Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Bibit dan Pertumbuhan Awal Pepaya (Carica papaya L.) Tipe Bangkok dan California.

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP BIBIT
DAN PERTUMBUHAN AWAL PEPAYA (Carica papaya L.)
TIPE BANGKOK DAN CALIFORNIA

NAILI LUTFI NUGRAHANI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Komposisi
Media Tanam Terhadap Bibit dan Pertumbuhan Awal Pepaya (Carica papaya L.)
Tipe Bangkok dan California adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015
Naili Lutfi Nugrahani
NIM A24080116

ABSTRAK
NAILI LUTFI NUGRAHANI. Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap
Bibit dan Pertumbuhan Awal Pepaya (Carica papaya L.) Tipe Bangkok dan
California. Dibimbing oleh KETTY SUKETI dan WINARSO DRAJAD
WIDODO.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui jenis komposisi media tanam yang
ringan dan berpengaruh baik terhadap bibit dan pertumbuhan awal dua tipe
pepaya. Percobaan dilaksanakan pada bulan Mei hingga Oktober 2013 di Kebun
Percobaan Cikabayan Darmaga, Bogor. Percobaan menggunakan 2 tipe pepaya
yaitu Bangkok dan California dan disusun berdasarkan Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor dan tiga ulangan. Perlakuan berupa
komposisi media tanam yang terdiri atas campuran tanah, pupuk kandang sapi,
dan arang sekam dengan perbandingan volume berbeda: M1 (2:1:1) sebagai

kontrol, M2 (1:1:1), M3 (1:1:2), M4 (1:2:1), M5 (1:2:2), M6 (2:1:2), dan M7
(2:2:1). Hasil percobaan menunjukkan bahwa perbandingan komposisi media
tanam mempengaruhi bobot bibit per polybag dan diameter batang baik pada tipe
Bangkok maupun California di fase pembibitan pada 5 Minggu Setelah Tanam
(MST), serta tinggi tanaman tipe Bangkok pada 1 dan 2 MST. Komposisi media
yang ringan dan dapat mendukung pertumbuhan bibit secara optimal untuk tipe
Bangkok dan tipe California yaitu media M3, M4, dan M5, sedangkan media yang
paling ekonomis adalah media M3. Komposisi tanah dapat dikurangi hingga
hanya 1/5 bagian dari keseluruhan volume media tanpa menghambat pertumbuhan
bibit. Komposisi media tanam tidak mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah daun,
diameter batang, waktu munculnya bunga pertama, dan tinggi kedudukan bunga
pertama di lapangan pada kedua tipe pepaya.
Kata kunci: arang sekam, ekonomis, media tanam ringan, pupuk kandang sapi

ABSTRACT
NAILI LUTFI NUGRAHANI. The Effect of Growing Media Composition to
Seedling and Initial Growth of Bangkok and California Types of Papaya (Carica
papaya L.). Supervised by KETTY SUKETI and WINARSO DRAJAD
WIDODO.
The objective of the research was to observed growing media with a light

weight but still could support the seedling and initial growth of two types of
papaya. The research was conducted at Cikabayan Experimental Field, Darmaga,
Bogor, from May to October 2013. The experiments used two papaya types which
were Bangkok and California and was arranged in Factorial Randomized
Complete Block Design with one factor and three replications. The treatment was
growing media composition which were a mix of soil, cattle manure, and rice
husk charcoal with different ratio (ratio based on volume); M1 (2 :1:1) as a
control, M2 (1:1:1), M3 (1:1:2), M4 (1:2:1), M5 (1:2:2), M6 (2:1:2), and M7
(2:2:1). The result showed that the growing media affected the weight of seedling

and diameter of stem by the polybag of both types in the seedling phase at 5
Weeks After Planting (WAP), and also affected the height of plant at 1 and 2
WAP of Bangkok type. Growing media thas has light weight and was able to
support the seedling’s growth was media M3, M4, and M5 for both Bangkok and
California types, while the most economical was media M3. The composition of
soil in the growing media can be reduced to only 1/5 part from the total volume of
the media without inhibit the growth of the seedling. Growing media composition
did not affected the height, number of leaf, diameter of stem, time of first
flowering and height of the first flower bud in both Bangkok and California types
in the field.

Key words: cattle manure, economical, lighter media, rice husk charcoal

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP BIBIT
DAN PERTUMBUHAN AWAL PEPAYA (Carica papaya L.)
TIPE BANGKOK DAN CALIFORNIA

NAILI LUTFI NUGRAHANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT atas karunia-Nya sehingga penelitian dan
penulisan skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis. Penelitian dengan judul
Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Bibit dan Pertumbuhan Awal
Pepaya (Carica papaya L.) Tipe Bangkok dan California telah dilaksanakan sejak
bulan Mei hingga Oktober 2013.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Ketty Suketi, MSi dan
Ir Winarso Drajad Widodo, MS, PhD sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan dukungan moral, bimbingan, dan pengarahan selama penyusunan
dan penyelesaian karya ilmiah ini. Terimakasih kepada Dr Ir Suwarto, MSi
sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberi motivasi dan
bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan. Terimakasih penulis ucapkan
pula kepada Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB yang telah membantu
pelaksanaan percobaan. Tak lupa, ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada
ayah, ibu, dan teman-teman khususnya Septi, Ai, Desi, Ikhsan, Dwi, Hardian,
Erick, Agus, Abe, serta semua pihak yang telah membantu pelaksanaan
percobaan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

Naili Lutfi Nugrahani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis


1
1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Pepaya
Syarat Tumbuh Pepaya
Cara Perbanyakan Pepaya
Media Tanam

3
3
3
4
4

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat

Metode Percobaan
Pelaksanaan Percobaan

6
6
6
6
7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Bibit di Polybag
Pertumbuhan Awal Tanaman di Lapangan
Fase Generatif

9
9
12
16

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Saran

18
18
18

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL

1 Kandungan nitrogen, fosfor, kalium, serta pH pada beberapa
komposisi media tanam
2 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan bibit
pepaya tipe Bangkok dan California di polybag
3 Bobot bibit per polybag, tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter
batang pepaya tipe Bangkok dan California pada 5 MST
4 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan
tanaman pepaya tipe Bangkok dan California di lapangan
5 Pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang
tanaman pepaya tipe Bangkok dan California di lapangan
6 Waktu tunas bunga pertama muncul dan tinggi letak tunas bunga
pertama tipe Bangkok dan California di lapangan

9
10
11
13
14
17


DAFTAR GAMBAR
1 Keragaan bibit pepaya di polybag (5 MST) pada berbagai komposisi
media tanam
2 Laju pertumbuhan tinggi tanaman pepaya di lapangan
3 Tanaman pepaya tipe Bangkok dan California di lapangan pada 11
MST
4 Laju pertambahan jumlah daun tanaman pepaya di lapangan

12
15
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis ekonomi komposisi media tanam M3, M4, dan M5

