BAB 1 Latar belakang bahasa indo

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bahasa adalah yang paling baik dalam menunjukan identitas kultural bangsa ,dengan kata lain bahasa menunjukkan bangsa. Bahasa juga merupakan suatu alat komunikasi yang di sampaikan kepada orang lain agar bisa mengetahui apa yang menjadi maksud dan tujuannya. Seperti yang dikatakan oleh Gorys Keraf dan Abdul : Bahasa adalah suatu sistem lambing berupa bunyi,bersifat arbiter,digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerjasama,berkomunikasi dan untuk mengindentifikasikan diri (1998:1) Bahasa Indonesia mempunyai sejarah jauh lebih panjang daripada republik ini sendiri.Bahasa Indonesia telah dinyatakan sebagai bahasa nasional sejak tahun 1928,jauh sebelum Indonesia merdeka.Saat itu bahasa Indonesia dinyatakan sebagai bahasa persatuan dan menggunakan bahasa Indonesia sebagai perekat bangsa.Saat itu bahasa Indonesia menjadi bahasa pergaulan antar etnis (lingua franca) yang mampu merekatkan suku-suku di Indonesia.Deklarasi Sumpah Pemuda membuat semangat menggunakan bahasa Indonesia semakin menggelora.Bahasa Indonesia juga dianjurkan untuk dipakai sebagai bahasa dalam pergaulan,juga bahasa sastra dan media cetak.Semangat nasionalisme yang tinggi membuat perkembangan bahasa Indonesia sangat pesat karena semua orang ingin meenunjukkan jati dirinya sebagai bangsa.Untuk memperdalam mengenai bahasa Indonesia,kita perlu mengetahui bagaimana perkembangannya sampai saat ini sehingga kita tahu mengenai bahasa pemersatu adari berbagai suku dan adat istiadat yang beranekaragam yang ada di

Indonesia,yang termasuk kita didalamnya.

Sebagai bahasa yang hidup,bahasa indonesia telah dan terus mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan masyarakat pemakainya.Luasnya wilayah pe,akaian bahasa Indonesia dan keanekaragaman penuturnya serta cepatnya perkembangan masyarakat telah mendorong berkembangnya berbagai ragam bahasa Indonesia dewasa ini. Bahasa Indonesia mempunyai sebuah aturan yang baku dalam penggunaanny,namun dalam prakteknya sering terjadi penyimpangan dari aturan yang baku tersebut.Kata-kata yang menyimpang disebut kata non baku.Hal ini terjadi salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan.Faktor ini mengakibatkan daerah yang satu berdialeh berbeda dengan dialeh didaerah yang lain,walaupun bahasa yang digunakannya terhadap bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia baku adalah bahasa indonesia yang digunakan dalam situasi formal atau


(2)

resmi,secara tertulis misalnya surat-menyurat dalam kedinasan,lamaran pekerjaan,undang-undang,dan sebagainya,sedangkan secara lisan seperti pidato kenegaraan,khotbah,dan sebagainya.

Anjuran pemerintah untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar harus kita lakukan dengan sungguh-sungguh,sebab kelangsungan hidup bahasa indonesia ada ditangan kita.Maka dari itu melalui makalah ini kami ingin menyampaikan sejarah tentang perkembangan bahasa,khususnya bahasa Indonesia dan standarisasinya.

B. Perumusan Masalah

Untuk memudahkan Pembahasannya maka akan dibahas sub masalah sesuai dengan latar belakang diatas yakni sebagai berikut:

1. Bahasa apa yang menjadi sumber bahasa Indonesia ? 2. Apa fungsi bahasa ?

3. Bagaimana proses peresmian nama bahasa Indonesia ?

4. Peristiwa-peristiwa penting apakah yang berkaitan dengan bahasa indonesia ? 5. Apa itu bahasa baku ?

6. Apa fungsi pembakuan bahasa ? 7. Apa saja ciri bahasa Indonesia baku ? C. Tujuan

1. Mengetahui bahasa apa yang menjadi sumber bahasa Indonesia 2. Mengetahui fungsi bahasa

3. Mengetahui proses peresmian nama bahasa Indonesia

4. Mengetahui peristiwa penting yang berkaitan dengan bahasa Indonesia 5. Menjelaskan definisi bahasa baku

6. Mengetahui fungsi pembakuan bahasa 7. Mengetahui ciri bahasa Indonesia baku

BAB II PEMBAHASAN A. Sumber Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern.

Aksara pertama dalam bahasa Melayu atau Jawi ditemukan di pesisir tenggara Pulau Sumatera, mengindikasikan bahwa bahasa ini menyebar ke berbagai tempat di Nusantara dari


(3)

wilayah ini, berkat penggunaannya oleh Kerajaan Sriwijaya yang menguasai jalur perdagangan. Istilah Melayu atau sebutan bagi wilayahnya sebagai Malaya sendiri berasal dari Kerajaan Malayu yang bertempat di Batang Hari, Jambi, dimana diketahui bahasa Melayu yang digunakan di Jambi menggunakan dialek "o" sedangkan dikemudian hari bahasa dan dialek Melayu berkembang secara luas dan menjadi beragam.

