Teori Fowler Status Identitas Achievement

16 komitmen sebelumnya dan mulai eksplorasi yang baru sehingga menjadi moratorium A → M, atau c atau jatuh ke status diffusion jika tidak me- nemukan komitmen yang baru. A → D Waterman, 1982. Status identitas menurut banyak penelitian sebelumnya seperti self esteem dan kemandirian. C. SPIRITUALITAS Ada tiga peteori utama mengenai spiritualitas yang menggambarkan proses spiritualitas. Pertama, James W. Fowler 1981, Daniel Helminiak 2001, dan Ken Wilber 2000. Fowler 1981 menciptakan model perkembangan spirit- ualitas berdasarkan kepada model ego, moral, kogntif, dan perkembangan psikososial, serta melakukan penelitian empiris. Helminiak 2001 juga men- dasarkan teori perkembangan spiritualnya kepada teori perkembangan manusia dan teologi, tetapi tidak melakukan penelitian empiris. Wilber 2000 menciptakan modelnya dengan melakukan penggabungan model-model yang ada sebelumnya dalam spiritual termasuk Fowler dan Helminiak, juga berdasarkan kepada bidang filsafat, mistik, dan perkembangan. Dalam penelitian ini difokuskan hanya kepada teori yang dikembangkan oleh Fowler 1981.

a. Teori Fowler

James Fowler sangat dikenal di bidang kepercayaan dan spiritual. Fowler pada awalnya mengikuti model perkembangan psikososial Erikson, tapi kemudian menggabungkan aspek-aspek perkembangan struktural Kohlberg dan Piaget dalam membentuk penalaran kognisi dan moral Fowler, 1981. Menurut model 17 strukturalis, pendewasaan struktur secara bertahap mendorong perubahan kuali- tatif dalam proses berfikir seseorang. Di bidang teologis, dia sangat mengikuti teologi multidimensional Richard Niebuhr. Bagi Niebuhr 1989, kepercayaan tidak terbatas pada konteks religius. Niebuhr menjelaskan bahwa struktur relasional kepercayaan, di samping mengenai ikatan kepercayaan dan kesetiaan antara orang dan kelompok yang bersedia menyertakan dirinya untuk terlibat dalam sebuah kelompok yang memiliki nilai dan kekuatan yang sama. Teori Fowler terbentuk melalui penelitian empiris yang bersumber dari 259 wawancara dengan anak-anak dan orang dewasa, yang awalnya dilakukan di Amerika Fowler, 1981; Fowler Dell, 2004. Persentase perbedaan jenis kelamin responden adalah setara 50 laki-laki dan 50 perempuan. Namun pemeluk agamanya kurang seimbang dalam mewakili populasi Amerika. Dalam sampel awalnya, yang beragama Protestan sebanyak 45 subyek, 36,5 Katolik, 11,2 Yahudi, 3,6 Kristen Ortodoks, dan 4,6 yang lain-lainnya Fowler Dell, 2004. Fowler 1981 mendasarkan modelnya tentang kepercayaan karena dia meyakini bahwa kepercayaan, dibanding dengan keimanan atau agama, adalah kategori yang paling fundamental dalam pencarian orang berkaitan dengan hal yang transenden. Kepercayaan, secara umum merupakan istilah universal bagi semua manusia, yang di mana-mana memiliki kemiripan, sekalipun bentuk dan isi praktisnya sangat beragam. Fowler mengembangkan teori tentang tahap perkembangan dalam ke- yakinan seseorang stages of faith development sepanjang rentang kehidupan 18 manusia. Menurutnya, kepercayaan merupakan orientasi holistik yang menun- jukkan hubungan antara individu dengan alam semesta. Perkembangan tahap spiritualitas yang dia teorikan dia yakini pasti dialami oleh manusia. Selain itu dia menyatakan bahwa penentuan tahap perkembangan spiritual seseorang tidak ber- kaitan dengan penilaian terhadap kepercayaan seseorang Fowler Dell, 2005. Tahap awal spiritual Fowler adalah tahap awal yang terjadi mulai dari bayi dalam kandungan sampai usia dua tahun. Kepercayaan yang samar adalah ciri “mutualitas dan kepercayaantrust” atau “tidak adanya kepercayaan” yang berkembang dalam tahap ini; yang mengendalikan perkembangan kepercayaan Fowler 1981. Selama periode ini, perkembangannya lebih kepada neurologis dan fisikal dibanding dengan tahap-tahap