Pengelolaan hutan lindung bersama masyarakat di kesatuan pemangkuan hutan perhutani Bandung Selatan analisis perilaku ekonomi rumahtangga

(1)

P

MASY

PERHU

PENGEL

YARAKA

UTANI B

LOLAAN

AT DI KE

BANDUNG

EKONO

HUTAN

ESATUA

G SELAT

MI RUM

TJ SEKOL INSTITU

LINDUN

AN PEMA

TAN : AN

MAHTANG

NG BERS

ANGKUA

NALISIS P

GGA

SAMA

AN HUTA

PERILAK

AN

KU

DISERT

TASI

JIPTA PURRWITA

LAH PASC UT PERTA CASARJAN 2010 ANIAN BOG NA GOR 0


(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya berjudul :

PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG BERSAMA

MASYARAKAT DI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN

PERHUTANI BANDUNG SELATAN : ANALISIS PERILAKU

EKONOMI RUMAHTANGGA

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Januari 2010

Tjipta Purwita NRP. A.161040294/EPN


(3)

ABSTRACT

TJIPTA PURWITA. Community Based Protection Forest Management Program in Kesatuan Pemangkuan Hutan Perhutani Bandung Selatan : Analysis of Economic Household Behaviors (HARIANTO as the Head, BONAR M. SINAGA and HARIADI KARTODIHARDJO as the members of the Supervisory Commission).

The Island of Java is inhabited by more than 60 % of Indonesian population. Imbalanced redistribution of population and land control has caused pressure to the environment, particularly the natural resources. A breakthrough to overcome the degradation of environment resulted from the population desperate need for land is a Community Based Forest Management Program (CBFMP) which provides the community with opportunity to develop agroforestry activities in the forest. The objectives of this research consist of : (1) to analyze the factors that influence the economic decision by households in time allocation for work, production, income, and expenditure, (2) to make a simulation of the effect of changes in the external and internal factors on households’ economic behaviors, and (4) to analyze the institutional aspects related to partnership contract in CBFMP.

The analysis consisted of two household economic models, namely, CBFMP for Coffee and CBFMP for Grass & Cattle. Alternative policies were simulated in econometric models in the form of simultaneous equations consisting of 13 structural equations and 15 identity equations for the model of Coffee CBFMP, and 14 structural equations and 20 identity equations for the model of Grass and Cattle CBFMP. The method of Two-stage Least Squares (2 SLS) was used to estimate the parameters of structural equations.

The research analyzed 12 simulation scenarios consisting of 12 external factors change (policy factors) impact. In general, Scenario 9 (the combined scenarios of the decreased debt rate with the increased price of input and labor wages) and Scenario 5 (the combined scenarios of the increased price of output with the increased price of input and labor wages) can be recommended as the best policy to empower the community around the forest (CBFMP for Coffee and CBFMP for Grass & Cattle) for the reason that it can accommodate the interests of various parties, namely: (1) the interest of community by increasing income and welfare, (2) government’s interest by improving agricultural productivity and securing vital projects in the upstream downstream of watershed area, (3) the interest of Perum Perhutani by preserving its protection forest, and (4) the importance of environment by the reduction of natural resource degradation.

In addition, from the results of institutional analysis, it is recommended that the institution of CBFMP require improvement at the micro level, i.e. building a more mutually beneficial partnership contract between farmers taking part in CBFMP and Perum Perhutani.

Key words : economic behaviors, community around the forest, empowerment, protection forest, institutional empowerment.


(4)

ABSTRAK

TJIPTA PURWITA. Pengelolaan Hutan Lindung Bersama Masyarakat di Kesatuan Pemangkuan Hutan Perhutani Bandung Selatan : Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga (HARIANTO sebagai Ketua, BONAR M. SINAGA dan HARIADI KARTODIHARDJO sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Pulau Jawa dihuni oleh lebih dari 60 persen penduduk Indonesia. Redistribusi penduduk dan penguasaan lahan yang tidak seimbang menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap lingkungan, khususnya sumberdaya hutan. Salah satu terobosan untuk mengatasi masalah degradasi lingkungan akibat tekanan penduduk yang lapar lahan adalah Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengembangkan kegiatan agroforestry di kawasan hutan.

Tujuan penelitian ini terdiri atas : (1) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan ekonomi rumahtangga menyangkut alokasi tenaga kerja, produksi, pendapatan dan pengeluaran, (2) menganalisis dampak perubahan faktor eksternal terhadap perilaku ekonomi rumahtangga, serta (4) menganalisis aspek kelembagaan kontrak kerjasama kemitraan PHBM.

Analisis dibangun untuk 2 (dua) model ekonomi rumahtangga, yaitu : PHBM Kopi dan PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah. Alternatif kebijakan disimulasi dengan menggunakan model ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan yang terdiri atas 13 persamaan struktural dan 15 persamaan identitas pada Model PHBM Kopi; serta 14 persamaan struktural dan 20 persamaan identitas pada Model PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah. Metode Two Stage Least Squares (2SLS) digunakan untuk menduga parameter persamaan struktural.

Penelitian menganalisis 12 skenario simulasi terdiri atas 12 dampak perubahan faktor eksternal (faktor kebijakan). Secara umum Skenario 9 (kombinasi penurunan suku bunga kredit dengan kenaikan harga input dan upah tenaga-kerja) dan Skenario 5 (kombinasi kenaikan harga output dengan kenaikan harga input dan upah tenaga-kerja) dapat disarankan sebagai kebijakan yang terbaik untuk memberdayakan masyarakat sekitar hutan PHBM Kopi dan PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah, dengan pertimbangan mampu mengakomodasi kepentingan berbagai pihak, yaitu : (1) kepentingan masyarakat melalui peningkatan pendapatan dan kesejahteraan, (2) kepentingan pemerintah melalui peningkatan produktivitas usahatani dan pengamanan proyek-proyek vital di wilayah DAS, (3) kepentingan Perum Perhutani melalui makin lestarinya hutan-lindung yang dikelolanya, serta (4) kepentingan lingkungan melalui menurunnya perusakan sumberdaya alam.

Disamping itu, dari hasil analisis kelembagaan direkomendasikan perlunya penguatan kelembagaan PHBM di tingkat mikro, yaitu membangun kontrak kerjasama kemitraan yang lebih saling menguntungkan antara petani peserta PHBM dengan Perum Perhutani.

Kata kunci : perilaku ekonomi, masyarakat sekitar hutan, pemberdayaan, hutan lindung, penguatan kelembagaan.


(5)

RINGKASAN

Pulau Jawa dihuni oleh lebih dari 60 persen penduduk Indonesia. Redistribusi penduduk dan penguasaan lahan yang tidak seimbang menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap lingkungan yang menimbulkan banjir, tanah longsor, dan bencana kekeringan.

Salah satu terobosan Perum Perhutani untuk mengatasi masalah degradasi lingkungan akibat tekanan penduduk yang lapar lahan adalah Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Melalui program ini, masyarakat diberi akses untuk mengelola lahan kawasan hutan secara lebih optimal. Satu dari banyak lokasi program PHBM adalah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Pangalengan, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan, Propinsi Jawa Barat.

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang diterapkan di lokasi penelitian dimaksudkan sebagai upaya penanganan terhadap perambahan kawasan hutan secara arif dengan mempertimbangkan 3 (tiga) kepentingan, yaitu : (1) kepentingan ekonomis masyarakat sekitar hutan melalui alih-profesi dari petani sayuran menjadi petani agroforestry dengan pemilihan komoditas yang tepat, (2) kepentingan ekologis melalui penerapan pola pertanian yang lebih ramah-lingkungan, dan (3) kepentingan sosial melalui peningkatan kesejahteraan petani sekitar hutan.

Wilayah Pangalengan memiliki kekhususan karena merupakan kawasan hutan lindung di DAS (Daerah Aliran Sungai) Citarum sebagai sumber air bagi 3 (tiga) bendungan strategis, yaitu Jatiluhur, Cirata, dan Saguling. Karena itu, studi kasus mengenai perilaku ekonomi rumahtangga masyarakat sekitar hutan-lindung di wilayah ini perlu dilakukan.

Tujuan penelitian ini terdiri atas : (1) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan ekonomi rumahtangga menyangkut alokasi waktu tenaga kerja, produksi, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga, (2) menganalisis dampak perubahan faktor eksternal perilaku ekonomi rumatangga, serta (3) menganalisis aspek kelembagaan kontrak kerjasama kemitraan PHBM.

Lokasi penelitian adalah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Pangalengan. Fokus penelitian adalah kegiatan PHBM pada Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Kubangsari.

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan, bahwa LMDH Kubangsari merupakan LMDH yang terbaik di KPH Bandung Selatan dan wilayah hutannya berada di hulu DAS Citarum yang sangat vital sebagai sumber air bagi proyek-proyek penting, sehingga dapat menjadi benchmark bagi lokasi lain.

Sampel dalam penelitian ini adalah rumahtangga sekitar hutan sebagai unit analisis, terdiri atas 59 rumahtangga peserta PHBM-Kopi dari populasi sebanyak 321 rumahtangga dan 31 rumahtangga peserta PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah dari populasi sebanyak 200 rumahtangga.


(6)

Analisis dibangun untuk 2 (dua) model ekonomi rumahtangga, yaitu PHBM Kopi dan PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah. Alternatif kebijakan disimulasi dengan menggunakan pendekatan ekonometrik dalam bentuk persamaan simultan yang terdiri atas 13 persamaan struktural dan 15 persamaan identitas pada model PHBM Kopi, serta 14 persamaan struktural dan 20 persamaan identitas pada model PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah. Metode Two Stage Least Squares (2SLS) digunakan untuk menduga parameter persamaan struktural.

Hasil identifikasi karakteristik masyarakat sekitar hutan peserta PHBM Kopi dan PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah menunjukkan ciri-ciri spesifik sebagai-berikut : (1) masyarakat umumnya tidak memiliki lahan sendiri (landless), tetapi menjadi penggarap yang bergantung pada faktor lahan (land-base agriculture); (2) masih terjadi pengangguran terselubung pada PHBM Kopi; (3) petani PHBM Kopi berada di atas batas garis kemiskinan menurut Standar BPS, namun masih berada di bawah garis kemiskinan menurut Standar Bank Dunia; (5) lebih dari 60 % pendapatan rumahtangga PHBM Kopi berasal dari aktivitas non-usahatani, dan sisanya dari usahatani kopi, sedangkan petani Rumput-gajah & Sapi-perah lebih 80 % pendapatannya berasal dari usahatani rumput-gajah dan sapi-perah dan sisanya ditopang oleh aktivitas non-usahatani; serta (6) dilihat dari pola konsumsi masyarakat, lebih dari 60 % anggaran masih dibelanjakan untuk konsumsi pangan. Secara umum, aktivitas PHBM belum sepenuhnya mampu mengatasi kemiskinan masyarakat, khususnya pada PHBM Kopi, tetapi telah berhasil mengatasi perambahan hutan.