Istilah Melayu atau Malayu berasal dari Kerajaan Malayu, sebuah kerajaan Hindu-Budha pada abad ke-7 di hulu sungai Batanghari, Jambi di pulau Sumatera, jadi secara geografis semula hanya mengacu kepada wilayah kerajaan tersebut yang merupakan sebagian dari wilayah pulau Sumatera. Dalam perkembangannya pemakaian istilah Melayu mencakup wilayah geografis yang lebih luas dari wilayah Kerajaan Malayu tersebut, mencakup negeri-negeri di pulau Sumatera sehingga pulau tersebut disebut juga Bumi Melayu seperti disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama.

Ibukota Kerajaan Melayu semakin mundur ke pedalaman karena serangan Sriwijaya dan masyarakatnya diaspora keluar Bumi Melayu, belakangan masyarakat pendukungnya yang mundur ke pedalaman berasimilasi ke dalam masyarakat Minangkabau menjadi klan Malayu (suku Melayu Minangkabau) yang merupakan salah satu marga di Sumatera Barat. Sriwijaya berpengaruh luas hingga ke Filipina membawa penyebaran Bahasa Melayu semakin meluas, tampak dalam prasasti Keping Tembaga Laguna.

Bahasa Melayu kuno yang berkembang di Bumi Melayu tersebut berlogat "o" seperti Melayu Jambi, Minangkabau, Kerinci, Palembang dan Bengkulu. Semenanjung Malaka dalam Nagarakretagama disebut Hujung Medini artinya Semenanjung Medini.

Dalam perkembangannya orang Melayu migrasi ke Semenanjung Malaysia ( Hujung Medini) dan lebih banyak lagi pada masa perkembangan kerajaan-kerajaan Islam yang pusat mandalanya adalah Kesultanan Malaka, istilah Melayu bergeser kepada Semenanjung Malaka ( Semenanjung Malaysia) yang akhirnya disebut Semenanjung Melayu atau Tanah Melayu. Tetapi nyatalah bahwa istilah Melayu itui berasal dari Indonesia. Bahasa Melayu yang berkembang di sekitar daerah Semenanjung Malaka berlogat "e".

Kesultanan Malaka dimusnahkan oleh Portugis tahun 1512 sehingga penduduknya diaspora sampai ke kawasan timur kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu Purba sendiri diduga berasal dari pulau Kalimantan, jadi diduga pemakai bahasa Melayu ini bukan penduduk asli Sumatera tetapi dari pulau Kalimantan. Suku Dayak yang diduga memiliki hubungan dengan suku Melayu kuno di Sumatera misalnya Dayak Salako, Dayak Kanayatn (Kendayan), dan Dayak Iban yang semuanya berlogat "a" seperti bahasa Melayu Baku.


(4)

Penduduk asli Sumatera sebelumnya kedatangan pemakai bahasa Melayu tersebut adalah nenek moyang suku Nias dan suku Mentawai. Dalam perkembangannya istilah Melayu kemudian mengalami perluasan makna, sehingga muncul istilah Kepulauan Melayu untuk menamakan kepulauan Nusantara.

Secara sudut pandang historis juga dipakai sebagai nama bangsa yang menjadi nenek moyang penduduk kepulauan Nusantara, yang dikenal sebagai rumpun Indo-Melayu terdiri Proto Melayu (Melayu Tua/Melayu Polinesia) dan Deutero Melayu (Melayu Muda). Setelah mengalami kurun masa yang panjang sampai dengan kedatangan dan perkembangannya agama Islam, suku Melayu sebagai etnik mengalami penyempitan makna menjadi sebuah etnoreligius (Muslim) yang sebenarnya didalamnya juga telah mengalami amalgamasi dari beberapa unsur etnis.

M. Muhar Omtatok, seorang Seniman, Budayawan dan Sejarahwan menjelaskan sebagai berikut: "Melayu secara puak (etnis, suku), bukan dilihat dari faktor genekologi seperti kebanyakan puak-puak lain. Di Malaysia, tetap mengaku berpuak Melayu walau moyang mereka berpuak Jawa, Mandailing, Bugis, Keling dan lainnya. Beberapa tempat di Sumatera Utara, ada beberapa Komunitas keturunan Batak yang mengaku Orang Kampong -Puak Melayu. Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuna) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuno yang ditemukan di Sumatera bagian selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa Melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa Indo-Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas, karena ditemukan pula dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawa dan Pulau Luzon. Kata-kata seperti samudra, istri, raja, putra, kepala, kawin, dan kaca masuk pada periode hingga abad ke-15 Masehi.

Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu Klasik (classical Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan Melaka, yang perkembangannya kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya.Laporan Portugis, misalnya oleh Tome Pires, menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa. Magellan dilaporkan memiliki budak dari Nusantara yang menjadi juru bahasa di wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam sejarah ini adalah mulai masuknya kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi


(5)

seperti anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang.

Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris meningkatkan informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari bahasa ini.

Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur bahasa Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah penjajahan Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari, seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong.

Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang paling penting di "dunia timur”.Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat. Terjadi proses pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak akhir abad ke-19).]Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa.

Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk bahasa Melayu. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang full-fledged, sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional pada masa itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas.

Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa


(6)

ini dapat dikatakan sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga. Kata-kata pinjaman

Bahasa Melayu mulai di pakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M (Palembang), , Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi berangka tahun 688 M (Jambi) Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun

942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna.

Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa yang digunakan di dalam buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku maupun sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang di gunakan terhadap para

pedagang asing.

Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Alisjahbana, 1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19), berdampingan dengan Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan di Kepulauan Nusantara.

Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil Sastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Tajussalatin, dan Bustanussalatin. Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur. Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.


