ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK DEWAN KOMISARIS DAN KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP KEBERADAAN RISK MANAGEMENT COMMITTEE (RMC) (Studi pada Perusahaan Non financial yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2015)
Indonesia Periode 2013-2015)
AN ANALYSIS ON THE CORRELATION OF THE COMMISSIONERS BOARD CHARACTERISTICS AND THE COMPANY
CHARACTERISTICS TOWARD THE EXISTENCE OF RISK MANAGEMENT COMMITTEE (RMC)
(A Study On Non Financial Company Listed In Indonesia Stock Exchange Period 2013-2015)
Oleh
MITA ELFINASARI PANJAGO 20130420006
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
(2)
i
ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK DEWAN KOMISARIS DAN KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP KEBERADAAN
RISK MANAGEMENT COMMITTEE (RMC)
(Studipada Perusahaan Non financial yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2015)
AN ANALYSIS ON THE CORRELATION OF THE COMMISSIONERS BOARD CHARACTERISTICS AND THE COMPANY
CHARACTERISTICS TOWARD THE EXISTENCE OF RISK MANAGEMENT COMMITTEE (RMC)
(A Study On Non Financial Company Listed In Indonesia Stock Exchange Period 2013-2015)
SKRIPSI
DiajukanGunaMemenuhiPersyaratanuntukMemperoleh
GelarSarjanapadaFakultasEkonomi Dan Bisnis Program StudiAkuntansi UniversitasMuhammadiyah Yogyakarta
Oleh
MITA ELFINASARI PANJAGO 20130420006
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
(3)
iv Nomor Mahasiswa : 20130420006
Menyatakan bahwa skirpsi ini dengan judul: “ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK DEWAN KOMISARIS DAN KARAKTERISTIK
PERUSAHAAN TERHADAP KEBERADAAN RISK MANAGEMENT
COMMITTEE (RMC) (Studi Pada Perusahaan Non Financial Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Pariode 2013-2015)” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.
Yogyakarta, 16 Desember 2016 Materai, 6.000,-
(4)
v MOTTO
“Man Jadda Wa Jadda”.
Barang siapa yang bersungguh-sungguhakan mendapatkannya
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjalaklah dengans ungguh-sungguh (urusan) yang lain”.
(QS. Al-Insyirah: 6-7)
“Allah SWT akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.
(QS. Al-Mujadalah :11)
“boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kamu. Dan boleh jadi kamu mencintais esuatu, padahal ia amat buruk bagik amu. Allah Maha Mengetahui sedangkan
kamu tidak mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 216)
“Allah mencintai pekerjaan yang apabila bekerja ia menyelesaikannya dengan baik”. (HR. Thabrani)
(5)
vi
Allah SWT yang memberikan kelancaran, kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Kedua orang tua tercinta, Elfatri dan Sari yang selalu memberikan semangat, dukungan serta doanya yang tidak pernah putus.
Kedua adik tersayang, Deni dan Elsa yang selalu menyemangati danm engirimkan doa.
Semua saudara, sepupu maupunk eponakan yang telah memberikan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
(6)
vii
Thanks to:
Allah SWT yang memberikan kenikmatan, rizki, kemudahan dan kelancaran dalamp enyelesaian karya tulis ini.
Nabi Muhammad SAW yang menjadi pencerah dan panutan bagi seluruh umat Islam dalam mencapai jalan yang di Ridhoi Allah SWT.
Kedua orang tua, mamah Sari dan papah Elfatri yang selalu memberikan semangat, motivasi, dukungan serta doa yang takhenti-hentinya.
Kedua adikku, Deni Satria Utomo dan Elsa Putri Yulia Ningsih yang selalu mengirimkan doa serta semangat.
Seorang pria yang mempunyai arti dan tempat tersendiri, Muhammad Rizki yang turut berperan dalam membantu menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas bantuan, cinta, dankasihsayangnya.
Teman yang ternyata asisten lab, ka Eko Cahyo Kuncoro yang mau di repotin dalam menyelesaikan skripsi ini.
Bapak Andan Yunianto yang sabar dalam membimbing pembuatan skripsi ini mulai dari awal sampai akhir.
Tim dosen Penguji yang telah memberikan masukan, kritikan sehingga skripsi saya menjadi lebih baik.
Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis khususnya prodi akuntansi, terima kasih atas pembelajaran yang telah diberikan selama mengikuti perkuliahan serta masukan dan pengalamannya.
Teman-teman di kos, terutama disebelah kamar Eva Hanita, terima kasih sudah bersedia direpotin Mita.
Teman-teman di kampus yang tidak dapat di sebutkan satu persatu, terima kasih atas waktunya, sukaduka, pengalaman dan perhatiannya mulai dari awal kuliah, semoga silahturrahmi ini berjalan terus.
Teman-teman di luar kampus, kaZulfan dkk terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini.
Seluruh pihak yang belum tersebutkan dan telah mendoakan, mendukung, serta membimbing dalam penyelesaian karya tulis ini.
(7)
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING………....ii
HALAMAN PENGESAHAN………iii
HALAMANPERNYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMANPERSEMBAHAN ... vi
INTISARI ... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined.
A. Latar Belakang Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Batasan Masalah... Error! Bookmark not defined. C. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. D. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. E. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.
A. LANDASAN TEORI ... Error! Bookmark not defined. Teori Keagenan (Agency Theory) ... Error! Bookmark not defined.
Teori Sinyal (Signalling Theory) ... Error! Bookmark not defined.
Manajemen Risiko ... Error! Bookmark not defined. Komite Manajemen Risiko (Risk Management Committee) ... Error! Bookmark not defined. Proporsi Dewan Komisaris Independen ... Error! Bookmark not defined.
(8)
xiii
Ukuran Dewan Komisaris ... Error! Bookmark not defined. Frekuensi Rapat Dewan Komisaris ... Error! Bookmark not defined.
Reputasi Auditor ... Error! Bookmark not defined. Kompleksitas ... Error! Bookmark not defined. Risiko Pelaporan Keuangan .. Error! Bookmark not defined. Leverge ... 25 Ukuran Perusahaan... Error! Bookmark not defined. B. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis ... Error!
Bookmark not defined.
C. Model Penelitian ... Error! Bookmark not defined. BAB III METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.
A. Objek Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Jenis Data ... Error! Bookmark not defined. C. Teknik Pengambilan Sampel ... Error! Bookmark not defined. D. Teknik Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined. E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... Error! Bookmark not
defined.
F. Metode Analisis Data ... Error! Bookmark not defined. 1. Analisis Statistik Deskriptif ... Error! Bookmark not defined.
2. Uji Kualitas Data ... Error! Bookmark not defined. 3.Uji Hipotesis ... Error! Bookmark not defined. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined.
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian Error! Bookmark not defined. B. Uji Kualitas Data ... Error! Bookmark not defined. C. Uji Hipotesis ... Error! Bookmark not defined. D. Pembahasan ... Error! Bookmark not defined. BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN SERTA SARAN PENELITIAN
Error! Bookmark not defined.
(9)
xiv LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 4. 1 Prosedur Pemilihan Sampel ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4. 2 Hasil Statistik Deskriptif ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4. 3 Pengujian Kelayakan Model ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4. 4 Pengujian Keseluruhan Model ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4. 5 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4. 6 Hasil Uji Hipotesis ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4. 7 Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis ... Error! Bookmark not defined.
(10)
xv
DAFTAR GAMBAR
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
viii
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik dewan komisaris dan karakteristik perusahaan terhadap keberadaan risk management committee (RMC) oleh perusahaan non financial yang terdaftar di bursa efek Indonesia periode 2013-2015. Objek dalam penelitian ini adalah perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia khususnya periode 2013-2015. Dalam penelitian ini sampel berjumlah 129 perusahaan yang dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling. Alat analisis yang digunakan adalahregresi logistik.
Berdasarkan analisis yang dilakukan diperoleh hasil bahwa ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, frekuensi rapat dewan komisaris dan kompleksitas bisnis berpengaruh secara signifikan terhadap keberadaan risk management committee (RMC).
Kata kunci : corporate governance, karakteristik perusahaandan risk management committee (RMC).
(16)
ix
ABSTRAK
This reseach aims to find out the influence of the characteristics of the commissioners board and the company characteristics towards the existence of the risk management committee (RMC) by the non financial company listed in Indonesia Stock Exchange in theperiod of 2013-2015. The reseach object is the company listed in Indonesian Stock Exchange (BEI) especially those in theperiodof 2013-2015. In this reseach, there are 129 companies as the samples selected by using purposive sampling methode. The analysis tool used is logistic regression.
Based on the analysis done, the result shows that the commissioners board measurement, the independent commissioners board proportion, the meeting frequency of the commissioners board, and the bussinest complexity vahe significant influence toward the existence of risk management committee (RMC). Keywords: corporate governance, firm characteristics, and risk management
(17)
1 A. Latar Belakang Penelitian
Saat ini, pertumbuhan dan perkembangan perusahaan merupakan hal yang tidak asing. Banyak perusahaan berlomba-lomba dalam mencapain tujuannya. Salah satunya yaitu untuk menjadi lebih baik dan menjadi pusat dalam industrinya seiring dengan perjalanan waktu. Adanya faktor ketidakpastian terjadinya risiko merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya.
Risiko merupakan suatu akibat, konsekuensi serta bahaya yang terjadi, sedang terjadi atau terjadi dimasa mendatang akibat sebuah proses. Saat ini, berbagai profil risiko yang dihadapi perusahaan berbeda dengan profil risiko pada dekade sebelumnya (Beasley, 2007). Dengan sifatnya yang menghadang dan menghalangi tercapainya suatu tujuan serta ketidakpastian terjadinya risiko, berbagai cara ditempuh oleh perusahaan untuk menghindari dan meniminalisir terjadinya resiko tersebut. Salah satunya yakni unsur penerapan dari good corporate governance (GCG) tentang bagaimana mengelola sebuah resiko yang dapat mengancam keberlangsungan hidup perusahaan.
Pengelolaan risiko pada dasarnya adalah rangkaian proses yang dilakukan untuk meminimalisasi tingkat risiko yang dihadapi sampai pada batas yang dapat diterima (Pratika, 2011). Kerugian atau bahkan kebangkrutan merupakan akibat terburuk dari risiko yang tidak dikelola
(18)
2
oleh perusahaan secara baik. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu sistem manajemen risiko yang efektif dalam rangka mencapai tujuan perusahaan, meningkatkan kualitas pelaporan keuangan dan melindungi reputasi perusahaan (Subramaniam et al., 2009).