Berdasarkan hasil analisis estimasi ekonometrika, perilaku ekonomi rumahtangga terkait keputusan alokasi tenaga kerja disimpulkan : (1) alokasi tenaga kerja keluarga pada usahatani bersifat saling-menggantikan terhadap alokasi tenaga kerja keluarga pada luar usahatani maupun tenaga kerja luar keluarga yang disewa; (2) alokasi tenaga kerja keluarga pada luar usahatani berkaitan dengan pendapatan luar usahatani, sedangkan alokasi tenaga kerja pada usahatani (baik tenaga kerja keluarga maupun tenaga sewaan) berpengaruh pada pendapatan usahatani; (3) alokasi tenaga kerja keluarga pada luar usahatani pada PHBM Kopi sensitif terhadap perubahan total pengeluaran rumahtangga;

Terkait dengan keputusan produksi, disimpulkan : (1) petani mengalami kendala finansial untuk mampu memperluas lahan garapan usahataninya; (2) produktivitas lahan PHBM lebih dipengaruhi oleh faktor yang terkait dengan kapasitas sumberdaya manusia daripada pemanfaatan teknologi penggunaan input produksi, sehingga pengelolaan lahan masih bersifat konvensional.

Terkait dengan keputusan pengeluaran rumahtangga, disimpulkan : (1) sebagian besar pengeluaran rumahtangga dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan; (2) konsumsi non-pangan belum merupakan prioritas; dan (3) kesadaran investasi sumberdaya manusia belum sepenuhnya tumbuh di kalangan petani.

Terkait dengan keputusan tabungan dan kredit rumahtangga, disimpulkan : (1) kesadaran menabung lebih tinggi pada petani PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah; dan (2) kebutuhan kredit lebih dirasakan oleh petani PHBM Kopi.

Simulasi perubahan faktor eksternal masing-masing model sebanyak 12 alternatif skenario, menghasilkan kesimpulan umum : (1) Skenario 9 (kombinasi penurunan suku bunga pinjaman dengan kenaikan harga-harga input dan upah


(7)

vi

tenaga-kerja) merupakan kebijakan terbaik bagi PHBM Kopi; dan (2) Skenario 5 (kombinasi kenaikan harga output dengan kenaikan harga-harga input dan upah tenaga-kerja) merupakan kebijakan terbaik bagi PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah. Hal ini dapat dipahami karena PHBM Kopi masih dalam taraf investasi sehingga masih memerlukan kredit/pinjaman bagi pengembangan usahanya. Sedangkan PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah sudah pada taraf pemanenan hasil sehingga diperlukan fasilitasi untuk meningkatkan harga jual susu sapinya. Kebijakan perluasan lahan andil maupun pemberian BLT (Bantuan Langsung Tunai) memberikan dampak positif, tetapi magnitude-nya sangat kecil. Demikian pula kebijakan penurunan nilai sharing produksi hanya kondusif untuk PHBM Kopi.

Disamping faktor-faktor ekonomi di atas, dari hasil analisis kelembagaan direkomendasikan perlunya penguatan kelembagaan kontrak PHBM, yaitu membangun kondisi pemungkin (enabling-condition) bagi efektifnya implementasi kebijakan terpilih di tingkat mikro (Skenario 9 dan 5) dalam rangka meningkatkan kinerja PHBM secara berkelanjutan, diantaranya : (1) pada PHBM Kopi perlu untuk mencegah pengalihan lahan demi cash-income secara cepat, pemanfaatan lahan secara lebih optimal dan inovatif, rekalkulasi sharing produksi sesuai dengan tipologi komoditas dan siklus produksinya, sinergitas dalam membina keterampilan praktis petani (termasuk keterampilan mengelola kredit secara sehat), serta capacity building terhadap KTH/LMDH; (2) pada PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah perlu mencegah kebijakan memperluas lahan andil secara terburu-buru, pemberdayaan petani untuk meningkatkan mutu keluaran rumput-gajah, teknologi pengawetan rumput-gajah, teknologi pengolahan susu, serta menyiapkan contengency-plan untuk mencari sumber pembeli baru.

Implikasi kebijakan yang perlu disiapkan antara-lain adalah : menyusun strategi jangka-panjang untuk mengatasi tekanan eksternal terhadap kawasan hutan-lindung, penggalian pengetahuan dan kearifan lokal di tingkat mikro untuk melandasi kebijakan pembangunan makro, pemberdayaan kelembagaan ekonomi rakyat (koperasi) serta KTH/LMDH, menetapkan Key Performance Indicators yang spesifik bagi pengelola hutan lindung, membangun pola-pola kolaborasi antara pengelola hutan lindung dengan masyarakat sekitar hutan, serta mencegah kebijakan ekonomi yang sifatnya instant dan adhok.


(8)

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.


(9)

PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG BERSAMA

MASYARAKAT DI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN

PERHUTANI BANDUNG SELATAN : ANALISIS PERILAKU

EKONOMI RUMAHTANGGA

TJIPTA PURWITA

DISERTASI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(10)

Penguji Luar Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS 2. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

Penguji Luar Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Boen M. Poernama, MS 2. Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA


(11)

Judul Disertasi : PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG BERSAMA

MASYARAKAT DI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN PERHUTANI BANDUNG SELATAN : ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAH-TANGGA

Nama Mahasiswa : TJIPTA PURWITA Nomor Pokok : A.161040294/EPN

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Harianto, MS Ketua

Prof. Dr.Ir. Bonar M. Sinaga, MA Dr.Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS Anggota Anggota

Mengetahui ,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr.Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 3 April 1960 dari Ayah S. Hadisartama bin Muhammad Sidik (Almarhum) dan Ibu Hj. Karlinah binti Djajasoekarta. Penulis merupakan putra ketiga dari delapan bersaudara.

Tahun 1980 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Purwokerto. Pada tahun 1980 melanjutkan kuliah di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 1984. Pada tahun 1991 penulis melanjutkan studi Pascasarjana konsentrasi Strategi Internasional di Prasetiya Mulya Business School Jakarta dan selesai pada tahun 1993. Pada akhir tahun 2004 penulis melanjutkan studi program Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis bekerja pada Konsultan Kehutanan (1984–1986), Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi Irian Jaya (1986–1992), Kepala Unit PT Inhutani II Sulawesi Tengah (1996–1997), Kepala Unit PT Inhutani II Kalimantan Timur (1997–2001), Direktur Pengembangan PT Inhutani II (2001–2005), dan Direktur Keuangan Perum Perhutani (2005–2008), serta Direktur Hutan Tanaman pada PT Musi Hutan Persada (Juni 2009–sekarang). Penulis aktif di organisasi DPP PERSAKI (Wakil Ketua Umum), APHI (Bidang Hutan Tanaman), Pramuka Saka Wanabhakti Nasional (Bidang Kegiatan), Kwartir Nasional Pramuka (Pembantu Andalan), LSPHI (Bendahara), Taman Hutan Hambalang (Ketua), serta Himpunan Alumni Fahutan IPB (Ketua Biro Sosial), serta LSPHI (Bendahara).

Penulis menikah dengan Dra. Hj. Rr. Sulityawati T. Purwita, M.Hum pada tahun 1990 dan dikarunia tiga orang anak, yaitu : Citra Mahardhika Sutji Ayuningtyas Purwita (almarhumah), Puspa Diva Nur Aqmarina Purwita, dan Muhammad Belva Al Kautsar Purwita. Istri bekerja sebagai dosen Linguistik di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA, Jakarta.


(13)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T. atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah disertasi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2008 ini ialah ekonomi rumahtangga petani dengan judul disertasi : “Pengelolaan Hutan Lindung Bersama Masyarakat di Kesatuan Pemangkuan Hutan Perhutani Bandung Selatan : Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga”.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr.Ir. Harianto, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA dan Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MSc selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah secara intensif membimbing penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan disertasi ini dengan baik.

2. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS selaku Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Ketua Program Studi yang telah membantu penyelesaian studi penulis di Institut Pertanian Bogor.

3. Dr. Ir. Dedy Jusadi, MS selaku Ketua Dewan Penguji Ujian Akhir Program Doktor serta Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA dan Dr. Ir. Boen M Poernama, MSc selaku penguji luar komisi pada Ujian Akhir Program Doktor.

4. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MSi, Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS, Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS, serta Dr. Ir. Ratna Winandi Asmarantaka, MS selaku dosen penguji luar komisi pada Ujian Tertutup Program Doktor.

5. Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec yang telah membimbing penulis semenjak pengajuan proposal penelitian.


(14)

6. Rekan-rekan Direksi/Mantan Direksi PT Inhutani II (Ir. Arifin Trihastoyo, MM, Ir Budi Santoso, Ir. Hadi Siswoyo, MM, Drs. Soetardjo Nitidihardjo, MM, dan Ir. Tridjoko Sujono).

7. Rekan-rekan Direksi/Mantan Direksi Perum Perhutani (Dr. Ir. Transtoto Handadhari, MSc; Dr. Ir. Upik Rosalina Wasrin, Drs Sondang M. Gultom; Ir. Achmad Fachrodji, MM), Ir. Haryono Kusumo, MM., Steve Kosasih, SE., MM., serta Ir. Tedjo Rumekso. 8. Direktur Utama PT Musi Hutan Persada (Shoichiro Tomita) dan rekan-rekan Direksi

PT Musi Hutan Persada (Bagus Kuncoro, Minoru Hirosako, Shingo Nishiyama). 9. Dr. Ir. Agus Justianto, M.Sc, Dr. Ir. Bambang Widyantoro, MM, Ir. Iman Santosa,

MSc, Dr. Ir Bedjo Santoso, MS, Dr. Ir. Bambang Sukmananto, MSc yang memberi dorongan kepada penulis untuk selalu bersemangat menyelesaikan studi.

10.Rekan-rekan mahasiswa Progran Studi EPN Khusus dan EPN Reguler Sekolah Pascasarjana IPB dari berbagai angkatan, khususnya kepada Ir. Syaiful Ramadhan, MMA, Drs. Slametto, MT, dan Ir. Adi Lumaksono, MSc.

11.Administratur KPH Perum Perhutani Bandung Selatan (Ir. Endang Sutardi, MM almarhum dan Ir. Lies Bahunta, MSc), Ir. Iman Susetyadi, Ir. Wismo, Drs. Iwan, Ir. Hendrawan, Ir Uum, Ir. Djadjang Kusnadi, Daud, S.Ag, serta rekan-rekan yang bertugas di BKPH Perum Perhutani Pangalengan yang telah membantu pelaksanaan penelitian di lapangan.

12.Rekan-rekan teman sekerja penulis di Direktorat Keuangan Perum Perhutani yang telah membantu penulis menyelesaikan studi S3, diantaranya Asisten Direktur Keuangan (Dr. Djoko Wiyanto,SE, MM), para Kepala Biro (Dra Lestrina Surbakti, Drs Gatot Hariono, MM, Andi Prapantsa, SH, MM), Agus Eka Romanda, S.E, MM; Eka Nugraha, S.E.; Kezia Widjajanti, S.E., serta rekan-rekan lain yang tidak disebutkan satu per satu.


(15)

xii

13.Ir. Suriani, Ir. Deden Zainuddin, MS, Ir. Nusyirwan, MS yang telah banyak membantu penulis melakukan pengolahan data. Demikian pula kepada Mbak Ruby dan Mbak Yani yang telah membantu administrasi penyelesaian studi S3 EPN IPB. 14.Ibu tercinta Hj Karlinah Hadisartama dan Ibu mertua Dra Hj. Sri Suharti atas segala

dorongan dan do’anya selama penulis menempuh pendidikan S3.

15.Istri tercinta Dra. Hj. Rr. Sulistyawati T. Purwita, M.Hum dan anak-anak tersayang (Puspa Diva Nur Aqmarina Purwita dan Muhammad Belva Al Kautsar Purwita) atas dorongan dan pengorbanannya selama penulis menyelesaikan studi, serta semua pihak yang tidak disebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian studi.