(7)

Bahasa Indonesia merupakan bahasa dinamis yang hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing. Bahasa Indonesia adalah dialek baku dari bahasa Melayu yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, "jang dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe', akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia". atau sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, Sumatra Utara, "...bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia". Sejarah tumbuh dan berkembangnya Bahasa Indonesia tidak lepas dari Bahasa Melayu. Dimana Bahasa melayu sejak dahulu telah digunakan sebagai bahasa perantara (lingua franca) atau bahasa pergaulan. Bahasa melayu tidak hanya digunakan di Kepulauan Nusantara, tetapi juga digunakan hampir diseluruh Asia Tenggara. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya Prasasti-prasasti kuno dari kerajaan di indonesia yang ditulis dengan menggunakan Bahasa Melayu.

Dan pasca saat itu Bahasa Melayu telah Berfungsi Sebagai :

1. Bahasa Kebudayaan yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan satra 2. Bahasa Perhubungan (Lingua Franca) antar suku di Indonesia

3. Bahasa Perdagangan baik bagi suku yang ada di indonesia maupun pedagang yang berasal dari luar indonesia.

4. Bahasa resmi kerajaan. Jadi jelaslah bahwa bahasa indonesia sumbernya adalah bahasa melayu.

B. Fungsi Bahasa

Bahasa memiliki fungsi beragam. Setiap pakar bahasa ternyata juga memiliki rumusan fungsi bahasa yang berbeda, sesuai dengan fokus-fokus penjelasannya. Akan tetapi, sebelum disajikan bermacam-macam fungsi bahasa oleh banyak pakar bahasa, harus dtegaskan terlebih dahulu bahwa fungsi bahasa yang paling utama adalah fungsi komunikasai dan interaksi. Bagi umat manusia bahasa mejadi peranti utama dalam berkomunikasi dan brintraksi dengan sesamanya.


(8)

Dalam buku “exsplorations in the functions of lenguage” karya Halliday menunjukan tujuh buah fungsi bahasa.

1. Fungsi instrumental adalah bahasa yayng digunakan untuk mengatur dan mengendalikan orang-orang sebagai warga masyarakat atau bahasa yayng digunakan untuk memperoleh sesuatu. Bahasa berfungsi mengahasilkan kondisi-kondisi tertentu dan menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu.

Contoh :

- Cepat pergi!

- Sampaikan salam hormat saya kepada beliau - Silahkan anda berangkat sekarang

Kalimat-kalimat berikut mengandung fungsi instrumental dan merupakan tindakan-tindakan komuniatif yang menghasilkan kondisi-kondisi tertentu.

2. Fungsi regulatif adalah bahasa yang digunakan untuk mengendalikan perilaku orang lain.

Contoh :

- Kalau anda tekun belajar maka anda akan lulus dengan baik - Kalau kamu mencuri maka kamu pasti dihukum

- Sakali berbohong maka kamu akan ditinggalkan kawan-kawanmu

3. Fungsi representasional adalah bahasa untuk membuat pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan peristiwa, dan melaporkan sesuatu atau bahasa yang difungsikan untuk menyampaikan informasi.

Contoh :

- Gula manis - Bulan bersinar

- Jalan ketawangmangu naik turun dan berkelok-kelok

4. Fungsi interaksional adalah bahasa yang digunakan untuk berinteraksi, memantapkan komunikasi, mengukuhkan komunikasi,dan interaksi antar warga masyarakat itu sendiri atau dengan orang lain.

Contoh :


(9)

5. Fungsi personal adalah bahasa itu dapat digunakan untuk mengekspresikan maksud-maksud pribadi atau personal, menyatakan emosi,untuk mengungkapkan perasaan apakah dia sedang marah jengkel, sedih, gembira, dan lain sebagainya.

6. Fungsi heuristik bahasa yang digunakan untuk belaja dan menemukan sesuatu dan menyampaikan rumusan-rumusan yang bersifat pertanyaan.

- Mengapa didunia ini ada matahari? - Matahari bersinar?

- Mengapa matahari tenggelam menjadi gelap?

7. Fungsi imajinatif adalah fungsi bahasa yang difungsikan untuk menciptakan dunia imajinasi. Fungsi ini biasanya untuk mengisahkan cerita-cerita, dongeng-dongeng, membacakan lelucon, atau menuliskan cerpen, novel dan sebagainya.

Dalam kerangka bahasa indonesia, perbincangan ihwal fungsi bahasa itu harus dikaitkan dengan dua hal :

1. Fungsi dalam kaitannya dengan kedudukan bahasa indonesia diantara bahasa-bahasa autronesia

2. Fungsi dalam kaitan dengan kaitan dengan kaitan bahasa indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa nasional.