Dalam ajaran agama Islam, sistem manajemen risiko juga telah dituangkan dalam sebuah hadits Rasulullah SAW, yang bersabda:
Artinya : “jika engkau ingin mengerjakan sesuatu pekerjaan maka pikirkanlah akibatnya, maka jika perbuatan itu baik, ambilah maka jika perbuatan itu jelek, maka tinggalkanlah.” (HR Ibnul Mubarak)
Selain hadits diatas, Allah SWT juga telah berfirman yang dituangkan dalam surah Al-Luqman ayat 34:
Artinya : “…dan tidak seorangpun yang dapat mengetahui dengan pasti apa-apa yang diusahakannya besok…” (QS. Al-Luqman: 34).
Maka dari itu, untuk dapat memperkecil terjadinya sebuah risiko dibutuhkan suatu sistem yang dapat mengawasi serta memberikan
(19)
perhatian penuh terhadap kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada suatu perusahaan.
Para pemakai laporan keuangan baik tingkat manajemen, para pemilik atau pemegang saham, para pemakai laporan keuangan (stakeholder) lainnya serta kreditur memerlukan informasi keuangan yang disediakan dan dikendalikan oleh manajemen risiko (Ramadhani, dkk 2015). Selain itu, manajemen risiko juga memberi perlindungan kepada para pemangku jabatan terhadap fatalnya akibat yang mungkin terjadi karena adanya risiko (Susilo dan Kaho, 2010 dalam Setyarini, 2011).
Adanya aspek pengawasan yang dilakukan oleh sistem manajemen risiko merupakan kunci utama agar operasional dapat berjalan dengan efektif. Selain terjadinya peristiwa skandal akuntansi yang terjadi pada perusahaan ternama yakni perusahaan Enron dan Worldcom sekitar tahun 2000-an juga menyadarkan perusahaan khususnya dewan komisaris untuk berinisiatif membentuk suatu komite yang berfungsi melakukan pengawasan dan manajemen resiko yang disebut risk management committe (RMC). RMC merupakan salah satu komite yang dibentuk oleh dewan komisaris dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan pelaksanaan manajemen risiko perusahaan oleh dewan direksi (Subramaniam et al., 2009; Yatim, 2009; Blanchard dan Dionne, 2003). Selain membentuk RMC, dewan komisaris juga membentuk beberapa komite diantaranya adalah komite audit, komite nominasi dan komite remunerisasi.
(20)
4
Risk management committee (RMC) didefinisikan sebagai sebuah komite pengawas manajemen yang terpisah dari komite audit dan berdiri sendiri, yang secara khusus bertugas menyediakan pembelajaran mengenai sistem manajemen risiko, mengembangkan fungsi pengawasan risiko pada level dewan komisaris, dan mengevaluasi laporan risiko perusahaan (KPMG, 2001 dalam Subramaniam et al., 2009). Adanya pembentukan RMC tersebut diharapkan dapat meringankan beban dan tanggung jawab dari dewan komisaris agar fungsi dewan komisaris dapat berjalan dengan efektif.
Keberadaan RMC memiliki hubungan dengan ukuran dewan komisaris. Menurut Subramaniam et al., (2009), RMC merupakan komite baru yang dibentuk oleh dewan komisaris yang dipengaruhi oleh ukuran dewan dalam memberikan kesempatan yang besar untuk mencari sumber daya yang ditujukan untuk manajemen risiko. Oleh karena itu, RMC cenderung akan dibentuk oleh perusahaan yang memiliki ukuran dewan yang besar. Hubungan antara ukuran dewan komisaris dengan keberadaan RMC telah dibuktikan oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Andarini dan Januuarti (2010), Kuncoro (2013), dan Subramaniam et al., (2009)
Agar aktifitas jalannya perusahaan yang dilakukan oleh dewan direksi dapat berjalan dengan lancar, maka dibutuhkan pengawasan dari luar perusahaan agar kualitas independennya terjaga dan tidak memiliki hubungan afiliasi dengan perusahaan. Pengawasan dari luar tersebut akan
(21)
dilakukan oleh dewan komisaris independen. Tingginya tingkat proporsi dewan komisaris independen pada suatu perusahaan akan mendorong perusahaan untuk dilakukannya pengawasan yang lebih tinggi pada aktivitas manajemen risiko (Yatim, 2009). Dalam penelitian ini, proporsi dewan komisaris independen akan diukur dengan menggunakan konsep two tier system yang terdapat dalam framework pengelolaan korporasi pada GCG, yakni pemisahan antara tugas pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris dengan tugas pelaksanaan oleh dewan direksi. Hubungan antara proporsi dewan komisaris dengan keberadaan RMC telah dibuktikan oleh peneliti sebelumnya yang dilakukan oleh Chen et al., (2009), Yatim (2009) dan Andarini dan Januarti (2010).
Selain itu, agar mendapatkan pengetahuan serta pemahaman dan memberikan kesempatan kepada para manajer dan fungsi pengendalian lainnya untuk bertukar pendapat, maka dibutuhkan pertemuan atau rapat antar dewan komisaris. Melalui rapat, dewan komisaris juga mendapatkan informasi tentang kondisi perusahaan yang relevan, tepat waktu secara seimbang. Dezoort et al., (2002) dalam Sutaryo et al., (2011) menjelaskan bahwa tingginya frekuensi rapat dewan komisaris yang dilakukan dapat meningkatkan kualitas audit eksternal serta meminimalkan insiden masalah pada pelaporan keuangan. Hubungan frekuensi rapat dewan komisaris dengan keberadaan RMC telah dibuktikan oleh peneliti sebelumnya yang dilakukan oleh Subramaniam et al., (2009), Kuncoro, 2013) dan Hanifah, (2013).
(22)
6
Reputasi auditor berdampak terhadap keberhasilan perusahaan. Reputasi auditor yang baik dapat ditunjukkan dengan menggunakan KAP yang masuk dalam kelompok big four. Kualitas audit yang berasal dari KAP dalam kelompok big four tersebut telah banyak mendapatkan kepercayaan oleh perusahaan. Reputasi auditor dengan keberadaan RMC telah dibuktikan oleh peneliti sebelumnya yang dilakukan oleh Chen et al., (2009) dan Pratika (2011).
Segmen bisnis suatu perusahaan memiliki dampak pada kompleksitas bisnis perusahaan. Hal serupa juga dikatakan oleh Subramaniam et al., (2009) yang berpendapat bahwa semakin banyak segmen bisnis yang dimiliki oleh perusahaan maka berbanding lurus dengan tingkat kompleksitas bisnis. Jika kompleksitas bisnis yang terdapat pada perusahaan itu tinggi, maka risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan juga semakin tinggi (Setyarini, 2011). Salah satu hal ini lah mungkin menyebabkan perusahaan yang mempunyai risiko tinggi karena memiliki jumlah segmen bisnis yang banyak. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yatim (2009) ditemukan bahwa kompleksitas bisnis berpengaruh terhadap keberadaan RMC. Namun, hasil tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Subramaniam et al., (2009), Andraini dan januarti (2010), dan Setyarini (2011).
Koroses dan Horvat, (2005) dalam Subramaniam et al., (2009) menjelaskan bahwa perusahaan yang memiliki proporsi aset piutang usaha yang tinggi akan memperketat pengawasan risiko dan berdampak terhadap
(23)
keberadaan RMC. Hal ini dikarenakan risiko pelaporan keuangan yang akan dihadapi pun semakin tinggi yang disebabkan karena tingkat ketidakpastian yang tinggi dalam data akuntansi. Penelitian yang dilakukan oleh Dyaksa (2012) menjelaskan bahwa risiko pelaporan keuangan berpengaruh terhadap keberadaan RMC. Namun, hasil penelitian tersebut tidak sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratika (2011) dan Setyarini (2011).
Untuk mengukur seberapa jauh perusahaan dalam menggunakan hutang maka dibutuhkan rasio leverage (Setyarini, 2011). Jika rasio leverage suatu perusahaan tinggi, maka risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan juga semakin tinggi (Subramaniam et al., 2009). Dengan adanya peluang besar terjadinya risiko tersebut maka mendorong perusahaan untuk membentuk RMC. Penelitian yang dilakukan Andarini dan Januarti (2010) menjelaskan bahwa leverage tidak berdampak terhadap keberadaan RMC. Hasil penelitian tersebut juga serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Subramaniam et al., (2009). Namun bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Istorini dan Handoyo (2014).
Selain itu, pembentukan komite baru juga berdampak pada ukuran perusahaan (Chenet al., 2009). Total aset yang dimiliki oleh perusahaan dapat menentukan ukuran perusahaan (Subramaniam et al., 2009). Ukuran perusahaan yang besar mendorong dewan komisaris untuk membentuk RMC kerena risiko yang mungkin terjadi juga besar. Hasil penelitian yang
(24)
8
dilakukan oleh Andarini dan Januarti (2010), serta Istorini dan Handoyo (2014) menjelaskan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap keberadaan RMC.
Di beberapa perusahaan, tugas pengawasan resiko masih diberikan kepada komite audit (Krus & Orowitz, 2009 dalam Istorini dan Handoyo, 2014). Hal ini sesuai dengan Keputusan Ketua BAPEPAM No. Kep-29/PM/2004 menyatakan salah satu tugas dan tanggung jawab komite audit berkaitan dengan manajemen risiko dan kontrol yakni mengawasi proses manajemen risiko dan mengendalikan perusahaan (Kuncoro,2013).
Namun, terdapat beberapa pendapat yang menunjukkan adanya keraguan bahwa komite audit dapat menyediakan sebuah manajemen risiko yang efektif (Zaman, 2001 dalam Yatim, 2009; Krus dan Orowitz, 2009 dalam Wulandari, 2012). Salah satunya diakibatkan karena untuk mengetahui seluruh risiko yang terkait dengan perusahaan, dibutuhkan pemahaman yang cukup, kemampuan yang memadai serta fasilitas yang menunjang yang terkait dengan kegiatan operasi perusahaan dan struktur organisasi perusahaan secara keseluruhan. Selain itu, luasnya tanggung jawab dan tugas komite audit yang semakin berat, semakin menimbulkan keraguan mengenai kemampuannya untuk berfungsi secara efektif (Bates & Leclerc, 2009 dalam Istorini dan Handoyo, 2014). Oleh karena pentingnya pengawasan risiko dan terjadinya risiko yang berbagai macam dapat mengancam keberlangsungan hidup perusahaan, maka dibentuklah
(25)
Risk Management Committee (RMC) yang hanya berfokus pada pengawasan risiko.