Kepada semuanya, kami memohonkan do’a semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala amal dan budi baik yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa disertasi ini belumlah sempurna karena berbagai keterbatasan yang penulis miliki. Karena itu dengan segala kerendahan hati kami memohon maaf yang sebesar-besarnya, seraya mengharap semoga disertasi ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu-pengetahuan serta memotivasi kita untuk berkarya lebih besar lagi. Amien.

Bogor, Januari 2010


(16)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxii

I. PENDAHULUAN ... 1.1 Latar Belakang ... 1

1 1 II. 16 2 2 III. 86 4.2.1. Pengambilan Contoh... 88

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 1

1.4 Kegunaan/Manfaat Penelitian ... 12

1.5 Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 12

TINJAUAN PUSTAKA ...   16

2.1. Pengantar Ekonomi Rumahtangga ... 2.2. Curahan Tenaga Kerja dan Pendapatan ... 18

2.3. Teori Alokasi Waktu ... 21

2.4. Model Rumahtangga Petani Chayanov ... 27

2.5. Teori Ekonomi Rumahtangga Petani Nakajima ... 32

2.6. Pembangunan Masyarakat Desa ... 44

2.7. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) .... 47

2.8. Akses Masyarakat terhadap Sumber-Sumber Ekonomi ... 50

2.9. Kebijakan Fiskal untuk Mengurangi Kemiskinan ... 56

.10. Konsep Kelembagaan dan Kemitraan ... 58

.11. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu ... 67

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ...   75

3.1. Kerangka Pemikiran ... 75

3.2. Hipotesis ... IV. METODE PENELITIAN ...   87

4.1. Lokasi Penelitian ... 87


(17)

4.2.2. Pengumpulan Data ...

4.3. Instrumen Penelitian ... 90

89 .4. .5. 1 1 1 .8. 128 V. RUMAHTA ... 136

... 155

5.1.8. 5.2. 173 5.2.2. 4.3.1. Daftar Pertanyaan/Kuesioner ... 90

4.3.2. Catatan Harian ... 93

4 Metode Analisis ... 94

4 Spesifikasi Model ... 97

4.5.1. Spesifikasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM Kopi ... 98

4.5.2. Spesifikasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah ... 10

4.6. Identifikasi dan Metode Pendugaan Model ... 25

4.7. Validasi dan Simulasi Model ... 26

4 Definisi dan Konsep Pengukuran ... GAMBARAN LOKASI DAN KARAKTERISTIK EKONOMI NGGA PETANI PHBM ...   136

5.1. Gambaran Umum Lokasi ... 132

5.1.1. Visi dan Misi Perum Perhutani ... 132

5.1.2. Perkembangan Kegiatan PHBM di Perum Perhutani ... 133

5.1.3. Gambaran Umum Wilayah Hutan pada Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan ... 5.1.4. Sejarah PHBM di KPH Bandung Selatan ... 139

5.1.5. Kondisi Geografi dan Administrasi Lokasi Penelitian ... 145

5.1.6. Kegiatan PHBM oleh Masyarakat Desa Hutan Kubangsari, Desa Pulosari, Pangalengan ... 149

5.1.7. Penguasaan dan Pemanfaatan Lahan ... Pola Usahatani ... 158

5.1.9. Aspek Biaya/Permodalan ... 170

Karakteristik Petani Contoh... 173

5.2.1. Umur Petani Contoh ... Asal-usul Petani Contoh ... 174

5.2.3. Tingkat Pendidikan ... 175

5.2.4. Mata-pencaharian Petani Contoh ... 177

5.2.5. Jumlah Anggota Rumahtangga Responden ... 179


(18)

5.2.6. Tanggungan Keluarga Petani Contoh ... 180

5.2.7. Penggunaan Waktu (Alokasi Waktu) ... 181

5.2.8. Kontribusi Pendapatan Rumahtangga ... 185

5.2.9. Pengeluaran Rumahtangga ... 190

5 5 5 5.3. VI. PERI SEK 6.1. 204 208 . 215

6.2.7. 6 6 6 6 6.3. .2.10. Pendapatan Siap Dibelanjakan ... 194

.2.11. Tabungan dan Pinjaman/Kredit ... 195

.2.12. Deskripsi Lain Petani Contoh ... 197

Rangkuman ... 199

LAKU EKONOMI RUMAH-TANGGA MASYARAKAT ITAR HUTAN PESERTA PHBM ...   203

Gambaran Umum Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM ... 203

6.2. Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga PHBM Kopi ... 204

6.2.1. Alokasi Tenaga Kerja Luar Keluarga yang Disewa pada Usahatani ... 6.2.2. Alokasi Tenaga Kerja Keluarga pada Usahatani ... 206

6.2.3. Alokasi Tenaga Kerja Keluarga pada Luar Usahatani... 6.2.4. Penggunaan Pupuk ... 211

6.2.5. Penggunaan Obat ... 213

6.2.6. Penggunaan Bibit ... Luas Lahan Garapan ... 217

6.2.8. Produktivitas Lahan ... 219

6.2.9. Pengeluaran Konsumsi Pangan ... 221

.2.10. Pengeluaran Konsumsi Non-pangan ... 223

.2.11. Investasi Sumberdaya Manusia ... 225

.2.12. Tabungan ... 227

.2.13. Kredit/Pinjaman Rumahtangga ... 230

Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah ... 232

6.3.1. Alokasi Tenaga-kerja Luar Keluarga pada Usahatani ... 232

6.3.2. Alokasi Tenaga-kerja Keluarga pada Usahatani Rumput-Gajah ... 234 6.3.3. Alokasi Tenaga-kerja Keluarga pada Usahatani Sapi-perah 237


(19)

xvii

... 240

6 6 6 6 6 6.4. VII. DA KEP 7.1. 7.2. 7.2.1. Model Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM Kopi ... 279

.3. Rangkuman Hasil Simulasi ... 292

VIII. 8.1. 8.2. ... 322

8.3. Rangku IX. 336 6.3.4. Alokasi Tenaga-kerja Keluarga pada Luar Usahatani .... 6.3.5. Penggunaan Pupuk pada Usahatani Rumput-gajah ... 242

6.3.6. Penggunaan Obat pada Usahatani Rumput-gajah ... 245

6.3.7. Penggunaan Bibit pada Usahatani Rumput-gajah ... 247

6.3.8. Luas Lahan Garapan Rumput-gajah ... 249

6.3.9. Produktivitas Usahatani Rumput-gajah ... 251

.3.10. Produksi Susu Sapi ... 253

.3.11. Pengeluaran Konsumsi Pangan ... 255

.3.12. Pengeluaran Investasi Sumberdaya Manusia ... 257

.3.13. Tabungan ... 259

.3.14. Kredit/Pinjaman Rumahtangga ... 261

Rangkuman Hasil Estimasi ... 263

MPAK PERUBAHAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP UTUSAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PHBM ...   273

Validasi Model ... 273

Perubahan Faktor-faktor Eksternal terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM ... 279

7.2.2. Model Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah ... 286

7 ANALISIS ASPEK KELEMBAGAAN KEMITRAAN PETANI- PERHUTANI DALAM PROGRAM PHBM ... 297

Analisis Identifikasi Aspek Kelembagaan ... 297

Penguatan Kelembagaan Kemitraan PHBM ... man Aspek Kelembagaan ... 331

SIMPULAN DAN SARAN ... 336

9.1. Simpulan ... 9.2. Implikasi Kebijakan ... 338

9.3. Saran untuk Penelitian Lanjutan ... 340

DAFTAR PUSTAKA ... 341


(20)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Perkembangan Proses PHBM pada Desa Hutan s/d Desember

2007 ... 135 2. Sebaran dan Jumlah LMDH menurut Usaha Produktifnya s/d

135

... 144

147

152

160

171

175

176 Desember 2007 ... 3. Luas Kawasan Hutan KPH Bandung Selatan ... 138 4. Identifikasi Masalah yang Dihadapi Masyarakat di Wilayah

Hulu Citarum KPH Bandung Selatan ... 141 5. Daftar Kriteria LMDH di BKPH Pangalengan KPH Bandung

Selatan ...

6. Penggunaan Lahan di Wilayah Desa Lokasi Penelitian ... 146 7. Perkembangan Jumlah Penduduk pada Desa di Lokasi Penelitian ... 8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 147 9. Mata Pencaharian Penduduk pada Desa Lokasi Penelitian ... 148 10. Luas Kawasan Hutan Pangkuan Desa (HPD) LMDH Kubangsari ... 11. Jenis Tanaman Pokok pada Lokasi PHBM Kubangsari ... 154 12. Karakteristik Luas Lahan yang Dikelola oleh Petani Contoh ... 156 13. Rasio Rata-rata Luas Lahan yang Ditanami (Luas Lahan Efektif)

dengan Lahan yang Tersedia (Luas Lahan Potensial) ... 158 14. Produksi Kopi Indonesia ... 15. Rekapitulasi Data Petani Kopi pada Lokasi Penelitian ... 165 16. Rekapitulasi Data Petani Rumput Gajah ... 167 17. Rata-rata Modal Usahatani di Lokasi Penelitian ... 18. Karakteristik Umur Rata-rata Petani Contoh ... 173 19. Asal-usul Petani Contoh ... 20. Karakteristik Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga ... 175 21. Karakteristik Tingkat Pendidikan Istri ...


(21)

22. Karakteristik Matapencaharian Utama Masyarakat Sekitar Hutan ... 177 23. Karakteristik Matapencaharian Tambahan Masyarakat ... 178

180 26. Karakteristik Alokasi Waktu Rata-rata Responden ... 182

192

196

213

219

224

226 44. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Tabungan ... 228 24. Karakteristik Jumlah Anggota Keluarga Petani Contoh ... 179 25. Karakteristik Jumlah Tanggungan Keluarga Responden ...

27. Pendapatan Rata-rata per Rumahtangga Responden ... 188 28. Pengeluaran Rumahtangga Responden ...

29. Pendapatan yang Siap Dibelanjakan ... 194 30. Tabungan Rata-rata Responden ... 196 31. Pinjaman/kredit Rata-rata Responden ... 32. Deskripsi Lain Petani Contoh ... 198 33. Hasil Pendugaan Persamaan Alokasi Tenaga Kerja Luar

Keluarga pada Usahatani ... 204 34. Hasil Pendugaan Persamaan Alokasi Tenaga Kerja Keluarga

pada Usahatani ... 206 35. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Alokasi Tenaga Kerja

Keluarga pada Luar Usahatani ... 208 36. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Pupuk ... 211 37. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Obat ... 38. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Bibit ... 215 39. Hasil Pendugaan Parameter Luas Lahan Garapan ... 217 40. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produktivitas ... 41. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Konsumsi Pangan ... 222 42. Hasil Pendugaan Persamaan Non-Pangan ... 43. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Investasi Sumberdaya

Manusia ...

45. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Kredit/Pinjaman ... 230


(22)

46. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Alokasi Tenaga-kerja

Luar Keluarga pada Usahatani ... 232 47. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Alokasi Tenaga-kerja

Keluarga pada Usahatani Rumput-gajah ... 234 48. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Alokasi Tenaga-kerja

237

Keluarga pada Luar Usahatani ... 240 ... 243 51. Hasil Pendugaan Parameter Penggunaan Obat ... 245

254 256 258 274 275 281 288

terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM ... 293 Keluarga pada Usahatani Sapi-perah ... 49. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Alokasi Tenaga-kerja

50. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Pupuk ..

52. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Bibit ... 247 53. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Luas Lahan Garapan

Rumput Gajah ... 249 54. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produktivitas Usahatani

Rumput Gajah ... 251 55. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produksi Susu ... 56. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Konsumsi

Pangan ... 57. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Investasi

Sumberdaya Manusia ... 58. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Tabungan ... 259 59. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Kredit/Pinjaman ... 262 60. Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM

Kopi ... 61. Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM

Rumput-gajah & Sapi-perah ... 62. Dampak Perubahan Faktor –faktor Eksternal terhadap Perilaku

Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM Kopi ... 63. Dampak Perubahan Faktor-faktor Eksternal terhadap Perilaku

Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM Rumput-Gajah &

Sapi-perah ... 64. Rangkuman Dampak Perubahan Faktor-faktor Eksternal


(23)

xx

... 307 67. Hak-hak yang Terikat Berdasarkan Posisi Kelompok

319 65. Hak dan Kewajiban dalam Kerjasama PHBM Rumput-gajah

antara Masyarakat (LMDH), Koperasi Peternak Bandung

Selatan (KPBS), dan Perum Perhutani ... 305 66. Hak dan Kewajiban dalam Kerjasama Kemitraan PHBM Kopi

antara Petani Mitra (LMDH), Perum Perhutani, dan Pemodal


(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Fungsi Kepuasan Seorang Anggota Keluarga ... 2. Fungsi Kepuasan, Efek Pendapatan, Efek Substitusi & Efek Total ... 20

19

.... 21 29

Rumahtangga Model Nakajima ... 37 7. Keseimbangan Rumahtangga Petani Kasus Menyewa Tenaga Kerja

... 41 8. Keseimbangan Rumahtangga Petani Kasus Menjual Tenaga Kerja

... 43 9. Skema Hak dan Akses Pengelolaan Hutan oleh Masyarakat ... 55

PHBM ... 81 11. Diagram Model Dasar Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM ... 83 12. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Plus ... 134

315 3. Penawaran Tenaga Kerja ...

4. Model Rumahtangga Usahatani Chayanov ... 5. Model Dasar Ekonomi Rumahtangga Petani Nakajima ... 34 6. Pengaruh Perubahan Harga Produksi Pada Keseimbangan

Luar Keluarga ...

Keluarga ...

10. Kerangka Pemikiran Penelitian Ekonomi Rumahtangga Program

13. Kelembagaan Forum Komunikasi Lembaga Masyarakat Desa

Hutan (Forum LMDH) ... 301 14. Mekanisme Pemasaran Kopi Hasil Usahatani PHBM Kopi ... 15. Mata-rantai Pemasaran PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah ... 316


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Lokasi Penelitian ... 355 2. Metode Penarikan Contoh... 356 3. Daftar Keterangan Variabel Model Ekonomi Rumahtangga PHBM ... 357 A. Model Ekonomi Rumahtangga Peserta PHBM Kopi ... 358 B. Model Ekonomi Rumahtangga PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah .. 359 4.

Peserta PHBM Kopi dengan Metode 2 SLS, Prosedur SYSLIN,

... 361

PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah dengan Metode 2 SLS, Prosedur 363

Kopi dengan Metode 2 SLS, Prosedur SYSLIN, SAS/ETS Versi 9.1 ... 366

Gajah & Sapi-Perah dengan Metode 2 SLS, Prosedur SYSLIN, SAS/ETS

. 373

PHBM Kopi dengan Metode Newton, Prosedur SIMNLIN, SAS/ETS

... 380

PHBM Rumput-Gajah & Sapi-Perah dengan Metode Newton, Prosedur

... 382

dengan Metode Newton, Prosedur SIMNLIN, SAS/ETS Versi 9.1 ... 385

Gajah & Sapi-Perah Kopi dengan Metode Newton, Prosedur SIMNLIN,

... 390

PHBM Kopi dengan Metode Newton, Prosedur SIMNLIN, SAS/ETS

... 395

PHBM Rumput-Gajah & Sapi-Perah dengan Metode Newton, Prosedur

SIMNLIN, SAS/ETS Versi 9.1 ... 398 Program Komputer Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani

SAS/ETS Versi 9.1 ...

5. Program Komputer Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani SYSLIN, SAS/ETS Versi 9.1 ... 6. Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Peserta PHBM

7. Hasil Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM Rumput-Versi 9.1 ... 8. Program Komputer Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani

Versi 9.1 ... 9. Program Komputer Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani SIMNLIN, SAS/ETS Versi 9.1 ... 10. Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM Kopi

11. Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani PHBM Rumput-SAS/ETS Versi 9.1 ... 12. Program Komputer Simulasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani

Versi 9.1 ... 13. Program Komputer Simulasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani


(26)

xxiii

Ekonomi

... 404 17. Dampak Perubahan Faktor-faktor Eksternal terhadap Perilaku Ekonomi

406 18. Ikhtisar Penguatan Kelembagaan PHBM Kopi terkait Implementasi

. 408 19. Ikhtisar Penguatan Kelembagaan PHBM Rumput-Gajah & Sapi-Perah

... 411 20. Ilustrasi Kegiatan PHBM di Lokasi Penelitian ... 413

dengan kebun teh. Masyarakat desa hutan peserta PHBM berada di

agus

414 Gb. 4. PHBM RUMPUT-GAJAH & SAPI-PERAH : Sapi diperah setiap

Peternak Bandung Selatan/KPBS (Foto : Penulis) ... 414 14. Contoh Hasil Program Komputer Skenario 1 Model Ekonomi

Rumahtangga Petani PHBM Kopi dengan Metode Newton, Prosedur

SIMNLIN, SAS/ETS Versi 9.1 ... 402 15. Contoh Hasil Program Komputer Skenario 1 Model Ekonomi

Rumahtangga Petani PHBM Rumput-Gajah & Sapi-Perah dengan

Metode Newton, Prosedur SIMNLIN, SAS/ETS Versi 9.1 ... 403 16. Dampak Perubahan Faktor–faktor Eksternal terhadap Perilaku

Rumahtangga Petani PHBM Kopi ...

Rumahtangga Petani PHBM Rumput-Gajah & Sapi-perah ...

Kebijakan Penurunan Suku-Bunga Pinjaman ...

terkait Implementasi Kebijakan Peningkatan Harga Jual Output ...

Gb. 1. Lokasi Penelitian : Hutan Pinus & Rasamala yang berdampingan

kampung-kampung yang mengelilingi hutan-hutan ini (Foto : Penulis) .... 413 Gb. 2 PHBM KOPI : Kopi masyarakat yang siap dipanen. Bila perawatan

dan pemeliharaan dilakukan dengan baik, produksi kopinya sangat b

(Foto : Penulis) ... 413 Gb. 3. PHBM RUMPUT-GAJAH & SAPI-PERAH : Penanaman

rumput-gajah di bawah tegakan sebagai hijauan makanan ternak (Foto : Penulis) .

hari pada pagi dan sore. Sapi dikandangkan secara berkelompok. Hasil produksi susu langsung dibawa ke tempat penampungan Koperasi


(27)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan nasional menerapkan tripple-track strategy, yaitu strategi pembangunan yangmengedepankan pemulihan dan pertumbuhan ekonomi (pro-growth), pemberantasan kemiskinan (pro-poor), dan peningkatan penyerapan tenaga kerja (pro-jobs). Pengalaman menunjukkan, bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat apabila gagal dalam menciptakan suatu keadilan sosial dan pemerataan pendapatan (Nasution, 2007). Demikian pula dinyatakan, bahwa penciptaan kekayaan tanpa redistribusi akan meningkatkan ketimpangan. Saat kekayaan tumbuh, maka garis kemiskinan pun meningkat (Seabrook, 2006).

Menurut hasil penelitian CIFOR (2004), dikemukakan bahwa lebih kurang 48.8 juta jiwa penduduk Indonesia tinggal di kawasan hutan dan sekitarnya, diantaranya 10.2 juta jiwa adalah penduduk miskin. Dari jumlah tersebut, yang bermata-pencaharian langsung dari hutan adalah lebih kurang 6 (enam) juta jiwa.

Mengingat besarnya multiplier-effects yang dapat diciptakan oleh sektor kehutanan (Majalah Tempo,19 November 2006), maka pembangunan kehutanan merupakan sektor yang sangat strategis untuk mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran penduduk. Adapun tiga (3) agenda utama kebijakan revitalisasi sektor kehutanan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009 adalah sebagai berikut :


(28)

2

2. Bergeraknya sektor-riil kehutanan dan usaha terkait berbasis usaha kecil, yang dapat membantu penyerapan tenaga-kerja.

3. Pemberdayaan ekonomi masyarakat dalam bentuk pemanfaatan hutan produksi melalui pemanfaatan tanaman rakyat dan pola-kemitraan, baik PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat), MHR (Mengelola Hutan Rakyat), maupun HTR (Hutan Tanaman Rakyat).

Selanjutnya dalam agenda kerjanya, Pemerintah berupaya mengefektifkan Hutan Produksi maupun Hutan Lindung, baik di Pulau Jawa maupun di Luar Pulau Jawa, dalam bentuk pemberian akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk memanfaatkan lahan tersebut (access-reform) guna peningkatan kesejahteraannya. Khusus untuk Pulau Jawa, Pemerintah mengamanatkan kepada Perum Perhutani untuk membuka akses pemanfaatan lahan kawasan hutan yang dikelolanya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan, baik di kawasan Hutan Produksi maupun Hutan Lindung.

Pulau Jawa merupakan pulau yang terpadat penduduknya di Indonesia. Di pulau ini terdapat pusat pemerintahan dan pusat perekonomian yang sangat dinamis. Namun ironis, bahwa pulau ini masih dihuni oleh penduduk miskin yang pada umumnya bermukim di sekitar hutan-hutan dan perdesaan. Setiap tahun pulau ini mengalami tekanan yang luar-biasa, sehingga terjadi kerusakan lingkungan yang membahayakan kelangsungan hidup umat manusia (Menko Perekonomian, 2006).

Sejak masa Hindia-Belanda Pulau Jawa walau luasnya hanya 6 % dari seluruh luas daratan Nusantara, merupakan pulau yang mempunyai daya-tarik


(29)

3

tinggi ditinjau dari segi sosial, ekonomi, geopolitik dan kondisi sumber alam (khususnya kesuburan tanah). Pasca pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, Pulau Jawa menduduki posisi yang semakin penting dalam percaturan kehidupan sosial dan ekonomi Indonesia (Kartodihardjo et al, 2006), karena :

1. Merupakan lokasi pusat pemerintahan nasional 2. Ditempati oleh sebagian besar penduduk Indonesia 3. Kontribusinya yang besar dalam perekonomian nasional

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2000, sekitar 113 juta jiwa atau 55 % dari 2006 juta jiwa penduduk Indonesia bermukim di Pulau Jawa. Karena itu tidak mengherankan, apabila kontribusi Pulau Jawa terhadap perekonomian nasional juga sangat menonjol dibandingkan dengan pulau-pulau lain, yaitu sekitar 61 % dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional (Kartodihardjo et al, 2006).