Dari sumber-sumber yang dapat dijangkau didapatkan bahwa dalam kerangka bahasa-bahasa autronesia, bahasa indonesia termasuk kelompok bahasa melayu polonesia barat. Dalam kelompok bahasa melayu polonesia barat terdapat 175 bahasa,dan satu diantaranya adalah bahasa yang digunakan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara indonesia, yakni bahasa indonesia. Selanjutnya yang dimaksud bahasa melayu polinesia tengah-timur adalah bahasa-bahasa kelompok melayu polinesia tengah dan melayu polinesain timur. Yang termasuk melayu polinesia timur adalah bahasa-bahasa diwilayah halmahera selatan, new guinea, dan kelompok oseanik. Jadi, penting untuk diketahui bahwa bahasa indonesia sesungguhnya berada dibawah payung bahasa austronesia dan secara lebih khusus lagi adalah bahasa melayu polinesia. Maka, kalau kebetulan bahasa-bahasa yang berada diluar bangsa austronesia memiliki sejumlah kesamaan kosakata dan struktur kebahasaan, hal itu terjadi akibat persentuhan dan perkontakan antarbahasa. Konta bahsa itu yang kemudian melahirkan inovasi-inovasi kebahasaan, yang tidak jarang memunculkan sejumlah kesamaan dan keserupaan. Bagi masyarakat dan bangsa indonesia, harus dicatat bahwa bahasa indonesia memliki kedudukan sebagai bahasa nasional. Bahasa indonesia sebagai bahasa nasional pada


(10)

alnya tertuang dalam sumpah pemuda yag diikrarkandalam kongres pemuda 28 oktober 1982. Ikrar tiga ynag berbunyi “menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa indonesia”. Selanjutnya dalam seminar politik bahasa nasional pada tahun 1975 telah dinyatakan dengan tegas bahwa bahasa indonesia sebagai bahasa nasional berfungsi sebagai berikut:

- Lambang kebangsaan nasional - Lambang identitas nasional

- Alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosial budaya dan bahasanya

- Alat penghubung anatrbudaya dan antardaerah

Dalam pasal 36 UUD 1945 dinyatakan dengan tegas bahwa bahasa indonesia adalah bahasa resmi negara. Dengan perkataan ini harus ditegaskan pula bahwa bahasa indonesia adalah bahasa negara.

Bahasa resmi ialah bahasa yang telah disahkan dengan undang-undang dan peraturan pemerintah. Bahasa resmi ialah bahasa yang telah disahkan dan dipakai dalam administrasi pemerintahan, dalam rapat-rapat. Disekolah-sekolah, dalam pertemuan-pertemuan resmi dan lain-lain

Bahasa negara adalah bahasa suatu abngsa yang mempunyai pemerintaha. Dalam hubungan bahasa indonesia, bahasa resmi dan bahasa negara sama artinya.

Bahasa persatuan ialah bahasa yang berungsi mempersatukan semua suku abngsa yang ada diindonesia. Tanpa adanya satu bangsa yang dapat menghubungkan suku yan satu dengan suku yang lain tak dapat kita bayangkan bagaimana kita harus berhubungan diindonesia yang terdiri dari beribu pulau ratusan suku bangsa.

Bahsa kesatuan ialah bahsa yang tealh menjadi satu. Oleh karean negara kita negara kesatuan, maka dengan sendirinya kita menginginkan bahasa indonesia hendaklah juga menjadi bahasa kesatuan.

Bahasa nasional ialah bahasa yang diperjuangkan sebagai wahana untuk menyatakan aspirasi kenasionalan. Perkataan nasional berasal dari kata nation yana artinya bangsa, kemudian melahirkan nasionalisme, nasionalist, yang mengandung makna perjuangan.

C. Peresmian Bahasa Indonesia

Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno. Bahasa


(11)

Melayu-Riau inilah yang diangkat oleh para pemuda pada “Kongres Pemuda” 28 Oktober 1928, di Solo, menjadi bahasa Indonesia. Pengangkatan dan penamaan bahasa Melayu-Riau menjadi bahasa Indonesia oleh para pemuda saat itu lebih “bersifat politis” daripada “bersifat linguistis”. Tujuannya ialah ingin mempersatukan para pemuda Indonesia, alih-alih disebut bangsa Indonesia. Ketika itu, yang mengikutinya adalah wakil-wakil pemuda Indonesia dari Jawa, Sunda, Batak, Ambon, dan Selebes. Jadi secara Linguistis yang dinamakan bahasa Indonesia saat itu sebenarnya bahsa melayu.

Ciri-ciri kebahasaannya tidak berbeda dengan bahasa melayu, Namun untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia , para pemuda pada saat itu secara politis menyebutkan bahasa melayu menjadi bahasa Indonesia. Nama bahasa indonesialah yang saat itu dianggap dapat memancarkan inspirasi dan semangat nasionalisme, bukan bahasa melayu yang berbau kedaerahan.

“Secara Sosiologis kita bisa mengatakan bahwa Bahasa Indonesia resmi di akui pada Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. . Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional merupakan usulan dari Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan bahwa : “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan”. Hal ini juga sesuai dengan butir ketiga ikrar sumpah pemuda yaitu “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”

Namun secara Yuridis Bahasa Indonesia diakui pada tanggal 18 Agustus 1945 atau setelah Kemerdekaan Indonesia. Ikrar yang di peringati setiap tahun oleh bangsa Indonesia ini juga dapat memperlihatkan betapa pentingnya bahasa bagi suatu bangsa. Tanpa bahasa, bangsa tidak akan mungkin dapat berkembang, bangsa tidak akan mungkin dapat menggambarkan dan menunjukkan dirinya secara utuh dalam dunia pergaulan dengan bangsa lain. Jadi bahasa menunjukkan identitas bangsa. Bahasa sebagai bagian dari kebudayaan dapat menunjukkan tinggi rendahnya kebudayaan bangsa.

D. Peristiwa-Peristiwa Penting yang Berkaitan dengan Bahasa Indonesia

Peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia dapat dirinci sebagai berikut :


(12)

Disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini dimuat dalam Kitab Logat Melayu.