Di Indonesia, keberadaan RMC mulai menunjukkan perkembangannya. Pemerintah mulai memadatkan pembentukan RMC sebagai komite pengawas risiko pada industri perbankan yang lebih dikenal dengan komite pemantau risiko (KPR), dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 yang berisikan tentang salah satu penerapan good corporate governance untuk bank umum yang bersifat suatu kewajiban. Namun, berbeda dari industri perbankan dan financial yang diregulasi secara ketat, pembentukan RMC pada sektor industri lainnya di Indonesia masih bersifat sukarela (Andarini dan Januarti, 2010). Terjadinya ketidakkonsistenan terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan serta tidak adanya regulasi yang mewajibkan pembentukan komite risiko maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang analisis hubungan karakteristik dewan komisaris dan karakteristik perusahaan terhadap keberadaan risk management committee (RMC).
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Andarini dan Januarti (2010) yang menguji hubungan karakteristik dewan komisaris dan perusahaan terhadap keberadaan komite manajemen risiko pada perusahaan go public Indonesia. Penelitian tersebut menggunakan variabel independen yang terdiri dari komisaris independen, ukuran dewan, reputasi auditor, komplesitas, risiko pelaporan keuangan, leverage dan
(26)
10
ukuran perusahaan. Variabel yang digunakan pada penelitian ini hampir sama dengan penelitian Andarini dan Januarti (2010). Namun, dilakukan modifikasi, penambahan dan eliminasi dari peneliti terdahulu.
Variabel independen yang digunakan pada penelitian ini yakni karakteristik dewan komisaris dan karakteristik perusahaan. Untuk karakteristik dewan komisaris, digunakan variabel ukuran dewan komisaris, proporsi komisaris Independen, dan frekuensi rapat dewan komisaris. Sedangkan karakteristik perusahaan akan menggunakan variabel reputasi auditor, kompleksitas bisnis, risiko pelaporan keuangan dan leverage. Dalam penelitian ini, ukuran perusahaan digunakan sebagai variabel kontrol.
Penelitian ini menambahkan satu variabel baru dari penelitian yang dilakukan oleh Andarini dan Januarti (2010). Variabel yang ditambahkan tersebut adalah variabel frekuensi rapat dewan komisaris. Penambahan variabel frekuensi rapat dewan komisaris pada penelitian ini karena semakin tinggi frekuensi rapat maka dapat menghasilkan monitoring yang lebih baik (Setyarini, 2012).
Selain itu, perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Andarini dan Januarti (2010) terletak pada objek penelitian yang dilakukan. Penelitian ini objek yang akan digunakan adalah perusahaan non financial yang telah listing di Bursa Efek Indonesia dan menerbitkan annual report pada tahun 2013-2015.
(27)
B. Batasan Masalah
Penelitian ini menggunakan karakteristik dewan komisaris dan karakteristik perusahaan sebagai variabel independen. Untuk variabel karakteristik dewan komisaris, variabel yang akan digunakan yakni proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris, dan frekuensi rapat dewan komisaris. Sedangkan karakteristik perusahaan variabel yang akan digunakan yakni reputasi auditor, kompleksitas bisnis, risiko pelaporan keuangan, dan leverage.
C. Rumusan Masalah
Dari penjelasan yang telah dipaparkan pada latar belakang, maka peneliti dapat merumuskan masalah yang ada pada penelitian ini. Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah:
1. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap keberadaan RMC ?
2. Apakah proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap keberadaan RMC ?
3. Apakah frekuensi rapat dewan komisaris berpengaruh positif terhadap keberadaan RMC ?
4. Apakah reputasi auditor berpengaruh positif terhadap keberadaan RMC ?
(28)
12
6. Apakah risiko pelaporan keuangan berpengaruh positif terhadap keberadaan RMC ?
7. Apakah leverage berpengaruh positif terhadap keberadaan RMC ?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis serta memberikan bukti empiris :
1. Ukuran dewan komisaris yang berpengaruh positif terhadap keberadaan RMC.
2. Proporsi dewan komisaris independen yang berpengaruh positif terhadap keberadaan RMC.
3. Frekuensi rapat dewan komisaris yang berpengaruh positif terhadap keberadaan RMC.
4. Reputasi auditor yang berpengaruh terhadap keberadaan RMC. 5. Risiko pelaporan keuangan yang berpengaruh positif terhadap
keberadaan RMC.
6. Kompleksitas bisnis yang berpengaruh positif terhadap keberadaan RMC.
(29)
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya:
1. Dalam bidang pengembangan ilmu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gagasan, ide, atau kontribusi tambahan referensi untuk penelitian selanjutnya terkait dengan hubungan dan pengaruh RMC. 2. Dalam bidang praktik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi kepada kreditor atau investor dalam pengambilan keputusan dan dapat memberikan masukan untuk perusahaan agar memiliki kualitas pengawasan manajemen resiko yang baik dengan dibentuknya RMC.
(30)
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Dalam praktik bisnis, teori keagenan digunakan sebagai landasan yang terjadi selama ini. Teori keagenan menjelaskan bahwa adanya keterikatan kontrak kerja antara pihak pemberi modal (principal) dengan manajer (agent). Principal sebagai pihak yang memberikan modal akan memberikan dana dan fasilitas kepada agent untuk menjalankan perusahaan dengan harapan agent tersebut dapat mendapatkan return yang tinggi dari dana yang telah diinvestasikan. Sedangkan agent, apabila keputusan yang diambil oleh agent dengan tujuan untuk memuaskan kepentingan nya sendiri malah tidak mensejahterakan pemegang saham (Kiswara, 1999 dalam Setyarini, 2011). Teori keagenan ini berpendapat bahwa pihak principal maupun pihak agent bertindak atas kepentingan mereka sendiri.
Jika principal dan agent saling mengutamakan kepentingannya sendiri, maka akan muncul terjadinya konflik. Konflik yang sering muncul adalah terjadinya asimetri informasi. Asimetri informasi merupakan kondisi yang terjadi akibat tidak
(31)
meratanya informasi atau dengan kata lain adanya kesenjangan dalam menyampaian informasi kepada pihak principal maupun agent.
Terjadi kesulitan pricipal dalam melakukan kontrol dan pengawasan terhadap agent yang disebabkan karena asimetri informasi dapat menimbulkan masalah. Jensen dan Meckling (1976) dalam Pratika (2011) menyatakan permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Moral Hazard, yaitu permasalahan yang muncul jika agent tidak melaksanakan hal-hal yang telah disepakati dalam kesepakatan kerja.
2) Adverse Selection, suatu keadaan dimana principal tidak dapat mengetahui secara pasti apakah suatu keputusan yang diambil oleh agent didasarkan pada informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi karena kelalaian dalam tugas.
2. Teori Sinyal (Signalling Theory)
Salah satu teori yang dapat melatarbelakangi masalah asimetri informasi dalam pasar adalah signalling theory (Andarini dan januarti, 2010). Asimetri informasi merupakan ketimpangan informasi yang diterima oleh pihak eksternal dari pihak manajer. Signalling theory mengemukakan tentang bagaimana seharusnya perusahaan memberikan sinyal-sinyal pada pengguna laporan keuangan (Wahyuni, 2012).
(32)
16
Informasi yang disampaikan kepada pihak eksternal melalui manajer mengenai kinerja merupakan sinyal bagi pihak eksternal. Kualitas sinyal yang diberikan oleh manajer berpengaruh terhadap kualitas keputusan pihak eksternal. Oleh karena itu, untuk mengurangi asimetris informasi yang akan terjadi perusahaan harus mengungkapkan informasi yang dimiliki, baik informasi keuangan maupun informasinon keuangan (Setyarini, 2011).
Selain itu,signalling theory juga menjelaskan bahwa perusahaan yang membentuk RMC sebagai komite yang berfungsi untuk mengawasi dan memperhatikan risiko merupakan wujud komitmentnya untuk menuju praktik good corporate governance dengan harapan mendapat citra yang baik oleh publik. Namun,tidak ada suatu kewajiban untuk perusahaan membentuk RMC (Subramaniam et al., 2009).
3. Manajemen Risiko
Risiko merupakan suatu akibat atau konsekuensi yang sedang terjadi atau kejadian dimasa datang karena suatu proses yang dilakukan. Terjadinya risiko pun tidak dapat dipastikan. Namun, adanya pengelolaan risiko oleh manajemen risiko dapat meminimalisir terjadinya risiko. Djojosoedarso (2003) dalam Pratika (2011), menjelaskan bahwa manajemen risiko merupakan pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan
(33)
risiko, termasuk risiko yang dihadapi oleh organisasi atau perusahaan, keluarga dan masyarakat.
Untuk menentukan tindakan yang tepat pada saat terjadinya risiko maka dibutuhkan adanya pendekatan secara sistematis yang dilakukan oleh manajemen risiko. Pengelolaan risiko yang tepat dapat menghindarkan perusahaan dari hal-hal yang tidak diinginkan (Kuncoro, 2013). Kerangka atau langkah kerja manajemen risiko yang diungkapkan oleh Batuparan (BEI news Edisi 5 tahun 11, maret-april 2011) dalam Pratika 2011) adalah: 1) Identifikasi Risiko
Proses pengenalan yang dilakukan secara cermat terhadap unsur yang membentuk risiko dan risiko bawaan dari suatu perbuatan yang dilakukan dan kemudian dilakukan pengukuran dan pengelolaan risiko merupakan bagian dari identifikasi risiko. Identifikasi risiko merupakan tahap awal pada proses manajemen risiko.
2) Pengukuran Risiko
Untuk dapat memahami akibat dari risiko yang terjadi, maka dilakukan proses pengukuran risiko terhadap keberlangsungan hidup perusahaan. Keberhasilan dalam memahami akibat dari risiko tersebut merupakan petunjuk awal untuk manajemen risiko dalam mengambil tindakan yang tepat.
