Pelaksanaan Eksekusi Diatas Hak Pengelolaan (HPL) NO. 3 Milik PT. Kawasan Industri Medan (PERSERO) (Studi Kasus Putusan Peninjauan Kembali No. 94 PK/PDT/2004)

(1)

TESIS

Oleh

ROSDIANA SARI MAHARANI

117011078/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ROSDIANA SARI MAHARANI

117011078/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Nama Mahasiswa : ROSDIANA SARI MAHARANI

Nomor Pokok : 117011078

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

Anggota : 1. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum 2. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Syafruddin Hasibuan, SH, MH


(5)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : ROSDIANA SARI MAHARANI

Nim : 117011078

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PELAKSANAAN EKSEKUSI DIATAS HAK

PENGELOLAAN (HPL) NO. 3 MILIK PT. KAWASAN

INDUSTRI MEDAN (PERSERO) (STUDI KASUS

PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI NO. 94

PK/PDT/2004)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :ROSDIANA SARI MAHARANI Nim :117011078


(6)

i

yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata. Eksekusi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR atau RBg. Setiap orang yang ingin mengetahui pedoman aturan eksekusi harus merujuk kedalam aturan perundang-undangan dalam HIR atau RBg. Eksekusi baru dapat dijalankan apabila putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau sudah dinyatakan in kracht. Namun adakalanya eksekusi ini tidak dapat dilaksanakan dikarenakan salah satu alasan yaitu eksekusi yang non-eksekutabel.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pertimbangan hakim dalam putusan PK No. 94 PK/PDT/2004 telah sesuai dengan hukum materiil, untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan eksekusi Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004 dilaksanakan diatas Hak Pengelolaan (HPL) NO. 3 milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero), dan untuk mengetahui upaya-upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh PT. Kawasan Industri Medan (Persero) terhadap putusan Peninjauan Kembali tersebut. Penelitian yang dilakukan Deskriptif Analitis dan jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan Yuridis Normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama bahan sekunder dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.

Kesimpulan yang diperoleh bahwa pertimbangan hukum bagi hakim dalam memutus perkara No. 94 PK/PDT/2004 adalah telah sesuai dengan hukum materiil dan putusan Peninjauan Kembali No. 94 PK/PDT/2004 adalah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, tetapi dalam pelaksanaannya tidak dapat dilaksanakan disebabkan karena pada saat dilakukan konstatering ternyata berbeda dengan yang ada dalam putusan PK tersebut. Perbedaan mengenai letak batas-batas lahan ini disebut dengan eksekusi non-eksekutabel. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh PT. Kawasan Industri Medan (Persero) tentang perbedaan letak batas-batas lahan ini adalah dengan mengajukan permohonan penetapan hakim pada Pengadilan Negeri tentang adanya eksekusi yang non-eksekutabel tersebut.


(7)

ii

a regulation and follow-up procedure from the process of a hearing. Therefore, execution is a continual action from the whole process law of civil procedure. Execution is a unity which cannot be separated from the implementation of the rules to litigate found in HIR or RBg. Everybody who wants to know the rules of execution should refer to legal provisions in HIR or RBg. Execution can be performed when the ruling has gotten final and conclusive legal force and has been in kracht. But sometimes this execution cannot be carried out since it is regarded non-executable.

The objective of the research was to know whether judge’s consideration in the ruling of PK No. 94 PK/PDT/2004 has been in line with material law, to know how about the implementation of the execution of the Ruling of PK No. 94 PK/PDT/2004 was carried out on the Supervision Rights (HPL) No. 3, owned by PT Kawasan Industri Medan (Incorporated), and to know what legal remedy done by PT Kawasan Industri Medan (Incorporated) on the Judicial Review. The research used descriptive analytic with judicial normative approach in which the research was conducted by analyzing written laws from literature materials or secondary data which is known as secondary material and legal references.

It is concluded that legal consideration for judges in giving the Ruling No. 94 PK/PDT/2004 has final and conclusive; but, in practice it cannot be carried out because at the time the establishment of the facts is done, it is different from the Ruling of PK. The difference in the land boundary is called non-executable execution. One of the attempts made by PT Kawasan Industri Medan (Incorporated) about the land boundary is by making a request for judge’s decision in the District Court on the non-executable execution.


(8)

iii

penulisan tesis yang berjudul : “PELAKSANAAN EKSEKUSI DI ATAS HAK PENGELOLAAN (HPL) NO. 3 MILIK PT. KAWASAN INDUSTRI MEDAN (Persero) (STUDI KASUS PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI NO. 94 PK/PDT/2004)”, yang merupakan hasil penelitian yang telah dilaksanakan untuk kemudian dituliskan dalam tesis ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (MKn) pada Sekolah Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan moril, masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Secara khusus disampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat dan amat terpelajar kepada Bapak Komisi Pembimbing, yaitu :

1. Bapak Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Fakultas Hukum sekaligus merupakan Ketua Komisi Pembimbing yaitu yang terhormat dan terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN. 2. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum.

3. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum.

Atas kesediaannya memberikan bimbingan penulisan yang baik juga arahan dan petunjuk demi kesempurnaan penulisan tesis ini mulai pemilihan judul, kolokium, seminar hasil hingga ujian tertutup sidang meja hijau, dimana berkat bimbingan yang diberikan sehingga dapat diperoleh hasil yang maksimal.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga ditujukan kepada Bapak dan Ibu dosen penguji yang terhormat dan amat terpelajar, yaitu :

1. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum 2. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MHum


(9)

iv

Selanjutnya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang disediakan bagi kami penulis untuk menyelesaikan pendidikan Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Pembimbing dalam tesis ini, atas bantuan dan bimbingannya serta memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (MKn) Sekolah Pascasarjana Universitas sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) dan juga selaku Pembimbing dalam tesis ini, atas bantuan dan bimbingannya dalam memberikan masukan dan saran serta kesempatan dan fasilitas sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas sumatera Utara. 4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum selaku Sekretaris pada

Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Universitas Sumatera Utara.

5. Para Guru Besar dan Staf Pengajar di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya para Bapak dan Ibu Dosen di Program Studi Magister kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

6. Para staf administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Sekolah Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara terkhusus Ibu Fatimah yang selalu membantu sepenuh hati, terutama untuk memperlancar urusan administrasi yang diperlukan.

7. Rekan-rekan dan adik-adikku khususnya angkatan 2011 Group B pada Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Sekolah Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara terkhusus Early, Vika, Cahria, Rintus yang telah


(10)

v

selalu memberikan semangat dan motovasi dan yang selalu mendo’akan penulis hingga dapat merampungkan studi ini.

9. Secara tulus ucapan terima kasih kepada Bapak dan Ibu Mertua yang penulis sayangi yang juga selalu memberikan semangat dan selalu mendo’akan penulis. Teristimewa ucapan terima kasih yang terdalam kepada suami tercinta Fannils Amry Nasution, SH, yang telah memberikan kesempatan dan dukungan yang amat banyak baik berupa moril, maupun materil, yang selalu siap siaga akan kebutuhan penulis baik selama dalam masa studi maupun dalam masa penulisan tesis ini, serta ucapan untuk anak semata wayang yang sangat penulis sayangi Muhammad Farhan Nasution yang menjadi motivasi, yang selalu memberikan pengertian dan selalu membantu penulis selama masa studi dan masa penulisan tesis ini. Juga ucapan terima kasih kepada PT. Kawasan Industri Medan (Persero) melalui Bapak Pangkal Simanjuntak, SH dan Bapak Fannils amry nasution, SH, yang telah membantu penulis dalam bentuk memberikan bahan-bahan dan informasi yang penulis butuhkan. Dan kepada sanak saudara penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga atas dukungan dan semangat yang diberikan selama masa studi.

Akhir kata kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebaikan, ketulusan dan dukungan serta do’a kepada penulis selama proses penyelesaian tesis ini. Semoga Allah SWT melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita semua, Amien.

Medan, Agustus 2013 Penulis.


(11)

vi

Nama : Rosdiana Sari Maharani

Tempat/ Tgl Lahir : Medan, 8 Juli 1975 Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jl. Marelan V Pasar 2 Barat Gg. Biduk, Kel. Rengas Pulo, Kec. Medan marelan.

II. ORANG TUA

Nama Ayah : Alm.Drs. D.M Chaidir Nama Ibu : Nurhaidah Bahar

III. PENDIDIKAN

1. SD Darma Patra Pertamina P. Berandan : Lulus Tahun 1988 2. SMP Darma Patra Pertamina P. Berandan : Lulus Tahun 1991 3. SMA Negeri P. Berandan : Lulus Tahun 1994 4. S-1 Fakultas Hukum Univ. Panca Budi : Lulus Tahun 1998 5. S-2 Program Studi MKn FH-USU : Lulus Tahun 2013


(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR ISTILAH... ix

DAFTAR SINGKATAN... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 15

C. Tujuan Penelitian ... 15

D. Manfaat Penelitian ... 15

E. Keaslian Penelitian... 16

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 24

1. Kerangka Teori... 24

2. Konsepsi... 26

G. Metode Penelitian... 27

1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 27

2. Bahan Hukum Penelitian... 29

3. Alat Pengumpul Data ... 31

4. Metode Analisis Data... 31

BAB II PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA PADA PUTUSAN PK NO. 94 PK/PDT/2004 ... 33

A. Posisi Kasus ... 33


(13)

4. Tingkat Peninjauan Kembali... 58

C. Analisa Kasus... 61

1. Tingkat Pengadilan Negeri... 61

2. Tingkat Pengadilan Tinggi (Banding)... 63

3. Tingkat Kasasi... 63

4. Tingkat Peninjauan Kembali... 63

BAB III PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN PK NO. 94 PK/PDT/2004 ... 67

A. Eksekusi ... 67

1. Asas-asas Eksekusi... 70

2. Jenis-jenis Eksekusi ... 80

B. Kekuatan Eksekutorial Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004... 82

C. Hambatan-Hambatan Eksekusi Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004... 89

BAB IV UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PT. KAWASAN INDUSTRI MEDAN (PERSERO) SELAKU PEMEGANG HAK PENGELOLAAN (HPL) NO. 3 TERHADAP PUTUSAN PK NO. 94/PK/PDT/2004 ... 101

