Manajemen Penangkaran dan Aktivitas Harian Kakatua Sumba (Cacatua sulphuera citrinocristata) di Penangkaran Mega Bird And Orchid Farm Bogor, Jawa Barat

MANAJEMEN PENANGKARAN DAN AKTIVITAS HARIAN KAKATUA
SUMBA (Cacatua sulphuera citrinocristata) DI PENANGKARAN MEGA
BIRD AND ORCHID FARM BOGOR, JAWA BARAT

FEBRI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manajemen
Penangkaran dan Aktivitas Harian Kakatua Sumba (Cacatua sulphuera
citrinocristata) di penangkaran Mega Bird and Orchid Farm Bogor, Jawa
Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Febri
NIM E34080043

ABSTRAK
FEBRI. Manajemen Penangkaran dan Aktivitas Harian Kakatua Sumba (Cacatua
sulphuera citrinocristata) di Penangkaran Mega Bird and Orchid Farm Bogor,
Jawa barat. Dibimbing oleh BURHANUDDIN MASY’UD dan LIN NURIAH
GINOGA.

Kakatua sumba adalah satwa endemik di Pulau Sumba. Saat ini
jumlah ppulsinya terus menurun karena fragmentasi habitat dan
penangkapan secara ilegal. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah
dengan konservasi ex situ melalui penangkaran. Mega bird and orchid farm
(MBOF) adalah penangkaran yang berhasil menangkarkan kakatua sumba.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manajemen pe nangkaran, ukuran
keberhasilan penangkaran, aktivitas harian dan perilaku makan. Berdasarkan

pengamatan, manajemen penangkaran yang terdiri dari aspek perkandangan,
pakan, kesehatan dan reproduksi dikelola dengan baik. Ukuran keberhasilan
penangkaran baik, dengan rata-rata perkembangbiakan indukan 100%, daya
tetas telur 66.6% dan 0% untuk rata-rata kematian. Aktivitas yang
teridentifikasi yakni, melompat, bersuara, jalan, membuang kotoran,
menelisik bulu, terbang, diam, minum, mandi, saling dekat. Pada perilaku
makan, tidak ada perbedaan antara perilaku makan kakatua sumba jantan
dan kakatua sumba betina.
Kata Kunci: kakatua sumba, manajemen penangkaran, mega bird and orchid
farm.

ABSTRACT
FEBRI. Captive Breeding Management And Daily Activity of Sumba Crest
Cockatoo (Cacatua sulphuera citrinocristata) in Mega Bird and Orchid Farm,
Bogor, West Java. Supervised by BURHANUDDIN MASY’UD and LIN
NURIAH GINOGA

Sumba Crest Cockatoo is the endemic species of Sumba Island.
Currently, the number of population is decreased because of habitat
fragmentation and illegal hunting. One of the solutions to save this

population is though ex-situ conservation i.e captive breeding. Mega Bird
and Orchid Farm (MBOF) has succesfully bred Sumba Crest Cockatoo. This
research was conducted to examine the management of captive breeding,
breeding success indicators, daily activity and feeding behavior. Based on
the observations, captive management that consists of caging, feeding,
health maintenance and reproductive aspect are well managed. Breeding
success was relatively good with parental breeding rate 100%, 66.6% egg
hatching rate, and 0% mortality rate. The activities that had been identified
in MBOF were jumping, voice, walking, defecating, sliding, browsing
feather, cleaning beak, flying, silent, eating, drinking, bathing, gettng close
to each other, and married each other browse. In terms of feeding behavior,
there was not any difference between the feeding behaviour in male and
female of Sumba Crest Cockatoo.
Keywords: captive management, mega bird and orchid farm, sumba crest
cockatoo.

MANAJEMEN PENANGKARAN DAN AKTIVITAS HARIAN KAKATUA
SUMBA (Cacatua sulphuera citrinocristata) DI PENANGKARAN MEGA
BIRD AND ORCHID FARM BOGOR, JAWA BARAT


FEBRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Manajemen Penangkaran dan Aktivitas Harian Kakatua
Sumba (Cacatua sulphuera citrinocristata) di Penangkaran
Mega Bird And Orchid Farm Bogor, Jawa Barat
Nama
: Febri
NIM

: E34080043

Disetujui oleh

Dr Ir Burhanuddin Masy’ud, MS
Pembimbing I

Ir Lin Nuriah Ginoga, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada tuhan ats segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan pada november 2013 ini adalah