(34)
18
3) Pengelolaan Risiko
Untuk memperkecil terjadinya risiko, maka dilakukan pengelolaan risiko agar tingkat risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan tidak melebihi batas dan masih dapat diterima. Pengelolaan risiko bergantung pada hasil pengukuran risiko.
4. Komite Manajemen Risiko (Risk Management Committee) FCGI (2002) dalam Wulandari ( 2012) menyebutkan bahwa pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan terdapat pada dewan komisaris. Dewan komisaris membentuk tiga komite yang bertugas sebagai pengawasan dalam perusahaan. Namun, adanya keraguan dewan komisaris dalam memberikan tanggung jawab kepada komite audit untuk mengelola risiko, yang disebabkan karena luasnya tanggung jawab yang dibebankan dan ketidakefektifan kinerja komite audit serta perkembangan perusahaan yang semakin luas menyebabkan terjadinya kompleksitas dan tingginya risiko yang akan dihadapi perusahaan maka dewan komisaris berinisiatif untuk membentuk suatu komite yang secara khusus memperhatikan dan memberikan strategi yang tepat terhadap risiko yang mungkin dihadapi perusahaan. Komite tersebut adalah komite manajemen risiko (RMC).
(35)
PMK No. 191/PMK.09/2008 menjelaskan bahwa komite manajemen risiko merupakan suatu komite yang memiliki fungsi untuk mengantisipasi, mengidentifikasi, mengimplementasikan perencanaan, pelaksanaan dan untuk mengevaluasi kinerja. Selain itu, adanya keberadaan risk management committee(RMC) juga untuk meringankan tugas dan fungsi dewan komisaris (Kuncoro, 2013).
Di Indonesia, peraturan untuk membentuk suatu komite manajemen risiko diwajibkan pada perusahaan perbankan. Hal ini tertuang pada peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 yang menjelaskan bahwa salah satu cara untuk merealisasikan good corporate governance adalah dengan pembentukan komite yang khusus bertugas memantau risiko.
RMC terdiri dari dua macam, yakni RMC yang berdiri sendiri dan RMC yang keberadaannya tergabung dalam komite audit (SRMC). Namun, fungsi dan tugasnya sama yakni memantau, mengelola dan memberikan strategi terhadap risiko yang mungkin terjadi. Dengan adanya komite yang khusus menangani risiko yakni RMC maka akan memberikan kemudahan dalam mengendalikan perusahaan secara keseluruhan (Subramaniam et al., 2009). Oleh karena itu, banyak perusahaan yang mulai membentuk RMC sebagai salah satu komite terpenting bagi keberlangsungan perusahaan.
(36)
20
5. Proporsi Dewan Komisaris Independen
Untuk dapat mengawasi jalannya perusahaan secara optimal dibutuhkan proses monitoring yang dilakukan oleh dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan. Selain itu, untuk menciptakan keadaan yang sebenarnya tanpa pengaruh lain dan menjaga independensi dalam pengambilan keputusan serta kebijakan maka dibutukan dewan komisaris independen agar tidak memihak pada kepentingan dewan direksi (Syakhroza, 2004 dalam Kuncoro, 2013).Hal ini dilakukan untuk menjaga karakteristik independendan menghindari terjadinya afiliasi. Afiliasi merupakan adanya hubungan bisnis atau lainnya yang terdapat antar pihak sehingga dapat mengenyampingkan kepentingan pemegang saham, kreditor dan lainnya demi kepentingan pribadi.
Hadirnya dewan komisaris independen juga dituntut untuk dapat memberikan nasihat atau arahan kepada dewan direksi terkait dengan jalannya perusahaan. Banyaknya jumlah dewan komisaris independen yang ada merupakan salah satu cara optimal yang dilakukan oleh perusahaan untuk melakukan pengawasan dan pengendalian. Yatim (2009) menyatakan tingginya tingkat proporsi dewan komisaris independen pada suatu perusahaan akan mendorong perusahaan untuk
(37)
dilakukannya pengawasan yang lebih tinggi pada aktivitas manajemen risiko.
Keputusan dewan Direksi PT Bursa Efek Jakarta yang tertuang pada Pencatatan Efek No 1- A No : Kep-305/BEJ/07-2004 menegaskan bahwa perusahaan yang terdaftar di BEI secara proporsional memiliki jumlah dewan komisaris independen yang berbanding lurus dengan jumlah saham yang dikuasai diluar pemegang saham, yakni sebesar 30% dari total dewan komisaris.
6. Ukuran Dewan Komisaris
Ukuran dewan komisaris berhubungan dengan keberadaan RMC pada suatu perusahaan. Semakin kompleksitas sebuah perusahaan, maka semakin tinggi sebuah risiko. Untuk itu perusahaan harus menjaga keefektifan dalam mengambil sebuah keputusan. Hal itu tertuang pada pedoman umum penerapan
Good Corporate Governance Indonesia bahwasannya tingkat
kompleksitas sebuah perusahaan harus sebanding dengan ukuran atau jumlah anggota dewan komisaris.
Tingkat keefektivan dalam pengambilan keputusan dipengaruhi banyaknya jumlah anggota dewan komisaris. Hal ini karena menunjukkan dampak yang berbeda. Dampak positif yang timbul adalah tingginya ukuran dewan akan dapat memberikan sumber daya yang tinggi pula untuk dewan
(38)
22
komisaris (Subramaniam et al., 2009). Selain itu, semakin tinggi ukuran dewan, maka mempermudah perusahaan dalam mengatasi ancaman yang terdapat pada risiko yang terjadi pada perusahaan karena banyaknya anggota yang ikut memperhatikan dan memberikan pendapat (Muntoro, 2006 dalam Kusuma 2012).
Sedangkan dampak negatif yang timbul adalah munculnya masalah agensi. Hal ini karena pemisahan antara manajemen dan kontrol sehingga dapat mengganggu kemampuan dewan dalam mengendalikan manajemen dalam mengkomunikasi dan koordinasi (Wardhani, 2006). Selain itu, perbedaan jumlah anggota dewan komisaris pada setiap perusahaan yang tidak sama juga berhubungan dalam tingkat pengambilan keputusan. Jumlah anggota dewan komisaris pada suatu perusahaan harus lebih banyak atau setara dengan jumlah anggota dewan komisaris. Hal ini untuk mencegah adanya tekanan psikologi yang dialami dewan komisaris karena perbedaan pendapat dengan dewan direksi (Indrayati, 2010).
7. Frekuensi Rapat Dewan Komisaris
Untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman antar dewan komisaris maka dilakukan kegiatan rapat dewan komisaris dengan para manajer dan fungsi pengendalian lainnya untuk saling bertukar informasi. Melalui kegiatan rapat yang diadakan
(39)
juga dapat memberikan informasi kepada dewan komisaris tentang kondisi perusahaan yang sebenarnya secara seimbang.
Tingginya frekuensi rapat yang dilakukan pada suatu perusahaan dalam satu periode dapat meningkatkan kualitas audit eksternal serta meminimalkan insiden masalah pada pelaporan keuangan ( Dezoort et al., 2002 dalam Sutaryo et al., 2011). Selain itu, untuk dapat menghasilkan pengawasan yang baik maka anggota akan meminta secara tidak langsung kepada dewan komisaris untuk melakukan rapat lebih sering guna meningkatkan kemampuan mereka dalam melakukan pengawasan terhadap manajemen (Setyarini, 2011). Jumlah frekuensi rapat dapat dapat dilihat melalui kualitas keputusan yang diambil. Hal ini dikarenakan semakin rendah frekuensi rapat dewan komisaris dalam satu pariode maka akan berdampak pada kurangnya pemahaman dewan dalam mengenali risiko yang akan terjadi (Kuncoro, 2013). Oleh sebab itu, dewan komisaris membutuhkan RMC sebagai komite yang khusus memberikan perhatian terhadap risiko yang mungkin terjadi.
(40)
24
8. Reputasi Auditor
Selain dibutuhkannya dewan komisaris independen yang berasal dari luar, perusahaan juga membutuhkan auditor sebagai pengawas atas risiko kecurangan yang mungkin terjadi. Hal ini berpengaruh terhadap reputasi auditor dalam keberhasilan sebuah perusahaan. Data yang dihasilkan oleh auditor yang memiliki reputasi tinggi tentunya akan memberikan kepercayaan terhadap pemakai laporan keuangan.
Reputasi auditor dapat dilihat pada pemakaian KAP yang terdapat pada kelompok big four. Pemakaian auditor yang terdapat pada kelompok big four dapat mendorong perusahaan untuk meningkatkan pengendalian eksternal (Cohen et al., 2004). Selain itu, dengan menggunakan auditor yang berasal dari big four yang memiliki kecenderungan hubungan baik dengan klien juga dapat meningkatkan kualitas praktik yang baik (Subramaniam et al., 2009).
9. Kompleksitas
Segmen bisnis suatu perusahaan memiliki dampak pada kompleksitas perusahaan. Hal serupa juga dikatakan oleh Subramaniam et al., (2009) yang berpendapat bahwa semakin banyak segmen bisnis yang dimiliki oleh perusahaan maka berbanding lurus dengan tingkat kompleksitas. Jika kompleksitas bisnis yang terdapat pada perusahaan itu tinggi,
(41)
maka risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan juga semakin tinggi (Setyarini, 2011). Salah satu yang menyebabkan perusahaan yang mempunyai risiko tinggi berkemungkinan juga memiliki jumlah segmen bisnis yang banyak.
10.Risiko pelaporan keuangan
Terdorongnya perusahaan untuk membentuk RMC salah satunya yakni karena untuk mengawasi terjadinya risiko pelaporan keuangan. Risiko pelaporan keuangan yang dihadapi oleh perusahaan yaitu perusahaan yang memiliki tingkat aset pada piutang usaha yang besar sehingga terjadinya ketidakpastian data akuntansi yang tinggi menyebabkan perusahaan harus meningkatkan pengawasan risiko yang muncul (Koroses dan Horvat, 2005 dalam Subramaniam et al., (2009).
Selain itu, tingginya tingkat proporsi aset pada piutang usaha juga menimbulkan risiko piutang yang tak tertagih. Persediaan perusahaan yang berlebihan pun juga berisiko terjadinya barang rusak, pencurian dan usam (Kuncoro, 2013).