A. Pemberian Hak atas Tanah ... 101

B. Upaya-upaya Hukum Yang Dilakukan oleh PT. Kawasan Industri Medan (Persero) Selaku Pemegang Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 Terhadap Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004 ... 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 109

A. Kesimpulan ... 109

B. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 114 LAMPIRAN


(14)

- Substantif : Hal yang paling mendasar

- Eksekusi : Pelaksanaan putusan pengadilan

- Konstatering : Pemeriksaan/pengukuran serta pencocokan data di lapangan

- Onrechtmatige daad : Perbuatan melawan hukum

- Gijzeling : Sandera

- Tenuitvoer legging van vonnissen : Tindakan menjalankan putusan

- General rules : Aturan umum

- In kracht van gewijsde : Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

- Non eksekutabel : Tidak dapat dieksekusi

- Wanprestasi : Ingkar janji

- Eigenmachtige verkoop : Kuasa menjual sesuatu

- Aanmaning : Tata cara peringatan

- Executoriale beslag : Sita eksekusi


(15)

- UUPA : Undang-Undang Pokok Agraria - PMA : Peraturan Menteri Agama - Permendagri : Peraturan Menteri Dalam Negeri - PK : Peninjauan Kembali


(16)

i

yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata. Eksekusi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR atau RBg. Setiap orang yang ingin mengetahui pedoman aturan eksekusi harus merujuk kedalam aturan perundang-undangan dalam HIR atau RBg. Eksekusi baru dapat dijalankan apabila putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau sudah dinyatakan in kracht. Namun adakalanya eksekusi ini tidak dapat dilaksanakan dikarenakan salah satu alasan yaitu eksekusi yang non-eksekutabel.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pertimbangan hakim dalam putusan PK No. 94 PK/PDT/2004 telah sesuai dengan hukum materiil, untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan eksekusi Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004 dilaksanakan diatas Hak Pengelolaan (HPL) NO. 3 milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero), dan untuk mengetahui upaya-upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh PT. Kawasan Industri Medan (Persero) terhadap putusan Peninjauan Kembali tersebut. Penelitian yang dilakukan Deskriptif Analitis dan jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan Yuridis Normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama bahan sekunder dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.

Kesimpulan yang diperoleh bahwa pertimbangan hukum bagi hakim dalam memutus perkara No. 94 PK/PDT/2004 adalah telah sesuai dengan hukum materiil dan putusan Peninjauan Kembali No. 94 PK/PDT/2004 adalah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, tetapi dalam pelaksanaannya tidak dapat dilaksanakan disebabkan karena pada saat dilakukan konstatering ternyata berbeda dengan yang ada dalam putusan PK tersebut. Perbedaan mengenai letak batas-batas lahan ini disebut dengan eksekusi non-eksekutabel. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh PT. Kawasan Industri Medan (Persero) tentang perbedaan letak batas-batas lahan ini adalah dengan mengajukan permohonan penetapan hakim pada Pengadilan Negeri tentang adanya eksekusi yang non-eksekutabel tersebut.


(17)

ii

a regulation and follow-up procedure from the process of a hearing. Therefore, execution is a continual action from the whole process law of civil procedure. Execution is a unity which cannot be separated from the implementation of the rules to litigate found in HIR or RBg. Everybody who wants to know the rules of execution should refer to legal provisions in HIR or RBg. Execution can be performed when the ruling has gotten final and conclusive legal force and has been in kracht. But sometimes this execution cannot be carried out since it is regarded non-executable.

The objective of the research was to know whether judge’s consideration in the ruling of PK No. 94 PK/PDT/2004 has been in line with material law, to know how about the implementation of the execution of the Ruling of PK No. 94 PK/PDT/2004 was carried out on the Supervision Rights (HPL) No. 3, owned by PT Kawasan Industri Medan (Incorporated), and to know what legal remedy done by PT Kawasan Industri Medan (Incorporated) on the Judicial Review. The research used descriptive analytic with judicial normative approach in which the research was conducted by analyzing written laws from literature materials or secondary data which is known as secondary material and legal references.

It is concluded that legal consideration for judges in giving the Ruling No. 94 PK/PDT/2004 has final and conclusive; but, in practice it cannot be carried out because at the time the establishment of the facts is done, it is different from the Ruling of PK. The difference in the land boundary is called non-executable execution. One of the attempts made by PT Kawasan Industri Medan (Incorporated) about the land boundary is by making a request for judge’s decision in the District Court on the non-executable execution.


(18)

A. Latar Belakang

Dewasa ini dalam masyarakat kita masalah pertanahan cukup mendapat perhatian, dan boleh dikatakan menjadi salah satu issue nasional yang dapat menjadi bahan pembicaraan dari berbagai kalangan masyarakat, baik kalangan masyarakat awam maupun masyarakat intelektual. Perbincangan mengenai masalah pertanahan ini juga dapat kita lihat dalam berbagai media maupun forum, seperti berbagai pendapat maupun kasus yang dimuat dalam mass media baik cetak maupun elektronik, pembicaraan dalam forum diskusi, sambung rasa maupun forum-forum seminar yang semuanya dimaksudkan untuk menata dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam bidang pertanahan.

Sebagai suatu negara agraris, maka tanah menjadi sentral kegiatan mayoritas rakyat Indonesia. Oleh karena itu pengaturan dan penataan bidang pertanahan baik yang menyangkut peraturan-peraturan pokok maupun peraturan teknis adalah sesuatu yang mutlak yang harus kita wujudkan dan laksanakan. Pengaturan bidang pertanahan semenjak zaman nenek moyang kita memang sudah ada dan hidup dalam masyarakat, misalnya melalui ketentuan hukum adat pertanahan dari masing-masing daerah atau suku-suku yang ada. Keadaan ini membuktikan pada kita bahwa walaupun dalam kondisi tingkat kehidupan yang masih relatif sederhana pada masa lalu, namun pranata-pranata hukum yang ada juga telah mencoba menjangkau pengaturan pertanahan di Indonesia.


(19)

Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. Tanah yang dimaksudkan disini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, yaitu “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.1

Tanah bagi kehidupan manusia mengandung makna yang multidimensional. Pertama, dari sisi ekonomi, tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan. Kedua, secara politis, tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusan masyarakat. Ketiga, sebagai capital budaya, dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial pemiliknya. Keempat, tanah bermakna sakral, karena pada akhir hayat setiap orang akan kembali kepada tanah.2

Seiring dengan semakin meningkatnya laju pertumbuhan penduduk yang sangat pesat, maka kebutuhan akan tempat tinggal dan tempat untuk melakukan suatu kegiatan ekonomipun semakin meningkat pula. Adanya keterbatasan lahan untuk dijadikan tempat tinggal maupun tempat melakukan satu kegiatan ekonomi ini membuat masyarakat merasa perlu untuk mendapatkan suatu jaminan akan adanya kepastian hukum terhadap hak kepemilikan atas tanah yang mereka miliki.

1Urip Santoso,HukumAgraria dan Hak-Hak Atas Tanah,(Surabaya, Kencana : 2005), hal.10

2Heru Nugroho, Menggugat Kekuasaan Negara, (Surakarta : Muhammadiyah University


(20)

Setiap usaha apapun yang dikembangkan dalam meningkatkan kesejahteraan dibidang ekonomi, kepastian hukum adalah elemen yang tidak dapat dipisahkan dari berjalannya usaha tersebut.3 Sehingga wajar kalau investor yang akan menanamkan modalnya selalu melihat elemen hukum dari bangsa itu. Karena pengusaha tidak mau berusaha tanpa jaminan hukum dalam melindungi usahanya. Oleh karena itu pengusaha dengan kepastian hukum adalah dua sejoli yang tidak dapat dipisahkan dalam mengembangkan usahanya, apalagi usaha itu bergerak dalam pemanfaatan tanah, maka elemen hukum tanah dalam memberikan kesejukan berusaha adalah yang paling utama.

Dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah diberikan penegasan mengenai sejauh mana kekuatan pembuktian yang kuat oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Untuk itu diberikan ketentuan bahwa selama belum dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang dicantumkan dalam sertipikat harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam perubahan hukum sehari-hari maupun dalam sengketa di pengadilan, sepanjang data tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan dan bahwa orang tidak dapat menuntut tanah yang sudah bersertipikat atas nama orang atau badan hukum lain, jika selama 5 (lima) tahun sejak dikeluarkannya sertipikat itu dia tidak mengajukan gugatan pada pengadilan,

3Muhammad Yamin Lubis, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, (Medan : Pustaka


(21)

sedangkan tanah tersebut diperoleh orang atau badan hukum lain tersebut dengan itikad baik dan secara fisik nyata dikuasai olehnya atau oleh orang lain atau badan hukum yang mendapat persetujuannya sebagaimana ketentuan pada pasal 32 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.4

Pendaftaran tanah yang diselenggarakan ini merupakan recht kadaster, yang bertujuan memberikan kepastian hak, yaitu :

1. Untuk memungkinkan orang-orang yang mempunyai tanah dengan mudah membuktikan bahwa dialah yang berhak atas sebidang tanah, apakah hak dipunyainya dan luas tanahnya.

2. Untuk memungkinkan pada siapapun guna mengetahui hal-hal yang ingin diketahui berkenaan dengan sebidang tanah, misalnya calon pembeli, calon kreditur dan sebagainya.

Pengertian Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan Hak Milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.5

4Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, LN Tahun 1999

No. 52 TLN No. 3746 Penjelasan Umum Alinea Ke-9.


(22)

Di samping itu dengan diselenggarakan pendaftaran tanah juga dimaksudkan terciptanya suatu informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah didaftar. Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan.6

Dengan terdaftarnya hak-hak atas tanah atau diberikannya hak-hak atas tanah kepada semua subyek hak juga diberikan wewenang untuk memanfaatkan tanah tersebut sesuai dengan peruntukannya. Dengan demikian akan terciptalah jaminan kepastian hukum bagi subyek hak tersebut dalam kepemilikan dan penggunaan tanah dimaksud.7

Oleh karena begitu pentingnya arti tanah bagi manusia sehingga sering menimbulkan permasalahan hukum tentang status tanah dan hak kepemilikan atas tanah, yang terkadang permasalahan tentang tanah ini harus mendapat penyelesaian secara hukum melalui lembaga peradilan.

6Zaidar, Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia, (Medan : Pustaka Bangsa Pres, 2006),

hal. 164.