manajemen penangkaran, dengan judul Manajemen Penangkaran dan
Aktivitas Harian Kakatua Sumba (Cacatua sulphuera citrinocristata) di
Penangkaran Mega Bird and Orchid Farm Bogor, Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Buhanuddin Masy’ud MS
dan Ir Lin Nuriah Ginoga selaku pembimbing, serta Eva Rachmawati SHut
Msi atas kesediaanya sebagai moderator dalam seminar hasil penelitian ini.
selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Resti Meilani SHut
MSi atas kesediaanya sebagai ketua sidang dan Ujang Suwarna SHut MScF
sebagai penguji luar departemen. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada
Drs Megananda Daryono MBA dan Supriyanto Akdiatmojo atas izin yang
diberikan untuk melakukan penelitian di MBOF. Terima kasih juga
dihaturkan kepada Mas Gareng dan rekan-rekan MBOF (Yoyo, Imam, Nono,
Yani dan Huda) atas bantuan selama di lapangan. Ucapan terima kasih juga
disampaikan pada rekan Dini Ayu dan Helmi Kurniawan atas bantuan dan
dorongan yang diberikan dalam penyelesaian skripsi.
Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada rekan dan keluarga di
Fakultas Kehutanan IPB, khususnya Departemen KSHE (mahasiswa,
alumni, dosen, staff, mamang dan bibi), keluarga besar KSHE 45 dan IFSA
LC-IPB (International Forestry Student’s Association) Local Commitee IPB.
Selain itu, terima kasih kepada keluarga atas segala doa dan kasih

sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Agustus 2014

Febri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

METODE

2


Tempat dan Waktu Penelitian

2

Metode Pengambilan Data

2

Analisa Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

6


Manajemen Penangkaran

7

Ukuran Keberhasilan Penangkaran

14

Aktivitas Harian

15

Perilaku Makan

19

SIMPULAN DAN SARAN

20


Simpulan

20

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

23

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Jenis dan metode pengumpulan data
Kandang kakatua sumba
Rata-rata pakan, sisa pakan dan konsumsi pakan
Kandungan gizi pakan kakatua sumba
Konsumsi pakan kakatua sumba di MBOF
Tingkat keberhasilan penangkaran kakatua sumba di MBOF
Presentase keberhasilan penangkaran kakatua sumba di MBOF

4
7
10
11
11
14
14

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Kandang permanen dan sketsa kandang
Perlengkapan kandang kakatua sumba
Jenis pakan dan penyajian pakan
Kakatua sumba jantan dan kakatua sumba betina
Persentase aktivitas harian kakatua sumba di MBOF
Persentase aktivitas dominan kakatua sumba di MBOF
Aktivitas diam kakatua sumba di MBOF
Aktivitas makan kakatua sumba di MBOF

8
8
10
13
15
16
16
17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Hasil pengamatan aktivitas harian kakatua sumba jantan
Hasil pengamatan aktivitas harian kakatua sumba betina
Hasil uji chi-square alokasi waktu aktivitas harian kakatua sumba
Suhu dan kelembaban selama pengamatan

23
24
31
32

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kakatua sumba (Cacatua sulphuera citrinocristata) adalah salah satu
burung endemik Pulau Sumba dan merupakan salah satu subspesies dari
kakatua jambul kuning (Cacatua sulphuera). Subspesies ini dibedakan
berdasarkan ukuran tubuhnya yang sedikit lebih kecil, pipi serta jambulnya
yang berdiri tegak berwarna seperti lemon. Sesuai dengan familinya
“Psittacidae” burung ini mempunyai paruh bengkok dan juga kuat. Lidahnya
mempunyai bentuk yang khas, yaitu menyerupai kubus yang bersifat
menjilat dan meraba pakan yang dimakan (Prahara 1995). Bentuk susunan
jari kakinya bersilangan. Pada susunan jari bersilangan ini, 2 jari mengarah
ke depan dan 2 jari mengarah ke belakang.
Kinnaird et al. (2003) memperkirakan jumlah populasi spesies tinggal
sekitar 1000 - 3000 ekor akibat penangkapan burung untuk perdagangan
binatang pemeliharaan, kehilangan hutan dan degradasi hutan sebagai
habitatnya. Menurut Cahill et al. (2006) kakatua kecil ini diklasifikasikan
sebagai spesies yang terancam punah menurut kriteria IUCN (International
Union for Conservation of Nature and Natural Resources), dengan kategori
terancam serius dengan status kritis atau critically endangered (Birdlife
International 2004) serta terdaftar dalam Apendix I CITES (Convention on
International Trade In Endangered Species of Wild Fauna and Flora).
Upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan burung kakatua
sumba selain melalui konservasi in situ (di dalam habitat alaminya) juga
konservasi ex situ (di luar habitat alaminya) melalui kegiatan penangkaran.
Menurut Thohari (1987) penangkaran merupakan suatu kegiatan untuk
mengembangbiakan jenis satwaliar dan tumbuhan alam yang bertujuan
untuk memperbanyak populasinya dengan mempertahankan kemurnian
jenisnya. Salah satu tujuan dari penangkaran satwaliar ialah memanfaatkan
satwa hasil pembiakannya untuk pemulihan populasi (restoking) dan
penyebaran kembali (redistribusi) ke alam sehingga dapat dilakukan
pengelolaan dan pengendalian pemanfaatan terhadap spesies yang terancam
punah (endangered) dan spesies yang populasinya melimpah di alam
maupun di dalam penangkaran (ex situ).
Mega Bird and Orchid Farm merupakan salah satu penangkaran
burung yang berhasil menangkarkan kakatua sumba. Kegiatan konservasi
secara ex situ di lokasi tersebut dilakukan melalui pengelolaan pakan,
kandang, kesehatan, dan kebutuhan lain dari burung kakatua sumba
sehingga satwa tersebut mampu berkembangbiak dengan baik. Minimnya
informasi mengenai aktivitas harian dan perilaku makan kakatua sumba
menjadi salah satu alasan dilakukan penelitian. Dengan mengetahui aktivitas
harian dan perilaku makan, maka pengelolaan kakatua sumba di
penangkaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Oleh karena itu
penelitian ini dipandang penting untuk dilakukan.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji manajemen penangkaran,
ukuran keberhasilan penangkaran, aktivitas harian dan perilaku makan
burung kakatua sumba (Cacatua sulphuera citrinocristata) di penangkaran
Mega Bird And Orchid Farm.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai salah satu
acuan upaya pengembangan penangkaran kakatua sumba juga sebagai
investasi bagi ilmu pengetahuan. Secara khusus diharapkan dapat menjadi
bahan masukan bagi pengelola MBOF dalam memperbaiki dan
meningkatkan manajemen penangkaranya.

METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di penangkaran Mega Bird and Orchid Farm
(MBOF) yang berlokasi di Desa Cijujung Tengah, Kecamatan Sukaraja,
Kabupaten Bogor Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan,
mulai bulan Oktober hingga Desember 2013, terdiri atas orientasi lapang
dan persiapan (Oktober) serta pengumpulan data (November-Desember
2013).

Metode Pengambilan Data
Manajemen Penangkaran
Data teknik penangkaran diperoleh dengan melakukan pengamatan
langsung terhadap kegiatan penangkaran, wawancara dan ikut serta
melaksanakan kegiatan pengelolaan yang dilakukan keeper kakatua sumba.
Data yang diambil meliputi aspek perkandangan, pakan, kesehatan,
reproduksi dan pengelolaan serta pemanfaatan hasil penangkaran.
Data aspek perkandangan meliputi: jenis kandang, jumlah kandang,
fungsi kandang, bahan bangunan kandang, peralatan dan perlengkapan
kandang serta perawatan kandang.Data yang terkait dengan
ukurandilakukan dengan cara mengukur panjang, lebar, dan tinggi kandang
menggunakan meteran. Pengukuran suhu dan kelembaban dengan
menggantungkan thermometer dry-wet setinggi 1.5 m dari permukaan tanah
dan mencatat suhu dan kelembaban pada pagi hari (08.00), siang (13.00)
dan sore hari (17.00) selama penelitian. Informasi mengenai jenis kandang,
konstruksi dan daya tampung kandang serta perawatan kandang dilakukan
dengan cara pengamatan langsung dan wawancara dengan animal keeper.

3
Data aspek pakan yang dikumpulkan meliputi: jenis pakan, sumber
pakan, jumlah pakan, cara pemberian pakan dan waktu pemberian pakan.
Data dikumpulkan dengan cara pengukuran langsung dan wawancara
dengan animal keeper. Untuk mengetahui jumlah pakan yang dikonsumsi
dilakukan dengan cara menimbang jumlah pakan awal yang diberikan
kemudian menimbang sisa pakan yang tidak dimakan. Kandungan gizi
pakan kakatua sumba di penangkaran diperoleh melalui studi literatur untuk
mengetahui analisis proximat, yaitu analisis kimia untuk mengetahui
kandungan zat makanan yang terdapat di dalam bahan makanan.
Data aspek kesehatan, meliputi jenis penyakit yang pernah dialami,
upaya pencegahan, dan upaya penanggulangan. Data dikumpulkan dengan
cara pengamatan langsung dan wawancara dengan animal keeper.
Data aspek pengembangbiakan meliputi penentuan jenis kelamin,
pemilihan bibit atau calon induk, pengaturan kawin dan pembesaran piyik.
Data diperoleh dengan mengamati secara langsung dan wawancara dengan
animal keeper serta penelusuran dokumen mengenai kegiatan penangkaran
di Mega Bird and Orchid Farm.
Ukuran Keberhasilan Penangkaran Kakatua Sumba
Pengamatan mengenai ukuran keberhasilan penangkaran kakatua
sumba di Mega bird and Orchid Farm dilakukan dengan wawancara kepada
pengelola dan penelusuran catatan dokumen yang dimiliki MBOF. Ukuran
keberhasilan penangakaran dapat dilihat dari presentase perkembangbiakan
induk, presentase daya tetas telur dan presentase kematian anak.
Aktivitas Harian
Pengamatan dilakukan dengan metode Focal Animal Sampling, yaitu
metode pengambilan data perilaku yang menggunakan satu individu satwa
sebagai objek pengamatan dan pencatatan perilaku satwa tersebut pada
interval waktu tertentu (Altman 1974). Waktu pengamatan disesuaikan
dengan waktu aktivitas satwa yang diurnal, selama 12 jam (720 menit) pada
pukul 06.00-18.00 WIB dengan interval waktu 60 menit. Pengamatan
dilakukan terhadap kakatua sumba berjumlah dua ekor yang mewakili tiap
jenis kelamin jantan dan betina. Total waktu pengamatan aktivitas harian
kakatua sumba dilakukan selama 10 hari, masing- masing 5 hari sebagai
ulangan untuk setiap jenis kelamin. Data yang dibutuhkan dalam aktivitas
harian adalah aktivitas event, aktivitas state dan aktivitas sosial (Martin dan
Bateson 1993; Prayana 2012; Sawitri dan Takandjandji 2010; Takandjandji
dan Mite 2008; Takandjandji et al. 2012).
Aktivitas event merupakan aktivitas yang dilakukan dalam waktu yang
singkat dengan batasan waktu kurang dari satu menit, meliputi: melompat,
bersuara, membuang kotoran, berjalan, bergeser, menelisik bulu,
membersihkan paruh, terbang dan membangun sarang. Aktivitas state
merupakan aktivitas yang dilakukan dalam waktu yang lama dengan batasan
lebih dari satu menit, meliputi: diam, makan, minum, mandi, membawa
bahan sarang, mengerami telur dan bertelur, sedangkan aktivitas sosial
merupakan aktivitas diantara individu kakatua sumba, yang meliputi: saling
menelisik, saling mendekati dan kawin.