2. Tahun 1908

Pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku- buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas. Selain menerbitkan buku-buku, balai pustaka juga menerbitkan majalah. Hasil yang diperoleh dengan didirikannya balai pustaka terhadap perkembangan bahasa melau menjadi bahasa Indonesia dapat disebutkan sebagai berikut :

a. Memberikan kesempatan kepada pengarang-pengarang bangsa Indonesia untuk menulis cerita ciptanya dalam bahasa melayu.

b. Memberikan kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk membaca hasil ciptaan bangsanya sendiri dalam bahasa melayu.

c. Menciptakan hubungan antara sastrawan dengan masyarakat sebab melalui karangannya sastrawan melukiskan hal-hal yang dialami oleh bangsanya dan hal-hal yang menjadi cita-cita bangsanya.

d. Balai pustaka juga memperkaya dan memperbaiki bahasa melayu sebab diantara syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh karangan yang akan diterbitkan di balai pustaka ialah tulisan dalam bahasa melayu yang bersusun baik dan terpelihara.

3. Tanggal 16 Juni 1927

Jahja Datoek Kayo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad (dewan rakyat), seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.

4. Tanggal 28 Oktober 1928

secara resmi pengokohan bahasa indonesia menjadi bahasa persatuan. 5. Tahun 1933

Berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.

6. Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana

menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. 7. Tanggal 25-28 Juni 1938

Dilangsungkannya Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.


(13)

8. Tanggal 18 Agustus 1945

Ditandatanganinya Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.

9. Tanggal 19 Maret 1947

Diresmikan penggunaan ejaan Republik (ejaan soewandi) sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.

10.Tanggal 28 Oktober – 2 November 1954

Diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.

11.Tanggal 16 Agustus 1972 H.

M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972. 12.Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).

13.Tanggal 28 Oktober – 2 November 1978

Diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.

14.Tanggal 21 – 26 November 1983

Diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.

15.Tanggal 28 Oktober – 3 November 1988

Diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan di persembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

16. Tanggal 28 Oktober – 2 November 1993

Diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei


(14)

Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.

17.Tanggal 26-30 Oktober 1998

Diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa

18. Sarikat Islam

Sarekat islam berdiri pada tahun 1912. mula-mula partai ini hanya bergerak dibidang perdagangan, namun bergerak dibidang sosial dan politik jga. Sejak berdirinya, sarekat islam yang bersifat non kooperatif dengan pemerintah Belanda dibidang politik tidak perna mempergunakan bahasa Belanda. Bahasa yang mereka pergunakan ialah bahasa Indonesia.

Sederetan dari peristiwa diatas menunjukkan bahwa betapa gigihnya para tokoh Indonesia dalam mendapatkan pengakuan dunia. Dengan adanya bahasa Indonesia , kedudukan indonesiapun di mata dunia mendapat perhatian tersendiri.

E. Bahasa Baku

Bahasa baku atau bahasa standar adalah bahasa yang memiliki nilai komunikatif yang tinggi, yang digunakan dalam kepentingan nasional, dalam situasi resmi atau dalam

lingkungan resmi dan pergaulan sopan yang terikat oleh tulisan baku, ejaan baku, serta lafal baku (Junus dan Arifin Banasuru, 1996:62). Bahasa baku tersebut merupakan ragam bahasa yang terdapat pada bahasa bersangkutan. Ragam baku itu merupakan ragam yang

dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan diakui oleh sebagian kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya. Untuk menentukan apakah sebuah ragam bahasa itu baku atau tidak, maka ada tiga hal yang dijadikan patokan. Ketiga hal tersebut adalah kemantapan dan kedinamisan, kecendikian dan kerasionalan, serta keseragaman.

a. Kemantapan dan Kedinamisan

Mantap artinya sesuai atau taat dengan kaidah bahasa. Kata rasa, misalnya kalau dibubuhi imbuhan pe- maka terbentuklah kata jadian perasa. Begitu juga kata raba. Kata tersebut bila dibubuhi imbuhan pe- maka akan terbentuk kata jadian peraba. Kata rajin juga


(15)

demikian. Kalau kita taat asas maka kita akan mengatakan pengaji bukan pengkaji untuk orang yang melakukan kajian (research). Dinamis artinya tidak statis alias tidak kaku. Bahasa baku tidak menghendaki bentuk yang kaku, apalagi mati. Kata langganan mempunyai makna ganda, yaitu orang yang berlangganan dan tokohnya disebut langganan dan orang yang berlangganan di tokoh itu disebut pelanggan.

b. Kecendikian atau Kerasionalan

Ragam baku bersifat cendikia karena ragam baku dipakai di tempat-tempat resmi dan oleh orang terpelajar. Selain itu, ragam baku dapat menjembatani antarpengguna, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam pemerosesan pesan. Dapat juga dikatakan ragam baku memberikan gambaran apa yang ada di dalam otak pembicara atau penulis, serta memberikan gambaran yang jelas dalam otak pendengar atau pembaca.

c. Penyeragaman

Pada hakikatnya pembakuan bahasa berarti penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa artinya pencarian atau penentuan titik-titik keseragaman. Sebagai contoh, sebutan pelayanan kapal terbang dianjurkan mengguanakan istilah pramugara untuk laki-laki dan pramugari untuk perempuan. Andaikata ada orang yang menggunakan kata steward/stewardes dan penyerapan itu seragam,maka kata-kata tersebut menjadi kata-kata baku. Akan tetapi, kenyataannya hingga saat ini kedua kata tersebut tidak kita gunakan dalam konteks keindonesiaan.

