Area Perlindungan Laut Pulau Harapan

73 walaupun masyarakat itu tidak memanfaatkan atau melihatnya. Nilai ini disebut juga nilai intrinsik sumberdaya alam. Nilai total ekonomi mangrove adalah penjumlahan berbagai komponen nilai tersebut di atas dikurangi biaya untuk pemanfaatan dan pemeliharaan keberadaan mangrove tersebut. Nilai ekonomi ekosistem mangrove di wilayah Desa Blongko dan Pulau Sebesi diestimasi dengan menggunakan metode alih manfaat benefit transfer method dari ekosistem di lokasi yang dianalogikan memiliki kondisi alamnya sejenis dengan kondisi biofisik kawasan di Desa Blongko dan Pulau Sebesi, yaitu hasil perhitungan nilai ekonomi ekosistem pesisir dan lautan di Selat Malaka dan Segara Anakan. Asumsi tersebut didasarkan pada : 1 Kawasan Selat Malaka dan Segara Anakan diperkirakan memiliki karakteristik biofisik yang relatif sama dengan pantai Desa Blongko dan Pulau Sebesi. 2 Ekosistem mangrove memiliki fungsi ekologis dan ekonomi yang relatif sama, seperti untuk wisata dan penangkapan ikan. Estimasi manfaat dan biaya dari ekosistem hutan mangrove di Selat Malaka seperti dikemukakan Kusumastanto 1998 dalam Pertamina 1998. Manfaat ekonomi yang sesuai dengan manfaat ekonomi ekosistem mangrove di Kawasan Segara Anakan sesuai kajian Paryono et al 1999 dengan asumsi estimasi manfaat langsung ekosistem hasil kajian Paryono et al dikurangi beberapa item yang tidak ditemui di Desa Blongko dan Pulau Sebesi. Dengan demikian diperoleh estimasi manfaat ekosistem mangrove di Desa Blongko sebesar US 1 154.44hatahun dengan perincian : 1 Manfaat langsung sebesar US 48.24hatahun. 2 Manfaat tidak langsung pelindung pantai sebesar US 730.54hatahun Kusumastanto 1998 dalam Pertamina1998. 3 Manfaat pilihan sebesar US 15.09hatahun Ruitenbeek 1991. 4 Manfaat eksistensi sebesar US 360.57hatahun Paryono et al. 1999. Nilai ekonomi ekosistem mangrove di Desa Blongko yang luasnya 49,81 ha dengan menggunakan perhitungan statis diperoleh nilai sebesar US 56 149.82. Apabila menggunakan perhitungan secara dinamis dalam rentang waktu 20 tahun 74 dengan tingkat diskonto 10 nilai estimasi ekonomi ekosistem mangrove diperoleh nilai sebesar US 492 435.11. Estimasi manfaat ekosistem mangrove di Pulau Sebesi sebesar US 1865.41hatahun dengan perincian : 1 Manfaat langsung sebesar US 691.60hatahun. 2 Manfaat tidak langsung pelindung pantai sebesar US 775.19hatahun Kusumastanto 1998 dalam Pertamina 1998. 3 Manfaat pilihan sebesar US 16.01hatahun Ruitenbeek 1991. 4 Manfaat eksistensi sebesar US 382.61hatahun Paryono et al. 1999. Nilai ekonomi ekosistem mangrove di Pulau Sebesi yang luasnya 1 ha dengan menggunakan perhitungan statis diperoleh nilai sebesar US 1 477.95. Sedangkan apabila menggunakan perhitungan secara dinamis dalam rentang waktu 20 tahun dengan tingkat diskonto 10 nilai estimasi ekonomi ekosistem mangrove diperoleh sebesar US 13 060.33.

