24
3.3.7 Larutan pereaksi Liebermann-Burchard
Sebanyak 5 bagian asam sulfat pekat dicampur dengan 50 bagian etanol 95, kemudian ditambahkan dengan hati-hati 5 bagian asam asetat anhidrida ke
dalam campuran tersebut, didinginkan Depkes RI, 1995.
3.3.8 Larutan air-kloroform
Sebanyak 2,5 ml kloroform dikocok dengan 900 mlair suling, diencerkan dengan air suling hingga 1000 ml Depkes RI, 1995.
3.3.9 Larutan pereaksi timbal II asetat 0,4 N
Sebanyak 15,17 g timbal II asetat dilarutkan dalam air suling bebas karbon dioksida secukupnya hingga 100 ml Depkes RI, 1995.
3.3.10Larutan kloralhidrat
Sebanyak 50 g kloralhidrat ditimbang dan dilarutkan dalam 20 ml air
suling Depkes RI, 1995.
3.4 Karakterisasi Simplisia
Karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar
sari larut etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu tidak larut asam.
3.4.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, konsistensi dan warna.
3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia dengan cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan
Universitas Sumatera Utara
25
kloralhidrat dan ditutup dengan cover glass kaca penutup kemudian dilihat di bawah mikroskop.
3.4.3 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi destilasi toluen. Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat,
didestilasi selama 2 jam, kemudian toluen didinginkan selama 30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Sebanyak 5 g
serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan ke dalam labu yang berisi toluen tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen
mulai mendidih kecepatan tetesan diatur 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan ditingkatkan hingga 4 tetes tiap detik,
setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen yang telah dijenuhkan. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung
penerima dibiarkan dingin sampai suhu kamar, setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air
dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah dikeringkanDepkes
RI, 1995.
3.4.4Penetapan kadar sari larut air
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air-kloroform P, menggunakan labu bersumbat sambil
berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan dibiarkan selama 18 jam, disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan datar berdasar rata
yang telah ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105
o
C hingga bobot tetap Depkes RI, 1995.
Universitas Sumatera Utara
26
3.4.5Penetapan kadar sari larut etanol
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml etanol 95, menggunakan labu bersumbat sambil
berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan dibiarkan selama 18 jam, disaring cepat dengan menghindarkan penguapan etanol 95.Sejumlah 20 ml filtrat
diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105
o
C hingga bobot tetap. Kadar sari larut etanol dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes RI, 1995.
3.4.6Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus porselen yang telah dipijar dan ditara. Krus dipijarkan perlahan-lahan hingga
arang habis, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes RI, 1995.
3.4.7Penetapan kadar abu tidak larut asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total, dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring dengan kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, dipijarkan hingga bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Hitung kadar
abu tidak larut asam terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes RI, 1995.
3.5Pemeriksaan Golongan Senyawa Kimia
Pemeriksaan golongan senyawakimia serbuk simplisia sponge meliputi pemeriksaan senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin dan
steroidtriterpenoid Depkes RI, 1995; Farnsworth, 1966.
Universitas Sumatera Utara
27
3.5.1Pemeriksaan alkaloid
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air
selama2menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut: −
Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer −
Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat −
Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff Alkaloid disebut positif jika terjadi endapan pada paling sedikit 2 tabung
reaksi dari percobaan di atas Depkes RI, 1995.
3.5.2Pemeriksaan flavonoid
Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambah 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, kedalam 5 ml filtrat
ditambahkan serbuk magnesium, 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok kuat dan dibiarkan memisah. Positif flavonoid ditunjukkan dengan
timbulnya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol Farnsworth, 1966.
3.5.3Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 g serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan dan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik,
terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm, pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, buih tidak hilang
menunjukkan adanya saponin Depkes RI, 1995.
3.5.4Pemeriksaan tanin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Larutan
Universitas Sumatera Utara
28
diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi III klorida 1. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin Depkes
RI, 1995.
3.5.5Pemeriksaan glikosida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol 96 dan 3 bagian volume air suling ditambah
dengan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 30 menit, didinginkan dan disaring. Sebanyak 20 ml fitrat, ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal
II asetat 0,4 M, kemudian dikocok lalu didiamkan selama 5 menit, kemudian disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran 3 bagian kloroform dan 2 bagian
isopropanol dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50
o
C. Sisa penguapan dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan ini digunakan untuk percobaan berikut: larutan sisa dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, diuapkan di atas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molisch kemudian ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat
melalui dinding tabung. Terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya gula Depkes RI, 1995.
3.5.6Pemeriksaan steroidtriterpenoid
Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya
ditambahkan 2 tetes Liebermann-Burchard. Terbentuknya warna merah ungu atau biru hijau menunjukkan adanya steroidtriterpenoid Depkes RI, 1995.