4
Perilaku Makan
Pengamatan dilakukan dengan metode yang sama yaitu Focal Animal
Sampling (Altman 1974). Waktu pengamatan disesuaikan dengan waktu
aktivitas satwa yang diurnal. Pengamatan dilakukan terhadap kaktua
sumbaberjumlah dua ekor yang mewakili jenis kelamin jantan dan
betinapada waktu aktif burung(pukul 06.00-18.00 WIB) dengan
pengulangan sebanyak lima kali (5 kali) pada masing- masing jenis kelamin.
Untuk mempermudah dalam memahami jenis data dan metode
pengambilan data, dapat dilihat pada Tebel 1.
Tabel 1. Jenis dan metode pengambilan data
Data yang
Diambil

I

II

III

IV

Jenis data
Primer

Sekunder

Metode pengambilan data
Studi
Pustaka

Observasi
lapang
Pmt
Pkr

Wawancara

Manajemen
penangkaran
Aspek
perkandangan
Aspek pakan

















Aspek kesehatan









Aspek
perkembangbiakan
Ukuran
keberhasilan
dalam kegiatan
penangkaran
Aktivitas harian



















Aktivitas state







Aktivitas event







Aktivitas sosial







Perilaku makan







Analisis Data
Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif dan analisis secara
deskriptif kualitatif.
Manajemen Penangkaran
Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif, kemudian dilengkapi
dengan tabel, grafik dan gambar. Hasil analisis diuraikan ke dalam kalimat
yang menjelaskan dan menyimpulkan hasil yang diperoleh dari penelitian.
Analisis data mengenai pakan dan kebutuhan pakan dilakukan secara
kuantitatif
Jumlah konsumsi pakan kakatua sumba dihitung dengan rumus :
Jumlah Konsumsi : B-b

5
Keterangan:
B
= Berat pakan yang diberikan
b
= Berat pakan sisa
Kebutuhan pakan yang perlu diketahui yaitu kebutuhan protein (%)
dan kebutuhan kalori (kkal). Kebutuhan masing- masing diperoleh dengan
menggunakan rumus:
Kebutuhan protein (%) :


Kebutuhan kalori (kkal) dapat diperoleh dengan rumus :


Ukuran Keberhasilan Penangkaran
Ukuran keberhasilan penangkaran dilihat dari 3 peubah yakni:
presentase perkembangbiakan induk, presentase daya tetas telur dan
presentase kematian anak (mortalitas). Keberhasilan perkembangbiakan
satwa menurut North dan Bell (1990), dihitung menggunakan rumus:
Persentase perkembangbakan indukan (%) =
Keterangan :
T
=jumlah induk betina yang berkembang biak
Tt
=jumlah induk betina seluruhnya
Persentasi daya tetas telur (%) =
Keterangan :
α
= jumlah telur yang menetas
β
= jumlah telur yang ada (ditetaskan)
Persentase kematian piyik (%) =
Keterangan :
M = jumlah piyik yang mati
Mt = jumlah anak yang hidup dari telur yang menetas
Penentuan kategori tingkat keberhasilan dari ketiga peubah tersebut
menggunakan kriteria nilai sebagai berikut :
0 - 30%
= rendah
31 - 60% = sedang
61 - 100% = tinggi