Pulau Jawa dihuni oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Redistribusi penduduk yang tidak seimbang menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap lingkungan, khususnya hutan, sehingga mengancam terjadinya bencana alam seperti banjir, tanah-longsor, dan bencana kekeringan. Padahal kondisi hutan Pulau Jawa sudah semakin menipis dan masih jauh dari proporsi luas hutan yang dipersyaratkan menurut Undang-undang Pokok Kehutanan (UUPK) Nomor 41 Tahun 1999, yaitu bahwa proporsi luas hutan perlu dipertahankan sebesar kurang lebih 30 persen dari luas daratan/pulau (Sudarsono, 2007).

Terlepas dari posisi penting tersebut, pada saat ini Pulau Jawa mengalami permasalahan yang sangat serius pada daya-dukung ekologinya. Peristiwa bencana alam seperti banjir, tanah-longsor dan kekeringan, kini terjadi


(30)

dimana-4

mana. Di wilayah banjir tradisional, frekuensi dan intensitas banjir semakin meningkat dan menimbulkan kerugian yang semakin besar. Hal semacam ini tidak hanya dialami oleh kota Jakarta saja, tetapi kota-kota lain seperti Bandung, Semarang, dan Surabaya juga mengalami. Bahkan di luar wilayah perkotaan, banjir dan tanah-longsor menjadi pemandangan baru pada setiap musim hujan dan bencana yang timbul lebih mengerikan (Kartodihardjo et.al, 2006).

Di Pulau Jawa, menurut Simatupang (2002), kegiatan pertanian belum menjadi sumber pendapatan utama bagi penduduk, melainkan baru sebatas sebagai sumber pendapatan tambahan. Sumber utama pendapatan penduduk masih berasal dari kegiatan non-pertanian. Karena itu agenda yang mendesak adalah bagaimana petani gurem dan buruh tani mampu mengandalkan kegiatan pertanian sebagai sumber penghidupan keluarganya Masalah pokok yang dihadapi adalah luas baku lahan produktif Pulau Jawa tidak memadai untuk memberikan kehidupan rumahtangga petani secara layak. Total luas lahan kurang dari 40 juta hektar, sedang jumlah rumahtangga petani lebih dari 20 juta orang, sehingga apabila luas lahan dibagi secara merata, maka seluruh petani tetap gurem dan tidak layak untuk menopang kehidupan yang ideal bagi ekonomi rumahtangganya.

Disamping redistribusi penduduk yang tidak seimbang, Pulau Jawa juga mengalami redistribusi lahan yang tidak proporsional. Sebagian besar penduduk miskin memiliki luasan lahan yang sangat kecil atau bahkan tidak memiliki lahan sama-sekali, sementara sebagian kecil penduduk kaya menguasai lahan yang sangat besar. Kondisi yang timpang ini menimbulkan banyak kerawanan sosial dan lingkungan. Konflik-konflik sosial, khususnya konflik agraria, tidak


(31)

5

bisa terhindarkan karena keberadaan lahan merupakan kapital yang fixed, sehingga apabila demand-nya tinggi, maka harga lahan pun akan makin meningkat dan mudah mendorong terjadinya perebutan lahan antar berbagai kelompok kepentingan (Khudori, 2007).

Degradasi hutan terjadi dimana-mana. Perambahan hutan di Pulau Jawa telah berlangsung sangat intensif. Puncaknya terjadi pada saat berlangsung euforia reformasi tahun 2001-2002, sehingga timbul degradasi hutan yang luar biasa besar. Disamping rakyat lapar kayu, kenyataan menunjukkan bahwa rakyat juga lapar lahan, sehingga kawasan hutan Negara termasuk kawasan hutan Perum Perhutani pun, menjadi sasaran perambahan yang intensif.

Salah satu terobosan Perum Perhutani untuk mengatasi masalah degradasi lingkungan akibat tekanan penduduk yang lapar lahan adalah pemanfaatan lahan melalui Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), dimana masyarakat diberi kesempatan untuk mengelola lahan secara lebih optimal, memanfaatkan lahan-lahan yang belum produktif, serta membuka akses masyarakat untuk memanfaatkan setiap jengkal lahan untuk mendukung proses penciptaan nilai tambah, khususnya dalam hal ketahanan pangan. Proses-proses pemanfaatan lahan seperti ini telah dilakukan sejak lama oleh Perum Perhutani, meskipun bukan dalam arti alih-kepemilikan atau “bagi-bagi lahan”, melainkan dalam arti pengaturan pemanfaatan lahan hutan secara lebih optimal kepada masyarakat/petani sekitar hutan. Satu dari banyak lokasi penerapan strategi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan, Propinsi Jawa Barat, yang memiliki kekhususan karena program ini diterapkan pada kawasan Hutan Lindung yang dikelolanya.


(32)

6

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang diterapkan di KPH Bandung Selatan, Unit Usaha Perum Perhutani Jawa Barat, dimaksudkan sebagai upaya penanganan terhadap perambahan kawasan hutan secara arif dan bijaksana dengan mempertimbangkan minimal 3 (tiga) kepentingan, yaitu : (1) kepentingan ekonomis masyarakat sekitar hutan melalui alih-profesi petani sayuran menjadi petani agroforestry dengan pemilihan komoditas yang tepat, (2) kepentingan ekologis melalui penerapan pola pertanian yang lebih ramah-lingkungan, dan (3) kepentingan sosial melalui peningkatan kesejahteraan petani sekitar hutan.

Mengingat bahwa kawasan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan merupakan daerah hulu DAS (Daerah Aliran Sungai) Citarum yang sangat penting untuk dilestarikan sebagai sumber air bagi 3 (tiga) bendungan strategis (yaitu Jatiluhur, Cirata, dan Saguling), maka wilayah ini perlu diamankan dari ancaman perambahan hutan dan pola pemanfaatan lahan yang tidak ramah-lingkungan. Karena itu, studi mengenai program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) khususnya yang terkait dengan perilaku ekonomi rumahtangga petani peserta program PHBM di wilayah BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, perlu dilakukan untuk menganalisis secara lebih jauh mengenai karakteristik ekonomi rumahtangga petani peserta program PHBM, faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan perilaku ekonomi rumahtangga petani, serta aspek-aspek kelembagaan di tingkat petani. Studi ini penting, karena pada umumnya program PHBM dilakukan pada Hutan Produksi, sedangkan pada penelitian ini program PHBM diterapkan pada kawasan Hutan Lindung yang merupakan penyangga bagi proyek-proyek vital di hilirnya


(33)

7

sehingga keberhasilan program PHBM akan sangat menentukan keberhasilan proyek-proyek vital lainnya. Terlebih lagi pada era reformasi, kerusakan hutan lindung lebih besar daripada kerusakan hutan produksi (Ginoga, 2003).

1.2 Perumusan Masalah

Negara dunia ketiga pada umumnya menghadapi 2 (dua) persoalan pokok, yaitu : (1) luas lahan untuk peningkatan tanaman ekspor yang terus meningkat, dan (2) ketimpangan penguasaan lahan. Akibatnya muncul masalah kemiskinan, deforestasi, dan degradasi lingkungan (Suhardjito et.al, 2000).

Sebagai negara agraris, kondisi Indonesia masih sangat rapuh. Kepemilikan lahan masih didominasi oleh petani gurem yang hanya menguasai lahan kurang dari 0.5 ha dengan proporsi meliputi 88 persen dari jumlah petani secara keseluruhan. Hal tersebut membuat produktivitas pertanian menjadi rendah dan tidak kompetitif. Selain itu, pertanian yang masih subsisten juga membuat kantong-kantong kemiskinan yang makin membesar, khususnya menyangkut penduduk yang berada di Pulau Jawa (Khudori, 2007).

Kerawanan sosial di Pulau Jawa pada dasarnya terjadi karena persoalan ekonomi, yaitu terjadinya redistribusi aset yang tidak merata akibat konsentrasi penduduk yang sangat tinggi. Ketimpangan distribusi penguasaan lahan tersebut sudah terjadi sebelum Indonesia merdeka dan cenderung semakin timpang sejak Revolusi Hijau diterapkan pada lahan sawah (Suhardjito et.al, 2000).

Pulau Jawa yang memiliki kepadatan penduduk +/- 900 orang/km2 dan luas daratan yang relatif sempit (6 % wilayah daratan Indonesia), menyebabkan terbatasnya lahan yang dimiliki oleh setiap keluarga (KK), yaitu hanya 0.10 ha


(34)

8

per KK atau 1.000 m2 per KK. Sementara itu desa yang lokasinya langsung berbatasan dengan hutan (Hutan Produksi dan Hutan Lindung) adalah berjumlah 5 552 desa hutan, dimana ± 6 483 685 orang yang secara langsung berinteraksi dan bergantung pada hutan melalui skema kerjasama PHBM (Perum Perhutani, 2007).

Persoalan Perum Perhutani dalam mengelola hutan di Pulau Jawa ada dua hal (Awang, 2003), yaitu : (1) secara eksternal, menghadapi persoalan sosial-kemasyarakatan yang sudah menahun dan krusial (kemiskinan perdesaan, terbatasnya peluang kerja, pengangguran, hubungan kelembagaan, menanggung dampak PHK dari perkotaan); dan (2) secara internal, menghadapi persoalan kualitas SDM yang perlu ditingkatkan, organisasi pendukung yang lemah, kesepakatan terhadap program sosial-kemasyarakatan, sistem tata-niaga kayu, pembinaan mental-spiritual, serta pemeratan pendapatan. Masalah eksternal sangat sensitif, karena menyangkut +/- 5 552 desa di sekitar hutan dan sekitar 30 juta penduduk Pulau Jawa yang berinteraksi dengan sumberdaya hutan.

Kawasan Hutan Lindung Perum Perhutani di daerah Pangalengan yang merupakan hulu sungai Citarum misalnya, mengalami ancaman perambahan yang sangat intensif. Perambahan hutan dalam bentuk pemanfaatan lahan tumpangsari yang tidak ramah lingkungan, menciptakan tingkat sedimentasi dan pencemaran hulu sungai Citarum yang sangat tinggi, sehingga mengancam kelestarian hutan dan keseimbangan lingkungan Pulau Jawa, diantaranya berkurangnya sumber air bagi 3 (tiga) bendungan strategis, yaitu : Jatiluhur, Cirata, dan Saguling (KPH Bandung Selatan, 2007).


(35)

9

Adapun ancaman yang paling krusial di sekitar kawasan DAS Citarum adalah bahaya banjir. Disamping karena faktor alam, faktor manusia sangat berperan dalam menciptakan kondisi lingkungan yang semakin rusak, diantaranya adalah : (1) berkurangnya kawasan serapan air akibat perambahan hutan, (2) konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian dengan komoditas dan pola bertani yang tidak ramah-lingkungan, dan (3) pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah dan penggunaan pestisida (KPH Bandung Selatan, 2007).

Perambahan hutan di daerah Pangalengan mencerminkan “kompetisi” pemanfaatan lahan kawasan Hutan Lindung antara masyarakat (petani pengguna/penggarap) dengan Perum Perhutani (selaku pengelola kawasan) yang telah berlangsung secara sangat intensif, terutama pada masa euforia reformasi, sehingga tidak menutup kemungkinan ancaman tersebut sewaktu-waktu akan muncul kembali. Sementara itu program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) semenjak tahun 2003 telah diluncurkan oleh Perum Perhutani sebagai solusi yang ditempuh. Program PHBM ini diyakini oleh Perum Perhutani merupakan strategi yang tepat dalam rangka membangun pemanfaatan lahan secara lebih optimal dan “win-win” antara masyarakat (petani penggarap) dengan Perum Perhutani, dimana masyarakat diikutsertakan dalam pengelolaan hutan secara utuh.