Universitas Sumatera Utara
29
3.6Pembuatan Ekstrak
Ekstraksidilakukan dengan cara perkolasi. Sebanyak 300 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam sebuah bejana tertutup, direndam dengan n-
heksan selama 3 jam, lalu setelah 3 jam, dimasukkan ke dalam perkolator, dituangkan pelarut n-heksan secukupnya sampai semua serbuk simplisia terendam
dan terdapat selapis cairan penyari n-heksan di atas serbuk simplisia, ditutup mulut perkolator dengan plastik dan aluminium foil lalu biarkan selama 24 jam.
Kran perkolator dibuka setelah 24 jam, dibiarkan perkolat menetes dengan kecepatan 1 mlmenit, tambahkan berulang-ulang cairan penyari n-heksan
secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi dihentikan dengan cara 500 mg hasil perkolat terakhir diuapkan di atas
penangas air tidak meninggalkan sisa. Perkolat dipekatkan dengan alat rotary evaporator pada temperatur 40-50
˚C sampai diperoleh ekstrak kentalDitjen POM RI, 1979.
3.7Analisis Ekstrak n-heksan Secara KLT
Ekstrak n-heksan dianalisis secara KLT menggunakan fase diam plat lapis silika gel 60 F
254
dan fase gerak campuran n-heksan-etilasetat dengan perbandingan 90:10, 80:20, 70:30, 60:40 dan 50:50 penampak bercak
digunakan pereaksi Liebermann-Burchard. Cara kerja :
Ekstrak ditotolkan pada plat lapis silika gel 60 F
254
, kemudian dimasukkan ke dalam chamber yang telah jenuh dengan uap fase gerak. Setelah proses
pengembangan selesai plat dikeluarkan dan dikeringkan, plat disemprot dengan penampak bercak pereaksi Liebermann-Burchard.
Universitas Sumatera Utara
30
3.8Isolasi Senyawa SteroidTriterpenoid Secara KLT Preparatif
Ekstrak n-heksan selanjutnya diisolasi secara KLT preparatif, sebagai fase diam silika gel 60 GF
254
, fase gerak digunakan n-heksan-etilasetat 80:20 dan sebagai penampak bercak digunakan pereaksi Liebermann-Burchard.
Cara kerja: Ekstrak diencerkan dengan n-heksan, ditotolkan berupa pita pada jarak 2
cm daritepibawahplatKLT berukuran 20 x 20 cm yangtelahdiaktifkan.Plat KLT dimasukkan ke dalam bejana yang telahjenuh dengan uap fase gerakn-heksan-
etilasetat 80:20, pengembang dibiarkan naik membawa komponen yang ada, kemudian setelah mencapai batas pengembanganplat dikeluarkan dari bejana lalu
dikeringkan. Bagian sisi kanan dan kiri plat disemprot dengan penampak bercak Liebermann-Burchard, kemudian dipanaskan di dalam oven pada suhu 105
o
C. Bercak senyawa steroidtriterpenoid yang berwarna merahungu pada sisi kanan
dan kiri dihubungkan, bagian tengah plat yang tidak disemprot dikerok, dikumpulkan, dimasukkan ke dalam vial ditambahkan metanol dan direndam
selama satu malam lalu disaring, kemudian pelarutnya diuapkan sampai kering dengan bantuan hair dryer ditambahkan sedikit metanol dingin dan dimasukkan
ke dalam lemari pendingin. Isolat yang terbentuk dikromatografi lapis tipis, selanjutnya diuji kemurniannya secara KLT dua arah Gritter, 1991.
3.9Uji Kemurnian Isolat 3.9.1Uji kemurnian isolat secara KLT dua arah
Isolat hasil isolasi secara KLT preparatif dilakukan uji kemurnian secara KLT dua arah menggunakan dua sistem pengembang yang berbeda kepolarannya.
Fase gerak pertama digunakan n-heksan-etilasetat 80:20 dan fase gerak kedua
Universitas Sumatera Utara
31
digunakan benzen-etilasetat 80:20, sebagai penampak bercak digunakan pereaksi Liebermann-Burchard.
Isolat ditotolkan pada plat lapis silika gel 60 F
254
berukuran 10x10 cm
,
kemudian dielusi menggunakan fase gerak I yaitu n-heksan-etilasetat 80:20 hingga mencapai batas pengembangan, lalu plat dikeluarkan dari bejana dan
dikeringkan. Plat yang telah kering diputar 90
o
dan diletakkan ke dalam bejana kromatografi yang telah jenuh menggunakan fase gerak II yaitu benzen-etilasetat
80:20 hingga mencapai batas pengembangan, dikeringkan dan disemprot dengan penampak bercak pereaksi Liebermann-Burchard. Plat dipanaskan di dalam oven
pada suhu 105
o
Cselama 10 menit, diamati warna noda yang terjadi dan dihitung harga Rf-nya Gandjar dan Rohman, 2012.
3.10 Identifikasi Isolat 3.10.1Identifikasi isolat secara spektrofotometri ultraviolet