Perbedaan tingkat keberlanjutan setiap aspek pada masing-masing DPLAPL di atas, ditentukan oleh perbedaan pencapaian dari kelompok-kelompok atribut.
Sebagaimana terlihat pada Gambar 20, dari 32 atribut tersebut ternyata memiliki pengelompakan berdasarkan nilai dari skor yang telah disajikan pada Gambar 20.
Kelompok-kelompok atribut inilah yang mencirikan perbedaan tingkat keberlanjutan dari masing-masing DPLAPL yang diteliti. Sebagaimana terlihat
pada Gambar 18, APL Pulau Harapan dicirikan oleh aturan pengelolaan DPL, Mata Pencaharian Alternatif, dan Perangkat Pengelolaan. Bilai merujuk kepada
Gambar 20, atribut-atribut tersebut memiliki perbedanaan dengan DPL Blongko dan Sebesi. Sebaliknya, DPL Blongko dan Sebesi dicirikan oleh kapasitas
pengelola DPL, Dampak terhadap peningkatan keanekaragam ikan, peningkatan pendapatan, aturan khusus serta dukungan pemerintah. Atribut-atribut lainnya
mengelompok berdasarkan kesamaan nilai skoring, namun tidak mencirikan secara khusus dari 3 DPLAPL yang diteliti.
Gambar 20. Distribusi keberlanjtan pengelolaan DPL Blongko, DPL Pulau Sebesi dan APL Pulau Harapan
TK BOM
CIA DSR
ANEKA Ikarang
Kons Eksp
Kesesuaian MT Pencaharian
Pendapatan Kerja
Efek
Lain-Lain Alternatif
Teknologi Aturan Setempat
Legalitas Perda
Aturan Khusus Pemerintah
Internailisasi
LSM Partisipasi
Perangkat pengelola Aturan DPL
MONEV Kapasitas
Pendampingan Pelatihan
Swasta
Donor Blongko
Sebesi Harapan
-2 -1
1 2
-3 -2
-1 1
2 3
F2 9
.6 7
F1 85.76
Biplot axes F1 and F2: 95.43
5.4 Telaah Konsep Keberlanjutan Daerah Perlindungan Laut
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa terdapat empat aspek yang mempengaruhi keberlanjutan pengembangan DPL, yaitu aspek ekologi dan
lingkungan, aspek sosial ekonomi dan budaya, aspek kebijakan, dan aspek kelembagaan. Analisis leverage menyajikan beberapa atribut yang sensitif
terhadap keberlanjutan pengembangan daerah perlindungan laut. Atribut sensitif untuk aspek ekologi dan lingkungan adalah perbaikan ekosistem terumbu karang,
penurunan tekanan pemanfaatan terumbu karang, peningkatan keragaman ikan karang, dan program perlindungan sumberdaya. Atribut sensitif aspek sosial
ekonomi dan budaya adalah kontribusi terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga kerja, efek ganda, dan upaya pengembangan mata
pencaharian alternatif. Untuk aspek kebijakan setempat, atribut yang sensitif adalah legalitas DPL, dukungan Peraturan Daerah PERDA, dukungan program
pemerintah daerah, dan internalisasi program DPL kedalam program pembangunan daerah. Adapun aspek sensitif untuk aspek kelembagaan adalah
aturan pengelolaan DPL, program pendampingan, program pelatihan, hubungan dengan lembaga donor, dan monitoring dan evaluasi.
Berdasarkan konsep keberlanjutan di atas, terdapat 3 skenario keberlanjutan pengembangan DPL di 3 lokasi penelitian. Penetapan model
skenario ini didasarkan pada skenario pengelolaan yang dilakukan dan yang dapat diupayakan guna mengetahui keberlanjutan pengelolaan DPLAPL. Skenario
tersebut adalah sebagai berikut: 1 Skenario berdasarkan kondisi aktual saat ini
2 Skenario berdasarkan perbaikan atribut sensitif 3 Skenario berdasarkan kondisi ideal
5.4.1 Skenario Berdasarkan Kondisi Aktual
Nilai skor untuk setiap atribut yang sensitif pada tiga lokasi studi disajikan pada Tabel 19. Pada Tabel 19 terlihat bahwa terdapat perbedaan nilai skor untuk
setiap DPL pada kondisi aktual, dimana perbaikan kualitas terumbu karang di DPL Blongko dan APL Harapan belum menunjukkan hasil yang positif. Hal ini
tentunya akan mempengaruhi keberlanjutan pengembangan DPL di kedua DPL tersebut. Pada aspek sosial ekonomi, atribut penyerapan tenaga kerja dan upaya