6
Aktivitas Harian
Data yang diperoleh dianalisis dan disajikan secara deskriptif
dilengkapi dengan gambar, tabel dan kurva atau grafik yang relavan. Untuk
mengetahui waktu yang digunakan dari suatu perilaku dalam satu hari
dihitung menggunakan rumus:
Persentase frekuensi perilaku (%) =
Keterangan:
A
= Waktu yang digunakan untuk suatu tingkah laku dalam 1 hari
pengamatan
B
= Total waktu pengamatan 1 hari (720 menit)
Pengujian terhadap hubungan antara parameter yang diukur dan
diamati menggunakan hipotesis sebagai berikut:
Ho = tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan aktivitas harian
burung kakatua
H1 = ada hubungan antara jenis kelamin dengan aktivitas harian
burung kakatua
Hipotesis tersebut kemudian diuji menggunakan rumus uji X2 atau
Khi-kuadrat melalui rumus (Walpole 1997):
X2 = ∑

Keterangan:
Oi = nilai pengamatan aktivitas burung kakatua
Ei = nilai harapan aktivitas burung kakatua
Nilai Ei dihitung dengan rumus :
Ei =
Pengambilan keputusan atas dasar hipotesis tersebut dilakukan dengan
menggunakan criteria sebagai berikut:
Jika X2 hitung > dari X2 tabel, maka tolak H0
Jika X2 hitung < dari X2 tabel, maka terima H0

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Penangkaran Mega Bird and Orchid Farm berdiri pada tahun 1996
atas dasar hobi pengelola dalam memelihara burung, khususnya burung
berkicau. Tahun 2010 lokasi ini disahkan dan diakui oleh pemerintah
sebagai PT. Mega Bumi Indah Lestari dan berganti nama menjadi Mega

7
Bird and Orchid Farm (MBOF) yang didasarkan pada Surat Keputusan
Direktorat Jendral PHKA No.SK. 22/IV-SET/2010 tentang pemberian izin
penangkaran jalak bali (Leucopsar rothschildi) yang dilindungi oleh
undang-undang dan Surat Keputusan BBKSDA Jawa Barat
No.SK.164/BBKSDA-JABAR-1/2010 tentang pemberian izin penangkaran
burung yang tidak dilindungi oleh undang- undang, serta pada tahun 2011,
pemerintah juga telah mengeluarkan Surat Keputusan melalui Direktorat
Jendral PHKA dengan No.SK.22/IV-SET/2011 tentang izin usaha
penangkaran burung (aves) yang dilindungi oleh undang-undang. MBOF
dipimpin oleh seorang direktur Drs. Megananda Daryono, MBA yang
dibantu oleh seorang manajer (Supriyanto Akdiatmojo) dan seorang asisten
manajer (Hari Dimas Prayoga), serta pegawai sebanyak lima orang, dua
orang tenaga kebersihan dan enam orang tenaga keamanan. Lokasi
penangkaran MBOF terletak di Desa Cijunjung Tengah RT. 05 RW. 04,
Sukaraja, Bogor. Penangkaran ini memiliki luas tanah 2 ha dan luas
bangunan sebesar 1 ha. Selain bangunan kandang penangkaran burung juga
tersedia bangunan lain untuk kepentingan pengelolaan usaha pena ngkaran
seperti gudang, tempat tinggal pengelola, dan vila tamu.
Manajemen Penangkaran
Aspek Perkandangan
Jenis kandang kakatua sumba di penangkaran MBOF merupakan
kandang permanen. Kandang permanen ini memiliki ukuran yang sama,
yakni panjang 3m, lebar 1.5m dan tinggi 3m (Gambar 1). Menurut Prahara
(1999) ukuran kandang minimum adalah (3x2x2.5)m yang didalamnya
disediakan berbagai fasilitas seperti tempat bersarang, kayu tenggeran,
tempat makan dan minum. Sarana kandang permanen kakatua sumba di
MBOF antara lain tempat makan dan minum, tempat bertengger dan tempat
bersarang. Berdasarkan hal tersebut maka kandang permanen kakatua
sumba di MBOF dapat dikatakan sesuai untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Jumlah kandangpermanen ada sebanyak 7 unit, 3 unit berada di halaman
depan dan 4 unit berada di halaman belakang.Setiap kandang berisi
sepasang burung kakatua sumba. Konstruksi kandang dibuat dari pagar
berupa kerangka besi, kawat ram, dan atap dari asbes. Pada kandang
terdapat pintu berukuran 70 cm x 50 cm yang digunakan pengelola untuk
mengganti makan dan minum burung setiap harinya. Pada pintu juga
dipasangkan gembok untuk menjaga pintu tetap tertutup. Lebih dari 50%
kandang permanen kakatua sumba di MBOF merupakan ruang terbuka yang
dapat ditembus oleh sinar matahari. Menurut Prahara (1999) minimal 70%
sangkar harus merupakan ruang yang terbuka dan dapat ditembus sinar
matahari. Sinar matahari membantu pembentukan vitamin D, membunuh
kuman penyakit dan akan mengurangi kelembaban di dalam kandang
(Prijono dan Handini 1998).

8
.