F. Fungsi Pembakuan Bahasa

a. Fungsi pemersatu bagi seluruh bangsa Indonesia,yakni sebagai bahasa nasiona, bahasa negara, dan dalam bahasa resmi.Bahasa Indonesia harus mampu mengikat suku-suku yang ratusan jumlahnya di Indonesia dan harus mampu menjadi wahana pengungkap kebudayaan nasional yang berasal dari segala macam tradisi, adat, dan suku yang tersebar di seluruh Nusantara.

b. Fungsi penanda kepribadian yang dijalankan oleh suatu bahasa baku dan bangsa yang beradab akan terlihat jika dipergunakan dalam pergaulan dengan bangsa asing. Kita ingin menyampaikan identitas kita lewat bahasa Indonesia.Jika fungsi ini sudah dijalankan dan dipraktikkan secara luas,maka bahasa Indonesia dapat dianggap telah melaksanakan perangnya yang penting sebagai bahasa nasional yang baku.


(16)

c. Fungsi penambahan kewibawaan, yakni jika kalangan masyarakat yang berpengaruh akan bertambah kewibawaannya dengan menguasai bahasanya dengan mahir hingga

meningkatkan gengsi nbahasa indonesia akan terlaksana jika bahasa Indonesia dipautkan dengan hasil teknologi modern dan unsur kebudayaan baru.

d. Fungsi sebagai kerangka acuan (frame of reference), yakni ukuran yang disepakati secara umum tentang tepat tidaknya pemakaian bahasa di dalam situasi tertentu. Hal ini akan tercapai bila diusahakan di bermacam-macam biidang seperti : surat-menyurat resmi, bentuk surat-surat keputusan dan akte-akte, risalah-risalah dan laporan, undangan, iklan,

pengumuman, kata-kata sambutan, ceramah, pidato dan lain-lain.

G. Ciri Bahasa Indonesia Baku

Bahasa baku ialah bahasa yang terpelihara pemakaian kaidahnya dan bersih dari pengaruh langsung berbagai unsur bahasa daerah serta bahasa asing lainnya. Bahasa baku memiliki ciri sifat dinamis yang cukup terbuka untuk menampung:

a. perubahan yang bersifat di bidang kosa kata dan peristilahan.


(17)

BAB III

PENUTUP A. KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas bisa disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Sumber dari bahasa indonesia adalah bahasa melayu 2. Bahasa Indonesia secara sosiologis resmi digunakan sebagai bahasa persatuan pada tanggal 28 Oktober 1928. Namun secara Yuridis Bahasa Indonesia di akui setelah kemerdekaan Indonesia yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945. 3. Bahasa Melayu di angkat menjadi bahasa indonesia karena bahasa melayu telah digunakan sebagai bahasa pergaulan (lingua franca) di nusantara dan bahasa melayu sangat sederhana dan mudah dipelajari serta tidak memiliki tingkatan bahasa. 4. Begitu banyak hal yang berkaitan dengan bahasa Indonesia yang menjadi dinamika perjalanan bahasa Indonesia sampai saat ini.5. Pembakuan dalam bahasa Indonesia sangat diperlukan dan dalam penetapannya mengikuti kaidahkaidah

yang sudah diterapkan.

6.Bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok ajuan, yang dijadikan dasar ukuran atau yang dijadikan standar.

B. SARAN

Bahasa Indonesia yang kita ketahui sebagai mana dari penjelasan terdahulu memiliki banyak rintangan dan kendala untuk mewujudkan menjadi bahasa pemersatu, bahasa nasional, bahasa Indonesia. Sehingga kita sebagai generasi penerus mampu untuk membina, mempertahankan bahasa Indonesia ini, agar tidak mengalami kemerosotan dan diperguna dengan baik oleh pihak luar. Bagi Indonesia yang penduduknya menggunakan ratusan bahasa daerah dan tersebar di ribuan kepulauan, kehadiran suatu bahasa baku, termasuk lafal baku bukan hanya perlu tetapi suatu keharusan. Upaya untuk menentang


(18)

pembakuan bahasa Indonesia sama artinya mengkhianati Sumpah Pemuda yang telah mengikrarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Persatuan yang kuat hanya bisa tercipta kalau ada bahasa yang digunakan bersama dengan pemahaman yang sama. Meskipun begitu, upaya pembakuan lafal hendaklah dilakukan secara hati-hati karena lafal lebih peka terhadap sentimen sosial. Upaya pembakuan lafal selama ini dapat dipertahankan. Yang perlu ditingkatkan adalah kesadaran kita sebagai pemodel lafal.

DAFTAR PUSTAKA

Drs.Adiopenta Purba, M.Hum, M.Div.(2014).Buku Bahasa Indonesia Jambi: FKIP Universitas Jambi

Dr. Siti Suwadah Rimang, S.Pd.,M.Hum.(2013). Aku Cinta Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Aura Pustaka

http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia Kompor.blogdetik.com

Blog.wisma-bahasa.com Ikanteri89.blogspot.com

Ahmadi Muhsin, 1990. sejarah dan standarisasi bahasa Indonesia. Bandung : sinar baru algesindo. Aripin Z.E,

http://www.ikhsanudin.co.cc/2009/05/sejarah-perkembangan-bahasa-indonesia.html

http://math070017.wordpress.com/2012/01/12/makalah-sejarah-

perkembangan-bahasa-indonesia/

http://adegustiann.blogsome.com/2009/02/02/sejarah-perkembangan-bahasa-indonesia/

Ahmadi Muhsin, 1990. sejarah dan standarisasi bahasa Indonesia. Bandung : sinar baru algesindo. Aripin Z.E,

Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta : Nusa Indah Syahnan, 2009.