7Pasal 19 ayat (1) UUPA dinyatakan bahwa untuk kepastian hukum dilaksanakan pendaftaran

atas tanah diseluruh wilayah Indonesia. Kemudian dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa tujuan pendaftaran tanah selain untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, juga untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.


(23)

Masalah sengketa tanah yang diperiksa dan diadili melalui Pengadilan Negeri cenderung mengalami peningkatan, hal ini mungkin disebabkan nilai dan keperluan tanah yang semakin hari semakin bertambah yang menyebabkan setiap orang dengan segala daya upaya bertahan atas tanah yang dianggap sebagai hak miliknya meskipun sampai berperkara ke pengadilan yang memakan waktu cukup lama.

Upaya untuk mencari penyelesaian sengketa pertanahan, tidak dapat dilepaskan dari upaya untuk memahami berbagai akar permasalahan pertanahan yang sedemikian kompleks dimensinya. Akar permasalahan sengketa pertanahan dalam garis besarnya dapat ditimbulkan oleh hal-hal sebagai berikut :8

1. Konflik kepentingan, yang disebabkan karena adanya persaingan kepentingan yang terkait dengan kepentingan substantive (contoh : hak atas sumber daya agrarian termasuk tanah), kepentingan procedural maupun kepentingan psikologis.

2. Konflik struktural, yang disebabkan antara lain karena : pola perilaku atau interaksi yang destruktif; control pemilikan atau bagian sumber daya yang tidak seimbang; kekuasaan dan kewenangan yang tidak seimbang; serta factor geografis, fisik atau lingkungan yang menghambat kerja sama.

3. Konflik nilai, disebabkan karena perbedaan kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi gagasan atau perilaku; perbedaan gaya hidup, ideologi atau agama/kepercayaan.

4. Konflik hubungan, yang disebabkan karena emosi yang berlebihan persepsi yang keliru, komunikasi yang buruk atau salah; pengulangan perilaku yang negatif.

5. Konflik data, yang disebabkan karena informasi yang tidak lengkap; informasi yang keliru; pendapat yang berbeda tentang hal-hal yang relevan; interpretasi data yang berbeda; dan perbedaan prosedur penilaian (Moore,1996).

8Maria S.W. Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya,


(24)

Salah satu tujuan pentingnya penyelesaian suatu sengketa adalah untuk memperoleh jaminan adanya kepastian hukum bagi seluruh pihak yang terlibat dalam suatu persengketaan. Tujuan akan kepastian hukum itu sendiri akan dapat terpenuhi bila seluruh perangkat atau system hukum itu dapat berjalan dan mendukung tercapainya suatu kepastian hukum, khususnya peranan lembaga-lembaga yang diberi wewenang untuk itu.9

Karena belum terciptanya jaminan kepastian dan perlindungan hukum, akan timbullah gejala penguasaan dan pengusahaan atas bidang-bidang tanah oleh pihak-pihak tertentu yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum, seperti pendudukan atau pengklaiman atas suatu bidang tanah, oleh seseorang/kelompok orang yang belum tentu berhak atas tanah yang bersangkutan, okupasi liar dan tumpang tindih hak serta peruntukan hak atas tanah.10

Tentu terhadap permasalahan pertanahan yang muncul dari keadaan yang disebabkan oleh belum terciptanya kepastian hukum tersebut, maka yang terjadi adalah benturan kepentingan antara para pihak pengguna dan atau penguasa yang merasa berhak atas bidang tanah tertentu yang tidak jarang diikuti dengan kepentingan lain di luar ketentuan hukum, seperti kepentingan politik dan kepentingan lainnya demi mengejar keamanan sesaat di atas tanah. Sebenarnya bukan tanahnya

9

Elza Syarief, Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus Pertanahan,

(Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia : 2012), hal. 371.

10Mhd. Yamin Lubis, Abd Rahim Lubis,Hukum Pendaftaran Tanah(Bandung : Mandar Maju : 2010),


(25)

yang bermasalah tetapi orang yang diatas tanah tersebutlah yang menciptakan masalah tanah, sehingga untuk penanganannya bukan tanah yang perlu diamankan tetapi orangnyalah yang lebih utama diamankan bila diatas tanah mau aman dan bermakna untuk kehidupan manusia dimuka bumi ini.11

Setelah suatu sengketa tanah selesai diperiksa dan disidangkan melalui lembaga peradilan dan menyatakan bahwa seseorang sebagai pemilik yang berhak atas tanah yang menjadi objek sengketa, untuk menyelesaikan agar tanah tersebut kembali utuh kepada pemiliknya yang sah juga sering mendapat hambatan baik dari pihak-pihak yang menguasai tanah ataupun dari lembaga pemerintah atau Instansi yang berwenang mengurus mengenai masalah pertanahan.

Suatu permasalahan atau sengketa tentang tanah yang telah diputus oleh pengadilan dan juga putusannya telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, diperlukan suatu pola atau tata cara penyelesaian yang tersendiri dengan tujuan untuk menghindari hambatan-hambatan yang akan dihadapi dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan. Oleh karena itu eksekusi itu tiada lain daripada tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum secara perdata.


(26)

Eksekusi merupakan satu kesatuan yang tak terpisah dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR/RBg. Bagi setiap orang ingin mengetahui pedoman aturan eksekusi, harus merujuk kedalam aturan perundang-undangan yang diatur dalam HIR/RBg.12

Sering orang berbicara tentang eksekusi, tetapi tidak tahu secara tepat dalam perundang-undangan mana hal itu diatur, akibatnya terjadilah tindakan cara-cara eksekusi yang menyimpang, oleh karena pejabat yang melaksanakannya tidak berpedoman kepada ketentuan perundang-undangan.

Adapun pasal-pasal yang efektif berlaku sebagai pedoman eksekusi adalah Pasal 195 sampai dengan Pasal 208 dan Pasal 224 HIR/Pasal 206 sampai dengan Pasal 240 dan Pasal 258 RBg. Namun disamping pasal-pasal tersebut, masih ada lagi pasal yang mengatur tentang eksekusi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 225 HIR/Pasal 259 RBg. Pasal ini yang mengatur tentang putusan pengadilan yang menghukum Tergugat untuk melakukan suatu “perbuatan tertentu”.

Bertitik tolak dari ketentuan HIR/RBg, bahwa pengertian eksekusi sama dengan pengertian “menjalankan putusan”, artinya dalam menjalankan putusan pengadilan tiada lain dari pada melaksanakan isi putusan pengadilan. Yakni melaksanakan “secara paksa” putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum apabila pihak yang kalah (tereksekusi/pihak tergugat) tidak mau menjalankannya secara sukarela.


(27)

M.Yahya Harahap, mengemukakan bahwa :

Eksekusi atau pelaksanaan putusan adalah tindakan yang dilakukan secara paksa terhadap pihak yang kalah dalam perkara. Maka ditinjau dari segi yuridis, eksekusi menurut hukum acara perdata adalah menjalankan pelaksanaannya secara paksa dengan bantuan kekuatan umum, apabila pihak tergugat (pihak yang kalah) tidak memenuhi Putusan secara sukarela. Cara melaksanakan Putusan (eksekusi) diatur dalam pasal 195 HIR/Pasal 206 RBg serta pasal-pasal berikutnya.13

Djazuli Bachtiar, mengemukakan bahwa “salah satu hambatan yang sering dihadapi oleh orang yang dinyatakan sebagai pemilik tanah yang sah berdasarkan adanya Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap adalah pelaksanaan eksekusi pengosongan atas tanah tersebut jika tanah itu dikuasai dan ditempati oleh pihak lain yang dinyatakan tidak berhak atas tanah tersebut”.14

Dalam pelaksanaan eksekusi ini seringkali mendapat perlawanan dari orang yang menguasai tanah secara melawan hukum tersebut baik perlawanan dengan fisik maupun perlawanan dengan upaya hukum melalui lembaga peradilan yang kesemuanya terkadang bertujuan untuk memperlambat dan menghalang-halangi proses pelaksanaan eksekusi oleh lembaga peradilan.

Ketua Pengadilan harus benar-benar siap dan menguasai masalah-masalah yang terkandung dalam amar putusan yang akan dieksekusi. Begitu juga menguasai prosedur yang akan dan sudah dilewati dalam mempersiapkan eksekusi.

Lamanya Putusan akhir dijatuhkan, mungkin dapat mempengaruhi pelaksanaan eksekusi. Keadaan dilapangan karena sesuatu hal sudah berubah, sehingga tidak lagi sesuai dengan isi Putusan, demikian juga mengenai orang-orang yang bersangkutan dalam eksekusi atau pihak-pihak yang berperkara.

13

M.Yahya harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta,

PT. Gramedia, 1991 ), Hal. 5.

14Djazuli Bachtiar, Eksekusi Putusan Perkara Perdata (Segi Hukum dan Penegakan),


(28)

Dalam beracara di Pengadilan, ada beberapa aturan pokok yang perlu diperhatikan, yaitu :

1. Eksekusi dilakukan atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri di tempat yang dahulu memeriksa dan memutuskan perkara pada tingkat pertama dalam Pasal 195 ayat (1) HIR/Pasal 206 ayat (1) RBg. Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa dan memutus perkara tingkat pertama untuk melimpahkan atau mendelegasikan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri lain, apabila objek eksekusinya (barang tetap) berada di wilayah hukum Pengadilan Negeri lain itu.

2. Kewenangan menjalankan eksekusi atas suatu Putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum hanya diberikan kepada Pengadilan Negeri. Kewenangan ini mengacu sepenuhnya kepada Pasal 195 ayat (1) HIR, dan merupakan suatu pedoman apakah Putusan yang hendak di eksekusi itu merupakan Putusan Banding di Pengadilan Tinggi atau hasil Putusan tingkat Kasasi di Mahkamah Agung.