11.Leverage
Sebuah perusahaan yang memiliki utang jangka panjang akan berdampak terhadap risiko keuangan. Untuk mengukur seberapa jauh perusahaan dalam menggunakan hutang maka digunakan rasio leverage (Setyarini, 2011). Tingginya rasio
(42)
26
leverage pada suatu perusahaan dapat meningkatkan terjadinya risiko going concern pula (Subramaniam et al., 2009).
Tinggi rendahnya tingkat rasio leverage pada perusahaan memiliki dampak yang berbeda. Jika perusahaan memiliki tingkat leverage yang tinggi, maka perusahaan akan memiliki risiko keuangan yang tinggi, hal ini disebabkan karena besarnya biaya yang didanai oleh hutang yang kemudian berdampak pada risiko keuangan yang harus ditanggung perusahaan. Namun, jika tingkat leverage perusahaan itu rendah maka akan memperkecil risiko gagal bayar dalam pengembalian pinjaman yang dilakukan oleh perusahaan (Setyarini, 2011).
12.Ukuran Perusahaan
Secara umum, untuk mengetahui ukuran perusahaan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya jumlah karyawan yang terdapat pada perusahaan, total aset serta total penjualan (Nico, 2010 dalam Dyaksa, 2012). Besaran sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan dapat terlihat dari total aset. Hal ini karena untuk menghasilkan laba maka perusahaan membutuhkan sumberdaya dalam kegiatan operasionalnya. Semakin tinggi ukuran perusahaan maka semakin besar jumlah sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan tersebut (Setyarini, 2011). Dengan penggunaan aset yang tinggi maka hal tersebut juga dapat memicu terjadinya risiko bisnis.
(43)
B. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris Terhadap Keberadaan RMC RMC adalah komite baru yang dibentuk oleh dewan komisaris yang dipengaruhi oleh ukuran dewan. Hal ini berkaitan dengan kesempatan yang diberikan untuk mencari SDM lebih yang ditujukan untuk manajemen risiko (Subramaniam et al., 2009). Ukuran dewan juga memiliki dampak positif yang beragam. Dampak positif yang ditimbukan oleh ukuran dewan komisaris yang tinggi mempermudah perusahaan dalam mengatasi ancaman yang terdapat pada risiko yang terjadi pada perusahaan karena banyaknya anggota yang ikut memperhatikan dan memberikan pendapat (Muntoro, 2006 dalam Kusuma 2012).
Selain itu, agar dapat mengelolah sumber daya dengan baik, maka perusahaan dapat menggunakan peran dewan komisaris (Kuncoro, 2013). Oleh sebab itu, maka untuk dapat mengawasi serta memperhatikan risiko yang mungkin terjadi serta meningkatkan sumber daya yang diberikan, maka dibutuhkan komite RMC bagi perusahaan yang memiliki ukuran dewan yang tinggi.
Beberapa peneliti yang telah melakukan penelitian terhadap hubungan ukuran dewan komisaris terhadap keberadaan RMC adalah Subramaniam et al., (2009) dan Chen et al., (2009) yang menemukan bahwa ukuran dewan komisaris memiliki pengaruh
(44)
28
positif dan signifikan terhadap keberadaan RMC. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Pratika (2011) dan Andarini dan Januarti (2010) yang menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap keberadaan RMC. Dengan demikian, hipotesis yang turunkan adalah:
H1 : Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap keberadaan RMC
2. Pengaruh Proporsi Komisaris Independen Terhadap Keberadaan RMC Fungsi pengawasan tertinggi terletak pada pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris independen. Hal ini dilakukan untuk menjaga independensi serta terjadinya afiliasi. Tingginya tingkat proporsi dewan komisaris independen pada suatu perusahaan akan mendorong perusahaan untuk melakukan pengawasan yang lebih tinggi pada aktivitas manajemen risiko Yatim (2009). Selain itu, untuk menciptakan keadaan yang sebenarnya tanpa pengaruh lain dan menjaga independensi dalam pengambilan keputusan serta kebijakan maka dibutukan dewan komisaris independen agar tidak memihak pada kepentingan dewan direksi (Syakhroza, 2004 dalam Kuncoro, 2013).
Semakin besar proporsi dewan komisaris independen pada perusahaan maka akan meningkatkan pengawasan dan perhatian yang diberikan pada kegiatan perusahaan terhadap
(45)
kemungkinan-kemungkinan risiko yang akan terjadi. Untuk dapat memberikan perhatian khusus dan pengawasan terhadap risiko yang muncul tersebut maka perusahaan akan membentuk suatu komite RMC yang independen.
Penelitian-penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa proporsi dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pembentukan RMC, seperti penelitian yang dilakukan oleh Chenn et al., (2009), pratika (2011) dan Subramaniam et al., (2009). Namun hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Andarini dan Januarti (2010) bahwa proporsi dewan komisatis tidak berpengaruh terhadap pembentukan RMC. Dengan demikian, hipotesis yang diturunkan adalah:
H2 : Proporsi dewan komisaris berpengaruh positif terhadap keberadaan RMC
3. Pengaruh Frekuensi Rapat Dewan Komisaris Terhadap Keberadaan RMC
Rapat merupakan suatu kegiatan berguna untuk dapat memperoleh informasi secara seimbang, relevan dan jelas. Fungsi rapat yang dilakukan adalah untuk saling bertukar informasi mengenai keputusan, kebijakan maupun keadaan perusahaan yang sebenarnya. Tingginya frekuensi rapat dewan komisaris dapat menghasilkan monitoring yang lebih baik (Setyarini, 2012). Selain itu, tingginya frekuensi rapat yang
(46)
30
dilakukan dalam satu periode maka akan meningkatkan kualitas audit eksternal serta meminimalkan insiden masalah pada pelaporan keuangan (Dezoort et al., 2002 dalam Sutaryo et al., 2011).
Jika jumlah frekuensi rapat dewan komisaris menunjukkan hasil yang kecil, maka ini dapat berdampak kurangnya dewan komisaris dalam mendapatkan informasi mengenai risiko yang berpeluang terjadi pada perusahaan. Hal inilah yang menyebabkan dewan komisaris akan cenderung membentuk suatu komite RMC yang dapat mengawasi serta memberikan strategi mengenai peluang terjadinya risiko.
Penelitian yang dilakukan oleh Setyarini (2011) menemukan bahwa frekuensi rapat dewan komisaris berpengaruh terhadap keberadaan RMC. Namun, hasil tersebut bertentangan dengan penelitian yang di lakukan oleh Hanifah (2013) yang menemukan bahwa frekuensi rapat dewan komisaris tidak memiliki hubungan terhadap keberadaan RMC. Dengan demikian maka hipotesis yang diturunkan adalah:
H3 : Frekuensi rapat dewan komisaris berpengaruh positif terhadap keberadaan RMC
4. Pengaruh Reputasi Auditor Terhadap Keberadaan RMC
Agar semakin memperkecil risiko yang dapat terjadi maka perusahaan membutuhkan auditor sebagai pengawas yang berasal dari
(47)
luar dan tidak memiliki hubungan dengan perusahaan. Hasil kinerja yang berasal dari auditor yang memiliki reputasi baik yang berupa data akuntansi akan meningkatkan kepercayaan serta keyakinan investor (Praptitorini dan Januarti, 2007 dalam Pratika 2011).
Dengan menggunakan KAP yang berasal dari kelompok big four maka auditor tersebut digolongkan sebagai auditor yang memiliki reputasi baik. Pemakaian KAP yang termasuk dalam kategori kelompok big four akan membimbing kliennya dalam meningkatkan kualitas pengendalian (Cohen et al., 2004). Selain itu, mereka juga dituntut untuk memelihara kualitas audit dan melindungi reputasi KAP big four dari kegagalan yang menyebabkan rusaknya reputasi (Subramaniam et al., 2009). Hal tersebut terdukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Yatim (2009) yang menyatakan bahwa pembentukan RMC cenderung dibentuk oleh perusahaan yang laporan keuangannya diaudit oleh KAP big four.
Penelitian yang dilakukan oleh Chen et al., (2009), Pratika (2011), dan Setyarini (2011) menemukan hal yang sama yakni reputasi auditor berpengaruh terhadap keberadaan RMC yang tegabung dengan komite audit. Namun penelitian yang dilakukan oleh Subramaniam et al., (2009), Andraini dan Januarti (2012) menemukan bahwa reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap keberadaan RMC. Dengan demikian hipotesis yang diturunkan adalah:
(48)
32
H4 : Reputasi auditor berpengaruh positifterhadap keberadaan RMC
5. Pengaruh Kompleksitas Bisnis Terhadap Keberadaan RMC
Segmen bisnis suatu perusahaan memiliki dampak pada kompleksitas perusahaan. Hal serupa juga dikatakan oleh Subramaniam et al., (2009) yang berpendapat bahwa semakin banyak segmen bisnis yang dimiliki oleh perusahaan maka berbanding lurus dengan tingkat kompleksitas. Jika kompleksitas bisnis yang terdapat pada perusahaan itu tinggi, maka risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan juga semakin tinggi (Setyarini, 2011). Salah satu yang menyebabkan perusahaan yang mempunyai risiko tinggi berkemungkinan memiliki banyak jumlah segmen bisnis. Munculnya kesadaran karena memiliki segmen bisnis yang besar dan dengan tujuan untuk meminimalisir terjadinya risiko, maka perusahaan berinisiatif untuk membentuk komite RMC yang dapat mengawasi dan memperhatikan secara efektif terhadap risiko yang muncul dari kompleksitas bisnis perusahaan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yatim (2009) ditemukan bahwa kompleksitas bisnis berpengaruh terhadap keberadaan RMC. Perusahaan yang memiliki segmen bisnis yang banyak maka akan memiliki komplestitas yang tinggi sehingga membutuhkan perhatian dan pengawasan yang tinggi untuk dapat memberikan strategi
(49)
terhadap risiko yang muncul. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Subramaniam et al., (2009), Pratika (2011), Andraini dan januarti (2010), serta Setyarini (2011) menemukan hasil yang bertentangan bahwa kompleksitas bisnis tidak berpengaruh terhadap keberadaan RMC. Dengan demikian hipotesis yang diturunkan adalah:
H5 : kompleksitas bisnis berpengaruh positif terhadap keberadaan RMC
6. Pengaruh Risiko Pelaporan Keuangan Terhadap Keberadaan RMC Besarnya jumlah aset yang terdapat dalam piutang, persediaan dapat memicu terjadinya risiko yang tinggi pada tingkat pelaporan keuangan (Subramaniam et al., 2009). Perusahaan yang memiliki tingkat aset pada piutang usaha yang besar menyebabkan terjadinya ketidakpastian data akuntansi yang tinggi sehingga perusahaan harus meningkatkan pengawasan risiko yang muncul (Koroses dan Horvat, (2005) dalam Subramaniam et al., (2009). Selain itu, hal lain yang dapat meningkatkan risiko pelaporan keuangan adalah meningkatnya risiko piutang yang tak tertagih dan banyaknya barang yang rusak, usam serta dicuri (Kuncoro, 2013). Inilah yang menyebabkan perusahaan akan cenderung membentuk suatu komite khusus (RMC) mengawasi dan memberikan perhatian penuh terhadap risiko yang akan muncul.