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Medan : UNIMED http://pusatbahasa.diknas.go.id/ tanggal 15 September 2011 pukul 07.00 http://www.romeltea.com/ t5anggal 15 September 2011 pukul 07.30


(1)

8. Tanggal 18 Agustus 1945

Ditandatanganinya Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.

9. Tanggal 19 Maret 1947

Diresmikan penggunaan ejaan Republik (ejaan soewandi) sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.

10.Tanggal 28 Oktober – 2 November 1954

Diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.

11.Tanggal 16 Agustus 1972 H.

M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972. 12.Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).

13.Tanggal 28 Oktober – 2 November 1978

Diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.

14.Tanggal 21 – 26 November 1983

Diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.

15.Tanggal 28 Oktober – 3 November 1988

Diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan di persembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

16. Tanggal 28 Oktober – 2 November 1993

Diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei


(2)

Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.

17.Tanggal 26-30 Oktober 1998

Diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa

18. Sarikat Islam

Sarekat islam berdiri pada tahun 1912. mula-mula partai ini hanya bergerak dibidang perdagangan, namun bergerak dibidang sosial dan politik jga. Sejak berdirinya, sarekat islam yang bersifat non kooperatif dengan pemerintah Belanda dibidang politik tidak perna mempergunakan bahasa Belanda. Bahasa yang mereka pergunakan ialah bahasa Indonesia.

Sederetan dari peristiwa diatas menunjukkan bahwa betapa gigihnya para tokoh Indonesia dalam mendapatkan pengakuan dunia. Dengan adanya bahasa Indonesia , kedudukan indonesiapun di mata dunia mendapat perhatian tersendiri.

E. Bahasa Baku

Bahasa baku atau bahasa standar adalah bahasa yang memiliki nilai komunikatif yang tinggi, yang digunakan dalam kepentingan nasional, dalam situasi resmi atau dalam

lingkungan resmi dan pergaulan sopan yang terikat oleh tulisan baku, ejaan baku, serta lafal baku (Junus dan Arifin Banasuru, 1996:62). Bahasa baku tersebut merupakan ragam bahasa yang terdapat pada bahasa bersangkutan. Ragam baku itu merupakan ragam yang

dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan diakui oleh sebagian kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya. Untuk menentukan apakah sebuah ragam bahasa itu baku atau tidak, maka ada tiga hal yang dijadikan patokan. Ketiga hal tersebut adalah kemantapan dan kedinamisan, kecendikian dan kerasionalan, serta keseragaman.

a. Kemantapan dan Kedinamisan

Mantap artinya sesuai atau taat dengan kaidah bahasa. Kata rasa, misalnya kalau dibubuhi imbuhan pe- maka terbentuklah kata jadian perasa. Begitu juga kata raba. Kata tersebut bila dibubuhi imbuhan pe- maka akan terbentuk kata jadian peraba. Kata rajin juga


(3)

demikian. Kalau kita taat asas maka kita akan mengatakan pengaji bukan pengkaji untuk orang yang melakukan kajian (research). Dinamis artinya tidak statis alias tidak kaku. Bahasa baku tidak menghendaki bentuk yang kaku, apalagi mati. Kata langganan mempunyai makna ganda, yaitu orang yang berlangganan dan tokohnya disebut langganan dan orang yang berlangganan di tokoh itu disebut pelanggan.

b. Kecendikian atau Kerasionalan

Ragam baku bersifat cendikia karena ragam baku dipakai di tempat-tempat resmi dan oleh orang terpelajar. Selain itu, ragam baku dapat menjembatani antarpengguna, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam pemerosesan pesan. Dapat juga dikatakan ragam baku memberikan gambaran apa yang ada di dalam otak pembicara atau penulis, serta memberikan gambaran yang jelas dalam otak pendengar atau pembaca.

c. Penyeragaman

Pada hakikatnya pembakuan bahasa berarti penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa artinya pencarian atau penentuan titik-titik keseragaman. Sebagai contoh, sebutan pelayanan kapal terbang dianjurkan mengguanakan istilah pramugara untuk laki-laki dan pramugari untuk perempuan. Andaikata ada orang yang menggunakan kata steward/stewardes dan penyerapan itu seragam,maka kata-kata tersebut menjadi kata-kata baku. Akan tetapi, kenyataannya hingga saat ini kedua kata tersebut tidak kita gunakan dalam konteks keindonesiaan.

F. Fungsi Pembakuan Bahasa

a. Fungsi pemersatu bagi seluruh bangsa Indonesia,yakni sebagai bahasa nasiona, bahasa negara, dan dalam bahasa resmi.Bahasa Indonesia harus mampu mengikat suku-suku yang ratusan jumlahnya di Indonesia dan harus mampu menjadi wahana pengungkap kebudayaan nasional yang berasal dari segala macam tradisi, adat, dan suku yang tersebar di seluruh Nusantara.

b. Fungsi penanda kepribadian yang dijalankan oleh suatu bahasa baku dan bangsa yang beradab akan terlihat jika dipergunakan dalam pergaulan dengan bangsa asing. Kita ingin menyampaikan identitas kita lewat bahasa Indonesia.Jika fungsi ini sudah dijalankan dan dipraktikkan secara luas,maka bahasa Indonesia dapat dianggap telah melaksanakan perangnya yang penting sebagai bahasa nasional yang baku.


