Bentuk-bentuk Mediasi Penal Sistematika Penulisan
terutama ditujukan pada pelaku anak, pelaku pemula, namun ada juga untuk delik-delik berat dan bahkan untuk residivis.
4. Reparation negotiation programmes.
a. Model ini semata-mata untuk menaksir atau menilai kompensasi atau perbaikan yang harus dibayar oleh pelaku tindak pidana kepada korban,
biasanya pada saat pemeriksaan di pengadilan. b. Program ini tidak berhubungan dengan rekonsiliasi antara para pihak,
tetapi hanya berkaitan dengan perencanaan perbaikan materiel. c. Dalam model ini, pelaku tindak pidana dapat dikenakan program kerja
agar dapat menyimpan uang untuk membayar ganti rugikompensasi.
5. Community panels or court.
Model ini merupakan program untuk membelokkan kasus pidana dari penuntutan atau peradilan pada prosedur masyarakat yang lebih fleksibel
dan informal dan sering melibatkan unsur mediasi atau negosiasi.
6. Family and community group conferences.
Model ini dikembangkan di Australia dan New zealand yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam Sistem Peradilan Pidana. Tidak hanya
melibatkan korban dan pelaku tindak pidana, tetapi juga keluarga pelaku dan warga masyarakat lainnya, pejabat tertentu seperti Kepolisian atau
Hakim Anak dan para pendukung korban. Pelaku dan keluarga korban diharapkan
menghasilkan kesepakatan
yang komperehensif
dan memuaskan korban serta dapat membantu untuk menjaga si pelaku keluar
dari kesusahan.
Barda Nawawi Arief, menjelaskan bahwa mediasi pidana yang dikembangkan bertolak dari ide dan prinsip kerja
working principles
sebagai berikut :
37
a. Penanganan konflik
conflict handlingkonfliktbeitung
. Tugas mediator adalah membuat para pihak melupakan kerangka hukum
dan mendorong mereka terlibat dalam proses komunikasi. Hal ini didasarkan pada ide bahwa kejahatan telah menimbulkan konflik
interpersonal konflik yang dituju oleh proses mediasi. b. Berorientasi pada proses
Proses Orientation
. Mediasi penal berorientasi pada kualitas proses daripada hasil, yaitu
menyadarkan pelaku tindak pidana akan kesalahannya, kebuntuan- kebuntuan konflik terpecahkan, ketenangana korban dari rasa takut dan
sebagainya. c.
Proses Informal
Informal ProceedingInformalitat
. Mediasi penal yang merupakan suatu proses informal, tidak bersifat
birokratis, menghindari proses hukum yang ketat. d.
Ada partisipasi aktif dan otonom para pihak. Para pihak pelaku dan korban tidak dilihat sebagai objek dari prosedur
hukum pidana tetapi lebih sebagai subjek yang mempunyai tanggung jawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat yang diharapkan berbuat atas
kehendaknya sendiri. Penanggulangan kejahatan dengan jalur “non penal” lebih menitikberatkan pada
sifat- sifat “preventive” pencegahanpenangkalanpengendalian sebelum
37
Lilik Mulyadi. Mediasi Penal dalam Sistiem Peradilan Pidana Indonesia . Bandung. Alumni, 2015. hlm 224.
kejahatan terjadi namun walaupun demikian sebenarnya penanggulangan dengan
penal
juga merupakan tindakan represif pada hakikatnya juga dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas. Sasaran utama dari penanggulangan
non penal
adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif tersebut antara lain berpusat pada permasalahan
atau kondisi sosial secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhkan suburkan kejahatan.
Melihat dari sudut politik kriminal secara makro dan global, maka upaya non-
penal menduduki posisi kunci dan strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal. Sebab-sebab dan kondisi yang menimbulkan kejahatan, ditegaskan pula
dalam berbagai kongres PBB mengenai
The Prevention Of Crime And The Treatment OfOffenders
, salah satu hasil kongres tersebut menyebutkan:
38
a. Bahwa masalah kejahatan merintangi kemajuan untuk pencapaian kualitas lingkungan hidup yang layakpantas bagi semua orang.
b. Bahwa strategis pencegahan kejahatan harus didasarkan pada penghapusan sebab-sebab dan kondisi-kondisi yang menimbulkan
kejahatan. c. Penyebab utama dari kejahatan dibanyak negara ialah ketimpangan
sosial,diskriminasi ras dan diskriminasi nasional, standard hidup yang rendahpengangguran dan kebutahurufan kebodohan diantara golongan
besarpenduduk.
38
Ibid. hlm 160.