ada di garis alas. contoh terlampir Metode ini lebih cocok untuk jalan lurus.
b Metode Segitiga, dengan mentukan 2 dua buah titik pokok pengukuran titik A dan titik B. Menarik garis lurus dari A ke
B, menarik garis lurus dari semua titik yang harus diukur ke titik A dan B. Metode ini lebih cocok untuk jalan tikungan
tajam atau persimpangan. Pengakhiran Penanganan TKP Kecelakaan Lalu Lintas dilakukan dengan
melakukan konsolidasi. Setelah pengolahan TKP kecelakaan lalu lintas selesai dilaksanakan maka dilakukan pengecekan terhadap personil, perlengkapan dan
segala hal yang diketahui, diketemukan dan dilakukan di TKP. Melakukan pembukaan TKP Setelah TKP dibuka hal yang perlu diperhatikan bahwa arus lalu
lintas harus normal kembali baru anggota anggota disini bukan termasuk dalam tim penyidik kecelakaan lalu lintas dapat meninggalkan TKP.
C. Permintaan Visum et Repertum
Pembuktian merupakan
tahap paling menentukan dalam proses
persidangan pidana mengingat pada tahap pembuktian tersebut akan ditentukan terbukti tidaknya seorang terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana
yang didakwakan penuntut umum. Oleh karena pembuktian merupakan bagian dari proses peradilan pidana, maka tata cara pembuktian tersebut terikat pada
Hukum Acara Pidana yang berlaku yaitu Undang-Undang nomor 8 tahun 1981.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pasal 183 Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 dinyatakan: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
melakukannya”. Dari bunyi pasal 183 Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 kiranya dapat
dipahami bahwa pemidanaan baru boleh dijatuhkan oleh hakim apabila: 1.
Terdapat sedikitnya dua alat bukti yang sah 2.
Dua alat bukti tersebut menimbulkan keyakinan hakim tentang telah terjadinya perbuatan pidana
3. Dan perbuatan pidana tersebut dilakukan oleh terdakwa
Alat bukti yang sah menurut pasal 184 ayat 1, Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 adalah:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Keterangan terdakwa
Terkait dengan bantuan keterangan ahli yang diperlukan dalam proses pemeriksaan suatu perkara pidana, maka bantuan ini pada tahap penyidikan juga
mempunyai peran yang cukup penting untuk membantu penyidik mencari dan mengumpulkan bukti-bukti dalam usahanya menemukan kebenaran materiil suatu
perkara pidana. Dalam kasus-kasus tertentu, bahkan penyidik sangat bergantung terhadap keterangan ahli untuk mengungkap lebih jauh suatu peristiwa pidana
Universitas Sumatera Utara
yang sedang ditanganinya. Kasus-kasus tindak pidana seperti pembunuhan, penganiayaan dan perkosaan merupakan contoh kasus dimana penyidik
membutuhkan bantuan tenaga ahli seperti dokter ahli forensik atau dokter ahli lainnya untuk memberikan keterangan medis tentang kondisi korban yang
selanjutnya cukup berpengaruh bagi tindakan penyidik dalam mengungkap lebih lanjut kasus tersebut.
Keterangan ahli yang dimaksud yaitu keterangan dari dokter yang dapat membantu penyidik dalam memberikan bukti. Bukti tersebut berupa keterangan
medis yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai keadaan korban, terutama terkait dengan pembuktian adanya tanda-tanda kekerasan. Keterangan
dokter yang dimaksudkan tersebut dituangkan secara tertulis dalam bentuk surat hasil pemeriksaan medis yang disebut dengan Visum et Repertum.
Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia,
hidup maupun mati, ataupun bagiandiduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah untuk kepentingan peradilan. Penegak hukum
mengartikan Visum et Repertum sebagai laporan tertulis yang dibuat dokter berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan
tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan menurut pengetahuan yang sebaik- baiknya.
Setelah polisi kembali dari TKP, maka segera mengajukan permintaan Visum et Repertum ke Rumah Sakit dimana korban di rawat dengan mengisi
Universitas Sumatera Utara
Blangko Visum sesuai kebutuhan Visum luar untuk korban luka dan Visum dalam untuk korban meninggal dunia.
Pengiriman mayat ke Rumah Sakit untuk dimintakan Visum harus diperhatikan:
1. Diberi label dan disegel pada ibu jarinya guna menghindari kekeliruan.
2. Pada label harus jelas disebutkan identitas korban nama, umur, jenis kelamin,
suku bangsa, agama, tempat tinggal, No. LP, tanda tangan petugas yang mengirim.
3. Apabila keluarga korban keberatan diadakan bedah mayat maka kewajiban
penyidik untuk secara persuasif memberikan penjelasan tentang pentingnya bedah mayat tersebut sebagai pedoman gunakan pasal 222 KUHP.
4. Pada dasarnya pencabutan Visum tidak dibenarkan, bilamana Visum harus
dicabut maka yang berwenang mencabut Visum adalah serendah-rendahnya Kapolres.
5. Permohonan pencabutan Visum diajukan oleh keluarga korban ayahibu,
suamiistri, dan anak yang disahkan oleh Lurahkepala desa setempat berdasarkan alasan yang dapat diterima misalnya: alasan agama, kepercayaan
atau adat istiadat. Sebagai suatu hasil pemeriksaan dokter terhadap barang bukti yang
diperuntukkan untuk kepentingan peradilan, Visum et Repertum digolongkan
menurut obyek yang diperiksa sebagai berikut : 1. Visum et Repertum untuk orang hidup.
Jenis ini dibedakan lagi dalam :
Universitas Sumatera Utara
a. Visum et Repertum biasa. Visum et Repertum ini diberikan kepada pihak peminta penyidik untuk korban yang tidak memerlukan perawatan lebih
lanjut. b. Visum et Repertum sementara. Visum et Repertum sementara diberikan
apabila korban memerlukan perawatan lebih lanjut karena belum dapat membuat diagnosis dan derajat lukanya. Apabila sembuh dibuatkan Visum
et Repertum lanjutan. c. Visum et Repertum lanjutan. Dalam hal ini korban tidak memerlukan
perawatan lebih lanjut karena sudah sembuh, pindah dirawat dokter lain, atau meninggal dunia.
2. Visum et Repertum untuk orang mati jenazah. Pada
pembuatan Visum et Repertum ini, dalam hal korban mati maka penyidik
mengajukan permintaan tertulis kepada pihak Kedokteran Forensik untuk dilakukan bedah mayat outopsi.
a. Visum et Repertum Tempat Kejadian Perkara TKP. Visum ini dibuat setelah dokter selesai melaksanakan pemeriksaan di TKP.
b. Visum et Repertum penggalian jenazah. Visum ini dibuat setelah dokter selesai melaksanakan penggalian jenazah.
c. Visum et Repertum psikiatri yaitu Visum pada terdakwa yang pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan menunjukkan gejala-gejala penyakit jiwa.
d. Visum et Repertum barang bukti, misalnya Visum terhadap barang bukti yang ditemukan yang ada hubungannya dengan tindak pidana, contohnya
darah, bercak mani, selongsong peluru, pisau.
Universitas Sumatera Utara
Visum et Repertum dalam pengungkapan suatu kasus, menunjukkan
peranan yang cukup penting bagi tindakan pihak kepolisian selaku aparat penyidik. Pembuktian terhadap unsur tindak pidana dari hasil pemeriksaan yang
termuat dalam Visum et Repertum, menentukan langkah yang diambil pihak kepolisian dalam mengusut suatu kasus.
D. Pembuatan Berita Acara Pemeriksaan di TKP