(4)

c. Fungsi penambahan kewibawaan, yakni jika kalangan masyarakat yang berpengaruh akan bertambah kewibawaannya dengan menguasai bahasanya dengan mahir hingga

meningkatkan gengsi nbahasa indonesia akan terlaksana jika bahasa Indonesia dipautkan dengan hasil teknologi modern dan unsur kebudayaan baru.

d. Fungsi sebagai kerangka acuan (frame of reference), yakni ukuran yang disepakati secara umum tentang tepat tidaknya pemakaian bahasa di dalam situasi tertentu. Hal ini akan tercapai bila diusahakan di bermacam-macam biidang seperti : surat-menyurat resmi, bentuk surat-surat keputusan dan akte-akte, risalah-risalah dan laporan, undangan, iklan,

pengumuman, kata-kata sambutan, ceramah, pidato dan lain-lain.

G. Ciri Bahasa Indonesia Baku

Bahasa baku ialah bahasa yang terpelihara pemakaian kaidahnya dan bersih dari pengaruh langsung berbagai unsur bahasa daerah serta bahasa asing lainnya. Bahasa baku memiliki ciri sifat dinamis yang cukup terbuka untuk menampung:

a. perubahan yang bersifat di bidang kosa kata dan peristilahan.


(5)

BAB III

PENUTUP A. KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas bisa disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Sumber dari bahasa indonesia adalah bahasa melayu 2. Bahasa Indonesia secara sosiologis resmi digunakan sebagai bahasa persatuan pada tanggal 28 Oktober 1928. Namun secara Yuridis Bahasa Indonesia di akui setelah kemerdekaan Indonesia yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945. 3. Bahasa Melayu di angkat menjadi bahasa indonesia karena bahasa melayu telah digunakan sebagai bahasa pergaulan (lingua franca) di nusantara dan bahasa melayu sangat sederhana dan mudah dipelajari serta tidak memiliki tingkatan bahasa. 4. Begitu banyak hal yang berkaitan dengan bahasa Indonesia yang menjadi dinamika perjalanan bahasa Indonesia sampai saat ini.5. Pembakuan dalam bahasa Indonesia sangat diperlukan dan dalam penetapannya mengikuti kaidahkaidah

yang sudah diterapkan.

6.Bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok ajuan, yang dijadikan dasar ukuran atau yang dijadikan standar.

B. SARAN

Bahasa Indonesia yang kita ketahui sebagai mana dari penjelasan terdahulu memiliki banyak rintangan dan kendala untuk mewujudkan menjadi bahasa pemersatu, bahasa nasional, bahasa Indonesia. Sehingga kita sebagai generasi penerus mampu untuk membina, mempertahankan bahasa Indonesia ini, agar tidak mengalami kemerosotan dan diperguna dengan baik oleh pihak luar. Bagi Indonesia yang penduduknya menggunakan ratusan bahasa daerah dan tersebar di ribuan kepulauan, kehadiran suatu bahasa baku, termasuk lafal baku bukan hanya perlu tetapi suatu keharusan. Upaya untuk menentang


(6)

pembakuan bahasa Indonesia sama artinya mengkhianati Sumpah Pemuda yang telah mengikrarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Persatuan yang kuat hanya bisa tercipta kalau ada bahasa yang digunakan bersama dengan pemahaman yang sama. Meskipun begitu, upaya pembakuan lafal hendaklah dilakukan secara hati-hati karena lafal lebih peka terhadap sentimen sosial. Upaya pembakuan lafal selama ini dapat dipertahankan. Yang perlu ditingkatkan adalah kesadaran kita sebagai pemodel lafal.

DAFTAR PUSTAKA

Drs.Adiopenta Purba, M.Hum, M.Div.(2014).Buku Bahasa Indonesia Jambi: FKIP Universitas Jambi

Dr. Siti Suwadah Rimang, S.Pd.,M.Hum.(2013). Aku Cinta Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Aura Pustaka

http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia Kompor.blogdetik.com

Blog.wisma-bahasa.com Ikanteri89.blogspot.com

Ahmadi Muhsin, 1990. sejarah dan standarisasi bahasa Indonesia. Bandung : sinar baru algesindo. Aripin Z.E,

http://www.ikhsanudin.co.cc/2009/05/sejarah-perkembangan-bahasa-indonesia.html http://math070017.wordpress.com/2012/01/12/makalah-sejarah- perkembangan-bahasa-indonesia/

http://adegustiann.blogsome.com/2009/02/02/sejarah-perkembangan-bahasa-indonesia/ Ahmadi Muhsin, 1990. sejarah dan standarisasi bahasa Indonesia. Bandung : sinar baru algesindo. Aripin Z.E,

Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta : Nusa Indah Syahnan, 2009.

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Medan : UNIMED http://pusatbahasa.diknas.go.id/ tanggal 15 September 2011 pukul 07.00 http://www.romeltea.com/ t5anggal 15 September 2011 pukul 07.30