara 7 Tanaman kelor bisa tumbuh subur di hampir seluruh wilayah Indonesia, baik dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut, sehingga budidaya tanaman kelor ini bisa dilakukan di semua wilayah Pradana, 2013.

2.1.4 Kandungan kimia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun kelor banyak mengandung nutrisi dan senyawa kimia, antara lain: protein 27, kaya vitamin A dan vitamin C, zat besi, kalsium, fosfor, alkaloid, flavonoid, glikosida, saponinsteroid, polisakarida, asam amino, serta kandungan polifenol lainnya Gaiwad, et al, 2011. Selain itu, daun kelor juga mengandung nitril glikosida, yaitu niazirin dan niazirinin; three mustard oil glycosides, seperti 4 [4’-O-acetyl- α-L- rhamnosyloxy benzyl], isotiosianat, niaziminin A dan niaziminin B; asam-asam fenolik, seperti asam gallat, klorogenik, asam ferulat, dan asam ellegat; flavonoid kaempferol, quercetin, dan rutin dan karatenoid terutama lutein dan β–karoten Pandey, et al., 2012.

2.1.5 Khasiat dan penggunaan tumbuhan

Pemanfaatan tanaman kelor cukup beragam. Kelor biasanya ditanam sebagai bahan sayur, dan tanaman pagar. Selain itu, dapat pula dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi dan kambing. Kelor juga dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan. Akar kelor ampuh menyembuhkan nyeri, rematik, sariawan, dan asma. Kulit akar juga mujarab mengatasi pembengkakan dan sariawan. Sementara kulit batang dapat digunakan untuk pelancar haid, flu, dan sariawan. Ramuan daun kelor dapat membantu penyembuhan pembengkakan limpa, penurunan kadar Universitas Sumatera Utara 8 gula darah, dan meningkatkan nafsu makan. Selain itu, daun juga bersifat diuretik serta dapat menangani panas dalam, anemia dan memperlancar susu ibu. Berbagai penelitian yang telah dilakukan seperti antioksidan, urolitiasis, hepatoprotektor, immunomodulator, hipokolesterolemik penurun kolesterol, dan hipoglikemik penurun kadar gula darah Mardiana, 2013. Secara tradisional, tanaman kelor digunakan untuk antispasmodik, stimulan, ekspektoran dan diuretik. Daun yang telah dijus dapat digunakan sebagai obat batuk dan dalam dosis tinggi sebagai obat muntah. Daun yang telah dimasak dapat digunakan sebagai obat influenza. Ekstrak dekog dapat digunakan untuk pengobatan sakit tenggorokan Garima, 2011.

2.2 Ekstraksi