Secara umum pokok persoalan dalam penelitian (research-question) ini adalah apakah pola pemanfaatan lahan hutan lindung melalui program PHBM tersebut telah berhasil membantu mengatasi persoalan kemiskinan masyarakat sekitar hutan (petani penggarap) dan mampu mengurangi kebergantungan petani


(36)

10

terhadap faktor lahan kawasan hutan sebagai salah satu tumpuan bagi sumber pendapatannya ? Selanjutnya permasalahan umum tersebut secara spesifik dapat dielaborasi menjadi 3 (tiga) permasalahan khusus sebagai-berikut :

1. Dilihat dari perspektif petani, seberapa jauh pemanfaatan lahan usahatani di hutan lindung melalui program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) telah memberikan manfaat yang positif bagi peningkatan kesejahteraan rumahtangga petani sekitar hutan, sehingga membantu petani peserta program PHBM mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mengurangi tekanan terhadap kelestarian hutan.

2. Secara kuantitatif faktor-faktor apakah yang diduga berpengaruh terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani peserta PHBM di Hutan Lindung terkait dengan pengambilan keputusan menyangkut alokasi waktu tenaga-kerja, aspek produksi, pendapatan, dan pengeluaran rumahtangga petani, sehingga dapat diterapkan kebijakan pemerintah yang tepat untuk membantu rumahtangga petani mengatasi masalah kemiskinan masyarakat sekitar hutan.

3. Sejauhmana aspek kelembagaan kerjasama kemitraan antara masyarakat dengan Perum Perhutani melalui program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat), khususnya menyangkut pembaharuan kontrak kerjasama kemitraan, dapat menunjang keberhasilan implementasi program PHBM secara jangka-panjang.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan masalah yang sangat penting untuk dijawab. Karena itu penelitian mengenai perilaku ekonomi rumahtangga petani peserta PHBM yang mengintegrasikan analisis aspek ekonomi dan


(37)

11

kelembagaan dalam membangun kerjasama kemitraan di kawasan Hutan Lindung antara penduduk dan Perum Perhutani, perlu dilakukan sebagai model atau benchmark bagi wilayah lain dengan karakteristik yang sama atau karakteristik yang mendekati (hampir sama) dengan karakteriristik lokasi penelitian.

Penelitian ekonomi rumahtangga pada aktivitas Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) belum banyak dilakukan, terlebih lagi aktivitas PHBM di kawasan hutan lindung sejauh ini masih merupakan hal yang baru, sehingga penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yang penting. Bahkan pengelolaan kawasan hutan lindung pada umumnya dibiarkan (terlantar), sehingga studi mengenai kelembagaan PHBM pada hutan lindung menjadi sangat penting.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani peserta PHBM dalam pengambilan keputusan menyangkut aspek alokasi waktu tenaga kerja, produksi, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga petani.

2. Menganalisis dampak perubahan faktor eksternal terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani peserta PHBM.

3. Menganalisis aspek kelembagaan kerjasama kemitraan PHBM, khususnya menyangkut kontrak kerjasama antara petani dengan Perum Perhutani. 1.4 Kegunaan/Manfaat Penelitian


(38)

12

1. Bermanfaat bagi pemerintah sebagai masukan dalam penciptaan kebijakan pembinaan dan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan di kawasan hutan lindung terkait dengan persoalan pengentasan kemiskinan masyarakat sekitar hutan dan terciptanya kelestarian hutan di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS).

2. Bermanfaat bagi Perum Perhutani sebagai “benchmark” atau rujukan untuk mengembangkan program penataan pemanfaatan lahan kawasan hutan lindung yang lebih optimal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan melalui pola kemitraan yang sesuai dengan harapan kedua-belah pihak, pada kawasan lain yang relatif berkarakteristik samadengan lokasi penelitian.

3. Bermanfaat bagi masyarakat luas berkaitan dengan semakin banyaknya sumber informasi yang menyangkut pola-pola pemberdayaan masyarakat sekitar hutan yang lebih kondusif sebagai proses pembelajaran ( lesson-learned) yang dapat diterapkan untuk daerah lain.

1.5 Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mencakup analisis kuantitatif dan kualitatif/deskriptif pola usahatani lahan kering PHBM di wilayah hulu Sungai Citarum dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keputusan rumahtangga petani peserta program PHBM melalui pendekatan konsep ekonomi rumahtangga, serta kajian aspek kelembagaan di tingkat petani dalam rangka membangun kerjasama kemitraan PHBM dengan Perum Perhutani. Mengingat begitu luas cakupan yang harus dianalisis, maka untuk mempertajam analisis penulis membatasi cakupan penelitian ini dengan mengambil studi kasus di wilayah kerja Perum Perhutani


(39)

13

Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan, khususnya di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Pangalengan yang merupakan wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Namun demikian, penentuan lokasi yang relatif mikro ini diharapkan masih cukup representatif untuk menggambarkan kegiatan PHBM di wilayah KPH Bandung Selatan pada khususnya dan di wilayah Perum Perhutani pada umumnya, terutama untuk benchmark bagi tipologi kawasan hutan yang bertopografi tinggi seperti Hutan Lindung maupun Kawasan Hutan Produksi Terbatas.

Studi dengan wilayah penelitian yang sangat mikro bisa merupakan kelemahan/keterbatasan namun sekaligus merupakan kekuatan, karena dapat dilakukan dengan metode penelitian langsung (survei) dan sebagaimana lazimnya persoalan menyangkut sosial-kemasyarakatan berada pada skala yang lebih mikro sehingga harus diobservasi secara lebih detil.

Penelitian ini mengambil lokasi di kawasan Hutan Lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani sebagai wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum yang sangat vital, sehingga terdapat pembatasan terhadap jenis-jenis komoditas usahatani yang bisa dikembangkan oleh petani, yaitu jenis-jenis-jenis-jenis komoditas yang sesuai dengan sifat kepekaan lahan daerah pegunungan yang mudah tererosi dan rawan longsor. Karena itu jenis-jenis komoditas yang dikembangkan harus bersifat ramah-lingkungan, memiliki sistem perakaran yang kuat menahan tanah, serta berumur-panjang. Dengan demikian terdapat keterbatasan preferensi petani dalam mengembangkan komoditas di kawasan Hutan Lindung dibandingkan apabila petani melakukan usahatani di wilayah Hutan Produksi Biasa yang topografinya relatif lebih landai atau datar.


(40)

14

Disamping itu, pengelolaan hutan lindung tidak diperkenankan memanen kayu tanaman pokok, sehingga petani peserta PHBM tidak memiliki kesempatan menikmati sharing hasil produksi dari Hutan Pangkuan Desa yang dikelolanya. Pendapatan petani murni berasal dari hasil usahatani tanaman keras yang dikembangkan oleh rumahtangga petani diantara tanaman pokok kehutanan yang harus diamankannya dan pendapatan lain non-usahatani.

Komoditas yang dikembangkan petani terbatas pada kopi dan rumput-gajah (yang diintegrasikan dengan pemeliharaan sapi-perah), sedangkan komoditas lain seperti cabe bendot dan terong kori tidak diperhitungkan, karena relatif masih sedikit nilainya (belum dikembangkan secara intensif) dan pada saat penelitian belum mencapai masa panen. Karena itu harga jual komoditas usahatani tidak dilakukan sebagai harga komposit, melainkan harga tunggal komoditas kopi (dalam bentuk gelondong/kopi basah) dan susu murni produksi sapi-perah. Disamping itu, komoditas kopi adalah tanaman yang relatif berdaur-panjang, sehingga penelitian yang bersifat cross-section yang berjangka hanya 1 (satu) tahun memiliki kelemahan dalam mengukur kinerja komoditas tanaman kopi.

Penelitian ini memiliki keterbatasan lain, yaitu pendapatan petani yang dianalisis hanya pendapatan yang berasal dari kegiatan on-farm dan off-farm (baik sebagai buruh pada usahatani pada lahan milik orang lain maupunkegiatan non-pertanian/non-usahatani). Tetapi pendapatan yang berasal dari non-activity seperti warisan, kiriman, hadiah, Bantuan Langsung Tunai (BTL) dari Pemerintah, tidak ikut dianalisis, karena datanya tidak valid. Pada saat penelitian BLT belum dibagikan kepada masyarakat, sehingga tidak dihitung.


(41)

15

Menyangkut data tabungan dan kredit, data yang dianalisis murni berdasarkan angka-angka yang dilakukan sebagai pengakuan petani pada saat wawancara, sehingga bukan didasarkan pada pendekatan angka surplus (defisit) yang dialami petani berdasarkan perhitungan/analisis ekonomi. Karena itu akurasi data survei sulit untuk dapat divalidasi mengingat pengakuan petani bisa berbeda-beda dan kurang akurat. Inilah satu kelemahan dari metode survei yang hanya mencatat data saat itu (cross-section), sehingga tidak tertutup kemungkinan timbul fenomena yang khas tetapi menyimpang dari apriori ekonomi (kaidah-kaidah ekonomi yang seharusnya).

Disamping hal-hal di atas, keterbatasan penelitian ini juga menyangkut masalah tiadanya data ekonomi rumahtangga petani yang bersifat runtut-waktu (times-series) yang akurat dan kredibel. Analisis ekonometrika dilakukan hanya mendasarkan pada data primer yang bersifat cross-section melalui survei yang dilakukan secara langsung (face to face) dengan para petani (responden) di lokasi penelitian, baik petani peserta program PHBM Kopi maupun petani peserta program PHBM Rumput-gajah & Sapi-perah, sehingga sesekali dalam membangun model ekonometrik dijumpai nilai koefisien korelasi yang rendah antar variabel pembangunnya.


(42)

16

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengantar Ekonomi Rumahtangga

Model ekonomi rumahtangga pertanian (agricultural household economics model) lahir dari pemikiran bahwa di dalam satu unit rumahtangga petani terdapat keputusan produksi yang tidak terpisahkan dengan keputusan konsumsi. Pada rumahtangga petani seperti ini dalam mengambil keputusan produksi, maka hasil produksi ada yang dikonsumsi sendiri dan ada yang dijual (Singh, et.al, 1986). Apabila hasil produksi petani sebagian besar atau seluruhnya dijual, maka keputusan yang diambil oleh rumahtangga petani tersebut adalah responsif terhadap signal pasar. Tetapi sebaliknya apabila hasil produksi petani sebagian kecil atau seluruhnya tidak dijual, maka keputusan produksi yang diambil oleh rumahtangga petani tidak responsif terhadap signal pasar (Suprapto, 2001). Dalam penelitian ini komoditas yang diusahakan adalah kopi dan rumput-gajah/sapi-perah (susu-sapi) yang relatif semua hasil-produksinya dijual ke pasar, karena produknya belum menjadi produk-olahan yang siap dikonsumsi oleh rumahtangga petani yang memproduksinya.