22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu komoditas buah tropika
yang telah dibudidayakan dan dikembangkan secara intensif di Indonesia. Buah
ini memiliki nilai nutrisi yang baik dan dapat dikonsumsi baik sebagai buah segar
maupun produk olahan. Berdasarkan penelitian Suketi (2011) dalam 100 g bagian
yang dapat dimakan dari buah pepaya tipe California terkandung 86.28% air,
1.380% lemak, 4.58% protein, 0.040% fosfor, 1.57% kalium, 23 mg kalsium,
serta 215.00 ppm Fe.
Chaerningrum (2010) menyatakan bahwa tipe pepaya yang banyak
dibudidayakan oleh petani di daerah Bogor adalah tipe Bangkok dan California.
Keduanya merupakan tipe pepaya yang paling banyak diminati oleh konsumen.
Menurut Suketi (2011) pepaya Bangkok yang banyak ditanam petani di Jawa
Barat sama dengan pepaya tipe Dampit yang banyak ditanam oleh petani di Jawa
Timur. Tipe ini memiliki bentuk buah oval dengan permukaan buah tidak rata,
daging buah jingga kemerahan, keras, dan manis ( 10.9±0.1 oBrix). Pepaya
Bangkok memiliki ukuran buah yang besar dengan bobot rata-rata 2.5 kg/buah
dan dapat mencapai 3.5 kg/buah. Menurut PKHT (2009) tipe California
merupakan tipe pepaya berumur genjah, termasuk dalam buah ukuran sedang
dengan berat rata-rata 1.2 kg, memiliki bentuk buah silindris, dan daging buah
yang tebal.
Data Ditjen Hortikultura (2015) menunjukkan bahwa produktivitas pepaya
tahun 2010 hingga 2013 sebesar 73.26 ton/ha, 86.68 ton/ha, 77.45 ton/ha, dan
79,26 ton/ha. Data tersebut cukup fluktuatif dan masih berpotensi untuk
ditingkatkan. Menurut Tim Inisiator Revolusi Orange (2013) untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas pepaya diperlukan perbaikan teknik budi daya. Salah satu
tahap penting dalam budi daya tersebut adalah teknologi produksi bibit guna
menghasilkan bibit pepaya berkualitas baik.
Salah satu unsur penting dalam teknologi pembibitan adalah media
pembibitan. Petani pepaya di Indonesia pada umumnya menggunakan campuran
tanah, pasir, dan pupuk kandang sebagai media pembibitan, namun campuran
media ini memiliki bobot yang cukup berat. Suketi et al. (2011) menggunakan
campuran media tanam berupa tanah, pupuk kandang, dan pasir dengan
perbandingan 2:1:1 untuk pembibitan beberapa genotipe pepaya hibrida.
Penelitian Suketi dan Imanda (2011) menunjukkan bahwa media tanam terbaik
untuk pertumbuhan bibit pepaya IPB 3, IPB 4, dan IPB 9 adalah campuran tanah,
pupuk kandang sapi, dan arang sekam dengan perbandingan 2:1:1. Selain
memberikan pengaruh pertumbuhan yang baik bagi bibit pepaya, campuran media
ini juga memiliki bobot yang ringan. Bobot bibit yang ringan lebih diharapkan
karena akan mempermudah transportasi dan distribusi bibit. Oleh karena itu
perbandingan komposisi ketiga jenis media tersebut perlu dipelajari lebih lanjut
untuk mendapatkan komposisi media yang ringan tetapi memberikan pengaruh
pertumbuhan yang baik.

2

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis komposisi media
tanam yang ringan sehingga memudahkan transportasi bibit dan berpengaruh baik
terhadap bibit dan pertumbuhan awal pepaya tipe Bangkok dan California.
Hipotesis
1. Terdapat komposisi media tanam yang memberikan pengaruh terbaik terhadap
bibit dan pertumbuhan awal kedua tipe pepaya.
2. Komposisi media tanam yang memiliki bobot ringan dapat memberikan
pertumbuhan optimum pada bibit dan pertumbuhan awal kedua tipe pepaya.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Pepaya
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika
tropika. Tanaman ini menyebar ke berbagai negara tropika dan sub-tropika hangat
seperti Karibia dan Asia Tenggara pada abad ke-16 selama masa ekspansi Spanyol
(Villegas 1991). Dalam klasifikasi tanaman, pepaya termasuk dalam famili
Caricaceae, genus Carica, dan spesies Carica papaya L. (Kalie 1999)
Pepaya merupakan tanaman herba yang pada umumnya tidak bercabang dan
mengandung getah di semua bagiannya. Daunnya memiliki petiol yang panjang
dan tersusun spiral. Tanaman ini pada umumnya bersifat dioecious, yaitu bunga
jantan, bunga betina, maupun bunga sempurna terletak pada tanaman yang
berbeda (Samson 1980). Pohon jantan memiliki malai bunga bercabang banyak
yang menggantung dengan bunga-bunga jantan yang lebat. Pohon betina memiliki
inflorensia dengan 3‒5 bunga betina yang bertangkai pendek, bahkan sering hanya
dengan sebuah bunga betina yang duduk pada ketiak daun. Pohon sempurna
memiliki inflorensia yang terdiri dari beberapa bunga sempurna dan 1‒4 bunga
jantan. Masing-masing bunga tersebut bertangkai pendek. Berdasarkan bentuk
bakal buah dan jumlah benang sarinya, bunga sempurna dibedakan menjadi bunga
sempurna elongata, pentandria, dan antara (Kalie 1999).
Biji pepaya berwarna hitam atau keabu-abuan, menempel di lapisan rongga
dalam daging buah dan diselubungi oleh lapisan sarcotesta (Villegas 1991).
Menurut Sari et al. (2007) sarcotesta merupakan lapisan berair yang menyelimuti
biji dan mampu menghambat perkecambahan. Biji pepaya harus dibersihkan dari
sarcotesta yang menyelimutinya dan dikeringkan sampai batas kadar air tertentu
untuk mendapatkan benih dengan viabilitas yang tinggi.
Pepaya Bangkok merupakan tipe pepaya yang berasal dari daerah asal
eksplorasi/introduksi Bogor, Jawa Barat (Suketi et al. 2012). Pepaya ini memiliki
ukuran buah yang besar dengan bobot lebih kurang 3.5 kg/buah, kulit luar kasar
dan tidak rata, daging buah berwarna jingga bersemu merah, dan tekstur keras
sehingga tahan dalam angkutan (Kalie 1999).
Syarat Tumbuh Pepaya
Tanaman pepaya dapat tumbuh optimal di elevasi 200‒500 m dpl dengan
kisaran suhu antara 25‒30 °C. Pertumbuhan pepaya menjadi lambat dan rasa
buahnya menjadi kurang manis jika ditanam pada elevasi di atas 500 m dpl,
sehingga tidak disarankan melakukan budi daya pepaya di dataran tinggi
(Sujiprihati dan Suketi 2009). Pepaya tumbuh dengan baik pada tanah yang kaya
akan bahan-bahan organik, dengan pH tanah berkisar antara 5.0‒6.5 dan
diupayakan agar tanah dalam keadaan tidak kering maupun terendam. Drainase
buruk mengakibatkan pembusukan pada akar (Villegas 1991).
Pepaya dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik tanpa penambahan
irigasi jika jumlah curah hujan minimum 100 mm/bulan, sedangkan kelembaban
relatif yang dibutuhkan untuk pertumbuhan yang optimum adalah sebesar 66%
(Nakasone dan Paull 1999). Tanaman pepaya tergolong tanaman yang
memerlukan cahaya penuh (Kalie 1999). Buah dengan kualitas terbaik, yang

