53
c. Perhitungan hasil penetapan kadar sari larut etanol
1. Kadar sarilarut etanol I
Berat Cawan =48,6174 g
Berat Cawan + Berat Sari =48,4211 g
Berat Sampel = 5,0023 g
Berat sari =0,1963 g
Kadar sari larut etanol
=
0,1963g 5,0023 g
x
100 20
x100 = 19,6209
2. Kadar sari larut etanol II
Berat Cawan =48,6157 g
Berat Cawan + Berat Sari =48,4254 g
Berat Sampel = 5,0015 g
Berat sari =0,1903 g
Kadar sari larut etanol =
0.1903 g 5,0
015 g
x
100 20
x100 = 19,0243
3. Kadar sari larut etanol III
Berat Cawan =48,6175 g
Berat Cawan + Berat Sari =48,8117 g
Berat Sampel = 5,0021 g
Berat sari =0,1942 g
Kadar sari larut etanol =
0,1942 g 5,0021 g
x
100 20
x 100 = 19,4118
Kadar sarilarut etanol rata-rata=
19,6209+19,0243+19,4118 3
= 19,35
Lampiran 7.Lanjutan
Kadar sari larut etanol
=
berat sari berat simplisia
x
100 20
x
100
Universitas Sumatera Utara
54
d. Perhitungan hasil penetapan kadar abu total
1. Sampel I Berat simplisia
=2,0015 g Berat abu
=0,6107 g Kadar abu total
=
0,6107 g 2,0015 g
x100 =30,5121
2. Sampel II Berat simplisia
=2,0022 g Berat abu
=0,6271 g Kadar abu total
=
0,6271 g 2,0022
g
x100 = 31,3205
3.Sampel III Berat simplisia
=2,0004 g Berat abu
=0,6159 g Kadar abu total
=
0,6159 g 2,0004 g
x100 = 30,7889
Kadarabu total rata-rata
=
30,5121 + 31,3205 + 30,7889 3
=30,87
Lampiran 7.Lanjutan
e. Perhitungan hasil penetapan kadar abu tidaklarut asam Kadar abu total
=
berat abu berat simplisia
x
100
Universitas Sumatera Utara
55
1. Sampel I
Berat simplisia =2,0015 g
Berat abu =0,0972 g
Kadar abu tidak larut asam
=
0,0972 g 2,0015 g
x
100 = 4,8563
2. Sampel II Berat simplisia
= 2,0022 g Berat abu
= 0,1043 g Kadar abu tidak larut asam
=
0,1043 g 2,0022 g
x
100 =5,2092
3.Sampel III Berat simplisia
=2,0004 g Berat abu
= 0,1026 g Kadar abu tidak larut asam
=
0,1026 g 2,0004 g
x
100
=
5,1289
Kadarabu tidak larut asam rata-rata
=
4,8563 + 5,2092 + 5,1289 3
=
5,06 Kadar abu tidak larut asam
=
berat abu berat simplisia
x
100
Universitas Sumatera Utara
43
DAFTAR PUSTAKA
Amir, I., dan Bidiyanto, A. 1996. Mengenal Spons Laut Demospongia secara Umum. Jurnal Oseana. 21 2: 15-23.
Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press. Hal. 7-21.
Day, A.R., dan Underwood, A.L. 2002. Analisis KimiaKuantitatif. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. Hal. 383-387
Depkes RI. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 322-337, 516, 518, 522.
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 10-17.
Ditjen POM RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 33.
Farnsworth, N.R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants. Journal of Pharmaceuticals Science. 553: 247-268.
Gandjar, I.G., dan Rohman, A. 2007. Analisis Obat Secara Spektrofotometri Dan Kromatografi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 349-351.
Gritter, R.J., Bobbitt, J., dan Schwarting, A.E. 1991. Pengantar Kromatografi Penerjemah: Kokasih Padmawinata. Edisi Kedua. Bandung: ITB. Hal.