(a)
(b)
Gambar 1 a) Kandang permanen dan b) Sketsa kandang
Perlengkapan yang terdapat di dalam kandang disesuaikan dengan
kebutuhan yang biasa dilakukan oleh burung. Tempat bertengger, tempat
bersarang, tempat minum dan tempat makan merupakan kebutuhan yang
sangat penting bagi burung. Sarang kakatua sumba terbuat dari batang kayu
puspa dengan diameter 37 cm dan tinggi 84 cm. Pada bagian tengan sarang
terdapat lubang untuk bersarang dengan ukuran diameter sebesar 18 cm.
Sarang tersebut biasa digunakan burung kakatua untuk bersembunyi dan
beristirahat. Tempat makan dan tempat minum terbuat dari bahan
alumunium stainless.

(a)
(b)
Gambar 2 a) Sarang dan b) Sketsa sarang
Kebersihan kandang harus diperhatikan karena berhubungan dengan
kesehatan burung. Kandang yang bersih dapat menghindarkan burung dari
penyakit, sementara kandang yang kotor akan memudahkan serangan
penyakit (Setio dan Takandjanji 2007). Kegiatan perawatan kandang di
penangkaran MBOF dilakukan setiap hari di dalam dan di luar kandang.
Perawatan kandang bertujuan untuk menjaga kebersihan kandang agar
terhindar dari penyakit. Kegiatan perawatan di luar kandang seperti
pembersihan sampah dan daun daun kering yang ada di luar kandang yang

9
dilakukan setiap hari, merapikan tanaman pemangkasan, dan menanam
tanaman untuk mengindahkan pekarangan yang dilakukan secara insidental.
Kegiatan perawatan di dalam kandang meliputi meliputi pembersihan
kandang dari sisa makanan, feses, membersihkan dan mengganti air kotor
yang sudah dipakai dengan air yang bersih. Alat-alat yang digunakan seperti
sapu lidi, karung, gunting rumput, pengki, gerobak sampah, sikat, dan
selang air. Menurut Sudrajat (1999) upaya pemeliharaan kandang antara lain
perbaikan kawat ram/dinding kandang yang rusak, pembersihan kandang
dan fasilitas secara rutin. Oleh karena itu kegiatan pengelolaan kandang di
MBOF dapat dikatakan baik.
Hasil pengukuran suhu di kandang burung kakatua sumba MBOF
berkisar 23o C-29oC. Suhu pada pagi hari adalah 24.090 C, siang hari
mencapai 27.16o C dan suhu pada sore hari menurun menjadi 24.75o C.Hasil
pengukuran kelembaban kandang burung kakatua sumba berkisar 90%-94%.
Kelembaban kandang pada pagi hari adalah 94%, siang hari 90.4%, dan
pada sore hari 93%.Menurut Kinnaird et al. (2003) kakatua sumba lebih
suka hidup di ketinggian sekitar 300 mdpl. Walker et al. (2005)mengkur
suhu habitat alami kakatua sumba berkisar 25 0 C-350C. Suhu kandang di
penangkaran MBOF berada dalam rentang suhu alami kakatua sumba,
namun tidak ada keterangan khusus dalam hal kelembaban udara.
Aspek Pakan
Setio dan Takandjanji (2007), jenis pakan yang dapat diberikan pada
burung adalah biji-bijian (jagung, kacang tanah, kacang hijau, kacang merah,
kacang nasi, kacang turis dan biji bunga matahari), buah-buahan (pisang,
pepaya dan jambu biji) dan sayur-sayuran (kacang panjang, bayam,
kangkung, tauge, dan wortel). Selain itu, kakatua mempunyai bentuk paruh
yang khas, yakni membengkok. Burung paruh bengkok memiliki paruh
bagian bawah yang melengkung ke atas dan bagian atas yang melengkung
ke bawah (kakatua, nuri dan bayan), biasanya menandakan bahwa burung
tersebut merupakan pemakan segala jenis makanan kecua li serangga
(Soemadi dan Mutholib 1995). Menurut Setiawan (1996) diacu dalam
PHPA et al. (1998), berdasarkan wawancara dengan penduduk setempat di
Sumbawa tanaman sebagai bahan makanan yang diketahui adalah jagung,
mangga, kelapa, asam jawa, kore Caloptropis gigantea, tonang
Aphanamicys polystachya, kelor, sorgum, dadap, kemiri, buah ara, randu
dan padi.
Kakatua sumba merupakan salah satu burung pemakan biji-bijian.
Jenis pakan yang diberikan untuk kakatua sumba di MBOF meliputi jagung
muda, kacang tanah, dan sayuran (wortel, toge dan sawi). Menurut
pengelola, pemilihan pakan yakni jagung, kacang tanah, dan sayur di
penangkaran MBOF berdasarkan kesukaan burung kakatua dan berdasarkan
buku-buku yang telah di baca oleh pengelola. Menurut Prahara (1999),
burung kakatua sangat menyukai jagung muda berbonggol, biji bunga
matahari, kacang tanah, tebu, biji kenari, sayuran dan buah-buahan.
Pemberian pakan yang dilakukan oleh pengelola sesuai dengan kehidupan
kakatua sumba yang ada di alam maupun penangkaran.