4

ditandai oleh kandungan gula, dihasilkan dibawah cahaya penuh pada 4‒5 hari
terakhir sebelum fase matang sempurna di pohon, dengan pemanenan buah yang
dilakukan hampir setiap minggu maka tanaman pepaya memerlukan cahaya penuh
sepanjang tahun (Storey 1972).
Cara Perbanyakan Pepaya
Perbanyakan tanaman pepaya dengan biji merupakan alternatif termudah
untuk mengembangbiakkan tanaman buah ini. Biji untuk benih harus diambil dari
buah yang telah tua atau masak mengkal di pohon. Biji sebaiknya diambil dari
bagian buah yang tengah (1/3 bagian tengah) karena bagian ini mengandung biji
sempurna dua kali jumlah biji lainnya (Kalie 1999). Benih pepaya yang
dikeringkan tanpa sarcotesta (lapisan pada kulit luar benih yang mengandung
senyawa fenolik) mempunyai viabilitas sama tinggi, baik dikeringkan hingga
kadar air 11‒12% maupun 6‒7%. Keberadaan sarcotesta pada benih selama
proses pengeringan tidak menyebabkan hilangnya viabilitas benih, tetapi dapat
menyebabkan terjadinya induksi dormansi (Sari et al. 2007).
Benih pepaya dapat disemai terlebih dahulu di persemaian, ditanam dalam
polybag, ataupun ditanam langsung di lahan (Nakasone dan Paull 1999). Menurut
Villegas (1997) perkecambahan pepaya bersifat epigeal dan memerlukan waktu
sekitar 2‒3 minggu untuk berkecambah. Sujiprihati dan Suketi (2009) menyatakan
bahwa pembibitan bertujuan untuk mendapatkan bibit pepaya yang sehat, tumbuh
secara optimal, dan mempunyai daya adaptasi yang baik.
Media Tanam
Media tanam merupakan media perakaran, tempat berpegang dan bertumpu
untuk tegaknya tanaman, memberikan air dan melayaninya sebagai tempat
penyimpanan air, serta sumber unsur-unsur hara mineral yang dibutuhkan
(Suwarto 2013). Menurut Hartmann dan Kester (1990) media tumbuh yang ideal
untuk tanaman secara umum adalah memiliki struktur yang gembur, aerasi dan
drainase yang baik, kelembaban cukup, bebas organisme pengganggu, cukup hara
mineral, dan bobotnya ringan.
Tanah
Tanah merupakan media tanam yang sering digunakan untuk tempat tumbuh
kembangnya akar tanaman (Hardjowigeno 2007). Tanah memberikan tempat
berpegang bagi akar tanaman, menyediakan air dan juga unsur hara esensial
seperti karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor, potasium, sulfur, kalsium, dan
lain sebagainya (Donahue 1964).
Tanah sebagai media tumbuh tanaman didefinisikan sebagai lapisan
permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh kembangnya
perakaran penopang tumbuh tegaknya tanaman dan penyuplai kebutuhan air dan
udara. Secara kimiawi tanah berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara dan
nutrisi (senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial
seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl; dan secara biologis berfungsi
sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara
tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman (Hanafiah
2005).

5

Pupuk kandang (kotoran sapi)
Pupuk kandang merupakan campuran dari kotoran (feces), air seni, dan sisasisa pakan ternak. Komposisi pupuk kandang akan bergantung pada beberapa
faktor antara lain jumlah dan kualitas pakan, metode dan lama penyimpanan
pupuk, serta cara penanganannya. Pada umumnya, pupuk kandang mengandung
75% air, 0.30‒0.60% N, 0.20‒0.35% P2O5, dan 0.15‒0.70% K2O, juga beberapa
unsur non-esensial seperti besi, tembaga, boron, dan mangan (Kalpage 1967).
Pupuk kandang sapi sebagai salah satu pupuk organik yang diberikan ke
dalam tanah dapat meningkatkan unsur hara baik makro maupun mikro. Selain itu
pupuk kandang juga dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan daya
pegang air, meningkatkan kapasitas tukar kation dan memacu aktivitas
mikroorganisme yang terlibat dalam proses perombakan (Hadisumitro 2002).
Sudarsono et al. (2013) menyatakan bahwa penambahan pupuk kandang
sapi dengan dosis 7.5 ton/ha menghasilkan pertumbuhan dan serapan hara
tanaman kedelai yang lebih baik dibandingkan tanpa pupuk. Hasil percobaan
Ridwan et al. (2014) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang sapi mampu
meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, jumlah bunga, bobot
basah dan bobot kering batang, daun dan bobot total tanaman jintan hitam.
Arang sekam
Arang sekam merupakan hasil produk sampingan dari proses pengolahan
beras yang banyak tersedia di sekitar kita. Arang sekam mengandung banyak
bahan-bahan alkali (pH 8.9), dengan kandungan karbon 16%, dan kapasitas tukar
kation 17 cmol/kg tanah (Theeba et al. 2012).
Efek penambahan arang sekam bervariasi pada berbagai tipe tanah. Pada
umumnya, penambahan arang sekam pada media tanam meningkatkan pH tanah,
sehingga meningkatkan ketersediaan unsur P, meningkatkan aerasi di daerah
perakaran tanaman, meningkatkan kapasitas pegang air, serta meningkatkan
pertukaran unsur K dan Mg (FFTCTAPG 2001). Dalam penelitiannya, Milla
(2013) menyatakan bahwa penambahan arang sekam pada media tanam
meningkatkan bobot tanaman kangkung melalui peningkatan diameter batang dan
ukuran daun.

6

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Percobaan dilaksanakan pada bulan Mei hingga Oktober 2013 di
greenhouse dan Kebun Percobaan Cikabayan IPB, Darmaga, Bogor (elevasi 250
m dpl).
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih pepaya; tipe Bangkok dan California
yang diperoleh dari petani di daerah Rancabungur Bogor, dan media tanam berupa
tanah, pupuk kandang (kotoran sapi), dan arang sekam. Pupuk yang digunakan
adalah campuran pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik yang digunakan
adalah pupuk kandang (kotoran kambing), sedangkan untuk non-organik berupa
Urea, KCl, dan SP-36. Alat-alat yang digunakan antara lain tray semai, polybag
ukuran 10 cm x 15 cm, ember, alat-alat pertanian, hand sprayer, alat tulis, jangka
sorong digital, label, dan timbangan.
Metode Percobaan
Percobaan diberikan pada 2 tipe pepaya yaitu Bangkok dan California dan
disusun berdasarkan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan
faktor tunggal berupa komposisi media tanam. Media tanam terdiri atas campuran
tanah, pupuk kandang, dan arang sekam (v/v). Perbandingan komposisi tanah,
pupuk kandang, dan arang sekam tersebut yaitu: M1 (2:1:1) sebagai kontrol, M2
(1:1:1), M3 (1:1:2), M4 (1:2:1), M5 (1:2:2), M6 (2:1:2), dan M7 (2:2:1). Media
M1 merupakan komposisi media terbaik pada penelitian Suketi dan Imanda
(2011) sehingga dijadikan sebagai perlakuan pembanding.
Percobaan terdiri atas 7 perlakuan dengan 3 kelompok ulangan sehingga
terdapat 21 satuan percobaan. Saat pembibitan di dalam greenhouse, setiap satuan
percobaan terdiri atas 5 bibit pepaya sehingga total tanaman yang diamati
sebanyak 105 bibit untuk setiap tipe. Pengamatan tanaman di lapangan hanya
dilakukan pada 4 tanaman untuk setiap satuan percobaan, sehingga total tanaman
yang diamati untuk setiap tipe sebanyak 84 tanaman. Pengamatan dilakukan pada
semua tanaman untuk setiap perlakuan.
Model linier yang digunakan adalah :
Yij = µ + αi + βj + εijk
Keterangan
:
Yij
: nilai pengamatan media tanam i dan kelompok ke-j
µ
: rataan umum
αi
: pengaruh komposisi media tanam i (i = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7)
βj
: pengaruh ulangan ke-j (j = 1, 2, 3)
εijk
: galat percobaan
Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F. Perlakuan yang berpengaruh
nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.