3. Eksekusi berdasarkan perintah dan dipimpin oleh Ketua Pengadilan Negeri. Ketentuan ini tetap mengacu pada Pasal 195 ayat (1) HIR/Pasal 206 ayat (1) RBg. Berdasarkan ayat tersebut Ketua Pengadilan Negeri diberi wewenang untuk : memerintah eksekusi dan memimpin eksekusi.15


(29)

PT. Kawasan Industri Medan ( Persero) adalah salah satu contoh pemegang Hak Pengelolaan (HPL) untuk Kawasan Industri yang menolak adanya eksekusi diatas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3. Pada mulanya yaitu pada hari Senin tanggal 2 September 1996, dengan Nomor : 630.1/1920/IX/1996 telah terjadi pelepasan Hak atas tanah dihadapan Sadji Surjana, Sarjana Hukum, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Sumatera Utara di Medan antara Drs. H. Sofyan Raz, Direktur Utama PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Tanjung Morawa selaku Pihak Pertama kepada Drs. Papo Hermawan Direktur Utama PT. Kawasan Industri Medan (Persero) yang berkedudukan di Jalan Medan -Belawan Km. 10,5 Medan, selaku Pihak Kedua dimana pihak Pertama melepaskan segala hak yang dipunyai dan atau dapat dijalankan oleh pihak Pertama atas sebidang tanah seluas 314,7525 Ha, dibuat dihadapan Notaris Hj. Siti Asni Pohan, Sarjana Hukum dengan Akta Perjanjian No.1 tanggal 2 September 1996 dan diatas tanah tersebut telah diterbitkan Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 oleh Badan Pertanahan Nasional Pusat pada tahun 1996. Namun pada tahun 1999, sebahagian dari luas lahan tersebut (+ 46,11 Ha) digugat oleh 70 orang Kepala Keluarga, untuk selanjutnya disebut 70 KK, melalui Pengadilan Negeri Lubuk Pakam dengan register No. : 67/Pdt.G/1999/PN-LP, dengan alasan bahwa tanah (± 46,11Ha yang berada diatas HGU No.10/ HPL No. 3) tersebut adalah milik para penggugat. Namun gugatan para penggugat tidak dikabulkan oleh Majelis Hakim maka para penggugat melakukan Banding pada Pengadilan Tinggi Medan dengan register No. 256/PDT/2000/PT-MDN. Namun karena gugatan para penggugat juga tidak dikabulkan oleh Majelis Hakim maka para penggugat tersebut memohonkan Kasasi pada Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan register No. 3011 K/PDT/2001. Dan pada permohonan tingkat Kasasi ini pun gugatan para


(30)

penggugat tidak dikabulkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia. Namun terhadap putusan Kasasi tersebut pihak penggugat yang terdiri dari 70 KK ini mengajukan upaya hukum luar biasa yaitu Permohonan Peninjauan Kembali No. 94 PK/PDT/2004 dengan adanya Nouvum berupa Foto copy Nota Dinas No. Nota/211/IV/1982 tanggal 29 April 1982 dari Aster Laksusda Sumut-Komando Daerah Militer II Bukit Barisan, Foto Copy Surat Camat Medan Deli No. 429/3-MD/1983 tertanggal 26 Maret 1983, FotoCopy Surat Camat Percut Sei Tuan No. 593/002 tertanggal 13 Maret 2002, Foto Copy Kesaksian Baharuddin Ahmad tertanggal 5 Juli 2001, FotoCopy Surat Penjelasan/Keterangan Mengenai Tanah yang terletak di Pasar III (ex PTP-IX Saentis) Kelurahan Mabar tertanggal 7 Agustus 1982, kesemua nouvum ini telah dilegalisir dan aslinya berada ditangan Pemohon Peninjauan Kembali. Dan disini Mahkamah Agung mengabulkan gugatan para penggugat. Maka dengan dikabulkannya gugatan para penggugat ini maka secara hukum membatalkan Putusan Kasasi, Putusan Banding serta Putusan tingkat pertama dan juga menghukum PT. Kawasan Industri Medan (Persero) dan PT. Perkebunan Nusantara- II (Persero) untuk menyerahkan atau mengembalikan areal lahan garapan para penggugat 70 KK”. Putusan Mahkamah Agung ini kemudian menimbulkan masalah hukum. Hukum dimana objek perkara di tingkat Peninjauan Kembali ternyata berbeda dengan objek perkara di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan pada tingkat Kasasi.

Atas putusan Peninjauan Kembali tersebut Para Penggugat (70 Kepala Keluarga) mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam yang kemudian melahirkan Penetapan Eksekusi putusan Peninjauan Kembali (PK) dengan perkara No. 94 PK/PDT/2004, untuk selanjutnya disebut putusan PK.


(31)

Sebagai tindakan lanjutan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam ini melakukan Penetapan Eksekusi No. 06/EKS/2009/67/Pdt.G/1999/PN.LP. Sebelum eksekusi dilakukan, Pengadilan Negeri Lubuk Pakam melakukan konstatering terhadap objek Putusan PK tersebut dan dilapangan ditolak oleh pihak PT. Kawasan Industri Medan (Persero) karena konstatering dilakukan diatas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 sementara dalam pertimbangan hukum Putusan Peninjauan Kembali tersebut menjelaskan Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 bukan merupakan objek sengketa dan batas benteng sungai tidak ditemukan diatas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3, benteng sungai yang ada berjarak + 2.000 meter dari batas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 serta Konstatering dilaksanakan tanpa melibat pihak BPN padahal lahan yang akan diukur sangat luas dan penunjukan batas-batas hanya dilakukan oleh satu orang dari 70 Kepala Keluarga Pemohon Peninjauan Kembali.

Menurut PT. Kawasan Industri Medan (Persero) pelaksanaan konstatering pada saat itu gagal dilakukan ataupun ditunda sampai dengan diturutsertakannya pihak dari Instansi BPN dalam pelaksanaan konstatering dimaksud, namun Pengadilan Negeri Lubuk Pakam tetap mengeluarkan Berita Acara Pemeriksaan/Pengukuran (Konstatering) Perkara Nomor : 06/EKS/2009/67/ Pdt.G/1999/PN.LP seakan-akan Konstatering telah dilakukan.

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu melakukan penelitian tentang pelaksanaan eksekusi diatas areal lahan Hak Pengelolaan (HPL) N0. 3 milik PT. Kawasan Industri medan (Persero) yang dituangkan dalam tesis yaitu “ Pelaksanaan Eksekusi Diatas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 Milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero) (Studi Kasus Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004)”.


(32)

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah pertimbangan hakim dalam memutus perkara pada Putusan PK No. 94/PK/PDT/2004 telah sesuai dengan hukum materiil?

2. Bagaimana pelaksanaan eksekusi putusan PK N0. 94 PK/PDT/2004?

3. Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh PT. Kawasan Industri Medan (Persero) selaku pemegang Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 terhadap Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apakah pertimbangan hakim dalam memutus perkara pada Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004 telah sesuai dengan hukum materiil?

2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan eksekusi Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004.

3. Untuk mengetahui bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh PT. Kawasan Industri Medan (Persero) selaku pemegang Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 terhadap Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004?

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran dibidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, terutama mengenai Pelaksanaan Eksekusi Diatas Hak Pengelolaan (HPL) N0. 3 Milik PT.


(33)

Kawasan Industri Medan (Persero) (Studi Kasus Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004).

2. Secara Praktis

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan jalan keluar yang akurat terhadap permasalahan yang akan diteliti dan disamping itu hasil penelitian ini dapat mengungkapkan teori baru serta pengembangan teori-teori yang sudah ada.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan baik perpustakaan pusat maupun yang ada di Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, ternyata belum ditemukan judul mengenai Pelaksanaan Eksekusi Diatas Hak Pengelolan (HPL) No. 3 Milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero) (Studi Kasus Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004). Ada beberapa tesis atau penelitian dilakukan oleh Mahasiswa Pasca Sarjana tentang eksekusi antara lain :

1. Problematika Yang Terjadi Dalam Mewujudkan Perlindungan dan Kepastian Hukum Terhadap Pemegang Hak Atas Tanah (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Batam), oleh : Romelda P. Simamora (087011096), Mahasiswi Magister Kenotariatan USU.

Permasalahannya :

a. Bagaimana problematika yang terjadi dalam Pendaftaran Tanah di Kota Batam?


(34)

b. Bagaimana upaya Pemerintah Kota Batam dalam mewujudkan perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanahnya?

c. Bagaimana eksistensi PP No. 24 Tahun 1997 untuk mewujudkan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah?

Kesimpulannya :

a. Bahwa problematika pertanahan di kota Batam disebabkan oleh kewenangan hak pengelolaan yang dimiliki Otorita Batam berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1993 tentang Daerah Industri Pulau Batam untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Batam, dimana adanya penerapan prinsip KISS (Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi dan Simplikasi) dalam penyelenggaraan pemerintahan Kota Batam serta ketidaksinkronan data dan peraturan-peraturan yang berlaku antara Otorita batam dengan lembaga pemerintahan Kota Batam yakni Dinas Kehutanan Kota Batam, BPN Kota Batam dan Pemerintah Kota Batam akan status lahan yang ada di kota Batam sehingga terjadi tumpang tindih akibat gesekan dan benturan di lapangan dalam menerapkan kewenangan masin-masing institusi.

b. Bahwa upaya yang dilakukan pemerintah Kota Batam dalam rangka mewujudkan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegang sertifikat berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di daerah Industri Pulau


(35)

Batam, demikian juga dalam Keputusan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 9-VIII-1993 tentang Pengelolaan dan Pengurusan Tanah di Daerah Industri Pulau Rempang, Pulau Galang dan pulau-pulau lain disekitarnya yakni dengan adanya pemberian ganti rugi dari pemegang hak pengelolan terhadap masyarakat. Dan persoalan sertifikat yang telah terbit diatas kawasan hutan lindung, BPN Kota Batam hanya mengeluarkan surat pernyataan yang menyatakan bahwa sertifikat yang telah diterbitkan tersebut adalah sah dan bersifat sebagai alat pembuktian yang kuat, dan untuk kedepannya persoalan ini tidak akan terjadi dengan peningkatan kinerja yang maksimal dengan melakukan penolakan terhadap persyaratan yang tidak lengkap dan memeriksa secara mendetail tentang kebenaran materil dan fisik dan data yuridis sampai kepada penelusuran aspek kesejarahan terhadap objek tersebut untuk menciptakan kepastian hukum, dengan sasaran untuk mencapai perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah sesuai dengan tujuan pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA dan PP No. 24 tahun 1997.

c. Bahwa eksistensi sertifikat sebagai alat bukti yang sangat kuat (mutlak) sebagaimana disebutkan dalam Pasal 32 ayat 2 PP Nomor 24 Tahun 1997 pada kenyataannya belum terwujud, terdaftarnya bagian tanah tersebut sebenarnya tidak semata-mata akan terwujudnya jaminan keamanan akan kepemilikannya dalam menuju kepastian hukum. Disatu sisi pasal ini mempunyai keinginan untuk memberikan kepastian hukum bagi pemilik tanah yang sudah bersertifikat, tetapi di sisi lain juga tidak mempunyai keyakinan


(36)

atas kebenaran data fisik maupun data yuridis yang digunakan untuk melakukan pendaftaran tanah hingga terbitnya sertifikat. Apabila pasal ini benar-benar dapat diterapkan dengan catatan masyarakat mengetahui aturan ini, dan memperoleh sertifikat sebagai alat bukti haknya agar di kemudian hari tidak diganggu gugat oleh pihak lain maka kepastian akan pendaftaran tanah di Indonesia aka terwujud dengan baik.