Rumahtangga petani (Farm household) adalah satu unit kelembagaan yang setiap saat mengambil keputusan produksi pertanian, konsumsi, curahan tenaga kerja dan reproduksi. Rumahtangga petani dapat dipandang sebagai satu kesatuan unit ekonomi, mempunyai tujuan yang ingin dipenuhi dari sejumlah sumberdaya yang dimiliki. Pola perilaku rumahtangga petani dalam aktivitasnya dapat bersifat subsisten, semi-komersial sampai berorientasi pasar. Rumahtangga petani merupakan satu unit kelembagaan keluarga, hidup bersama yang setiap


(43)

17

saat memutuskan secara bersama produksi pertanian, konsumsi, reproduksi dan kadang-kadang menyatukan pendapatan atau anggaran.

Dalam rumahtangga petani terdapat keterkaitan antara kegiatan produksi dengan konsumsi dalam suatu sistem, maka model ekonomi rumahtangga petani dirumuskan dalam suatu sistem persamaan simultan yang terdiri atas sejumlah persamaan struktural dan identitas.

Sesuai dengan prinsip ekonomi, rumahtangga petani dalam mengalokasikan sumberdaya umumnya bertindak rasional, mengkonsumsi barang dan jasa untuk memaksimumkan utilitas, serta sebagai produsen akan memaksimumkan keuntungan, seperti layaknya sebuah perusahaan dalam skala yang lebih besar.

Dharmawan (2002) menjelaskan, bahwa terdapat 6 (enam) fungsi utama dari rumahtangga, yaitu : (1) mengalokasikan sumberdaya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan, (2) mencapai bermacam-macam tujuan, (3) memproduksi barang dan jasa, (4) mengambil keputusan mengenai penggunaan pendapatan dan konsumsi, (5) melakukan hubungan sosial, dan (6) reproduksi dan menjaga keamanan anggota rumahtangga.

Aktivitas ekonomi rumahtangga dapat mempengaruhi kesejahteraan rumahtangga dan anggotanya. Untuk meningkatkan kesejahteraan rumahtangga dan anggotanya tersebut, maka perlu dukungan pemerintah. Intervensi pemerintah dapat dilakukan dalam bentuk kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas yang selanjutnya dapat meningkatkan pendapatan rumahtangga dan keluarganya. Kajian aktivitas ekonomi rumahtangga,


(44)

18

mempelajari dampak kebijakan pemerintah terhadap keputusan rumahtangga melalui analisis simulasi.

2.2. Curahan Tenaga Kerja dan Pendapatan

Partisipasi anggota rumahtangga petani baik pria maupun wanita menunjukkan kontribusi yang nyata pada keseluruhan proses pertanian dan pemanfaatan hasilnya. Dalam interaksinya dengan lingkungan, diperoleh fakta bahwa waktu bagi setiap rumahtangga dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu : (1) pola hidup, (2) pemilikan aset produktif, (3) keadaan sosial ekonomi keluarga, (4) tingkat upah, dan (5) karakteristik yang melekat pada setiap anggota rumahtangga.

Curahan tenaga kerja menunjukkan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk berbagai kegiatan (labor-use). Sedangkan pendapatan dapat dinyatakan sebagai imbalan yang diperoleh tenaga kerja karena melakukan kegiatan produktif. Secara teoritis hubungan curahan tenaga kerja dengan pendapatan dapat diturunkan dengan menggunakan Teori Utilitas (Becker, 1976; Koutsoyiannis, 1979; Nicholson, 1983).

Analisis curahan tenaga kerja merupakan analisis tentang penawaran tenaga kerja yang pada prinsipnya membahas keputusan-keputusan anggota rumahtangga (individu-induvidu) dalam mengalokasikan jam kerjanya. Individu-individu dalam mengalokasikan jam kerja akan bertindak rasional, yaitu akan memaksimumkan utilitasnya.

Maksimisasi utilitas rumahtangga dilakukan dengan mengkombinasikan waktu santai dan barang konsumsi untuk memaksimumkan kepuasan. Tiap angkatan kerja anggota rumahtangga dihadapkan pada pilihan bekerja atau tidak.


(45)

19

Apabila memilih bekerja berarti akan memberikan nilai guna pendapatan yang lebih tinggi dan akan lebih mencurahkan waktunya bagi pencapaian kebutuhan konsumsi. Sebaliknya jika tidak bekerja yang dipilih, maka waktu santai akan mempunyai nilaiguna yang lebih tinggi daripada pendapatan (Mangkuprawira, 1984).

Adanya kedua pilihan tersebut akan menghasilkan berbagai kombinasi untuk mencapai kepuasan yang maksimum seperti tertera pada Gambar 1.

Gambar 1. Fungsi Kepuasan Seorang Anggota Keluarga

Anggota rumahtangga akan mengkonsumsi Bo dan Wo untuk mendapatkan

tingkat kepuasan Uo. Jika makin banyak B dan W yang dikonsumsi, maka makin

tinggi tingkat kepuasan U yang akan dicapai (U2 > U1 > Uo).

Dalam kesempatan mengkonsumsi barang dan waktu santai, anggota rumahtangga (individu) akan menghadapi 2 kendala, yaitu kendala waktu yang jumlahnya terbatas (24 jam per hari) dan anggota keluarga yang menawarkan

B2

B1

B0

O W0 W1 W2

Barang Konsumsi

Waktu santai U0

U1 U2


(46)

20

tenaga kerja dalam suatu pasar bersaing sempurna sehingga tidak akan mempengaruhi tingkat upah yang berlaku.

Agar diperoleh kombinasi yang maksimum, dengan mempertimbangkan kendala yang ada, maka kombinasi optimum terletak pada garis anggaran yang menyinggung kurva indifference (Bryant, 1990). Bila terjadi kenaikan tingkat upah berarti terdapat tambahan pendapatan. Dengan status ekonomi lebih tinggi seseorang cenderung meningkatkan konsumsi dan menikmati waktu santai lebih banyak yang berarti pengurangan jam kerja (efek pendapatan). Di lain pihak, kenaikan tingkat upah berarti harga waktu santai menjadi lebih mahal dan mendorong keluarga mensubstitusi waktu-santainya dengan lebih banyak bekerja untuk menambah konsumsi barang (efek substitusi), sebagaimana dijelaskan sebagaimana Gambar 2.

Gambar 2. Fungsi Kepuasan, Efek Pendapatan, Efek Substitusi & Efek Total Misalkan tingkat upah naik sehingga garis anggaran berubah dari BC1 menjadi

BC2. Perubahan tingkat upah umum menghasilkan pertambahan pendapatan

yang dilukiskan dengan garis B”C” yang sejajar dengan BC1. Pertambahan

pendapatan mendorong keluarga untuk mengurangi jumlah jam kerja dari HD1 menjadi HD2 atau dari titik E1 ke titik E2 (efek pendapatan). Kenaikan

C2

C" C1

B"

A B

O D3 D1 D2 H

Upah

Waktu santai E3

U1

U2

E1


(47)

21

tingkat upah berarti juga harga waktu menjadi lebih mahal. Nilai waktu yang lebih tinggi mendorong keluarga mensubstitusi waktu-santainya untuk lebih banyak bekerja guna menambah konsumsi barang. Penambahan waktu bekerja tersebut dinamakan efek substitusi, yang ditunjukkan oleh penambahan jam kerja dari HD2 ke HD3 atau dari titik E2 ke titik E3. Efek total dari perubahan tingkat

upah adalah selisih dari efek pendapatan dengan efek substitusi.

Sebaliknya kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan pengurangan waktu bekerja jika efek substitusi lebih kecil daripada efek pendapatan. Hal ini ditunjukkan oleh perubahan upah dari BC3 menjadi HD4 (Gambar 3). Besarnya

penyediaan waktu bekerja sehubungan dengan perubahan tingkat upah seperti ditunjukkan oleh grafik E1E2E3E4En disebut sebagai fungsi penawaran (Becker,

1976).

Gambar 3. Penawaran Tenaga Kerja 2.3. Teori Alokasi Waktu

Masalah ketenagakerjaan sangat terkait dengan teori alokasi waktu dan pemanfaatan waktu santai yang berkembang sejak Becker mengemukakan teorinya. Becker mengintegrasikan keputusan produksi dan konsumsi kedalam sebuah keputusan rumahtangga serta hubungannya dengan alokasi waktu dan

C4

C3

C2

C1

A

O D3 D4 D2 D1 H

Upah

Waktu santai E2

E1

E3

E4


(48)

22

pendapatan yang dianalisis secara simultan. Asumsi yang dipakai dalam model ekonomi rumahtangga yaitu : (1) waktu dan barang atau jasa merupakan unsur kepuasan, (2) waktu dan barang atau jasa dapat dipakai sebagai input dalam fungsi produksi rumahtangga, dan (3) rumahtangga bertindak sebagai produsen dan konsumen.

Sesuai uraian di atas, waktu menurut Becker merupakan sumberdaya yang bersifat langka bagi rumahtangga. Hampir 50 persen atau lebih waktu yang tersedia dalam kehidupan rumahtangga digunakan untuk kegiatan rumahtangga dalam bentuk istirahat, memasak, rekreasi dan lain-lain. Begitu besar bagian waktu rumahtangga yang digunakan untuk kegiatan tersebut, maka persoalan alokasi waktu dan efisiensi waktu menjadi sangat penting dalam mempelajari kesejahteraan ekonomi rumahtangga.

Rumahtangga dalam menghasilkan unit produksi dengan mengkombinasikan barang-barang modal dan barang mentah bersama dengan curahan tenaga kerja serta waktu untuk menghasilkan barang akhir. Maksimisasi utilitas rumahtangga dilakukan dengan cara mengkombinasikan input barang (xi) dan input waktu (Ti) melalui fungsi produksi fi untuk

menghasilkan barang Zi. Fungsi produksi rumahtangga adalah : Zi = fi (xi, Ti),

dimana i = 1, 2, ...n.

Selanjutnya Gronau (1997) mempermasalahkan formulasi Becker karena Becker belum dapat memperlihatkan perbedaan antara waktu santai dan waktu bekerja di rumah. Dengan asumsi bahwa perilaku rumahtangga untuk kegiatan rumahtangga dan waktu santai bereaksi sama terhadap perubahan lingkungan, Gronau berpendapat bahwa terhapusnya waktu kerja di rumah dalam formulasi


(1)

SUB SISTEM  KERJASAMA  SAAT INI 

KINERJA  PERILAKU  KELEMBAGAAN PENGUATAN 

Perhutani  berhak atas  sharing (Pasal  5). Dalam  pelaksanaan,  meskipun  belum mencapai  produksi  optimum,  petani tetap  wajib setor. 

ƒ

Sharing produksi merupakan prestasi

peningkatan income

perusahaan, tetapi bagi petani cukup memberatkan karena belum mencapai produksi optimum.

ƒ

Terjadi risiko kredit

macet apabila tidak ada keringanan pembayaran.

ƒ

Pada tahap investasi,

pendapatan petani kopi menjadi menurun, sehingga petani mencari sumber pendapatan dari luar usahatani.

ƒ

Petani mengharapkan

sharing tidak menjadi ukuran keberhasilan pengelola hutan

lindung, tetapi share

petani untuk memulihkan hutan-lindung.

ƒ

Perlu Key

Performance Indicators (KPI)

pengelola hutan-lindung yang spesifik: ukuran keberhasilan adalah optimalnya fungsi lindung.

ƒ

Sharing bukan pendapatan perusaahaan, tetapi untuk reboisasi.

ƒ

Ada keringanan

pembayaran sharing

secara angsuran apabila produksi belum optimum, untuk menghindari beban petani yang terlalu berat, termasuk beban pengembalian kredit.