(50)
34
Penelitian yang dilakukan penelitiannya Dyaksa (2012) menemukan bahwa risiko pelaporan keuangan berpengaruh positif berpengaruh terhadap keberadaan RMC. Namun, hasil penelitian tersebut bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andraini & Januarti (2010), Setyarini (2011), Subramaniam et al., (2009), dan Pratika (2011) yang menemukan bahwa keberadaan RMC tidak dipengaruhi oleh risiko pelaporan keuangan. Dengan demikian hipotesis yang diturunkan adalah:
H6 : Risiko pelaporan keuangan berpengaruh positif terhadap keberadaan RMC
7. Pengaruh Leverage Terhadap Keberadaan RMC
Untuk mengukur seberapa jauh perusahaan dalam menggunakan hutang maka digunakan rasio leverage (Setyarini, 2011). Tinggi rendahnya tingkat rasio leverage pada perusahaan memiliki dampak yang berbeda. Tingginya rasio leverage pada suatu perusahaan dapat meningkatkan terjadinya risiko going concern (Subramaniam et al., 2009). Selain itu,perusahaan juga akan memiliki risiko keuangan yang tinggi, hal ini disebabkan karena besarnya biaya yang didanai oleh hutang yang kemudian berdampak pada risiko keuangan yang harus ditanggung perusahaan. Namun, jika tingkat leverage perusahaan itu rendah maka akan memperkecil risiko gagal bayar dalam
(51)
pengembalian pinjaman yang dilakukan oleh perusahaan (Setyarini, 2011). Oleh sebab itu, perusahaan menjadikan pembentukan RMC sebagai suatu komite yang dapat mengawasi risiko yang mungkin terjadi secara efektif.
Penelitian yang dilakukan oleh Subramaniam et. al., (2009) menemukan hasil bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap keberadaan RMC. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andarini dan Januarti (2010). Dengan demikian hipotesis yang diturunkan adalah:
H7 : Leverage berpengaruh positif terhadap keberadaan
(52)
36
C. Model Penelitian
Ket:
: Variabel Independen : Variabel Kontrol
Gambar2.1 Model Penelitian Ukuran Dewan Komisaris
Frekuensi rapat dewan komisaris Reputasi Auditor
kompleksitas
Risiko pelaporan keuangan
Leverage
Ukuran Perusahaan
Keberadaan RMC Proporsi dewan komisaris
(53)
37 A. Objek Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2013-2015 agar dapat menggambarkan kondisi sesungguhnya perusahaan. Penelitian ini harus dilakukan pada perusahaan non financial karena pada perusahaan financial dan perbankan, keberadaan RMC merupakan suatu kewajiban yang terdapat pada Peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006.
B. Jenis Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari berbagai sumber yang berhubungan dengan penelitian ini. Data pada penelitian ini merupakan data yang bersumber dari annual report perusahaan non financial yang listing di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2015.
C. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sample pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yakni pengambilan sample melalui pertimbangan dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti (Sugiyono, 2010). Adapun kriteria yang harus dipenuhi adalah:
(54)
38
1. Perusahaan yang listing di BEI tersebut merupakan perusahaan non financial.
2. Perusahaan mengeluarkan annual report secara lengkap pada tahun 2013-2015.
3. Perusahaan memiliki data lengkap sesuai yang dibutuhkan oleh peneliti dari tahun 2013-2015.
D. Teknik Pengumpulan Data
Karena jenis data yang digunakan merupakan data sekunder. Maka teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik dokumentasi yaitu data yang bersumber dari annual report dan summary of financial statement perusahaan yang listing di BEI tahun 2013-2015 serta metode studi pustaka yang diperoleh dengan mempelajari serta membaca buku yang berhubungan dengan penelitian ini atau memperoleh informasi dari pojok BEI UMY.
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian a. Variabel Dependen
1) Keberadaan RMC
Luasnya tugas yang ditanggung oleh serta dibutuhkan pemahaman yang cukup merupakan salah satu alasan dewan direksi untuk membentuk sebuah komite yang khusus berfungsi mengelola dan mengawasi terjadinya risiko. Selain itu perkembangan bisnis yang semakin kompleks mengakibatkan
(55)
peluang terjadinya risiko pun meningkat. Komite yang dibentuk tersebut merupakan komite manajemen risiko (RMC). Letak komite RMC tersebut berada dibawah dewan komisaris.
Pada penelitian ini, informasi keberadaan RMC dapat dilihat pada annual report dan situs resmi perusahaan yang kemudian diukur dengan menggunakan variabel dummy. Pengukuran ini mengikuti pengukuran yang dilakukan oleh Subramaniam et al., (2009). Dengan klasifikasi sebagai berikut:
a) Perusahaan yang memiliki atau mengungkapkan keberadaan RMC akan diberi nilai satu (1).
b) perusahaan yang tidak memiliki atau mengungkapkan keberadaan RMC akan diberi nilai nol (0).
b. Variabel Independen
1) Ukuran Dewan Komisaris
Menurut Syakhroza (2004) dalam Dyaksa (2012) mengatakan bahwa untuk mencapai tujuan organisasi, secara efektif ukuran dewan komisaris akan mempengaruhi kualitas kebijakan dan keputusan yang ditetapkan. Semakin tinggi ukuran dewan, maka mempermudah perusahaan dalam mengatasi ancaman yang terdapat pada risiko yang terjadi pada perusahaan karena banyaknya anggota yang ikut memperhatikan dan memberikan pendapat (Muntoro, 2006 dalam Kusuma 2012).
(56)
40
Pada penelitian ini, ukuran dewan diukur dengan menjumlah total menjumlah total anggota dari dewan komisaris (Subramaniam et al., 2009).
BOARDSIZE = Total jumlah anggota dewan komisaris
Ket:
BOARDSIZE = Ukuran dewan komisaris
2) Proporsi Dewan Komisaris Independen
Jumlah anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan afiliasi atau independen serta terletak pada struktur dewan komisaris merupakan suatu proporsi dewan komisaris independen yang terdapat pada perusahaan. Selain itu, untuk menciptakan keadaan yang sebenarnya tanpa pengaruh lain dan menjaga independensi dalam pengambilan keputusan serta kebijakan maka dibutukan dewan komisaris independen agar tidak memihak pada kepentingan dewan direksi (Syakhroza, 2004 dalam Kuncoro, 2013).
Pada penelitian ini, konsep two tier system yang terdapat dalam framework pengelolaan korporasi pada GCG yang memisahkan antara tugas pengawasan dengan pelaksanaan digunakan untuk mengetahui proporsi dewan komisaris dalam
(57)
perusahaan. Proporsi dewan komisaris dihitung dengan membandingkan antara jumlah total dewan komisaris independen dengan jumlah total dewan komisaris yang terdapat pada perusahaan, kemudian dinyatakan dalam bentuk presentase (Subramaniam et al., 2009). Adapun formulasi yang digunakan sebagai berikut:
Ket:
INDOCOMM :Proporsi Dewan Komisaris Independen
3) Frekuensi Rapat Dewan Komisaris
Untuk dapat memperoleh informasi yang jelas, relevan serta seimbang maka dilakukan kegiatan rapat yang dilakukan oleh dewan komisaris dengan para menejer serta fungsi pengendalian lainnya. Rapat juga berfungsi sebagai wadah untuk bertukar pendapat. Semakin tinggi frekuensi rapat yang dilakukan dalam satu periode maka akan meningkatkan kualitas audit eksternal serta meminimalkan insiden masalah pada pelaporan keuangan (Dezoort et al., 2002 dalam Sutaryo et al., 2011).
Selain itu, frekuensi rapat yang tinggi dapat menghasilkan monitoring yang lebih baik (Setyarini, 2012). Pada penelitian ini, frekuensi rapat dewan komisaris diukur dengan
(58)
42
menjumlahkan total rapat yang diadakan dalam setahun (Sutaryo et al., 2010).
BOARDMEET = Total Rapat yang diadakan dalam 1 Periode
Ket:
BOARDMEET = Frekuensi rapat dewan komisaris
4) Reputasi Auditor
Reputasi auditor dapat dilihat dari pemakaian jasa KAP yang digunakan oleh perusahaan. KAP yang termasuk dalam kelompok big four merupakan KAP yang telah memiliki kepercayaan dari banyak pengguna laporan keuangan atas data yang dihasilkannya. KAP kelompok big four tersebut adalah KPMG Peat Marwick, Ernest & Young, Delloite Touche
Tohmatsu, serta Pricewaterhouse Cooper. Selain itu,
penggunaan KAP Big Four juga mendorong klien dalam melakukan peningkatan kualitas pengendalian (Cohen et al., 2004).
Pada penelitian ini, variabel reputasi auditor dapat diukur dengan menggunakan variabel dummy. Pengukuran ini mengikuti pengukuran yang dilakukan oleh Subramaniam et al., (2009). Dengan klasifikasi sebagai berikut:
(59)
a) Perusahaan yang menggunakan KAP big four sebagai auditor eksternalnya akan diberi nilai satu (1).
b) Perusahaan yang tidak menggunakan KAP big four sebagai auditor eksternalnya akan diberi nilai nol (0).