2. Perlindungan Hukum Pembeli Hak Atas Tanah Berdasarkan Alas Hak Yang Berasal Dari Surat Keterangan Camat (Analisa Kasus PTUN No.72/G.TUN/2005/PTUN-MDN), oleh : Hafni Cholida Nasution (107011015).Mahasiswi Magister Kenotariatan USU.

Permasalahannya :

a. Bagaimana kekuatan pembuktian Surat Keterangan Camat sebagai alas hak kepemilikan atas tanah?

b. Bagaimana keabsahan jual beli tanah yang disertai dengan dokumen yang lengkap dan memenuhi persyaratan materiil menurut ketentuan peraturan perundang-undangan tetapi kemudian terbukti dalam proses pengalihan haknya dilakukan secara melawan hukum?

c. Bagaimana perlindungan hukum bagi pembeli hak atas tanah berdasarkan alas hak yang berasal dari Surat Keterangan Camat?

Kesimpulannya :

a. Kekuatan pembuktian Surat Keterangan Camat sebagai alas kepemilikan atas tanah bisa saja mengalahkan sertipikat karena dasar dari sertipikat adalah syarat-syarat yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Walaupun


(37)

Surat Keterangan Tanah merupakan alat bukti tertulis dibawah tangan yang kekuatan pembuktiannya tidak sekuat akta otentik, namun karena Surat Keterangan Tanah tersebut merupakan surat-surat yang dikategorikan alas hak atau data yuridis atas tanah yang dijadikan syarat kelengkapan persyaratan permohonan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan, maka Surat Keterangan Tanah tersebut merupakan dokumen yang sangat penting dalam proses penerbitan sertipikat hak atas tanah.

b. Keabsahan jual beli tanah yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum dalam proses pendaftaran tanah yang terjadi pada pendaftaran tanah pertama kali atau pendaftaran perubahan data melalui pemindahan hak sebelum sampai kepada pemegang hak atas tanah yang terakhir karena adanya perbuatan melawan hukum dalam riwayat kepemilikan tanah yang dijadikan alas hak dalam proses pendaftaran tanah yang terjadi pada pendaftaran tanah pertama kali sebelum sampai kepada pemegang hak atas tanah yang terakhir, bukti kepemilikan sejak adanya perbuatan melawan hukum adalah batal demi hukum termasuk pendaftaran pemindahan hak atas tanah yang dilakukan secara sah.

c. Perlindungan hukum bagi pembeli hak atas tanah berdasarkan alas hak yang berasal dari Surat Keterangan Camat yaitu apabila timbul gugatan dari pihak ketiga, maka pembeli tanah yang digugat masih berkesempatan untuk mempertahankan kepemilikannya melalui perlawanan hukum di Pengadilan. Oleh karena itu sebagai pembeli yang beritikad baik maka apabila terjadi


(38)

pembatalan dan pencabutan sertipikat hak milik yang mengakibatkan kerugian, maka pembeli yang beritikad baik tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri setempat mengenai ganti rugi sehubungan dengan eksekusi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara.

3. Hambatan-Hambatan Eksekusi Putusan Pengadilan Dalam Kasus Tanah Berikut Bangunan Diatasnya (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan), oleh : Tiur Ivo Hutabarat (017011064) Mahasiswi Magister Kenotariatan USU.

Permasalahannya :

a. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab meningkatnya kasus eksekusi tanah beserta berikut bangunan diatasnya yang disidangkan di Pengadilan Negeri Medan?

b. Hambatan-hambatan apa yang dihadapi Pengadilan Negeri Medan dalam melaksanakan eksekusi yang telah berkekuatan hukum tetap dalam kasus tanah dan bangunan?

Kesimpulannya :

a. Faktor-faktor penyebab meningkatnya kasus eksekusi tanah beserta berikut bangunan diatasnya yang disidangkan di pengadilan negeri Medan, adalah : - Adanya penyimpangan hukum terhadap penetapan pelaksanaan eksekusi. - Tidak terjangkaunya biaya eksekusi yang terlalu tinggi (tergantung kualitas


(39)

- Adanya campur tangan (intervensi) dari atasan, misalnya kebijakan pengadilan yang lebih tinggi mempengaruhi adanya penetapan pelaksanaan putusan yang lebih rendah.

b. Hambatan-hambatan yang dihadapi Pengadilan Negeri Medan dalam melaksanakan eksekusi tanah beserta bangunan diatasnya terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, adalah :

- Adanya penundaan dan keterlambatan dalam pelaksanaan eksekusi.

- Biaya dalam proses pelaksanaan eksekusi terlalu besar yang harus dikeluarkan oleh eksekutan.

- Tidak adanya koordinasi/kerjasama dalam pelaksanaan eksekusi dilapangan (Polisi, Militer dan Camat/Kelurahan serta Pemuda setempat/OKP).

- Adanya perbedaan pendapat tentang batas tanah dan bangunan, artinya ukuran tanah tidak cocok yang tertulis dalam putusan dengan kemyataan yang ada.

4. Eksekusi Dibawah Tangan Objek Jaminan Fidusia Atas Kredit Macet Kepemilikan Mobil Di Lembaga Keuangan Non-Bank PT.Batavia Prosperindo Finance Cabang Medan, oleh Leni Marlina (087011063) Mahasiswa Magister Kenotariatan USU.

Permasalahannya :

a. Faktor-faktor apa yang menyebabkan eksekusi objek jaminan fidusia pada lembaga pembiayaan konsumen?


(40)

b. Hambatan dan upaya apa saja yang dilakukan dalam penarikan objek jaminan fidusia atas kredit macet?

c. Bagaimana prosedur eksekusi dibawah tangan objek jaminan fidusia atas kredit macet kepemilikan mobil?

Kesimpulannya :

a. Faktor-faktor penyebab eksekusi pada jaminan fidusia pada lembaga pembiayaan adalah adanya cidera janji sebagaimana diatur dalam KUH Perdata pasal 1234 KUH Perdata unsur-unsurnya antara lain lalai memenuhi perjanjian, tidak memenuhi prestasi dalam jangka waktu yang telah ditentukan, dalam perjanjian telah diatur secara rinci mengenai hal-hal yang berkenaan dengan wanprestasi. Kemudian pada Pasal 11 dalam isi perjanjian Kredit pada PT. Batavia Prosperindo Finance yang mengatur tentang kelalaian dan pengakhiran Perjanjian.

b. Adapun hambatan dan upaya yang dilakukan dalam penarikan barang jaminan yaitu : barang jaminan di jual, barang jaminan di gadai, penerima fasilitas tidak mampu lagi, pendapatan bulanan penerima jaminan tidak pasti, penerima fasilitas hanya atas nama, kurangnya pemahaman penerima fasilitas atas Perjanjian Pembiayaan Konsumen. Upaya yang dilakukan adalah menawarkan kebijakan, mendatangi rumah debitur, mengawasi rumah debitur, melibatkan informan tetap, pelaporan pada pihak kepolisian.

c. Prosedur eksekusi dibawah tangan objek jaminan fidusia atas kredit macet kepemilikan mobil. Prosedur yang dilakukan oleh PT. Batavia Prosperindo Finance adalah penjualan dibawah tangan seperti jual beli biasa namun


(41)

pelaksanaannya tidak mengikuti seluruh ketentuan formal menurut Pasal 29 Undang-undang Jaminan Fidusia terutama dalam hal ini ketentuan mengenai pengumuman pada surat kabar yang beredar di Medan.

Oleh karena itu, dengan berkeyakinan bahwa judul tesis ini dan permasalahan yang diajukan belum pernah diteliti dan dibahas, sehingga dapat dikatakan asli. F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka teori

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofinya yang tertinggi.16 Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita merekonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas.17

Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan. Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut :18

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam fakta; b. Teori sangat berguna dalam klasifikasi fakta ;

c. Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang diuji kebenarannya.

Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis

16Satjipto Raharjo,Ilmu Hukum,(Bandung : PT.Citra Aditya Bakti : 1991), hal. 254. 17Satjipto Raharjo,Op.cit.hal. 253.


(42)

yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut. Adapun kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum.

Teori kepastian hukum merupakan salah satu penganut aliran positivisme yang lebih melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom atau hukum dalam bentuk peraturan tertulis. Artinya, karena hukum itu otonom sehingga tujuan hukum semata-mata untuk kepastian hukum dalam melegalkan kepastian hak dan kewajiban seseorang. Van Kant berpendapat bahwa tujuan hukum adalah menjaga setiap kepentingan manusia agar tidak diganggu dan terjamin kepastiannya.19

Berdasarkan hal tersebut maka kerangka teori dapat diartikan sebagai kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, tesis yang diteliti ini mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem), yang merupakan masukan eksternal dalam penelitian ini.20

Kerangka teori yang dijadikan sebagai fisio analisis dalam penelitian ini adalah kepastian hukum, yakni teori yang menjelaskan bahwa suatu pendaftaran tanah harus mempunyai kekuatan hukum yang pasti dengan segala akibatnya dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum. Tugas kaidah-kaidah hukum tersebut, masyarakat sungguh-sungguh menyadari bahwa bersama akan tertib apabila terwujud kepastian dalam hubungan antara sesama manusia,21sehingga pada saat muncul suatu

19

Jonatan Sarwono,Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif, (Yogyakarta : Graha Ilmu : 2006), hal. 74.

20M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian(Bandung : CV. Mandar maju : 1994) 21Sudarsono,Pengantar Ilmu Hukum(Jakarta : Rineka Cipta : 1995), hal. 49-50.