ƒ

Perbaikan kontrak :

Perhutani berhak atas sharing produksi, yang akan digunakan untuk reboisasi hutan-lindung”. HAK &  KEWAJIBAN  Perhutani  berkewajiban  membimbing  dan membina  secara rutin  petani maupun  LMDH (Pasal 5). 

ƒ

Kapasitas pembinaan

dari Perhutani belum optimal, karena

kendala budget dan

sumberdaya.

ƒ

LMDH belum

sepenuhnya menjadi organisasi petani yang mandiri dan kuat.

ƒ

Individu petani

banyak yang belum mandiri.

ƒ

Persamaan perilaku

produktivitas : produktivitas lahan banyak ditentukan oleh kualitas SDM-nya, bukan semata-mata

penggunaan input

produksi

ƒ

Kesadaran

berpendidikan petani kopi cukup baik.

ƒ

Memanfaatkan

kapasitas institusi di daerah untuk membina petani menjadi lebih mandiri.

ƒ

Program pelatihan

praktis sesuai kebutuhan petani.

ƒ

Pelatihan keterampilan khusus pertanian dan pengelolaan kredit bagi masyarakat desa setempat.

ƒ

Perbaikan klausul

kontrak : “Perhutani

dan LMDH bekerjasama mengoptimalkan semua potensi institusi guna memberdayakan petani PHBM, termasuk kemampuannya dalam mengelola kredit”. Petani  berkewajiban  menjaga dan  memelihara 

ƒ

Petani mengamankan areal secara gotong-royong, tetapi masih

ƒ

Perondaan bersama

sering dilakukan pada saat terjadi panenan, tetapi belum optimal.

ƒ

Dukungan dari Perum

Perhutani dan institusi lain mengamankan areal dan seluruh aset yang berada di


(2)

SUB SISTEM 

KONTRAK  KERJASAMA 

SAAT INI 

KINERJA  PERILAKU  KELEMBAGAAN PENGUATAN 

tanaman  kehutanan dari  segala gangguan  (Pasal 5) 

belum optimum.

ƒ

Gangguan keamanan

hutan (tanaman pokok maupun tanaman kopi) dapat menimbulkan resiko kredit macet.

ƒ

Pengamanan aset

(areal mapun tanaman) oleh petani menjadi beban tambahan, namun ini merupakan tanggungjawab yang harus diemban petani.

atasnya.

ƒ

Meningkatkan forum

komunikasi antar KTH.

ƒ

Perbaikan kontrak :

”Untuk mengamankan aset hasil produksi, lahan perusahaan, maupun aset-aset produktif lain, LMDH dan Perum Perhutani bekerjasama melakukan upaya pengamanan terpadu”.

Petani  berhak  memperoleh  bimbingan dari  Perhutani,  diantaranya  pinjaman lunak  PKBL (Pasal 5)

Permodalan petani  PHBM Kopi sangat  minimal, akses  terhadap kredit mikro  terbatas. 

Petani berkompetisi  untuk mendapatkan  pinjaman lunak PKBL  

ƒ

Akses memperoleh

kredit-mikro disertai pembinaan dan pemanfaatannya.

ƒ

Pembinaan

pemanfaatan kredit untuk usaha produktif.

ƒ

Perbaikan kontrak :

“Petani berhak memperoleh kredit, disertai pembinaan dari instansi yang berkompeten agar pinjaman tersebut berfungsi optimal (produktif)”.

Nilai komoditas  berdasarkan  harga yang  berlaku di pasar  (Pasal 9). 

ƒ

Posisi petani masih

lemah karena menjual kopi melalui KTH/LMDH (sedikit di bawah harga pasar).

ƒ

Petani mencari

alternatif penjualan yang menguntungkan dan loyalitas petani terhadap KTH/LMDH agak rawan.

ƒ

Pemberdayaan

koperasi LMDH untuk mengolah menjadi produk setengah jadi (kopi gabah/beras), sehingga harga kopi gelondong petani sama dengan harga pasar.

ƒ

Fasilitasi alat produksi

kepada koperasi LMDH.

ƒ

Perbaikan kontrak :

“Kopi produksi petani dijual kepada Koperasi LMDH sesuai harga pasar”.

ATURAN 

REPRESENTASI  LMDH berstatus sebagai mitra  Perhutani yang  sejajar (Pasal 4). 

Kapasitas KTH &  LMDH sebagai wadah  organisasi petani  belum optimal. 

LMDH masih belum  kuat dalam proses  pengambilan  keputusan dan  negosiasi. 

“Capacitybuilding”  terhadap KTH & LMDH  melalui pelatihan  leadership, 

benchmarking keluar  dan pendampingan  oleh LSM. 


(3)

Lampiran 19.

Ikhtisar Penguatan Kelembagaan PHBM Rumput-Gajah &

Sapi-Perah terkait Implementasi Kebijakan Peningkatan

Harga Jual

Output

.

SUB SISTEM 

KONTRAK  KERJASAMA SAAT 

INI 

KINERJA  PERILAKU  KELEMBAGAAN PENGUATAN 

BATAS  YURISDIKSI 

Perhutani menetapkan luas bagian kawasan hutan yang dikerjasamakan, tetapi

berkewajiban membina petani bersama KPBS.

ƒ

Pemanfaatan lahan

rumput-gajah lebih optimal

dibandingkan PHBM Kopi.

ƒ

Masalahnya : asupan

rumput-gajah yang dikonsumsi sapi belum menjamin produk susu-sapi yang bermutu tinggi sehingga harganya meningkat.

ƒ

Luas lahan garapan

banyak dipengaruhi oleh kemampuan finansial petani dalam mengelola lahan, baik karena meningkatnya pendapatan (IT) maupun ketersediaan sumberdana pinjaman (KR).

ƒ

Petani kopi memiliki

sumberdaya finansial yang lebih baik daripada petani PHBM Kopi.

ƒ

Seyogyanya tidak

langsung diberikan kebijakan untuk memperluas lahan andil. Agar produktivitas lahan meningkat,

empowering terhadap individu petani sendiri perlu dilakukan. Karena itu pembinaan oleh Perhutani atau KPBS sangat dibutuhkan.

ƒ

Perhutani dan KPBS

membantu untuk menyediakan sumber bibit rumput-gajah yang unggul. Dengan demikian produktivitas per satuan lahan akan meningkat. Demikian pula mutunya, sehingga harga jual susu-sapi diharapkan dapat meningkat.

ƒ

Dalam klaususl

kerjasama perlu ditegaskan :

Perluasan lahan andil merupakan pilihan terakhir. Untuk meningkatkan produktivitas lahan, KPBS berkewajiban membantu

menyediakan bibit rumput-gajah yang bermutu”.

HAK &  KEWAJIBAN 

KPBS mendapatkan kepastian dari anggota LMDH (petani) tentang pasokan rumput-gajah yang bermutu bagi sapi, tetapi memberi jaminan pembelian susu yang

dihasilkannya.

ƒ

KPBS memberikan

fasilitasi kepada petani rumput-gajah yang aktif memasok susu dengan mutu yang bagus, tetapi hal ini belum berjalan secara optimal. Harga jual masih ditentukan oleh KPBS.

ƒ

Petani menjual susu

hanya kepada KPBS, sehingga

kehidupannya sangat bergantung pada KPBS.

ƒ

Bekerjasama dengan

KPBS dan Perum Perhutani

meningkatkan mutu produk susu yang dihasilkan, misalnya melalui pemilihan jenis yang unggul, pola pengolahan lahan yang baik, pemupukan yang baik,

pemeliharaan yang memadai, perawatan sapi yang baik.


(4)

SUB SISTEM 

KONTRAK  KERJASAMA SAAT 

INI 

KINERJA  PERILAKU  KELEMBAGAAN PENGUATAN 

ƒ

Tetapi di lain pihak,

KPBS juga harus berkomitmen untuk menjamin harga susu dinaikkan sesuai dengan harga-jual yang wajar. HAK & 

KEWAJIBAN 

KPBS membantu anggota LMDH (petani hutan) yang aktif sebagai anggota KPBS apabila terjadi tunggakan sharing

akibat kekeringan

ƒ

Pada musim

kemarau, produksi rumput-gajah mengalami penurunan yang cukup drastis, demikian pula terjadi penurunan mutu.

ƒ

Disamping itu

terjadi penunggakan

sharing.

ƒ

Petani mengalami

kesulitan dana cash ,

sementara produksi rumput-gajah berkurang.

ƒ

Petani menderita

hutang pembayaran

sharing.

ƒ

Harga-jual susu-sapi

tidak dapat dijamin selalu meningkat.

ƒ

KPBS berperan

sebagai penyangga bagi kesulitan petani, serta menjamin harga jual susu tidak mengalami penurunan.

ƒ

Fasilitasi teknologi

untuk pembuatan bahan makanan rumput-gajah yang dikeringkan.

ATURAN  REPRESENTAS

Perjanjian produksi rumput-gajah dan pasokan susu bersifat jangka-pendek.

ƒ

Posisi petani sangat

lemah dalam perjanjian.

ƒ

Timbul resiko

apabila terjadi penurunan harga-jual susu karena tuntutan pasar.

ƒ

Petani kurang berdaya

apabila KPBS menurunkan harga susu-nya secara sepihak.

ƒ

Perlu ada advokasi

kepada petani apabila KPBS menurunkan harga susu secara sepihak.

ƒ

Dalam kontrak

ditegaskan, bahwa KPBS harus menjamin agar harga susu stabil dan terjadi peningkatan.

ƒ

Perjanjian ditinjau

setiap tahun, KPBS dan

produsen susu menampung susu petani untuk diolah menjadi produk jadi maupun setengah jadi.

ƒ

Proporsi untuk diolah sendiri masih lebih kecil daripada yang dijual ke produsen akhir. Keuntungan akan dinikmati oleh KPBS.

ƒ

Petani tetap loyal untuk menjual kepada KPBS, tetapi mengharap ada peningkatan harga jual agar marjin keuntungannya meningkat.

ƒ

Pemerintah membantu kredit kepada KPBS untuk mengembangkan fasilitas pengolahan agar added-value

produk susu dapat ditingkatkan.

ƒ

Disamping itu perlu ada penguatan lembaga LMDH agar dapat meningkatkan

bargaining-position

menghadapi para produsen susu.

 


(5)

Lampiran 20.

Ilustrasi Kegiatan PHBM di Lokasi Penelitian

 

Gb. 1. Lokasi Penelitian

: Hutan Pinus & Rasamala yang berdampingan dengan

kebun teh. Masyarakat desa hutan peserta PHBM berada di kampung-kampung

yang mengelilingi hutan-hutan ini (Foto : Penulis)

 

Gb. 2 PHBM KOPI :

Kopi masyarakat yang siap dipanen. Bila perawatan dan

pemeliharaan dilakukan dengan baik, produksi kopinya sangat bagus (Foto :

Penulis)


(6)

Gb. 3. PHBM RUMPUT-GAJAH & SAPI-PERAH :

Penanaman rumput-gajah

di bawah tegakan sebagai hijauan makanan ternak (Foto : Penulis).

Gb. 4. PHBM RUMPUT-GAJAH & SAPI-PERAH :

Sapi diperah setiap hari

pada pagi dan sore. Sapi dikandangkan secara berkelompok. Hasil produksi susu

langsung dibawa ke tempat penampungan Koperasi Peternak Bandung

Selatan/KPBS (Foto : Penulis).