lainnya. Masa transisi ke tahapan selanjutnya bermula ketika bayi mulai menggunakan bahasa, cerita, dan permainan ritual Fowler, 1981. Teori perkembangan spiritual Fowler terbagi atas enam tahap, yaitu a kepercayaan intuitif-proyektif intuitive-projective faith yang terjadi pada masa anak-anak awal, usia 2 sd. 6 tahun; b kepercayaan mitikal-literal mythic-literal faith terjadi pada masa anak-anak akhir, usia 7 sd. 11 tahun; c kepercayaan sintetik konvensional synthetic-conventional faith terjadi pada masa remaja, usia 12 sd. 20; d kepercayaan individuatif-reflektif individuation reflective faith terjadi pada masa dewasa awal, usia 20 sd. 40; e kepercayaan konjungtif conjungtive faith terjadi pada masa dewasa hingga tua, usia 40 sd. 60 tahun; dan f kepercayaan universal universalizing faith terjadi pada masa tua hingga meninggal, usia lebih dari 60 tahun. 19 Pada tahap pertama, kepercayaan intuitif-proyektif usia anak-anak awal atau 2-6 tahun, masih terdapat karakter kejiwaan yang belum terlindungi dari ketidaksadaran. Anak masih belajar untuk membedakan khayalannya dengan realitas yang sesungguhnya. Anak-anak dalam tahapan ini menggabungkan elemen-elemen cerita dan gambar yang mereka terima dari lingkungannya yaitu keluarga dan budaya, untuk menciptakan cara imajinatif mereka sendiri gambaran tentang Tuhan dan apa yang dia takutkan Fowler, 1981. Hal ini juga terjadi waktu di mana pemerolehan makna didasarkan kepada pengamalan emosional dan perseptual mulai muncul sebagai peningkatan penguasaan dan penggunaan bahasa Fowler Del, 2004. Selain itu anak-anak pada tahap ini mulai mengalami pengalaman eksistensial berkaitan dengan kematian dan bahaya, kurang mampu mengambil persepktif yang sederhana, dan tidak bisa membedakan antara fantasi dan realitas. Dalam tahap ini perasaan yang dalam kepada kepercayaan atau perkembangan religius dapat terinternalisasi dan bertindak sebagai agen yang memberi informasi secara positif atau negatif di sepanjang hidup. Pada tahap kedua, kepercayaan mythikal-literal usia sekolah, 7-12 tahun, seseorang telah mulai mengembangkan kepercayaan yang kuat dalam kepercayaannya. Anak juga sudah mengalami prinsip saling ketergantungan dalam alam semesta, namun ia masih melihat kekuatan kosmik dalam bentuk seperti yang terdapat pada manusia anthropomorphic. Dalam tahap ini, anak mengekspresikan pemaknaan dan pemahaman melalui cerita dan dongeng, karena mereka mencoba membedakan mana yang nyata dan mana yang harus dipercayai. Dalam tahapan ini, keyakinan, moral, dan simbol dimaknai dengan cara inter- pretasi literal. Pandangan sederhana mulai muncul, tapi kemampuan mengenali 20 perasaan, sikap, dan pengendalian diri belum berkembang Fowler Del, 2004. Selain itu, pandangan mereka tentang Tuhan kekuatan yang lebih besar bekerja dalam konteks peraturan atau orang tua yang menerapkan keadilan dan hukuman. Faktor pertama yang membawa kepada tahap ketiga adalah kontradiksi dalam cerita-cerita yang memancing pemikiran atas makna-makna. Pada tahap ketiga, kepercayaan sintetik-konvensional usia remaja, se- seorang mengembangkan karakter kepercayaan terhadap kepercayaan yang di- milikinya. Ia mempelajari sistem kepercayaannya dari orang lain di sekitarnya, namun masih terbatas pada sistem kepercayaan yang sama. Sekalipun tahap ini muncul ketika remaja, bisa saja akan menetap dan permanen di sepanjang masa dewasa jika keseimbangan dalam tahap ini tidak pernah terganggu Fowler, 1981. Menurutnya 1981 tahap tiga adalah sebuah tahap konformitas dimana mereka sangat menuntut harapan dan penilaian yang kuat dari oang lain dan belum cukup jelas identitas dan penilaian mandiri mereka untuk membangunn dan menjaga pandangan yang independen. Dalam tahap sintetis-konvensional, pandangan interpersonal mulai mun- cul. Kapasitas