(43)

permasalahan hukum yang berujung pada pelaksanaan putusan ekesekusi maka pelaksanaan ekesekusi tersebut dapat dijalankan tanpa mencederai rasa keadilan bagi para pihak yang berperkara.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsepsi diterjemahkan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.22

Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu.23

Adapun yang menjadi kerangka konsepsi dalam penelitian ini adalah :

1. Perlindungan Hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif , baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, kepastian, ketertiban, kemanfaatan dan kedamaian.

22Samadi Suryabrata,Metodologi Penelitian,(Jakarta : Raja Grafindo Persada : 1998), hal. 31. 23Burhan Ashshofa,Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta : 1996), hal. 19.


(44)

2. Kawasan Industri adalah Kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan saran dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri.

3. Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut.

4. Eksekusi adalah pelaksanaan putusan yang dilakukan oleh badan peradilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara.

5. Hak Pengelolaan (HPL) adalah Hak menguasai dari negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada Daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan pemerintah.

6. Alas Hak adalah dasar hak menguasai seseorang terhadap suatu bidang tanah. G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Metode Penelitian adalah suatu metode cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Metode adalah pedoman cara seorang ilmuan mempelajari dan memahami lingkungan-lingkungan


(45)

yang dipahami.24 Sedangkan penelitian adalah suatu cara yang didasarkan pada metode sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk memecahkan suatu masalah yang bersifat ilmiah.

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, maka sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah menggambarkan semua gejala dan fakta dilapangan serta mengaitkan dan menganalisa semua gejala dan fakta tersebut dengan permasalahan yang ada dalam penelitian dan kemudian disesuaikan dengan keadaan dilapangan. Dalam hal ini diarahkan menelaah dan menjelaskan serta menganalisa teori hukum yang bersifat umum dan peraturan perundang-undangan dan peraturan-peraturan lainnya yang berlaku mengenai pemegang hak atas tanah dalam hal Hak Pengelolaan (HPL) sehingga diharapkan dapat diperoleh penjelasan tentang Pelaksanaan Eksekusi Di atas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 Milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero) (Studi Kasus Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004).

Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian hukum normatif, yaitu meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma.25

Metode pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normative, yaitu penelitian hukum doktriner yang mengacu kepada norma-norma hukum,26 yang terdapat hukum pendaftaran tanah maka penelitian ini menekankan pada sumber-sumber bahan

24Soerjono Soekanto,Op.Cit(Jakarta : UI Press : 1986). 25

Mukti Fajar dan yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar : 2010 ), Hal 34.

26Bambang Waluyo,Metode Penelitian Hukum,(Semarang : PT. Ghalia Indonesia : 1996),


(46)

sekunder, baik berupa peraturan-peraturan maupun teori-teori hukum, disamping menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku dimasyarakat, sehingga ditemukan suatu asas-asas hukum yang berupa dogma atau doktrin hukum yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang dibahas,27 yang dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini, yaitu mengenai Pelaksanaan Eksekusi diatas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero). Disamping itu penelitian ini didukung dengan penelitian hukum sosiologis yang dibutuhkan untuk mengamati bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi ketika system norma tersebut bekerja dalam masyarakat,28 yaitu penerapan kaidah-kaidah hukum dalam pelaksanaan eksekusi di atas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero) . 2. Bahan Hukum Penelitian

1) Bahan Hukum Primer

Yaitu bahan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang-undangan terdiri dari :

a). Undang-undang Dasar 1945 b). KUH Perdata

c). HIR (Herziene Inlandsch Reglement)

d). RBg (Rechtsreglement Voor De Bintengewesten)

27Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

(Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada : 1995), hal. 13.


(47)

e). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

f). Undang-undang No. 86 Tahun 1958 Tentang Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda

g). Undang-undang Darurat No. 8 Tahun 1954 Tentang Penyelesaian Soal Pemakaian Tanah Perkebunan Oleh Rakyat

h). Undang-undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman i). Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1974 jo. Nomor 1 Tahun 1977

tentang Hak Pengelolaan

j). Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2010 Tentang Kawasan Industri 2).Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan hukum yang tidak mengikat yang memberikan penjelasan yang ada hubungannya dengan masalah hukum acara perdata dan bahan yang mendukung, menunjang bahan hukum primer yang meliputi literature dan jurnal hukum tentang Pelaksaan Eksekusi Diatas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 Milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero) (Studi Kasus Putusan PK No. 94/PK/PDT/2004).

3). Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun pejelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya : kamus hukum, Kamus Bahasa Indonesia.


(48)

3. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan studi dokumen yaitu dengan melakukan inventarisasi dan sistematisasi literature yang berkaitan dengan Pelaksanaan Eksekusi Diatas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 Milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero) (Studi Kasus Putusan PK No. 94/PK/PDT/2004).

4. Metode Analisis Data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang akan diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realita atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).29

Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan uraian dasar.30 Sedangkan metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.31

Dalam penelitian ini analisis data dilakukan secara kualitatif dengan mengumpulkan data sekunder, selanjutnya dilakukan pengelompokan dan penyusunan data secara berurutan dan sistematis, kemudian data yang telah disusun tersebut dianalisis secara kualitatif dengan metode deskriptif analisis sehingga dapat

29

Burhan Bungin,Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologi Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada : 2003), hal. 53.

30Lexy J. Moleong,Metode Kualitatif,( Bandung : Remaja Rosdakarya : 2004), hal. 103. 31Ibid,hal,3.


(49)

diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang Pelaksanaan Eksekusi Diatas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 Milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero) (Studi kasus Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004).

Selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yaitu cara berfikir yang dimulai dari hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus, untuk menjawab seluruh permasalahan yang telah dirumuskan.


(50)

BAB II

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA PADA PUTUSAN PK NO. 94 PK/PDT/2004

A. Posisi Kasus

Dalam perkara pada tingkat Peninjauan kembali Nomor 94/PK/PDT/2004, yang menjadi Penggugat adalah Tugimin dan kawan-kawan (70 Kepala Keluarga), sedangkan yang menjadi Tergugat dalam perkara ini adalah PT. Kawasan Industri Medan (Persero).

Pada mulanya Tugimin dan kawan-kawan mengkleim bahwa lahan mereka yang seluas ± 46,11 Ha berada di dalam wilayah areal Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero). Yang mana lahan tersebut berasal dari Perkebunan milik Bangsa Belanda yang telah bangkrut, kemudian lahan tersebut dibagi-bagi oleh mandornya kepada para mantan buruh perkebunan itu.

Dalam mengajukan gugatan perkara ke Pengadilan Negeri Lubuk pakam Pihak tergugat terdiri dari 70 Kepala keluarga, yang terdiri dari :

Tugimin, Maisarah, Sanding, Kasdi, Sugiono, Tumini, Mulaseh, Ngadimin Supono, Samin, Painem, Temon, Poniem, Sudjono, Amat, Parsi, Rajimin, Legiran, Loso, Kasmin, Tukidi, Abdul Manaf, Kasta Redjo, Tudjo, Pairun, Amin, Ari, Sumarman, Kamidjan, Rahmat, Senen, Rasidi, Saiman, Bontrak, Ngasimun, Darto, Homsiah, Saten, Suwono, Minem, Selamet, Paimin, Senen Hadi, Sarijo, Mariman, Maridi, Tumi, Sami’an, Subartono,S, Sutomario, Sariman Sahib, Paeran, Drs.Sri Mulyani, Umar Said, Sarino, Yahman, Abdul Karim, Legiman, M. Musni, Wir,


(51)

Terisno, Kadio, Malem, Kadi, Simin, Trosumito, Kromo Sardi, karso Sentono, Trimo, Karto. Para tergugat ini kemudian diwakilkan oleh Tugimin.

Namun dalam rangka Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan bangsa Belanda berdasarkan Undang-Undang No. 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda , Peraturan Pemerintah masing-masing No. 2 Tahun 1959 dan No. 4 Tahun 1959, Pemerintah mengambil alih perusahaan perkebunan Bangsa Belanda. Kemudian dengan Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK. 24/HGU/1965 tanggal 10 Juni 1965 Pemerintah memberikan HGU seluas + 59.000 Ha kepada PTPN II eks PTP-IX d/h PPN. Tembakau Deli.

Kemudian pada hari Senin tanggal 2 September 1996, dengan Nomor : 630.1/1920/IX/1996 dilakukan pelepasan Hak atas tanah dihadapan Sadji Surjana, Sarjana Hukum, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Sumatera Utara di Medan antara Drs. H. Sofyan Raz, Direktur Utama PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Tanjung Morawa selaku Pihak Pertama kepada Drs. Papo Hermawan Direktur Utama PT. Kawasan Industri Medan (Persero) yang berkedudukan di Jalan Medan -Belawan Km. 10,5 Medan, selaku Pihak Kedua dimana pihak Pertama melepaskan segala hak yang dipunyai dan atau dapat dijalankan oleh pihak Pertama atas sebidang tanah seluas + 314,7525 Ha, dibuat dihadapan Notaris Hj. Siti Asni Pohan, Sarjana Hukum dengan Akta Perjanjian No.1 tanggal 2 September 1996 dan diatas tanah tersebut telah diterbitkan Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 oleh Badan Pertanahan Nasional Pusat pada tahun 1996.


(52)

PT. Kawasan Industri Medan (Persero) adalah salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara dengan bidang usaha Jasa Pengelolaan Kawasan Industri. Kawasan ini didirikan pada tanggal 7 Oktober 1988, dengan komposisi saham terdiri dari :

1. Pemerintah Propinsi Sumatera Utara 30% 2. Pemerintah Kota Medan 10%

3. Pemerintah Pusat Republik Indonesia 60%.

Bersama dengan pemerintah, baik pusat maupun daerah, kawasan ini tetap berupaya memajukan roda perekonomian Sumatera Utara, dengan memberi dukungan sepenuhnya bagi pertumbuhan industri di Sumatera Utara melalui Kawasan Industri Medan.

Visi perusahaannya yaitu :

- Menjadi kawasan industri yang berwawasan lingkungan dan penyedia sarana dan prasarana bisnis yang dapat meningkatkan nilai bagi Shareholders dan Stakeholder lainnya.