7

Pelaksanaan Percobaan
Persiapan benih, bibit dan media tanam
Benih didapatkan melalui proses ekstraksi yang dilakukan sendiri. Buah
yang digunakan untuk ekstraksi diperoleh dari petani di daerah Rancabungur,
Bogor. Buah dipanen pada stadia II (pada saat warna kuning pada kulit buah
25‒49%) dan diperam hingga keseluruhan kulit buah berwarna kuning kemudian
dibelah dan diambil bijinya dari sepertiga bagian tengahnya. Biji pepaya tersebut
kemudian direndam dalam air selama 24 jam agar memudahkan proses pemisahan
biji dari lapisan sarcotesta.
Penyemaian benih merupakan proses awal yang dilakukan untuk
mendapatkan bibit pepaya yang sehat dan seragam sebelum dipindahkan ke
polybag. Benih disemai dalam tray semai dengan media tanam berupa kompos.
Kecambah benih pepaya muncul secara berangsur sampai siap tanam ke polybag
pada 4 minggu setelah tanam. Kecambah pertama muncul pada 10 HSS (Hari
Setelah Semai) dengan DB (Daya Berkecambah) mencapai 91.5% untuk tipe
Bangkok dan 93.9% untuk tipe California.
Persiapan media tanam untuk pembibitan yaitu dengan mencampurkan
bahan media tanam berupa tanah, pupuk kandang, dan arang sekam sesuai dengan
perbandingan volume pada tiap-tiap perlakuan yang diberikan. Perbandingan
volume dilakukan dengan menggunakan ember. Setelah bahan-bahan media
tanam tercampur rata kemudian dimasukkan ke dalam polybag berukuran 10 cm x
15 cm. Media tanam kemudian dianalisis kandungan hara utamanya yang berupa
nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), serta nilai pH di Laboratorium Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penanaman dan pemeliharaan
Penanaman bibit semaian ke polybag dilakukan setelah 4 minggu setelah
semai (Suketi dan Imanda 2011). Pemindahan bibit dari semaian dilakukan
dengan memindahkan bibit beserta media tanamnya ke dalam polybag. Bibit
ditanam 2 tanaman per polybag. Bibit pepaya ditimbang pada 5 minggu setelah
tanam (MST) untuk menentukan bobot bibit per polybag yang paling ringan.
Pengamatan dilakukan dengan cara menimbang media tanam beserta bibit pepaya
per polybag.
Pemindahan bibit ke lapangan dilakukan setelah bibit berumur 5 MST. Bibit
dipindahkan bersama media tanamnya ke dalam lubang tanam yang berukuran 50
cm x 50 cm x 50 cm, dengan jarak tanam 2.5 m x 2.5 m. Karena keterbatasan
lahan yang tersedia, jumlah tanaman yang bisa ditanam di lapangan untuk setiap
perlakuan sebanyak 4 tanaman per satuan percobaan.
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi pengairan, pemupukan organik dan
anorganik, dan sanitasi kebun. Pengairan dilakukan setiap pagi dan sore hari untuk
mengurangi penguapan. Berdasarkan Gunawan et al. (2007) pemupukan organik
dilakukan 2 minggu sebelum bibit dipindahkan ke lapangan, yaitu dengan
pemberian pupuk kandang (kotoran kambing) dengan dosis 15 kg/lubang.
Pemupukan anorganik dilakukan pada bulan pertama di lapangan dengan dosis
pupuk Urea 70 g/tanaman, SP-36 50 g/tanaman, dan KCl 40 g/tanaman. Sanitasi
yang dilakukan meliputi pembumbunan, penyiangan gulma, dan pembuangan
bagian tanaman yang terserang penyakit.

8

Pengamatan
Pengamatan terdiri atas pengamatan bibit di polybag dan pengamatan
tanaman di lapangan. Peubah yang diamati pada pengamatan bibit antara lain:
1. Tinggi tanaman (cm), diukur dari permukaan media tanam hingga titik tumbuh
pada 1‒5 MST.
2. Jumlah daun yang telah membuka sempurna (helai) pada 1‒5 MST.
3. Diameter batang (mm), diukur pada ketinggian 5 cm dari permukaan media
tanam pada 5 MST.
4. Bobot bibit per polybag (g) pada 5 MST.
Peubah yang diamati pada pengamatan tanaman di lapang antara lain:
1. Pertumbuhan vegetatif tanaman
a. Tinggi tanaman (cm), diukur dari permukaan tanah hingga titik tumbuh pada
6‒11 MST.
b. Jumlah daun yang telah membuka sempurna (helai) pada 6‒11 MST.
c. Diameter batang (mm) pada ketinggian 5 cm dari permukaan tanah pada 11
MST.
2. Pertumbuhan generatif tanaman
a. Waktu munculnya bunga pertama (MST)
b. Tinggi letak bunga pertama (cm), diukur dari permukaan tanah hingga titik
tumbuhnya bunga.

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Bibit di Polybag
Pembibitan di polybag menggunakan jenis media yang sama yaitu campuran
tanah, pupuk kandang dan arang sekam, namun dengan perbandingan komposisi
yang berbeda. Media tersebut telah dianalisis di Laboratorium Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lingkungan IPB. Kandungan hara dan kemasaman yang
terdapat dalam setiap media tanam disajikan pada Tabel 1. Nitrogen (N),
fosfor (P), dan kalium (K) merupakan unsur hara esensial yang diperlukan bagi
pertumbuhan tanaman. Nilai kandungan P dan K yang tertera pada Tabel 1
merupakan nilai kandungan nutrisi yang dapat diserap oleh tanaman. Menurut
Harjadi (1989) media penanaman harus mengandung satu atau lebih unsur
esensial untuk pertumbuhan tanaman dan unsur esensial tersebut berada dalam
bentuk yang dapat diserap tanaman dan digunakannya.
Komposisi media tanam M1 hingga M7 memiliki kandungan hara yang baik
dan sesuai untuk mendukung pertumbuhan bibit yang optimum. Kandungan
nitrogen total pada media tanam cukup tinggi yaitu berkisar antara 0.58% pada
M6 hingga 0.98% pada M5, kandungan P dapat diserap berkisar antara 75‒206
ppm, kandungan K dapat diserap berkisar antara 38.75‒92.27 ppm. Nilai pH
berkisar antara 5.1‒6.2, sehingga hampir seluruh komposisi media memiliki nilai
pH yang optimum untuk pertumbuhan bibit pepaya kecuali pada media M2.
Penelitian Suketi dan Imanda (2011) menunjukkan bahwa komposisi media tanam
berupa tanah, pupuk kandang (kotoran sapi), dan arang sekam dengan
perbandingan 2:1:1 mengandung 0.37% N, serta P dan K tersedia masing-masing
sebesar 153 ppm dan 794 ppm. Menurut Nakasone dan Paull (1999) kisaran pH
yang baik untuk pertumbuhan bibit pepaya yaitu sebesar 5.0‒7.0 dengan nilai pH
optimum sebesar 5.5‒6.5.
Tabel 1 Kandungan nitrogen, fosfor, kalium, serta
media tanam
Kjeldhal
Bray I
Komposisi
N-total
P
media tanama
(%)
(ppm)
M1 (2:1:1)b
0.63
75.00
M2 (1:1:1)
0.65
101.60
M3 (1:1:2)
0.60
206.60
M4 (1:2:1)
0.70
161.60
M5 (1:2:2)
0.98
189.90
M6 (2:1:2)
0.58
117.40
M7 (2:2:1)
0.67
109.60

pH pada beberapa komposisi
H2O
K
38.75
46.25
92.27
58.75
78.55
50.00
50.00

pH
5.60
5.10
5.60
5.70
5.70
5.90
6.20

a

Komposisi media tanam berupa campuran tanah, pupuk kandang, dan arang sekam dalam
berbagai perbandingan, bmedia pembanding.