5) Kompleksitas Bisnis
Subramaniam et al., (2009) yang berpendapat bahwa semakin banyak segmen bisnis yang dimiliki oleh perusahaan maka berbanding lurus dengan besar kompleksitas bisnis. Jika kompleksitas bisnis pada perusahaan itu tinggi, maka risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan juga semakin tinggi (Setyarini, 2011).
Pada penelitian ini, variabel kompleksitas bisnis diukur dengan menjumlahkan seluruh segmen bisnis yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan (Subramaniam et al., 2009).
BUSSEGMENT = Jumlah segmen bisnis pada perusahaan
Ket:
(60)
44
6) Risiko Pelaporan Keuangan
Jumlah proporsi piutang dan persediaan yang tinggi dalam laporan keuangan perusahaan, berdampak pada terjadinya sebuah risiko. Risiko yang muncul akibat tingginya jumlah proporsi piutang dan persediaan perusahaan tersebut dapat berupa kesalahan pelaporan (Subramaniam et al., 2009). Adapun formulasinya adalah:
Ket:
RISKREPORT = Risiko Pelaporan keuangan
7) Leverage
Rasio leverage digunakan untuk mengetahui seberapa jauh perusahaan dalam menggunakan hutang untuk memenuhi kewajiban (Setyarini, 2011). Faktor pemicu terjadinya risiko going concern disebabkan karrena tingginya rasio leverage pada perusahaan (Subramaniam et al., 2009). Adapun formulasi yang digunakan untuk menghitung leverage adalah:
Ket :
(61)
8) Ukuran Perusahaan
Untuk mengetahui ukuran perusahaan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya jumlah karyawan yang terdapat pada perusahaan, total aset serta total penjualan (Nico, 2010 dalam Dyaksa, 2012). Ukuran perusahaan dapat diukur dengan menghitung log normal total aset yang dimiliki perusahaan (Chen et al., 2009).
F. Metode Analisis Data
1. Analisis Statistik Deskriptif
Untuk dapat melihat gambaran secara umum, dapat digunakan analisis statistik deskriptif yang menyediakan tabel serta menunjukkan hasil pengukuran rata-rata, standar deviasi serta nilai maksimun dan minimum pada semua variabel yang digunakan dalam penelitian.
2. Uji Kualitas Data
Pada model regresi logistik, untuk dapat menganalisis pengujian kualitas data dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a) Menilai Model Regresi
Regresi logistik adalah regresi yang telah mengalami perubahan pada karakteristik dan tingkat signifikannya. Hal ini
(62)
46
lah yang membedakan antara regresi sederhana dan regresi berganda. Nilai R2 atau nilai F test yang terdapat pada regresi logistik merupakan nilai yang dapat menggambarkan kesesuaian model (goodness of fit).
Ghozali (2006) menyatakan bahwa pengujian Hosmer and
Lemeshow’s Goodness Of Fit Test merupakan sebuah pengujian yang dapat memberikan nilai pada model regresi logistik yang digunakan. Agar dapat menghasilkan data empiris yang sama dengan model yang dibuat sebagai hipotesis, maka hal tersebut perlu dilakukan. Apabila nilai probabilitas pada uji hosmer and
lemeshow’s goodness of fit test signifikan (sama dengan atau kurang dari 0,05), maka hipotesis nol ditolak. Namun apabila nilai probabilitas pada uji hosmer and lemeshow’s goodness of fit test tidak signifikan (lebih besar dari 0,05), maka hipotesis nol diterima. Hal tersebut dapat memberikan kesimpulan bahwa data observasi memiliki kesesuaian dengan model yang dirancang atau model dapat memprediksi nilai dari observasi.
H0 : Model yang dihipotesiskan fit dengan data. HA : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data.
b) Menilai Overal model Fit
Untuk menilai seluruhan model (Overal Model Fit) dapat dilihat pada Log Likehood Value (nilai-2LL). Perbandingan nilai
(63)
antara nilai -2LL pada awal (block number = 0), dimana model memasukkan konstanta dengan nilai -2LL pada saat (block number = 1) dimana model telah memasukkan konstanta dan variabel independennya, merupakan cara untuk menilai seluruh model. Apabila nilai -2LL block number = 0 >block number = 1 maka hal ini menunjukkan model regresi yang baik. Istilah “Sum of Square Error” yang ada pada regresi berganda merupakan hal yang serupa dengan log likehood value yang ada pada regresi logistik. Jadi model tersebut dikatakan semakin baik jika model yang mengalami penurunan nilai log Likehood.
c) Menguji Koefisien Determinasi (R2)
Siswanto (2013) menjelaskan bahwa koefisien determinasi digunakan untuk menguji data yang menggambarkan bagaimana kemampuan variabel independen yang digunakan dalam penelitian serta menjelaskan macam-macam perubahan pada variabel dependen. Nilai yang muncul pada koefisien determinasi yakni diantara rentang nol sampai satu. Jika nilai R2 kecil, ini menggambarkan bahwa variabel independen yang digunakan dalam penelitian memiliki kemampuan yang terbatas dalam menjelaskan variasi pada variabel tersebut. Namun apabila nilai R2 mendekati satu, maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen yang digunakan dalam penelitian mampu
(64)
48
menjelaskan semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi pada variabel dependen walaupun tidak secara keseluruhan. Uji koefisien determinasi (R2) yang terdapat dalam regresi logistik dapat dilakukan dengan menggunakan menggunakan uji cox & snell dan nagelkarke.
3. Uji Hipotesis
Metode analisis yang dugunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi logistik (logistic regression). Hal ini karena variabel dependen yang digunakan merupakan variabel dhicotomous. Variabel RMC merupakan variabel dependen yang termasuk dalam variabel dhicotomous. Oleh karena itu, metode analisis regresi dianggap sesuai dengan penelitian ini (Subramaniam et al., 2009). Selain itu, Ghozali (2006) juga menjelaskan jika menggunakan metode analisis regresi logistik maka tidak perlu melakukan uji asumsi klasik pada variabel dependennya.
Pada penelitian ini, keberadaan RMC yang berdiri sendiri maupun RMC yang tergabung dengan merupakan variabel dependennya. Sedangkan variabel independen dalam penelitian ini yaitu ukuran dewan, proporsi komisaris independen, frekuensi rapat dewan komisaris, reputasi auditor, kompleksitas bisnis, risiko pelaporan keuangan, dan leverage serta variabel
(65)
kontrol yaitu ukuran perusahaan. Dari variabel-variabel tersebut terbentuklah persamaan Regresi Logistik sebagai berikut : Log(RMC) = α + β1 BOARDSIZE + β2INDOCOMM + β3BOARDMEET +
β4BIGFOUR + β5 BISSEGMENT + β6 RISKREPORT + β7LEV + β8 SIZE + ε
Keterangan:
RMC = Variabel Dummy, nilai satu (1) akan diberikan kepada perusahaan yang mengungkapkan keberadaan RMC yang berdiri sendiri maupun yang tergabung dengan komite audit.
α = Konstan
BOARDSIZE = Ukuran dewan komisaris INDOCOMM = Proporsi dewan komisaris BOARDMEET = Frekuensi rapat dewan komisaris
BIGFOUR = Variabel Dummy, perusahaan yang menggunakan auditor kelompok bigfour diberi angka 1 dan 0 untuk perusahaan tidak menggunakan auditor kelompok bigfour
BISSEGMENT = Kompleksitas bisnis RISKREPORT = Risiko pelaporan keuangan
LEV = Leverage
SIZE = Ukuran perusahaan
Ε = Error
Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel independen yang masuk kedalam model terhadap variabel dependen, maka dilakukan uji koefisien regresi. Ada dua cara yang dapat digunakan untuk menentukan besaran koefisien regresi tersebut. Pertama, menggunakan perbandingan nilai Wald Statistic
(66)
50
dengan tabel Chi-square. Kedua, menggunakan nilai sig dengan cara membandingkan antara nilai profitabilitas dengan tingkat signifikansi (α) yang diperoleh. Maka hipotesis dapat diterima jika memenuhi kriteria sebagai berikut: 1)Nilai sig < α (0,05).
(67)
51 A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah perusahaan Non Financial yang listing di BEI pada tahun 2013-2015. Berdasarkan metode purposive sampling, diperoleh sampel perusahaan yang disajikan dalam tabel 4.1
Tabel 4. 1
Prosedur Pemilihan Sampel
Uraian Jumlah
Perusahaan non financial yang listing di BEI tahun 2013-2015
376 Perusahaan non financial yang tidak mengungkapkan laporan
tahunan atau annual report dan financial report selama tahun 2013-2015
(159)
Data-data mengenai variabel penelitian tidak tersedia lengkap dalam laporan keuangan tahunan perusahaan yang diterbitkan pada tahun 2013-2015.
(88)
Total Sampel 129
Total Data 129
(68)
52
Tabel 4.1 memberikan gambaran bahwa perusahaan non financial yang terdaftar di BEI pada tahun 2013-2015 berjumlah 376 perusahaan. Seluruh perusahaan tersebut selanjutnya melalui tahap pemilihan sampel, sehingga diperoleh 129 perusahaan yang sesuai dengan kriteria pemilihan sampel penelitian.
1. Statistik Deskriptif
Hasil output statistik deskriptif variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada tabel berikut ini :
Tabel 4. 2
Hasil Statistik Deskriptif
Sumber: Output SPSS
Berdasarkan hasil output pada Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa jumlah data yang digunakan sebanyak 129. Variabel ukuran dewan komisaris (boardsize) dengan nilai mean sebesar 4,248 dan memiliki standar deviasi 1,484, menunjukkan bahwa rata rata perusahaan yang menjadi sampel memiliki 4 orang dewan komisaris, dengan dewan
Descriptive Statistics
129 2.000 7.000 4.248 1.484 129 .167 .500 .370 .087 129 1.000 32.000 5.853 5.506 129 .000 1.000 .488 .502 129 1.000 9.000 2.302 2.052 129 .006 .708 .381 .168 129 .000 1.980 .445 .241 129 20.935 31.782 28.730 1.563 129 .000 1.000 .124 .331 129 BOARDSIZE INDECOMM BOARDMEET BIGFOUR BUSSEGMENT RISKREPORT LEV SIZE RMC
Valid N (listwise)
(69)
komisaris minimum berjumlah 2 orang dan maksimal berjumlah 7 orang. Variabel proporsi dewan komisaris independen (Indocomm) memiliki nilai mean sebesar 0,370 dan memiliki standar deviasi 0,807, menunjukkan bahwa rata-rata prosorsi komisaris independen yang terdapat pada perusahaan non financial pariode tahun 2013-2015 sebesar 37% dari jumlah anggota komisaris.