untuk menilai pandangan orang lain, dan khususnya teman sebaya mereka, dapat membuat remaja sangat sensitif dengan pandangan orang lain. Pada tahap keempat, kepercayaan individuatif-reflektif usia dewasa, merupakan tahap percobaan dan pergolakan, dimana individu mulai mengem- bangkan tanggung jawab pribadi terhadap kepercayaan dan perasaannya. Individu memperluas pandangannya untuk mencapai jalan dalam kehidupannya. Diri identitas dan pandangan berbeda dengan orang lain dan menjadi faktor utama dalam mereaksi, menginterpretasi, dan menilai tindakan diri sendiri atau orang 21 lain. Menurut Fowler, ada dua faktor penting yang menandai tahapan ini. Pertama, individu harus mampu merefleksikan secara kritis keyakinan, nilai, dan komitmen yang telah dibentuk pada tahap sebelumnya, sintetik-konvensional. Kedua, individu harus berjuang di sepanjang masa moratorium mengambil istilah Marcia untuk mengembangkan identitas diri yang didasarkan kepada kemampuan untuk berfikir secara independen pandangan-pandangan yang ditanam sebelum- nya. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan selama tahapan ini sama dengan per- tanyaan eksistensial yang dihadapi oleh individu selama moratorium: Siapa kamu jika kamu bukan anak, siswa, teman, pekerja, dan seterusnya? Semua keyakinan yang dipegang sebelumnya dipertanyakan, keyakinan dan kepercayaan lain mulai dilihat untuk mempertimbangkan kemungkinan apakah nilai-nilai tersebut layak dipegang. Setelah terjadi eksplorasi ini, kepercayaan awal individu bisa saja di- tinggalkan atau ditolak, tapi jika dipertahankan, maka akan disertai dengan pilihan intensional Fowler Dell, 2004. Pengalaman spiritual remaja pada tahap ketiga dan sebagian tahap keempat akan diteliti dalam penelitian ini. Pada tahap kelima, kepercayaan konjungtif dewasa hingga tua, sese- orang mulai mengenali berbagai pertentangan yang terdapat dalam realitas keper- cayaannya. Terjadi transendensi terhadap kepercayaan dibalik simbol-simbol yang diwariskan oleh sistem. Tahap ini menggabungkan diri dan pandangan-pandangan yang banyak menekan dan tidak dikenali dalam beradaptasi dengan realitas secara afektif dan kognitif yang ada pada tahap empat. Tahap ini dicirikan dengan kematangan dan pola pikir dewasa yang mampu melihat kebenaran di semua jenis kepercayaan dan pandangan serta memiliki kemampuan, keinginan, dan keter- bukaan untuk ikut serta berdiskusi dengan kepercayaan lain yang berbeda untuk 22 memantapkan perkembangan dan pemahaman Fowler Dell, 2004. Gambaran singkatnya tahap ini adalah kemampuan untuk menghadapi dan memahami paradoks di sepanjang hidup. Pemahaman ini seringkali memunculkan keinginan untuk berhubungan dengan Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi dengan cara- cara yang baru dan berbeda. Pada tahap keenam, kepercayaan universal usia tua hingga meninggal, terjadi sesuatu yang disebut pencerahan. Manusia mengalami transendensi pada tingkat pengalaman yang lebih tinggi sebagai hasil dari pemahamannya terhadap lingkungan yang konfliktual dan penuh paradoksial. Orang yang pada tahap ini melihat semua orang sebagai makhluk yang harus ditolong dan diasuh, tidak per- duli jenis kelamin, etnis, usia, kelas sosial, agama, keyakinan politik, dan status ekonominya. Dia datang sebagai rahmatan lil alamin mengambil istilah Islam. Orang ini tetap hidup sebagai manusia yang memiliki keterbatasan dan inkon- sistensi, tapi keinginan dan tindakannya sangat berbeda yaitu melihat semua orang bahagia. Tahap enam ini dianggap luar biasa, hanya beberapa orang saja yang mencapai tahapan ini, seperti Gandhi, Martin Luther King, dan Ibu Teresa Fowler, 1981. Menurut Fowler, kebanyakan manusia berhenti pada tahap 4, dan kebanyakan tidak pernah mencapai tahap 5 dan tahap 6 Hasan, 2006: 298.

b. Teori Daniel Helmeniak