Pertumbuhan vegetatif bibit pepaya di polybag diukur berdasarkan beberapa
variabel yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang. Bobot bibit per
polybag diamati untuk mengetahui komposisi media tanam yang lebih ringan
namun tetap dapat menunjang pertumbuhan bibit secara optimum. Hasil analisis

10

ragam pertumbuhan bibit di polybag (Tabel 2) menunjukkan bahwa komposisi
media tanam mempengaruhi bobot bibit per polybag dan diameter batan pada tipe
Bangkok dan tipe California pada 5 MST, serta mempengaruhi tinggi tanaman
tipe Bangkok pada 1 dan 2 MST.
Tabel 2 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan bibit
pepaya tipe Bangkok dan California di polybag
Tipe Bangkok
Tipe California
Waktu
Perlakuan
Perlakuan
b
Peubah
(MST) Media Tanam KK Media Tanam KK
(%)
(%)
(F-hitung)a
(F-hitung)
5
33.65**
4.38
75.29**
2.99
Bobot bibit per polybag
**
tn
Tinggi Tanaman
1
3.41
5.96
3.07
5.98
**
tn
2
3.21
6.93
2.54
6.45
tn
tn
3
1.03
8.41
1.78
9.59
tn
tn
4
1.19
8.04
1.94
8.95
5
1.30tn
8.07
2.13tn
9.91
tn
tn
Jumlah daun
1
2.05
4.73
3.01
7.55
tn
tn
2
1.55
5.14
1.08
6.50
tn
tn
3
1.29
3.63
1.33
5.38
4
2.98tn
4.61
2.77tn
5.85
tn
tn
5
2.46
5.37
1.86
7.96
**
**
5
4.82
4.75
4.43
4.15
Diameter batang
a

**: berpengaruh sangat nyata (α:5%), tn: tidak berpengaruh nyata; bKK: koefisien keragaman.

Analisis uji lanjut peubah bobot bibit per polybag, tinggi tanaman, jumlah
daun, dan diameter batang pada tipe Bangkok dan California pada 5 MST
ditunjukkan pada Tabel 3. Bobot bibit per polybag dengan bobot ringan pada tipe
Bangkok terdapat pada media M3, M4, dan M5, ketiga media tersebut memiliki
bobot yang lebih ringan dari media pembanding M1. Media dengan bobot paling
ringan pada M3 28.8% lebih ringan daripada media dengan bobot paling berat
pada M1. Bobot bibit per polybag dengan bobot ringan pada tipe California
terdapat pada media M3, M4 dan M5, ketiganya juga memiliki bobot yang lebih
ringan dari media pembanding M1. Media dengan bobot paling ringan pada M5
33.1% lebih ringan daripada media dengan bobot paling berat pada M7. Media
tanam dengan bobot yang lebih ringan pada tipe Bangkok dan California
merupakan media dengan perbandingan komposisi tanah yang kecil. Komposisi
tanah pada media pembibitan dapat dikurangi hingga hanya 1/5 bagian dari
volume media tanpa menghambat pertumbuhan bibit.

11

Tabel 3 Bobot bibit per polybag, tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter
batang pepaya tipe Bangkok dan California pada 5 MSTa
Komposisi
Bobot bibit per
Tinggi
Jumlah daun
Diameter
b
media tanam
polybag (g)
tanaman (cm)
(helai)
batang (mm)
Bangkok
374.51 a
21.68
4.35 ab
M1 (2:1:1)c
6.62
330.79
b
22.78
4.66 a
M2 (1:1:1)
6.80
266.49 c
20.94
4.16 ab
M3 (1:1:2)
6.60
279.93 c
20.72
4.27 ab
M4 (1:2:1)
6.03
268.39 c
22.72
4.60 a
M5 (1:2:2)
6.47
344.29
ab
21.39
4.54 a
M6 (2:1:2)
6.87
M7 (2:2:1)
368.92 b
19.55
3.93 b
6.13
California
372.01 a
22.36
M1 (2:1:1)
6.98
4.86 ab
322.73 bc
19.72
M2 (1:1:1)
6.93
4.74 ab
300.00
cd
19.61
M3 (1:1:2)
6.40
4.68 ab
274.31 de
18.29
M4 (1:2:1)
6.46
4.49 ab
265.74 e
18.50
M5 (1:2:2)
5.98
4.91 a
332.67 b
17.44
M6 (2:1:2)
6.13
4.36 ab
397.02
a
18.21
M7 (2:2:1)
5.96
4.31 b
a

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ
taraf 5%; bsama dengan keterangan Tabel 1; cmedia pembanding.

Komposisi media tanam tidak mempengaruhi peubah tinggi tanaman dan
jumlah daun, dan hanya mempengaruhi diameter batang pada kedua tipe pepaya.
Tinggi tanaman berkisar antara 19.55‒22.78 cm pada tipe Bangkok, dan
17.44‒22.36 cm pada tipe California. Jumlah daun berkisar antara 6.03‒6.87 helai
pada tipe Bangkok, dan 5.96‒6.98 helai pada tipe California. Hasil ini berbeda
dengan penelitian Dewi dan Suketi (2004) yang menunjukkan bahwa perlakuan
terbaik media tanam campuran tanah, arang sekam, dan pupuk kandang dengan
perbandingan 2:1:1 memberikan pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun,
diameter batang, panjang tunas, dan volume akar yang lebih besar pada bibit
mangga.
Diameter batang terbesar pada tipe Bangkok dihasilkan dari M2 dan M5,
namun tidak berbeda dengan media pembanding M1, serta media M3, M4 dan
M6. Diameter batang terkecil dihasilkan dari media M7. Diameter batang terbesar
pada tipe California dihasilkan dari media M5, namun tidak berbeda dibandingkan
dengan media pembanding M1, serta media M2, M3, dan M4. Menurut Sumartuti
(2004) diameter batang bibit pepaya memiliki arti yang cukup penting bagi
kelanjutan pertumbuhan bibit. Bibit dengan diameter batang yang lebih besar akan
memiliki kekuatan yang lebih baik sehingga mampu menghadapi keadaan
lapangan yang tidak menguntungkan.
Hasil percobaan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa bibit pada seluruh
komposisi media pada kedua tipe pepaya memenuhi hampir seluruh kriteria
kecuali pada peubah jumlah daun. Keragaan bibit pepaya tipe Bangkok dan
California di pembibitan pada berbagai komposisi media tanam pada 5 MST dapat
dilihat pada Gambar 1. Menurut Suketi dan Imanda (2011) kriteria bibit pepaya

12

yang sehat dan baik yaitu memiliki tinggi tanaman sekitar 9‒11 cm, jumlah daun
sebanyak 8‒9 helai, dan diameter batang 2‒3 mm.