Untuk variabel frekuensi rapat dewan komisaris (boardmeet), memiliki nilai mean sebesar 5,853 dan memiliki standar deviasi 5,506, menunjukkan bahwa perusahaan yang menjadi sampel rata rata mengadakan rapat internal antar dewan komisaris digelar sebanyak 6 kali dalam setahun. Sedangkan untuk variabel reputasi auditor (bigfour) memiliki nilai mean sebesar 0,488 dan memiliki standar deviasi 0,502, menunjukkan bahwa terdapat 48% dari total 129 perusahaaan non financial yang dijadikan sampel memilih menggunakan jasa KAP yang termasuk dalam kelompok big four.
Variabel kompleksitas bisnis (bussegment) memiliki nilai mean sebesar 2,302 dan memiliki standar deviasi 2,052 yang menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan non financial pada tahun 2013-2015 yang dijadikan sample memiliki 2 segmen usaha. Selain itu, terdapat beberapa perusahaan paling rendah memiliki 1 segmen bisnis dan paling tinggi memiliki 9 segmen bisnis. Untuk variabel risiko pelaporan keuangan (riskreport) memiliki nilai mean sebesar 0,381 dan memiliki standar deviasi 0,168, menunjukkan bawa rata rata perusahaan non financial pada tahun
(70)
2013-54
2015 yang dijadikan sampel penelitian mengjadapi resiko pelaporan keuangan sebesar 38,1 %
Variabel leverage (lev) memiliki nilai mean sebesar 0,445 dan memiliki standar deviasi 0,241 yang menunjukkan bahwa rata-rata proporsi hutang terhadap total asset yang dimiliki perusahaan yang menjadi sampel cukup rendah yakni sebesar 44,5%. Untuk variabel ukuran perusahaan (size) memiliki nilai mean sebesar 28,730 dan memiliki standar deviasi 1,563. Selain itu, ukuran perusahaan non financial yang dijadikan sampel paling kecil memiliki ukuran sebesar 20,935 dan paling besar sebesar 31,782. Sedangkan variabel keberadaan risk management committee (RMC) memiliki nilai mean sebesar 0,214 yang menunjukkan bahwa hanya terdapat 21,4% perusahaan non financial dari total 129 perusahaan yang menjadi sampel penelitian memiliki RMC.
B. Uji Kualitas Data
1. Menilai Kelayakan Model Regresi
Kelayakan model regresi merupakan hal pertama yang harus dilakukan dalam pengujian regresi logistik. Pengujian kelayakan model regresi logistik dilakukan dengan menggunakan goodness of fit test yang diukur dengan melihat nilai chi-square pada bagian bawah uji hosmer dan lemeshow test. Apabila nilai sig yang ditunjukkan pada Hosmer and Lemeshow Test lebih besar dari alpha maka model dinilai layak. Hasil pengujian dapat dilihat sebagai berikut:
(71)
Tabel 4. 3
Pengujian Kelayakan Model
HosmerandLemeshow’sTest Sumber: Output SPSS
Berdasarkan hasil output pada tabel 4.3. diketahui bahwa nilai Chi-square adalah sebesar 1,494 dengan nilai sig.0,993. Dari hasil tersebut ditunjukkan bahwa nilai sig 0,993>a (0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi layak digunakan untuk melanjutkan pengujian yang akan dilakukan dalam penelitian ini.
2. Menilai Overall Model Fit
Pengujian untuk dapat memperoleh penilaian atas keseluruhan model fit dapat dilakukan dengan cara membandingkan nilai -2LogLikehood (-2LL) pada awal (Block Number= 0) yang hanya memasukkan nilai konstanta dan belum memasukkan variabel independennya dengan nilai -2LogLikehood (-2LL) pada akhir (Block Number= 1) dimana model memasukkan nilai konstanta dan sudah memasukkan variabel independennya.
Adanya penurunan nilai antara -2LogLikehood (-2LL) pada awal (Block Number= 0) dengan -2LogLikehood (-2LL) pada akhir (Block
Step Chi-Square df Sig.
(72)
56
Number= 1) memperlihatkan bahwa menambahkan variabel
independen kedalam model yang dihipotesiskan fit dengan data.
Tabel 4. 4
Pengujian Keseluruhan Model
-2LL Awal (Block Number = 0) 99.907 -2LL akhir (Block Number = 1) 96.719 Sumber: Output SPSS
Berdasarkan hasil output pada tabel 4.5 memperlihatkan nilai -2Loglikelihood awal sebesar 99,907 dan nilai -2Loglikelihood akhir sebesar 96,719 yang berarti telah terjadi penurunan nilai sebesar 3,188. Terjadinya penurunan nilai tersebut membuktikan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data.
3. Koefisien Determinasi (R2)
Besarnya nilai koefisien determinasi pada model regresi logistik ditunjukkan dengan nilai Nagelkerke R square. Nilai nagelkerke R square dapat diinterpretasikan seperti nilai R Square pada regresi linier berganda (Ghozali, 2005). Selain itu, untuk dapat mengetahui bagaimana kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi perubahan dari variabel dependen juga dapat dilihat dari pengujian koefisien determinasi yang dilakukan (Siswanto, 2013).
(73)
Nilai Koefisien Determinasi ini adalah diantara nol dan satu. Hasil pengujian koefisien determinasi dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 4. 5
Hasil Uji Koefisien Determinasi Model Summary
Step -2 Log Likehood
Cox &Snell R Square
Nagalkerke R Square
1 24.398a .429 .814
Sumber: Output SPSS
Tabel 4.6 menunjukkan nilai Nagelkerke R Square adalah sebesar 0,814. Hal ini berarti variabel keberadaan RMC dapat dijelaskan sebesar 81,4% oleh variabel independen yakni ukuran dewan komisaris, proporsi komisari independen, reputasi auditor, kompleksitas perusahaan, risiko pelaporan keuangan, leverage dan ukuran perusahaan. Sedangkan sisanya 19.6% dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian
C. Uji Hipotesis
(1)
LEV SIZE RMC
0,602 27,845 0
0,158 25,883 0
0,569 28,642 0
0,576 30,427 0
0,475 30,669 0
0,221 20,935 0
0,705 29,350 0
0,638 28,834 0
0,429 31,695 0
0,627 30,406 0
0,519 28,804 0
0,524 30,977 0
0,396 30,846 0
0,713 30,787 0
0,837 27,523 0
0,458 28,911 0
0,664 30,387 0
0,390 28,719 0
0,479 27,893 0
0,210 30,151 1
0,260 27,120 0
(2)
X7 X8 Y
LEV SIZE RMC
0,227 27,298 0
0,602 29,962 0
0,706 28,056 0
0,523 27,819 0
0,004 28,874 0
0,253 27,438 0
0,441 25,875 0
0,552 28,393 0
0,292 31,167 1
0,344 28,190 0
0,368 27,377 0
0,307 28,248 0
0,393 28,338 0
0,409 26,985 0
0,460 28,813 0
0,261 29,352 0
0,223 28,702 0
0,392 28,721 0
0,678 30,290 0
0,359 27,918 0
0,742 28,414 0
(3)
LEV SIZE RMC
0,186 25,933 0
0,662 28,815 0
0,648 30,502 0
0,491 30,837 0
0,293 27,950 0
0,650 29,576 0
0,588 28,792 0
0,402 31,782 0
0,692 30,494 0
0,530 29,233 0
0,158 31,269 0
0,383 30,910 0
0,731 30,844 0
0,820 27,916 0
0,454 28,978 0
0,644 30,474 0
0,425 28,805 0
0,642 28,007 0
0,201 30,248 1
0,209 27,184 0
0,331 27,199 0
(4)
X7 X8 Y
LEV SIZE RMC
0,542 30,060 0
0,671 28,074 0
0,607 28,068 0
4,980 28,790 0
0,227 27,492 0
0,367 25,798 0
0,561 28,627 0
0,000 31,273 1
0,351 28,429 0
0,328 27,315 0
0,176 28,364 0
0,389 28,523 0
0,427 27,076 0
0,417 28,842 0
0,310 29,469 0
0,210 28,895 0
0,367 28,745 0
0,693 30,387 0
(5)
1.
Analisis Statistik Deskriptif
2.
Uji Kualitas Data
a.
Menilai model regresi
b.
Menilai Overal Model Fit
Descriptive Statistics
129 2.000 7.000 4.248 1.484
129 .167 .500 .370 .087
129 1.000 32.000 5.853 5.506
129 .000 1.000 .488 .502
129 1.000 9.000 2.302 2.052
129 .006 .708 .381 .168
129 .000 1.980 .445 .241
129 20.935 31.782 28.730 1.563
129 .000 1.000 .124 .331
129 BOARDSIZE
INDECOMM BOARDMEET BIGFOUR BUSSEGMENT RISKREPORT LEV
SIZE RMC
Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Hosm er and Lem eshow Test
1.494 8 .993
Step 1
Chi-square df Sig.
Iteration Historya,b,c
99.907 -1.504 96.774 -1.892 96.719 -1.953 96.719 -1.955 96.719 -1.955 Iteration
1 2 3 4 5 Step 0
-2 Log
likelihood Constant Coefficients
Constant is included in the model. a.
Initial -2 Log Likelihood: 96.719 b.
Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001. c.
(6)
3.
Menguji Koefisien Determinasi (R
2)
4.
Uji Hipotesis
B
S.E
Wald
d
Sig.
Exp (B)
Step 1
(a)
Boardsize
Indocomm
Boardmeet
Bigfour
Bussegment
Riskreport
Lev
Size
Constant
3.769
23.248
.695
5.277
.795
6.472
-14.137
124
10.565
1.601
11.347
.251
3.605
.403
6.074
5.779
.264
13.565
5.543
4.198
7.682
2.143
3.892
1.135
5.984
.220
.607
1
1
1
1
1
1
1
1
1
.019
.040
.006
.143
.049
.287
.014
.639
.436
43.339
.000
2.003
195.712
.452
.002
.000
.884
.000
Model Summ ary
24.398a .429 .814
Step 1
-2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
Estimation terminated at iteration number 11 because parameter estimates changed by less than .001. a.