dapat digunakan sebagai bahan mengendalikan hama termasuk belalang. Kulit mindi digunakan sebagai obat mengeluarkan cacing usus. Hal ini dikarenakan
kulit mindi mengandung toosendanin, komponen yang larut, alkaloid azaridine margosina, kaempferol, resin, tanin, n-
riacontane, β-sitosterol, dan triterpene kulinone.
Uji Keterawetan Kayu
Keawetan kayu adalah daya tahan kayu dalam menghadapi serangan perusak kayu dari golongan biologis. Keawetan alami kayu ditentukan oleh
jumlah kandungan zat ekstraktif kayu yang bersifat racun terhadap organisme perusak. Menurut Fengel dan Wagener 1995, jumlah kandungan zat ekstraktif
pada kulit kayu lebih tinggi daripada bagian dalamnya. Dalam penelitian ini pengujian keterawetan kayu dilakukan melalui uji retensi, uji stabilitas dimensi,
dan uji terhadap serangan organisme perusak kayu yaitu S. commune.
Gambar 3. Larutan Zat Ekstraktif yang Diekstrak dengan Metanol
1. Retensi Kayu
Retensi didefinisikan sebagai banyaknya jumlah bahan pengawet yang masuk ke dalam kayu. Dari hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah
dilaksanakan diketahui bahwa nilai rata-rata retensi tertinggi diperoleh dari
Universitas Sumatera Utara
konsentrasi bahan pengawet 6 dan dari contoh uji yang diujikan, kayu yang paling tinggi nilai retensinya diperoleh dari contoh uji yang direndam dengan
konsentrasi 6 pada ulangan kedua. Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa semakin tinggi nilai konsentrasi bahan pengawet yang digunakan maka semakin
tinggi pula nilai retensinya. Besarnya bahan pengawet yang masuk kedalam kayu karet dapat dilihat dalam Tabel 7.
Tabel 7. Nilai Retensi Kayu Karet Konsentrasi
Retensi grcm
3
2 9,27
4 16,46
6 24,16
Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstraksi kulit mindi M. azedarach Linn pada berbagai taraf konsentrasi 0, 2 , 4,
dan 6 berpengaruh nyata terhadap nilai retensi yang terjadi pada kayu kayu karet. Uji lanjut Duncan yang dilakukan terhadap taraf konsentrasi, diperoleh
bahwa konsentrasi 2, 4, dan 6 berbeda nyata. Diantara ketiga taraf konsentrasi bahan pengawet yang digunakan, konsentrasi 6 memiliki nilai
retensi paling baik, sehingga direkomendasikan untuk digunakan lebih lanjut Retensi adalah kemampuan suatu jenis kayu dalam menyerap bahan
pengawet selama periode waktu tertentu. Suatu ukuran yang menggambarkan banyaknya zat pengawet murni yang dapat dikandung oleh kayu setelah
diawetkan, semakin banyak jumlah bahan pengawet murni yang dapat menetap terfiksasi dalam kayu, retensi bahan pengawet itu juga semakin besar.
Sebaliknya, semakin sedikit jumlah bahan pengawet yang dapat diserap oleh kayu semakin kecil pula retensi pengawetan itu.
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan pendapat Martawijaya dan Abdurrohim 1984, besarnya retensi bahan pengawet yang larut dalam air untuk pemakaian dibawah atap
berkisar antara 3,4-5,6 kgm3. Tabel 8.Persyaratan Retensi Bahan Pengawet untuk Kayu Perumahan dan Gedung
No Jenis Bahan
Pengawet Retensi kgm
3
Dibawah Atap Diluar
1 Tanalith CT 06
4,6 6,6
2 Celcure A P
5,6 8,0
3 Osmose K33
3,4 4,8
4 Kemira K33
4,4 6,3
Sumber : Martawijaya dan Abdurrohim 1984
Bahan pengawet yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kulit mindi memiliki retensi berkisar antara 0,868 kgm3 sampai dengan 2,564 kgm3 untuk
penggunaan dibawah atap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suranto 2002 yang menyatakan bahwa bila kayu akan digunakan di dalam ruangan, retensinya dapat
kurang dari 8 kgm3. Uji lanjut Duncan yang dilakukan terhadap taraf konsentrasi, diperoleh
bahwa konsentrasi 2, 4, dan 6 berbeda nyata. Diantara ketiga taraf konsentrasi bahan pengawet yang digunakan, konsentrasi 6 lebih efektif,
sehingga direkomendasikan untuk digunakan lebih lanjut.
2. Stabilitas Dimensi Kayu