Misi perusahaannya yaitu :

a. Menyediakan sarana dan prasarana pendukung yang berwawasan lingkungan. b. Mengembangkan berbagai fasilitas bisnis yang dibutuhkan dunia usaha dan

investor.

c. Meningkatkan sumber daya manusia yang mampu memberikan layanan prima. Dengan luas area terdiri dari :


(53)

a. Kawasan Industri tahap I luas : 1.140.900,45 M2 b. Kawasan Industri tahap II luas : 4.510.889,69 M2 c. Kawasan industri tahap III luas : 1.000.000,00 M2 d. Kawasan Industri Tahap IV luas: 2.000.000,00 M2 e. Kawasan Industri Tahap V luas : 5.000.000,00 M2

Bidang dan kegiatan usaha yang dijalankan oleh PT. Kawasan Industri Medan (Persero) adalah sebagai berikut :

a. Pembebasan dan pematangan lahan untuk kaveling industri; b. Penjualan kaveling industri;

c. Penyewaan bangunan pabrik siap pakai; d. Penyewaan ruang kantor;

e. Jasa pengelolaan dan pemeliharaan kawasan; f. Jasa pengelolaan air limbah;

g. Jasa pengelolaan air bersih.

Sarana dan prasarana yang disediakan oleh PT. Kawasan Industri Medan (Persero) ini ditujukan untuk memberikan fasilitas yang baik dan lengkap demi terselenggaranya kegiatan dari masing-masing perusahaan yang beroperasi di Kawasan Industri Medan tersebut.

Kawasan Industri Medan terletak di Propinsi sumatera Utara. Tepatnya disebelah Utara Kota Medan dan menjadi lokasi yang sangat strategis, karena


(54)

berdekatan dengan infrastruktur pelabuhan laut bagi keluar dan masuknya berbagai produk industri. Hanya dengan jarak ± 15 Km dan jarak tempuh ± 10 menit ke Pelabuhan Belawan dapat dicapai melalui jalan Tol Belmera.

Ada banyak investor yang melakukan akitifitasnya di Kawasan Industri Medan tersebut. Berdasarkan data yang ada saat ini ada sekitar 335 perusahaan menjalankan bisnisnya di areal kawasan Industri Medan, yaitu Perusahaan Modal Dalam Negeri ada 303 perusahaan, Perusahaan Modal Asing ada 32 perusahaan, dengan jumlah tenaga kerja sebanyak + 35.000 pekerja.

Dalam menjalankan kegiatan usahanya PT. Kawasan Industri Medan (Persero) mengacu pada Peraturan pemerintah No. 24 Tahun 2010 tentang Kawasan Industri.

Dalam Pasal 1 PP No. 24 Tahun 2010 disebutkan tentang pengertian Kawasan Industri, yaitu :

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan Industri.

2. Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan


(55)

dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri.

3. Perusahaan Kawasan Industri adalah perusahaan yang mengusahakan pengembangan dan pengelolaan Kawasan Industri.

4. Perusahaan Industri adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang usaha Industri di wilayah Indonesia.

5. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan Industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6. Tata Tertib Kawasan Industri adalah peraturan yang ditetapkan oleh Perusahaan Kawasan Industri, yang mengatur hak dan kewajiban Perusahaan Kawasan Industri, perusahaan pengelola Kawasan Industri, dan Perusahaan Industri dalam pengelolaan dan pemanfaatan Kawasan Industri.

7. Tim Nasional Kawasan Industri selanjutnya disingkat Timnas-KI adalah tim yang dibentuk oleh Menteri dengan tugas membantu dalam pelaksanaan kebijakan pengembangan dan pengelolaan Kawasan Industri.

8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), Hak Pengelolaan (HPL) tidak disebutkan secara eksplisit,


(56)

baik dalam Dictum, Batang tubuh maupun Penjelasannya. Namun secara implisit, pengertian itu diturunkan dari Pasal 2 Ayat (4) UUPA yang berbunyi sebagai berikut :32

“Hak menguasai dari negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada Daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekadar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah”.

Lebih lanjut, dalam Penjelasan Umum II (2) UUPA disebut bahwa :

“Dengan berpedoman pada tujuan yang disebutkan diatas Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, atau hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada suatu Badan Penguasa (Departemen, Jawatan, atau Daerah Swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugas masing-masing ( Pasal 2 Ayat (4))”33

“Bertitik tolak dari Penjelasan Umum II (2) diatas, maka dapt disimpulkan bahwa landasan hukum dari hak pengelolaan didalam Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, telah disinggung oleh Penjelasan Umum Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tersebut. Namun Hukum Materiilnya berada diluar Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960”.34

Kalau kita melihat isi dari Penjelasan Umun II (2) UUPA diatas dapat disimpulkan bahwa setiap orang/badan hukum dapat mengajukan usulan untuk menerima hak pengelolaan atas tanah yang diajukan kepada negara dari negara atas peruntukan tanah yang dimaksud sesuai dengan keperluan dan peruntukannya.

Awal mula konsep HPL diperkenalkan dalam PP No 8/1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara, tepatnya ditetapkan pada tanggal 24 Januari 1953.

32

Maria S.W. Sumardjono,Op.Cit, hal. 199.

33Ibid, hal. 199.

34R. Atang Ranoemiharjda,Perkembangan Hukum Agraria Indonesia, (Bandung : Tarsito : 1984),


(57)

Kemudian Hak Penguasaan Tanah ini diperbaharui lagi dalam Peraturan Menteri Agraria (PMA) No. 9/1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-Ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya.

“Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tersebut menyatakan bahwa jika tanah negara yang dimaksud dalam Pasal 1, selain dipergunakan untuk kepentingan instansi-instansi itu sendiri, dimaksudkan juga untuk dapat diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka hak penguasaan tersebut diatas konversi menjadi hak pengelolaan yang dimaksud dalam Pasal 5a dan 6, berlangsung selama tanah tersebut dipergunakan untuk keperluan itu oleh instansi yang bersangkutan”.35

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa pihak ketiga dapat memanfaatkan lahan yang dikelola oleh suatu badan atau instansi yang telah ditunjuk untuk menerima hak pengelolaan yang dimaksud dengan memenuhi syarat-sayarat yang ditentukan oleh pihak pengelola lahan.

Apabila tanah negara yang diberikan kepada suatu instansi tertentu, hanya dipergunakan untuk pelaksanaan tugasnya tanpa diberikan kepada pihak ketiga dengan sesuatu hak, maka oleh Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 dikonversi menjadi hak pakai.

”Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 ini dengan jelas menyatakan bahwa hak penguasaan atas tanah negara sebagai dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953, yang diberikan kepada departemen-departemen, direktorat-direktorat dan daerah-daerah swatantra sebelum berlakunya

35Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia. Himpunan Peraturan-peraturan Hukum Tanah,


(58)

peraturan ini sepanjang tanah-tanah tersebut hanya dipergunakan untuk kepentingan instansi-instansi itu sendiri dikonversi menjadi hak pakai, sebagai dimaksud dalam Undang-undang Pokok Agraria, yang berlangsung selama tanah tersebut dipergunakan untuk keperluan itu oleh instansi yang bersangkutan”.36

Hak Pakai seperti itu A.P. Parlindungan menyebutnya dengan istilah Hak Pakai Khusus. Dalam hubungan ini A.P. Parlindungan juga menyatakan bahwa jika hanya dipergunakan untuk kepentingan instansi atau lembaga itu saja , maka hak itu diberikan dengan hak pakai. Tetapi jika akan dipergunakan untuk orang ketiga, maka hak itu disebut dengan hak pengelolaan.

Hal ini sejalan pula dengan Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tersebut, yakni :

“Apabila tanah-tanah negara yang dimaksud dalam Pasal 4 diatas, selain dipergunakan oleh instansi-instansi itu sendiri, juga dimaksudkan untuk diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka oleh Menteri Agraria tanah-tanah tersebut akan diberikan dengan hak pengelolaan”.37

Berdasarkan pendapat para ahli agraria diatas dapatlah kita simpulkan bahwa pemberian hak atas tanah jika hanya dimanfaatkan oleh instansi atau lembaga itu sendiri maka hak yang diberikan adalah hak pakai. Akan tetapi jika hak atas tanah tersebut diperuntukkan dan dimanfaatkan oleh pihak ketiga maka hak yang diberikan adalah hak pengelolaan. Pemberian hak pengelolaan kepada pihak ketiga ini dikeluarkan oleh Pejabat Badan Pertanahan Nasional yang berwenang, atas usulan

36Boedi Harsono,Op.Cit, hal.129. 37Ibid, hal 129.


(59)

dari pemegang hak pengelolaan yang bersangkutan. Hak pengelolaan didaftar dan diterbitkan sertifikat sebagai tanda bukti haknya.

Istilah “hak pengelolaan” kembali disebut oleh Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966 Tentang Pendaftaran Hak Pakai dan Hak Pengelolaan. Hak Pengelolaan kembali disebut lagi oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 pada Pasal 12. Hak pengelolaan ini kemudian dipertegas keberadaannya oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973 Tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah. Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973 ini dengan jelas menyebutkan hak pengelolaan sebagai satu jenis diantara jenis-jenis hak atas tanah sebagaimana yang telah disebut oleh Pasal 12 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972. Selanjutnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974. Tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah untuk Keperluan Perusahaan, juga menyebut hak pengelolaan pada Pasal 2 ayat (1) huruf (a).38

Kemudian diperbaharui lagi dengan munculnya Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Hak Pengelolaan dan Pendaftarannya (Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-bagian Tanah), untuk selanjutnya disebut Permendagri No.1/1977.