10
Jumlah pakan yang diberikan di MBOF pada tiap kandang tidak ada
ukuran yang tetap dalam arti pakan diberikan dengan proporsi yang relatif
sama. Sumber pakan kakatua sumba di MBOF berasal dari penjual khusus
yang dipesan oleh pengelola. Untuk penyajian, setiap 1 tongkol jagung
dipotong menjadi 4 atau 5 bagian, kacang tanah disajikan dalam bentuk
masih terbungkus kulit sedangkan untuk sayuran dipotong kecil-kecil
terlebih dahulu. Ketiga jenis pakan tersebut diberikan dengan diletakan pada
mangkuk alumunium stainless (Gambar 3). Mangkuk tersebut diletakan
pada ujung tempat bertengger. Pakan diberikan sebanyak 2 kali dalam sehari
yakni pada pukul 08.00 dan 15.00 WIB.

(a)
(b)
Gambar 3a) Jenis pakan dan b) Penyajian pakan
Jumlah konsumsi adalah pakan yang dikonsumsi kakatua sumba.
Rata-rata jumlah konsumsi terbesar kakatua sumba adalah jagung yakni
sebesar 413.5 gram. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prahara (1999) bahwa
kakatua sangat menggemari jagung muda yang berbongkol.
Tabel 2 Rata-rata pakan yang diberikan, sisa pakan, dan konsumsi pakan
Rata-rata
Rata-rata
Rata-rataΣ
Jenis Pakan
No
Σpakan yang
Σpakan
konsumsi/hari
1
2
3

Jagung
Kacang
Sayur

diberikan/hari (gr)
441.5
179.6
177.6

sisa/hari(gr)

28
57.22
19.7

(gr)
413.5
122.38
157.9

Menurut Soemadi dan Mutholib (1995) jagung memiliki kandungan
karbohidrat yang tinggi dan berfungsi sebagai sumber energi. Menurut
Ketaren (2010) energi merupakan gizi yang bermanfaat untuk menunjang
aktivitas. Kadar karbohidrat untuk burung tidak boleh kelebihan dan tidak
boleh kekurangan. Kelebihan karbohidrat dapat menyebabkan kegemukan
karena karbohidrat yang berlebih akan disimpan dalam bentuk lemak,
sedangkan kekurangan kadar karbohidrat dapat mendorong tubuh burung
untuk terus merombak lemak dan protein menjadi energi sehingga akan
menyebabkan burung akan terlihat kurus. Kacang tanah memiliki
kandungan lemak yang cukup tinggi. Lemak merupakan sumber energi
kedua pada burung dan mempunyai fungsi yang penting seperti mendukung
penyerapan fat soluble vitamins dan juga merupakan sumber asam lemak

11
(Trollupe 1992). Menurut Soemadi dan Mutholib (1995), apabila
kekurangan lemak, burung akan memperlihatkan gejala berupa kulit bersisik
dan mengalami proses reproduksi yang tidak normal bahkan bisa
menyebabkan kematian. Sebaliknya, bila lemak berlebihan juga merugikan
karena tidak semua lemak dapat dicerna oleh tubuh yang mana akhirnya
akan terbuang bersama kotoran atau menumpuk diantara otot-otot tubuh
maupun di bawah kulit yang dapat menyebabkan burung menjadi gemuk
dan juga dapat menyebabkan burung mencret.
Sayuran yang terdiri dari potongan wortel, toge, dan sawi dapat
menjadi salah satu sumber vitamin bagi kakatua sumba di MBOF. Vitamin
didefinisikan sebagai subtansi organik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil
untuk pengaturan berbagai proses dalam tubuh (Soemadi & Mutholib 1995).
Air tergolong ke dalam gizi yang sangat penting untuk satwa kerena
kandungan air dalam tubuh makhluk hidup sebesar 70% (Ketaren 2010) dan
penting untuk pertumbuhan dan kesehatan burung (Soemadi dan Mutholib
1995).
Tabel 3 Kandungan gizi pakan kakatua sumba
Nilai gizi
Kadar abu %
Kadar protein %
Serat kasar (%)

Sayuran

Jagung
muda

Kacang
tanah

Wortel

Touge

Sawi

-

-

-

-

-

1.2

2.9

2.3

4.1
(a)

25.3
(a)

2.20

11.90

-

-

-

Kadar lemak (%)

1.3

42.8

0.3

0.2

0.3

Energi (kkal)

129

452

42

23

22

Kadar air (%)

-

-

-

-

-

Vitamin A (IU)

14

0

1800

1

969

Vitamin B (mg)

0.2

0.3

0.1

0.1

0.1

Vitamin C (mg)

9

3

6

15

102

Ca (%)

5

58

0.039

0.029

0.22

335

0.037

0.069

0.038

P(%)

108

Sumber: Departemen Kesehatan RI (2010),

(a)

NRC (1994)