4.3.2 Estimasi Nilai Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang coral reef juga merupakan ekosistem yang memiliki fungsi dan nilai secara ekologis maupun ekonomis. Di dalam ekosistem ini hidup berbagai organisme yang mempunyai warna dan bentuk yang sangat menarik, indah dan unik sehingga disebut sebagai taman laut. Taman laut ini jauh lebih indah dibandingkan dengan taman yang ada di daratan. Oleh karena itu terumbu karang merupakan obyek wisata di berbagai negara. Seperti telah disebutkan di atas bahwa salah satu manfaat terumbu karang adalah untuk pariwisata karena keindahannya. Selain itu, pada ekosistem ini juga terdapat berbagai sumberdaya ikan termasuk tiram, udang dan kepiting yang bermanfaat bagi manusia baik sebagai makanan maupun sebagai ikan hias. Ekosistem karang juga merupakan tempat pembesaran nursery berbagai jenis hewan laut yang memiliki nilai ekonomis penting dan juga tempat mencari makan ikan dan penyu laut. Hal ini dikarenakan ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas yang cukup tinggi. Terumbu karang juga berfungsi sebagai pencegah erosi. Keuntungan dengan adanya terumbu karang di pantai dapat mengurangi energi gelombang laut sebanyak 20, sehingga dapat melindungi pantai dari proses abrasi. 75 Dengan berbagai manfaat terumbu karang tersebut di atas, maka sebenarnya secara ekonomis terumbu karang memang mempunyai nilai yang sangat besar. Namun demikian di dalam tulisan ini perkiraan nilai ekonomi terumbu karang hanya dihitung berdasarkan beberapa jenis manfaat saja. Nilai ekonomi terumbu karang yang disajikan berikut ini dapat dianggap sebagai nilai yang minimum. Nilai ekonomi terumbu karang yang sesungguhnya lebih besar dari nilai yang diperhitungkan ini mengingat beberapa manfaat seperti nilai keindahan sebagai obyek wisata belum diperhitungkan. Estimasi manfaat ekosistem terumbu karang di Desa Blongko sebesar US 38 897.30hatahun dengan perincian: 1 Manfaat perikanan sekitar karang sebesar US 3 947.89hatahun. 2 Manfaat pencegahan erosi sebesar US 34 605,97hatahun Asisten Meneg LH 1999 dalam Bappeda Kepulauan Riau 2003. 3 Manfaat penelitian sebesar US 90.39hatahun Asisten Meneg LH 1999 dalam Bappeda Kepulauan Riau 2003. 4 Manfaat sebagai penyedia stok karbon sebesar US 238.17hatahun Asisten Meneg LH 1999 dalam Bappeda Kepulauan Riau 2003. 5 Manfaat keanekaragaman hayati biodiversity sebesar US 14.89hatahun Asisten Meneg LH 1999 dalam Bappeda Kepulauan Riau 2003. Nilai ekonomi ekosistem terumbu karang di Desa Blongko yang luasnya 50.66 ha dengan menggunakan perhitungan statis diperoleh nilai sebesar US 1 884 215.11. Sedangkan apabila menggunakan perhitungan secara dinamis dalam rentang waktu 20 tahun dengan tingkat diskonto 10 nilai estimasi ekonomi ekosistem terumbu karang diperoleh nilai sebesar US 15 972 716.53. Estimasi manfaat ekosistem terumbu karang di Pulau Sebesi sebesar US 39 628.45hatahun dengan perincian : 1 Manfaat perikanan sekitar karang sebesar US 2 543.23hatahun. 2 Manfaat pencegahan erosi sebesar US 36 720.79hatahun Asisten Meneg LH 1999 dalam Bappeda Kepulauan Riau 2003. 3 Manfaat penelitian sebesar US 95.91hatahun Asisten Meneg LH 1999 dalam Bappeda Kepulauan Riau 2003. 76 4 Manfaat sebagai penyedia stok karbon sebesar US 252.73hatahun Asisten Meneg LH 1999 dalam Bappeda Kepulauan Riau 2003. 5 Manfaat keanekaragaman hayati biodiversity sebesar US 15.80hatahun Asisten Meneg LH 1999 dalam Bappeda Kepulauan Riau 2003. Nilai ekonomi ekosistem terumbu karang di Pulau Sebesi yang luasnya 58.98 ha dengan menggunakan perhitungan statis diperoleh nilai sebesar US 2 245 846.93. Sedangkan apabila menggunakan perhitungan secara dinamis dalam rentang waktu 20 tahun dengan tingkat diskonto 10 nilai estimasi ekonomi ekosistem terumbu karang diperoleh nilai sebesar US 18 988 557.33. Estimasi manfaat ekosistem terumbu karang di Pulau Harapan sebesar US 1 014 978.78hatahun dengan perincian : 1 Manfaat perikanan sekitar karang sebesar US 980 566.21hatahun. 2 Manfaat pencegahan erosi sebesar US 34 074.40hatahun Asisten Meneg LH 1999 dalam Bappeda Kepulauan Riau 2003. 3 Manfaat penelitian sebesar US 89.00hatahun Asisten Meneg LH 1999 dalam Bappeda Kepulauan Riau 2003. 4 Manfaat sebagai penyedia stok karbon sebesar US 234.51hatahun Asisten Meneg LH 1999 dalam Bappeda Kepulauan Riau 2003. 5 Manfaat keanekaragaman hayati biodiversity sebesar US 14.66hatahun Asisten Meneg LH 1999 dalam Bappeda Kepulauan Riau 2003. Nilai ekonomi ekosistem terumbu karang di Pulau Harapan yang luasnya 1.397 ha dengan menggunakan perhitungan statis diperoleh nilai sebesar US 727 985.91. Sedangkan apabila menggunakan perhitungan secara dinamis dalam rentang waktu 20 tahun dengan tingkat diskonto 10 nilai estimasi ekonomi ekosistem terumbu karang diperoleh nilai sebesar US 5 745 610.08. 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Evaluasi Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut Untuk menilai apakah pengelolaan daerah perlindungan laut yang dikembangkan dengan pendekatan pengelolaan berbasis masyarakat di tiga lokasi penelitian sudah dilakukan dengan baik, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dampak pengelolaan ketiga DPL tersebut. Secara umum ada 9 parameter yang dievaluasi terkait dengan pengelolaan daerah perlindungan laut, yaitu 1 ketersediaan data dasar, 2 kerangka kerja pengelolaan DPL, 3 sumber pendanaan pengelolaan DPL, 4 pembagian tugas pengelolaan DPL, 5 dukungan peraturan, 6 monitoring dan evaluasi, 7 dampak terhadap perbaikan sumberdaya dan lingkungan, 8 dampak terhadap perbaikan sosial ekonomi masyarakat, dan 9 dampak terhadap perubahan sikap masyarakat.