107-109. Harborne, J.B. 1987. MetodeFitokimia. Terjemahan: KosasihPadmawinata,
danIwang Soediro. Edisikedua. Bandung: Penerbit ITB. Hal.147-151, 234 Hostettmann, K., Hostettmann, M., dan Marston, A. 1995. Cara Kromatografi
Preparatif: Penggunaan pada Isolasi Senyawa Alam. Penerjemah Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 9-11.
Ilan, M., dan Loya, Y. 1990. Sexual Reproduction And Settlement Of The Coral Reef SpongeChalinula Sp. From The Red Sea. Marine Biology. 105: 25-
31 Joseph, B., dan Sujatha, S. 2011. Pharmacologically Important Natural Products
From Marine Sponges. Journal Of Natural Products. 4: 5-12. Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas
Indonesia. Hal. 222-223, 248.
Universitas Sumatera Utara
44
Murniasih, T. 2003. Metabolit Sekunder Dari Sponge Sebagai Bahan Obat- Obatan. Jurnal Oseana. 283: 27-33.
Pechenik, A.J. 2005. Biology Of The Invertebrates. Edisi Kelima. New York: Mc Graw Hill. Hal. 82-85.
Robinson, T. 1995.KandunganOrganikTumbuhanTinggi. Edisi Keenam. Bandung: Penerbit ITB.Hal. 139, 154.
Sastrohamidjojo, H. 1985.Kromatografi. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Hal. 22- 36.
Silverstein, R.M., Bassler, G.C., dan Morrill, T.C. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit
Erlangga. Hal. 112-115. Stahl, E. 1985.Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Penerjemah:
Kosasih Padmawinata dan Iwany Soediro. Bandung: ITB. Hal. 3-18. Suparno. 2005. Kajian Bioaktif Spons Laut porifera: Demospongiae Suatu
Peluang Alternatif Pemanfaatan Ekosistem Karang Indonesia Dalam Dibidang Farmasi.Jurnal Perikanan Indonesia. 2421: 41-45.
Suriani., Usman, H., dan Ahmad, A. 2012. Isolasi, Karakterisasi, Dan Uji Bioaktifitas Metabolit Sekunder Dari Sponge Callyspongia sp. Marina
Chimica Acta. 121: 2-7 Suwignyo, S., Bambang, W., Yusli, W., dan Majariana, K. 2005. Avertebrata
Air. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 34-40. Teta, R., Renga, B., Mangoni, A., Fiorucci, S., dan Costantino, V. 2012.
Chalinusterol, a chlorinated Steroid Disulfate From The Caribbean Sponge Chalinula molitba. Evaluation Of Its Role As PXR Receptor Modulator.
Marine Drugs. 10: 1383-1390.
Tyler, V.E., Brady, L.R., dan Robbers, J.E. 1977. Pharmacognosy. Edisi Ketiga. Philadelphia: Lea and Febriger. Hal. 25-26.
Universitas Sumatera Utara
21
BAB III METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah metode eksperimental meliputi pengumpulan dan pengolahan sponge, karakterisasi simplisia, pemeriksaan
golongan senyawa kimia, pembuatan ekstrak n-heksan, analisis ekstrak secara kromatografi lapis tipis KLT, dilanjutkan isolasi secara KLT preparatif. Isolat
yang diperoleh diuji kemurniannya secara KLT dua arah lalu diidentifikasi secara spektrofotometri ultraviolet dan inframerah. Penelitian dilakukan di Laboratorium
Fitokimia dan Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3.1Alat Dan Bahan 3.1.1 Alat yang digunakan
Mikroskop Olympus, neraca kasar Saherand, lemari pengering, blender Panasonic, eksikator, alat-alat gelas laboratorium Pyrex, Iwaki, seperangkat
alat destilasi, seperangkat alat penetapan kadar air, oven listrik Stork, hair dryer Maspion, neraca analitik Vibra AJ, rotary evaporatorpenguap vakum putar,
penangas air Yenaco, seperangkat alat kromatografi lapis tipis preparatif, spektrofotometer ultraviolet Shimadzu dan spektrofotometer inframerah
Shimadzu.