38Ramli Zein, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA, (Jakarta : Rineka Cipta : 1995),


(60)

Dibandingkan dengan PMA No.9/1965, disatu pihak Permendagri No. 1/1977 lebih rinci dalam mengatur persyaratan pemberian hak atas tanah di atas HPL yakni mewajibkan perjanjian tertulis antara pemegang HPL dengan pihak ketiga sebagai dasar hubungan hukum antara kedua belah pihak. Demikian juga disebutkan tentang penguasaan tanah HPL setelah berakhirnya hak atas tanah pihak ketiga. Namun di lain pihak, dalam PMA no. 9/1965 luas tanah yang diberikan kepada pihak ketiga dibatasi dan pemberian hak kepada pihak ketiga hanya satu kali oleh pemegang HPL. Perubahan, perpanjangan dan penggantian selanjutnya dilakukan oleh instansi agraria (sekarang BPN). Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1/1977, luas tanah yang diberikan kepada pihak ketiga tidak dibatasi dan pemberian hak maupun perpanjangannya dilakukan oleh instansi agraria (sekarang BPN).39

Adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1/1977 tentang Hak Pengelolaan dan Pendaftarannya ini memberikan keleluasaan, baik kepada pihak pengelola maupun kepada pihak ketiga. Seperti yang disebutkan diatas yaitu dalam hal membuat perjanjian antara kedua belah pihak harus dilakukan secara tertulis sehingga menjamin adanya jaminan kepastian hukum untuk keduanya. Kemudian tentang masa penguasaan tanah oleh pihak ketiga tidak hanya dibatasi satu kali akan tetapi masih dapat diperpanjang hak pengelolaan lahannya dan ini telah diatur pula dalam peraturan yang dibuat oleh pemegang HPL. Dan yang lebih menggembirakan lagi adalah adanya peraturan bahwa pemberian luas lahan kepada pihak ketiga tidak dibatasi, hal ini disesuaikan dengan kebutuhan lahan oleh pihak ketiga tersebut.

39A.P Parlindungan,Hak Pengelolaan Menurut Sistem UUPA(Bandung : Mandar Madju : 1997),


(1)

kurang tepat disebut sebagai Nouvum. Sebagai contoh nouvum No 4 yaitu kesaksian Baharuddin Ahmad tertanggal 5 Juli 2001. Dalam hukum acara perdata satu saksi bukan saksi.

Jika kita lihat Pasal 169 dan 171 HIR dikaitkan dengan keterangan saksi yang bernama Baharuddin tersebut diatas maka keterangan saksi tersebut jelas sekali tidak dapat dimasukkan sebagai nouvum.

Pasal 169 HIR : Keterangan dari seorang saksi saja, dengan tidak ada sesuatu alat bukti yang lain, tidak dapat dipercaya didalam hukum.

Pasal 171 ayat (1) HIR : Tiap-tiap kesaksian harus disertai sebab-sebab pengetahuan saksi itu.

Pasal 172 HIR : Dalam menimbang nilai kesaksian, hakim harus memperhatikan benar-benar kesesuaian saksi yang satu dengan yang lain, kecocokannya dengan yang diketahui dari tempat lain tentang perkara yang diperiksa; segala sebab yang kiranya ada pada saksi-saksi untuk menerangkan perkara itu dengan cara begini atau begitu; cara hidup; adat dan martabat saksi dan pada umumnya segala hal ikhwal yang dapat berpengaruh sehingga saksi itu dapat dipercaya atau kurang dipercaya.

Berdasarkan uraian pasal-pasal diatas maka keterangan saksi Baharuddin perlu dikaji ulang, apakah patut kesaksian Baharuddin dijadikan Nouvum?

Kemudian jika kita melihat nouvum No.1 yaitu Fotocopy Nota Dinas No. Nota/211/IV/1982 tanggal 29 april 1982 dari aster Laksusda Sumut- Komando Daerah Militer II Bukit Barisan adalah sangat tidak tepat dimasukkan sebagai nouvum karena ini tidak membuktikan akan kepemilikan sah dari lahan yang


(2)

113

Laksusda Sumut Komando daerah Militer II Bukit Barisan yang ikut mengamankan situasi pada saat pembersihan lahan dari para penggarap liar yang tidak dilindungi oleh Undang-undang Darurat No. 8 tahun 1954 tentang Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda.

Kemudia jika kita melihat nouvum No. 5 tentang Surat Penjelasan/Keterangan mengenai tanah yang terletak di Pasar III (ex PTP-IX Saentis) disini tidak dijelaskan surat itu berasal dari siapa dan badan mana yang mengeluarkan surat tersebut. Tentu nouvum No. 5 ini tidak dapat dijadikan dasar sebagai alat bukti yang menguatkan gugatan para Penggugat.


(3)

Abdul Kadir, Muhammad,Hukum Acara Perdata Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti : 1992)

Ashshofa, Burhan,Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta : 1996) Bachtiar, Djazuli,Eksekusi Putusan Perkara Perdata, (Akademika Pressindo : 1995) Bungin, Burhan, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan

Metodologi Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada : 2003)

Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar : 2010)

Harahap, M.Yahya, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Edisi Kedua, (Jakarta : Sinar Grafika : 2005)

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Peraturan-peraturan Hukum Tanah, (Jakarta : Djambatan : 1983)

Kalo, Syafruddin, Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran tanah di Indonesia, Suatu pemikiran, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Agraria pada Fakultas Hukum, Diucapkan pada Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara, Gelanggang Mahasiswa Kampus USU, 2 September 2006, Medan

Kelsen, Hans,Teori Hukum Murni Dengan Judul Buku Aslinya : “General Theory of Law and State” Alih Bahasa Somardi, (Jakarta : Rumidi Pers : 2001)

Lubis, M. Solly,Filsafat Ilmu dan Penelitian(Bandung : CV. Mandar maju : 1994) Lubis, Mhd Yamin, Abd Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, (Bandung :


(4)

115

Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Jogjakarta : Liberty : 1989)

Moleong, Lexy J.,Metode Kualitatif,( Bandung : Remaja Rosdakarya : 2004)

Nugroho, Heru, Menggugat Kekuasaan Negara, (Surakarta : Muhammadiyah University Press : 2001)

Parlindungan, AP, Hak Pengelolaan menurut system UUPA ( Undang-Undang Pokok Agraria, ( Bandung : Mandar maju : 1997 )

Peradilan Varia No.IV Tahun 1988, 17 Januari 1988

Peradilan Varia No.89 Tahun VIII, Tanggal 5 Agustus 1992, (IKAHI, Februari 1993) Raharjo, Satjipto,Ilmu Hukum,(Bandung : PT.Citra Aditya Bakti : 1991)

Ranumihardja, R. Atang, Perkembangan Hukum Agraria Indonesia, (Bandung : Tarsito : 1984)

Sarwono, Jonatan, Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif, (Yogyakarta : Graha Ilmu : 2006)

Sibarani, Bachtiar,Haircut atau Parate Eksekusi, (Jurnal Hukum Bisnis : 2001) Soekanto, Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press : 1981) ---,Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta : UI Press : 1986)

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,(Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada : 1995)

Sudarsono,Pengantar Ilmu Hukum(Jakarta : Rineka Cipta : 1995) Subekti, R,Aneka Perjanjian, (Alumni : Bandung : 1985)

---,Hukum Acara Perdata, (Jakarta : BPHN : 1977)


(5)

Sumardjono, Maria S.W, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial Dan Budaya,(Yogyakarta : PT. Kompas Media Nusantara : 2007)

Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripakarta, Hukum Acara Perdata Dalam teori dan Praktek, (Bandung : Alumni : 1979)

---,Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, (Bandung : Mandar Maju : 1989)

---,Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, (Bandung : Mandar Maju : 1995)

---,Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, (Bandung : Mandar Maju : 1997)

Sutedi, Adrian,Sertifikat hak Atas Tanah, (Jakarta : Pradnya Paramita : 2009) Santoso, Urip,HukumAgraria dan Hak-Hak Atas Tanah,(Surabaya : Kencana : 2005) Syarief, Elza, Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus

Pertanahan. (Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia : 2012 ).

Tanya, Bernard L, Yoan N. Simanjuntak dan Markus Y.Hage,Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi (Yogyakarta : Genta Publishing : 2010)

Tresna, R. Komentar HIR / RBG, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, cetakan 16: 2000)

Waluyo, Bambang, Metode Penelitian Hukum, (Semarang : PT. Ghalia Indonesia: 1996)

Yamin, Muhammad, Beberapa Dimensi Filosofi Hukum Agraria, (Medan : Pustaka Bangsa Press : 2003)

Zaidar, Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia, (Medan : Pustaka Bangsa Pres : 2006)


(6)

117

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Dasar 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

HIR (HERZIENE INLANDSCH REGLEMENT)

RBg (RECHTSREGLEMENT VOOR DE BINTENGEWESTEN)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Undang-undang No. 86 Tahun 1958 Tentang Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda Undang-Undang Darurat No. 8 Tahun 1954 Tentang Penyelesaian Soal Pemakaian

Tanah Perkebunan Oleh Rakyat

Undang-undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Hak Pengelolaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2010 Tentang Kawasan Industri.


Dokumen yang terkait

Analisis Tentang Putusan Mahkamah Agung Dalam Proses Peninjauan Kembali Yang Menolak Pidana Mati Terdakwa Hanky Gunawan Dalam Delik Narkotika

1 30 53

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Pelaksanaan Hak Pengelolaan Atas Tanah Pada PT. Pelabuhan Indonesia I (PERSERO)Cabang Belawan

6 61 112

Tinjauan Yuridis Mengenai Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK)/Herziening Yang Diajukan Oleh Jaksa (Analisa Terhadap Putusan MA RI No. 55 PK/Pid/1996, Putusan MA RI No. 109 PK/Pid/2007 dan Putusan MA RI No. 07 PK/Pidsus/2009)

2 111 125

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Perjanjian Tukar-Menukar (Barter) Tanah Hak Milik (Studi Kasus : Gugatan Perdata NOMOR:06/Pdt.G/2006/PN. Tembilahan-Riau)

23 200 102

STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NO. 183 PK/PID/2010 TENTANG PENINJAUAN KEMBALI YANG DIAJUKAN OLEH TERPIDANA ATAS PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI YANG DIAJUKAN OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM.

0 0 1

STUDI KASUS PUTUSAN MA NO 39 PK/Pid.Sus/2011 TENTANG PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI YANG MENERAPKAN KETENTUAN PIDANA YANG LEBIH RINGAN DENGAN DIDASARKAN KEPADA ADANYA KEKHILAFAN HAKIM ATAU KEKELIRUAN YANG.

0 0 1

Pelaksanaan Eksekusi Diatas Hak Pengelolaan (HPL) NO. 3 Milik PT. Kawasan Industri Medan (PERSERO) (Studi Kasus Putusan Peninjauan Kembali No. 94 PK PDT 2004)

0 0 3

Pelaksanaan Eksekusi Diatas Hak Pengelolaan (HPL) NO. 3 Milik PT. Kawasan Industri Medan (PERSERO) (Studi Kasus Putusan Peninjauan Kembali No. 94 PK PDT 2004)

0 0 1