5.1.1 DPL Blongko

1. Penyusunan Rencana Pengelolaan

1 Ketersediaan data dasar Penilaian terhadap indikator ketersediaan data dasar ini mencakup beberapa parameter, yaitu 1 data dasar terumbu karang dan ikan karang, 2 data dasar kondisi sosial ekonomi dan budaya, dan 3 ketersediaan kerangka pengumpulan data. Ketiga parameter ini dapat digunakan untuk menilai efektifitas program daerah perlindungan laut ini. Data awal ini akan dijadikan data pembanding untuk menilai apakah ada perbaikan yang dicapai sejak program dilaksanakan. Berdasarkan penelusuran yang dilakukan tidak ditemukan ketersediaan data terumbu karang dan ikan karang. Data terumbu karang yang diperoleh hanya berupa data hasil monitoring yang dilakukan pada tahun 2003, 2007 dan 2009. Namun demikian, data tersebut dapat digunakan untuk menilai apakah program DPL Blongko memberikan dampak signifikan terhadap perbaikan kualitas lingkungan dan sumberdaya. Ketersediaan data awal untuk sosial ekonomi dan budaya mencakup data komposisi penduduk, mata pencaharian, distribusi sarana produksi baik pertanian maupun perikanan. 2 Ketersediaan kerangka kerja Faktor lainnya yang akan mempengaruhi efektifitas pencapaian program daerah perlindungan laut adalah ketersediaan kerangka kerja. Kerangka kerja akan menjadi landasan atau acuan mekanisme kerja pengelolaan DPL. Indikator ini mencakup beberapa parameter, yaitu 1 lembaga pengelola, 2 aturan pengelolaan, dan 3 program pengelolaan. Tanggungjawab pengelolaan DPL Blongko diserahkan kepada Badan Pengelola yang dipilih oleh masyarakat desa. Aturan pengelolaan DPL Blongko terdiri dari dua peraturan, yaitu 1 yaitu Keputusan Pemerintah Desa Blongko Nomor 042004AKD-DBXI99 tentang pelaksanaan Rencana Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut dan Pembangunan Sumberdaya Pesisir Wilayah Desa Blongko, dan 2 Peraturan Daerah Kabupaten Minahasa No. 2 Tahin 2002 tentang Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat di Kabupaten Minahasa. Berbagai aturan pengelolaan DPL Blongko secara lengkap dicantumkan dalam Keputusan Desa Blongko tersebut. Program-program pengelolaan DPL Blongko dibuat secara terintegrasi dengan program pembangunan Desa Blongko yang dituangkan dalam Dokumen Rencana Pengelolaan Desa Blongko, yaitu Dokumen Rencana Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut dan Pembangunan Sumberdaya Wilayah Desa Blongko Tahun 1999. 3 Sumber pendanaan Sumber pendanaan juga merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menilai efektifitas pengembangan program DPL. Indikator ini mencakup tiga parameter, yaitu 1 lembaga yang memiliki komitmen pendanaan program DPL, 2 internalisasi program DPL ke dalam progam pembangunan daerah, dan 3 sumber-sumber pendanaan lainnya. Dari analisis yang dilakukan, diketahui bahwa setelah program DPL Blongko tidak difasilitasi lagi oleh Proyek Pesisir Coastal Resources Management Project, maka tidak ada lagi sumber- sumber pendanaan yang kontinyu bagi pengelolaan DPL ini. Sumber pendanaan yang ada hanya berupa swadana dari masyarakat yang juga sangat terbatas.