(a)

(b)

Gambar 1 Keragaan bibit pepaya di polybag (5 MST) pada berbagai komposisi
media tanam; (a) tipe Bangkok dan (b) tipe California.
Komposisi media tanam yang diharapkan dari percobaan ini yaitu memiliki
bobot bibit per polybag yang ringan sehingga memudahkan dalam proses
pemindahan bibit dari lokasi pembibitan ke lapangan atau transportasi dan
distribusi bibit ke tempat lain. Kriteria lain yang diharapkan adalah media tanam
tersebut mampu memberikan pengaruh pertumbuhan yang baik dan optimum bagi
bibit dan tanaman di awal penanaman di lapangan. Berdasarkan hal tersebut,
media tanam yang paling sesuai dan diinginkan untuk tipe Bangkok maupun tipe
California adalah media M3 (1:1:2), M4 (1:2:1) dan M5 (1:2:2).
Ketersediaan bahan media tanam berupa tanah, pupuk kandang, dan arang
sekam banyak di pasar dan mudah ditemukan. Namun berdasarkan analisis
ekonomi (Lampiran 1) ketiga jenis komposisi terbaik (M3, M4, dan M5) pada
kedua tipe pepaya, diketahui bahwa media tanam M3 merupakan media yang
paling ekonomis. Total biaya produksi media M3 menghasilkan harga
bibit/polybag senilai Rp 1 111,‒ dengan harga bibit pepaya/polybag di pasar pada
tahun 2015 senilai Rp 3 000,‒ maka nilai R/C rasio media M3 sebesar 2.70. Suatu
usaha dinilai layak apabila memiliki nilai R/C rasio lebih dari 1.
Pertumbuhan Awal Tanaman di Lapangan
Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun dimulai pada 6 MST hingga
11 MST, sedangkan diameter batang hanya diukur pada 11 MST. Pengamatan ini
bertujuan untuk mengetahui adaptasi pertumbuhan bibit setelah dipindahkan ke
lapangan. Pengamatan pada fase generatif yaitu terhadap waktu tunas bunga
pertama muncul dan tinggi letak tunas bunga pertama.

13

Perlakuan komposisi media tanam tidak mempengaruhi tinggi tanaman,
jumlah daun, diameter batang, waktu tunas bunga pertama muncul, dan tinggi
letak tunas bunga pertama pada tipe pepaya Bangkok dan tipe pepaya California
di lapangan (Tabel 4).
Tabel 4 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tanaman
pepaya tipe Bangkok dan California di lapangan
Tipe Bangkok
Tipe California
Waktu
Perlakuan
Perlakuan
Peubah
KKa
KK
(MST) Media Tanam
Media Tanam
(%)
(%)
(F-hitung)
(F-hitung)
Tinggi
6
2.34
8.55
2.57
10.14
Tanaman
7
2.09
10.13
1.61
9.68
8
1.20
10.77
0.63
9.87
9
1.03
10.42
0.28
11.01
10
1.15
11.25
0.67
9.84
11
2.34
10.01
0.80
10.28
Jumlah daun
6
1.62
12.41
1.71
13.57
7
1.64
11.75
0.18
16.98
8
0.77
9.42
0.47
13.68
9
1.10
6.52
0.26
13.73
10
0.51
9.38
0.31
14.03
11
1.25
6.96
0.58
10.32
Diameter
11
1.12
15.71
1.36
10.13
batang
Waktu tunas
11‒15
1.34
3.32
1.94
3.16
bunga pertama
muncul
Tinggi letak
11‒15
11.83
1.87
7.52
0.49
tunas bunga
pertama
a

KK: koefisien keragaman.

Pertumbuhan tanaman di lapangan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
internal tanaman (genetik), namun juga oleh faktor eksternal (lingkungan) seperti
cuaca, curah hujan, serta hama dan penyakit. Menurut Harjadi (1996) faktor
lingkungan yang primer adalah tanah (pendukung secara mekanik, memberikan
air, hara dan kelembaban), energi penyinaran (cahaya), dan udara (menyediakan
karbondioksida dan oksigen). Jika salah satu faktor tersebut menjadi kurang
optimum maka akan membatasi pertumbuhan tanaman.
Hasil analisis uji F menunjukkan bahwa perlakuan komposisi media tanam
tidak mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang tipe
Bangkok dan California sampai 11 MST di lapangan (Tabel 5). Pertambahan
tinggi tanaman dari minggu pertama setelah pemindahan bibit hingga minggu
terakhir pengamatan juga tidak menunjukkan perbedaan berdasarkan uji F.

14

Tabel 5 Pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang tanaman
pepaya tipe Bangkok dan California di lapangan
Diameter
Tinggi
Δ Pertambahan
Jumlah daun
batang
Komposisi
tanaman (cm)
tinggi (cm)
(helai)
(mm)
media
a
tanam
6
11
6
11
6 MST‒11 MST
11 MST
MST MST
MST MST
Bangkok
M1 (2:1:1)
20.67 44.94
24.27
5.67 12.46
13.19
M2 (1:1:1)
21.33 46.22
24.89
5.29 11.21
12.65
M3 (1:1:2)
18.58 42.33
23.75
5.50 11.71
12.48
M4 (1:2:1)
19.33 36.39
17.06
5.29 13.83
10.15
M5 (1:2:2)
21.37 48.39
23.05
5.50 13.44
12.93
M6 (2:1:2)
20.63 42.38
27.76
6.00 11.10
12.38
M7 (2:2:1)
19.48 46.17
26.69
5.71 13.21
14.08
California
12.13
M1 (2:1:1)
21.23 35.83
14.60
5.50
11.04
13.05
M2 (1:1:1)
19.33 33.50
14.17
6.17
10.53
10.96
M3 (1:1:2)
18.77 33.39
14.26
4.75
10.60
12.49
M4 (1:2:1)
17.85 38.39
20.54
5.58
13.21
13.43
M5 (1:2:2)
17.94 37.22
19.28
5.08
12.26
13.04
M6 (2:1:2)
17.06 36.78
19.72
5.42
13.12
11.86
M7 (2:2:1)
17.94 36.17
18.23
5.01
12.50
a

Sama dengan keterangan Tabel 1.

Pertumbuhan merujuk pada penambahan ukuran yang tidak dapat balik,
yang mencerminkan pertambahan protoplasma (Harjadi 1996). Namun tinggi
tanaman pada beberapa jenis komposisi media pada kedua tipe pepaya di minggu
pertama setelah pemindahan ke lapangan (6 MST) menunjukkan penurunan jika
dibandingkan dengan tinggi tanaman pada saat 5 MST (pembibitan). Hal ini dapat
terjadi diduga karena saat pemindahan ke lapang, penanaman bibit pepaya terlalu
dalam dan tanaman masih beradaptasi terhadap lingkungan yang baru sehingga
pertambahan tinggi tanaman masih lambat yang berakibat pada saat pengukuran
tinggi pada minggu berikutnya, tinggi yang terukur menjadi lebih rendah.
Seluruh tanaman dari seluruh perlakuan komposisi media tanam, baik tipe
Bangkok maupun California, memiliki pola pertumbuhan tinggi yang sama
(Gambar 2). Pertumbuhan tinggi tanaman lambat pada awal penanaman, namun
meningkat cepat mulai 9 MST. Nakasone dan Paull (1999) menyatakan bahwa
pertumbuhan batang pepaya sangat cepat sampai tanaman mulai berbunga dengan
laju pertumbuhan mencapai 2 mm per hari. Keragaan tanaman pepaya tipe
Bangkok dan California pada 11 MST ditunjukkan pada Gambar 3.