3.1.2Bahan yang digunakan Bahan yang digunakan adalah Sponge Chalinula sp dan bahan kimia yang
digunakan kecuali dinyatakan lain adalah berkualitas pro analisa yaitu n-heksan pro analisa Merck, benzen Merck, etil asetat Merck, amil alkohol Merck,
Universitas Sumatera Utara
22
asam asetat anhidrida Merck, asam sulfat pekat Merck, toluen Merck, asam klorida pekat Merck, silika gel 60 GF
254
Merck, metanol Merck dan kloroform Merck.
3.2Penyiapan Sponge 3.2.1Pengumpulan sponge
Pengumpulan sponge dilakukan dengan cara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan sponge yang sama dari daerah lain. sponge yang
digunakan adalah sponge jenis Chalinula sp yang diambil dari perairan Teluk Tapian Nauli Sibolga, Jalan Barus, Kecamatan Paruiaha, Kabupaten Tapanuli
Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
3.2.2Identifikasi sponge
Identifikasi sponge dilakukan di Pusat Penelitian Oseanografi - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.
3.2.3Pengolahan sponge
Sponge yang telah dikumpulkan, disortasi basah yaitu memisahkan sponge dari pengotornya, kemudian sponge dicuci dengan air mengalir untuk
menghilangkan pengotor yang masih melekat, ditiriskan dan ditimbang berat sponge Chalinula sp adalah 2,80 kg. Sponge dipotong-potong, kemudian
dimasukkan ke dalam lemari pengering pada suhu 40-50
o
C selama 6 hari. Berat simplisia sponge Chalinula sp adalah 420 g. Simplisia dihaluskan dengan
menggunakan blender. Serbuk simplisia disimpan dalam kantung plastik untuk mencegah pengotor lainnya selama penyimpanan.
Universitas Sumatera Utara
23
3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.3.1 Larutan pereaksi asam klorida 2 N
Sebanyak 17 mlasam klorida pekat diencerkan dengan air suling hingga 100 ml Depkes RI, 1995.
3.3.2 Larutan pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling, ditambahkan iodium sebanyak 2 g dan dicukupkan dengan air suling
hingga 100 ml Depkes RI, 1995. 3.3.3 Larutan pereaksi Mayer
Sebanyak 1,359 g raksa II klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml, pada wadah lain dilarutkan 5 g kalium iodida dalam 10 ml air suling,
kemudian keduanya dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml Depkes RI, 1995.
3.3.4 Larutan pereaksi Dragendorff
Sebanyak 8 g bismut III nitrat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat pekat, pada wadah lain dilarutkan 27,2 g kalium iodida dalam 50
ml air suling. Kedua larutan dicampurkan sama banyak dan didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan air
suling hingga 100 ml Depkes RI, 1995. 3.3.5 Larutan pereaksi Molisch
Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh larutan 100 ml Depkes RI, 1995.
3.3.6 Larutan pereaksi besi III klorida 1
Sebanyak 1 g besi III klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml
Depkes RI, 1995.
Universitas Sumatera Utara
24
3.3.7 Larutan pereaksi Liebermann-Burchard
Sebanyak 5 bagian asam sulfat pekat dicampur dengan 50 bagian etanol 95, kemudian ditambahkan dengan hati-hati 5 bagian asam asetat anhidrida ke
dalam campuran tersebut, didinginkan Depkes RI, 1995.
3.3.8 Larutan air-kloroform
Sebanyak 2,5 ml kloroform dikocok dengan 900 mlair suling, diencerkan dengan air suling hingga 1000 ml Depkes RI, 1995.
3.3.9 Larutan pereaksi timbal II asetat 0,4 N
Sebanyak 15,17 g timbal II asetat dilarutkan dalam air suling bebas karbon dioksida secukupnya hingga 100 ml Depkes RI, 1995.
3.3.10Larutan kloralhidrat
Sebanyak 50 g kloralhidrat ditimbang dan dilarutkan dalam 20 ml air
suling Depkes RI, 1995.
3.4 Karakterisasi Simplisia