BAB II PENELAAHAN KEPUSTAKAAN
2.1 Tinjauan Tentang Pencurian Kayu Perhutani
Kata pencurian berasal dari kata “curi“ yang berarti mengambil sesuatu milik orang lain. Kata pencurian mengandung arti sebagai perbuatan dengan kesengajaan,
terhadap keseluruhan atau sebagian kepunyaan orang lain, untuk dimiliki secara melawan hukum diancam karena pencurian dengan pidana penjara 5 tahun atau
denda paling banyak enam puluh rupiah Moeljatno, 1999:26. Seiring perkembangan teknologi kegiatan pencurian kayu mengalami
peningkatan antara lain : bentuk pencurian yang dilakukan secara terang-terangan. Volume dan lokasi penjarahan makin luas serta kualitasnya semakin meningkat
ditandai dengan intensitas pencurian yang tinggi dan menggunakan peralatan teknis yang canggih Suarga Riza, 2005:78.
Pencurian tersebut dilakukan baik pada malam hari maupun siang hari secara terang-terangan tanpa merasa bersalah dan melanggar hukum. Pencurian kayu jati
merupakan bentuk tindak kriminal yang dilakukan oleh seseorang baik kelompok ataupun individual untuk kepentingan pribadinya sendiri. Hutan jati milik pemerintah
dikelola oleh Perhutani dimana hutan dapat memberikan devisa bagi negara dari sektor non migas dan sebagai modal pembangunan nasional. Apabila hutan jati
dijarah sampai ratusan ribu kubik maka kerugian negara dapat mencapai milyaran rupiah Poerwowidodo, 1990:138.
Praktek pencurian kayu Perhutani dalam identifikasi lapangan melibatkan enam unsur pelaku utama yaitu : 1 cukong, pemilik modal, penguasa atau pejabat; 2
9
masyarakat setempat atau pendatang; 3 pemilik pabrik sawmill; 4 pemegang izin HPH yang bertindak sebagai pencuri ataupun penadah; 5 oknum aparat pemerintah;
6 pengusaha asing Suarga Riza, 2005:5. Pencurian menurut produksinya dibedakan menjadi tiga yaitu :
1. Produksi logs pendek Bentuk pencurian dengan produksi logs pendek memiliki beberapa ciri
diantaranya : 1 tebang liar menggunakan chainsaw dengan ukuran 4 meteran; 2 dilakukan oleh sekelompok masyarakat; 3 dijual kepada industri yang terdekat;
4 lokasi penebangan di areal rawa atau hutan dataran rendah; 5 didukung oleh penebang kayu yang memiliki cukup modal.
2. Produksi kayu persegi Kegiatan pencurian kayu ini terstruktur rapi mulai dari : 1 kelompok penebang;
2 kelompok pengusaha truk diesel; 3 kelompok penampung; 4 penjual yang mendistribusikan.
3. Produksi logs pendek atau panjang dari HPHIPKHPHH Praktek penebangan liar yang dilakukan oleh pengusaha HPHIPKHPHH dapat
terjadi baik rutin maupun insidental dalam bentuk pelanggaran eksploitasi ataupun pelanggaran tata usaha kayu, antara lain : 1 menebang di luar blok HPH
IPKHPHH; 2 menebang di kawasah lindung; 3 menampung tebangan liar kemudian diberi dokumen; 5 mengangkut kayu hasil tebangan dengan fisik kayu
lebih besar dengan dokumen yang menyertai; 6 penyelundupan hasil kayu ke luar negeri Suarga Riza, 2005:44.
2.2 Sebab-sebab dan Akibat Pencurian