15

(a)

(b)
Gambar 2 Laju pertumbuhan tinggi tanaman pepaya di lapangan; (a) tipe
Bangkok, (b) tipe California

(a)
(b)
Gambar 3 Tanaman pepaya tipe Bangkok (a) dan California (b) di lapangan pada
11 MST
Sama halnya dengan tinggi tanaman, pertambahan jumlah daun tanaman
pepaya tipe Bangkok dan California di lapangan juga menunjukkan pola yang
sama (Gambar 4). Daun pepaya pada seluruh komposisi media tanam mengalami
pertambahan jumlah tiap minggunya. Jumlah daun tanaman di lapangan pada
kedua tipe pepaya mengalami peningkatan yang cukup signifikan di minggu
pertama setelah pemindahan ke lapangan kemudian melambat pada 7 MST hingga
10 MST, namun kembali meningkat cukup cepat pada minggu berikutnya.

16

Menurut Nakasone dan Paull (1999), di daerah tropika daun pepaya baru muncul
sekitar 2‒3 helai daun tiap minggunya.

(a)

(b)
Gambar 4 Laju pertambahan jumlah daun tanaman pepaya di lapangan; (a) tipe
Bangkok, (b) tipe California
Fase Generatif
Masa pembungaan pada tanaman merupakan masa transisi dari fase
vegetatif ke fase generatif. Pengamatan pada fase ini meliputi waktu munculnya
tunas bunga pertama dan tinggi letak tunas bunga pertama. Komposisi media
tanam tidak mempengaruhi waktu munculnya tunas bunga pertama dan tinggi
letak tunas bunga pertama pada tipe Bangkok dan tipe California (Tabel 6).
Tunas bunga pertama pada tipe Bangkok rata-rata muncul pada 12.83 MST
dengan rata-rata tinggi letak tunas bunga pertama yaitu pada ketinggian 45.14 cm.
Hasil ini lebih baik daripada hasil penelitian Utami et al. (2013) yang
menunjukkan bahwa waktu bunga pertama muncul pada tipe Sukma yang ditanam
pada Kebun Percobaan Pusat Kajian Hortikultura Tropika Ciomas Bogor
(250 m dpl) adalah pada 13‒14 MST dengan rata-rata tinggi letak tunas bunga
pertama pada ketinggian 47.95 cm dari permukaan tanah.

17

Tabel 6 Waktu tunas bunga pertama muncul dan tinggi letak tunas bunga pertama
tipe Bangkok dan California di lapangan
Komposisi media
Waktu tunas bunga
Tinggi letak tunas bunga
a
tanam
pertama muncul (MST)
pertama (cm)

a

Bangkok
M1 (2:1:1)
M2 (1:1:1)
M3 (1:1:2)
M4 (1:2:1)
M5 (1:2:2)
M6 (2:1:2)
M7 (2:2:1)
Rata-rata

12.58
12.92
12.83
13.33
12.72
13.00
12.47
12.83

53.62
56.33
50.50
43.37
56.78
49.42
56.00
45.14

California
M1 (2:1:1)
M2 (1:1:1)
M3 (1:1:2)
M4 (1:2:1)
M5 (1:2:2)
M6 (2:1:2)
M7 (2:2:1)
Rata-rata

12.89
12.97
13.50
12.50
12.75
12.58
12.92
12.87

40.86
38.97
39.15
41.67
41.79
39.58
41.50
40.50

Sama dengan keterangan Tabel 1.

Tunas bunga pertama pada tipe California rata-rata muncul pada 12.87
MST. Tinggi letak tunas bunga pertama pada tipe California lebih rendah daripada
tipe Bangkok dengan nilai rata-rata 40.50 cm dari permukaan tanah. Tinggi ratarata letak tunas bunga pertama pada percobaan ini tidak jauh berbeda dengan hasil
percobaan Suketi et al. (2011), namun tunas bunga pertama muncul lebih cepat.
Hasil percobaan tersebut menunjukkan bahwa tinggi letak bunga pertama pada
genotipe pepaya IPB 9, yang merupakan tipe pepaya California, yang ditanam
pada Kebun Percobaan Pusat Kajian Hortikultura Tropika Tajur Bogor (250 m
dpl) adalah 38.20 cm dari permukaan tanah dengan waktu munculnya tunas bunga
pertama yaitu pada 15.33 MST.
Tanaman dengan waktu berbunga yang lebih cepat diharapkan akan
menghasilkan buah dengan waktu yang lebih cepat pula (genjah), sedangkan
tinggi letak tunas bunga pertama yang rendah akan memudahkan petani dalam
pemeliharaan dan pemanenan buah. Menurut Kalie (1999) kriteria yang
diharapkan dari tanaman pepaya antara lain adalah yang berumur genjah (cepat
menghasilkan buah) dan tanamannya rendah.

18

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Komposisi media tanam mempengaruhi bobot bibit per polybag dan
diameter batang pada tipe Bangkok dan tipe California pada 5 MST, serta tinggi
tanaman tipe Bangkok pada 1 dan 2 MST. Komposisi tanah, pupuk kandang
(kotoran sapi), dan arang sekam yang ringan dan dapat mendukung pertumbuhan
bibit secara optimal pada tipe Bangkok dan tipe California yaitu media M3
(1:1:2), M4 (1:2:1), dan M5 (1:2:2). Kandungan tanah pada media pembibitan
dapat dikurangi hingga hanya 1/5 bagian dari volume media tanpa menghambat
pertumbuhan bibit. Menurut analisis ekonomi ketiga jenis media terbaik, media
yang paling ekonomis adalah media M3. Komposisi media tanam tidak
mempengaruhi pertumbuhan vegetatif, waktu tunas bunga pertama muncul dan
tinggi letak bunga pertama tipe Bangkok dan California di lapangan.
Saran
Perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut pengaruh komposisi media pada
pertumbuhan generatif tanaman hingga berbuah.

19

DAFTAR PUSTAKA
Chaerningrum R. 2010. Analisis usahatani pepaya California (kasus : Desa
Cikopo Mayak, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Dewi K, Suketi K. 2004. Respon pertumbuhan bibit stum mangga (Mangifera
indica L.) varietas Kelapa Arum dan Arum Manis pada komposisi media
dan ukuran wadah berbeda. Di dalam: Darda E, Surahman M, Hadad M,
Suhartanto MR, Sujiprihati S,Subandriyo, Trikoesoemaningtyas, editor.
Simposium Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia; Menuju Indonesia
Berswasembada Varietas Unggul; 2004 Aug 5‒7; Bogor, Indonesia. Bogor
(ID). hlm 428‒437.
Donahue RL. 1964. Soils: an Introduction to Soils and Plant Growth. New Jersey
(US): Prentice-Hall Inc.
[FFTCTAPG] Food and Fertilizer Technology Center for The Asian and Pacific
Region. 2001. Practical technologies: application of rice husk charcoal.
FFTC Leaflet For Agriculture. 2001:4.
Gunawan E, Sujiprihati S, Sumaraw IO. 2007. Acuan Standar Operasional
Produksi Pepaya. Bogor (ID): Pusat Kajian Buah-buahan Tropika-LPPM
IPB.
Hadisumitro LM. 2002. Membuat Kompos. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Hanafiah KA. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo
Persada.
Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Presindo.
Harjadi SS. 1989. Dasar-dasar Hortikultura. Bogor (ID): IPB Pr.
Harjadi SS. 1996. Pengantar Agronomi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka
Utama.
Hartmann HT, Kester DE. 1990. Plant Propagation, Principles and Practices.
New Jersey (US): Prentice-Hall Inc.
Kalie MB. 1999. Bertanam Pepaya. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Kalpage FSCP. 1967. Soils and Fertilizers. Ceylon (CO): The Colombo
Apothecaries Co Ltd.
[Ditjen Hortikultura] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2015. Rata-rata hasil
tanaman buah di Indonesia periode 2009‒2013 [Internet]. [diunduh 17
Agustus 2015]. Tersedia pada http://horti.pertanian.go.id/node/259
Milla OV, Rivera EB, Huang WJ, Chien CC, Wang YM. 2013. Agronomic
properties and characterization of rice husk and wood biochars and their
effect on the growth of water spinach in a field test. Journal of Soil Science
and Plant Nutrition. 13(2):251‒266.
Nakasone HY, Paull RE. 1998. Tropical Fruits. Wallingford (US): CAB
International.
[PKHT] Pusat Kajian Hortikultura Tropika. 2009. Pengembangan Buah
Unggulan. Bogor (ID): LPPM IPB.
Ridwan T, Ghulamahdi M, Kurniawati A. 2014. Laju pertumbuhan dan produksi
jintan hitam (Nigella sativa L.) dengan aplikasi pupuk kandang sapi dan
fosfat alam. J. Agron Indonesia. 42(2): 158‒165.

20

Samson JA. 1980. Tropical Fruits. New York (US): Longman Inc.
Sari M, Suhartanto MR, Murniati E. 2007. Pengaruh sarcotesta dan kadar air
benih terhadap kandungan total fenol dan daya simpan benih pepaya
(Carica papaya L.). Bul Agron. 35:44‒49
Storey WB. 1972. Why Papaya Trees Fail to Fruit. Honolulu (US): University of
Hawaii.
Sudarsono WA, Melati M, Aziz SA. 2013. Pertumbuhan, serapan hara dan hasil
kedelai organik melalui aplikasi pupuk kandang sapi. J. Agron Indonesia.
41(3): 202‒208.
Sujiprihati S, Suketi K. 2009. Budi Daya Pepaya Unggul. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Suketi K. 2011. Studi morfologi bunga, penyerbukan dan perkembangan buah
sebagai dasar pengendalian mutu buah pepaya IPB [disertasi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Suketi K, Imanda N. 2011. Pengaruh jenis media tanam terhadap pertumbuhan
bibit pepaya (Carica papaya L.). Di dalam: Roedhy P, Susanto S, Susila
AD, Khumaida N, Sukma D, Suketi K, Ardie SW, editor. Kemandirian
Produk Hortikultura untuk Memenuhi Pasar Domestik dan Ekspor dan
Seminar Nasional Perhimpunan Hortikultura Indonesia; 2011 Nov 23‒24;
Lembang, Indonesia. Bogor (ID): Departemen Agronomi dan Hortikultura.
hlm 777‒790.
Suketi K, Suhartanto MR, Fariyanti A. 2012. Optimalisasi technology services
pada wirausaha benih dan bibit pepaya Pusat Kajian Hortikultura Tropika
(PKHT) LLPM Institut Pertanian Bogor. Prosiding Seminar Hasil-hasil
Penelitian Institut Pertanian Bogor, Buku 1: Bidang Pangan, Bidang
Biologi dan Kesehatan; 2012 Des 10‒11; Bogor, Indonesia. Bogor (ID):
LPPM IPB. hlm 84‒96.
Suketi K, Yunianti R, Chairunnissa VO. 2011. Pengujian pertumbuhan beberapa
bibit pepaya hibrida (Carica papaya L.). Di dalam: Roedhy P, Susanto S,
Susila AD, Khumaida N, Sukma D, Suketi K, Ardie SW, editor.
Kemandirian Produk Hortikultura untuk Memenuhi Pasar Domestik dan
Ekspor dan Seminar Nasional Perhimpunan Hortikultura Indonesia; 2011
Nov 23‒24; Lembang, Indonesia. Bogor (ID): Departemen Agronomi dan
Hortikultura. hlm 1065‒1075.
Sumartuti H. 2004. Pengaruh cara ekstraksi dan pengeringan benih terhadap
viabilitas benih dan vigor bibit pepaya (Carica papaya L.) [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Suwarto. 2013. Lada. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Theeba M, Bachmann RT, Illani ZI, Zulkefli M, Husni MHA, Samsuri AW. 2012.
Characterization of local mill rice husk charcoal and its effect on compost
properties. Malaysian Journal of Soil Science. 16:89-102.
Tim Inisiator Revolusi Orange. 2013. Revolusi Orange: Revolution of Policy,
Development, Institutional, and Penetration of National Fruit Market.
Bogor (ID): IPB Press.

21

Utami RD, Widodo WD, Suketi K. 2013. Pertumbuhan bibit pepaya pada
berbagai komposisi media tanam. Di dalam: Juang GK, Suwarno WB,
Ardhie SW, Sanura CPE, Fitriana FN, editor. Prosiding Seminar Ilmiah
PERHORTI; Membangun Sistem Baru Agribisnis Hortikultura Indonesia
pada Era Pasar Global; 2013 Okt 9; Bogor, Indonesia. Bogor (ID):
Departemen Agronomi dan Hortikultura. hlm 80‒88.
Villegas VN. 1991. Carica papaya L. p. 125-131. Di dalam: Verheij EMW,
Coronel RE, editors. Plant Resources of South-East Asia 2: Edible Fruits
and Nuts. Bogor (ID): PROSEA (Plant Resources of South-East Asia)
Foundation.

19

Lampiran 1 Analisis ekonomi komposisi media tanam M3, M4 dan M5
No.

Uraian

1.

Biaya produksi

Volume

Satuan biaya (Rp)

M3 (Rp)

M4 (Rp)

M5 (Rp)

a. Benih Pepaya

3 buah pepaya

10 000

30 000

30 000

30 000

b. Tray semai

3 buah (72 lubang)

16 000

48 000

48 000

48 000

c. Media Tanam (kompos)

1 pak (5 kg)

15 000

15 000

15 000

15 000

d. Polybag (10 x 15 cm)

1 pak (200 buah)

8 000

8 000

8 000

8 000

e. Tanah

1 karung

5 000

5 000

5 000

5 000

f. Pupuk kandang (kotoran sapi)

1 karung

22 000

11 000

22 000

22 000

g. Arang sekam

1 karung

8 000

8 000

4 000

8 000

h. Tenaga kerjaa
- Penyemaian

0.42 HOK

30 000

12 600

12 600

12 600

- Persiapan media tanam dan
pemindahan bibit ke polybag

0.42 HOK

30 000

12 600

12 600

12 600

- Pemeliharaan

2.5 HOK

30 000

75 000

75 000

75 000

222 200

229 200

233 200

1 111

1 146

1 166

Total
2.

Harga bibit/polybagc

200 polybagb

a

HOK (hari orang kerja), 1 HOK= 1 orang dengan 7 jam kerja, penyemaian dibutuhkan waktu 3 jam, HOK= jam kerja x jumlah pekerja x
(1 HOK/7 jam), HOK= 3 x 1 x (1/7)= 0.42 HOK, persiapan media tanam dan pemindahan bibit ke polybag dibutuhkan waktu 3 jam dengan
menghasilkan 200 bibit per polybag, HOK= 3 x 1 x (1/7)= 0.42 HOK