Konsumsi pakan yang perlu diketahui adalah konsumsi protein kasar
(%) dan konsumsi energi (kkal) karena protein dan energi sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi (Tabel 4). Menurut Gita (2011)
konsumsi energi kakatua jambul kuning di MBOF sebesar 879.74 kkal,
sehingga dapat dikatakan bahwa energi kakatua sumba di MBOF lebih
rendah (748.26 kkal) dari konsumsi kakatua jambul kuning. Untuk
konsumsi protein pada kakatua jambul kuning lebih besar yakni 19.75%
(Gita 2011) dibandingkan dengan kakatua sumba sebesar 11.26%. Hal ini
diakibatkan karena terdapat perbedaan antara kandungan gizi jenis pakan
yang diberikan terhadap kakatua jambul kuning, yakni jagung, kacang tanah
dan biji bunga matahari. Pada masing masing jenis pakan tersebut
terkandung protein sebesar 4.1 %, 25.3 % dan 30.6 % dan energi sebesar

12
129 kkal, 452 kkal dan 515.0 kkal. Menurut Kateran (2010) protein
dibutuhkan satwa untuk meningkatkan produktivitas telur dan meningkatkan
daya tetas telur. Daya tetas telur kakatua sumba di MBOF termasuk dalam
kategori tinggi, sehingga dapat dikatakan konsumsi protein kakatua sumba
di MBOF tercukupi.
Tabel 4 Konsumsi pakan kakatua sumba di MBOF
Jenis pakan

Protein kasar (%)

Energi(kkal)

Jagung muda

2.27

149.35

Kacang tanah

4.46

553.15

Wortel

0.849

22.092

Touge

2.053

12.098

Sawi

1.628

11.572

Jumlah

11.26

748.26

Pemberian pakan yang dilakukan oleh pengelola dapat dikatakan baik
karena setiap jenis pakan yang diberikan memiliki berbagai macam
kandungan gizi yang beraneka macam jumlahnya, sehingga kebutuhan gizi
kakatua sumba dapat terpenuhi.
Aspek Kesehatan
Berdasarkan wawancara dengan pengelola, saat pertama kali kakatua
sumba didatangkan langsung diperiksa kesehatannya oleh pihak pengelola.
Pengelola memastikan kesehatan burung tersebut agar tidak salah dalam
melakukan tindakan manajemen. Jika salah dalam melakukan tindakan
manajemen dapat menyebabkan kematian bagi burung tersebut. Menurut
pengelola, kesehatan dapat dilihat dari kotoran, keaktivan dan juga nafsu
makan. Saat sakit kotoran menjadi sedikit lebih bau, keaktivan dan nafsu
makan juga menurun. Jenis penyakit yang pernah dialami kakatua sumba di
MBOF berdasarkan hasil wawancara antara lain rontok bulu yang
disebabkan karena stress atau birahi.Selama pengamatan berlangsung dari
September-November 2013, jenis penyakit berupa rontok bulu tidak terjadi.
Pencegahan penyakit yang dilakukan oleh keeper yakni dengan
pemeriksaan kesehatan secara rutin, pemeliharaankebersihan kandang dan
pakan dan penambahan vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Pemeriksaan kesehatan dilakukan keeper dengan melakukan pengamatan
rutin setiap hari dengan melihat kondisi fisik burung. Tanda-tanda burung
kakatua yang sakit antara lain kakatua tertidur dengan kepala dilipat ke
dalam sayapnya walaupun kedua kakinya masih dapat bertengger, matanya
memejam, bulunya tampak merebak, dan kotorannya tidak normal, baik
warna maupun konsistensinya (Prahara 1999).
Pemeliharaan kebersihan kandang dilakukan dengan membersihkan
kandang setiap hari dari sisa-sisa pakan yang dikhawatirkan dapat
membusuk jika dibiarkan. Selain itu pengelola biasa memberikan tambahan
vitaminTM-Vita ke dalam air yang akan diminum oleh burung kakatua.
Vitamin TM-Vita diberikan dengan dosis 1 gram untuk 2 liter air minum

13
sekitar 2 sampai 3 hari sekali untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Sampai
saat ini burung kakatua sumba yang ada di penangkaran MBOF masih
dalam kondisi sehat, tidak terkena penyakit apapun.
Aspek Reproduksi
Aspek reproduksi merupakan kunci keberhasilan dalam penangkaran
untuk meningkatkan populasi dan produktivitas. Beberapa aspek reproduksi
yang penting untuk diperhatikan dalam penangkaran antara lain penentuan
jenis kelamin, pemilihan induk, penjodohan, perlakuan terhadap proses
peneluran, pengeraman dan penetasan serta pembesaran piyik (Setio dan
Takandjanji 2007). Dalam memilih pasangan, kriteria yang penting untuk
diperhatikan adalah bahwa bibit atau pasangan yang dipilih tidak memiliki
hubungan kekerabatan. Hal ini perlu diperhatikan untuk menghindari silang
dalam (inbreeding). Cara membedakan jenis kelamin dari burung kakatua
sumba adalah dengan melihat iris matanya. Untuk melihatnya, harus dilihat
dari jarak yang cukup dekat. Untuk kakatua jantan iris matanya berwarna
hitam, sedangkan untuk jenis kaktua betina iris matannya akan berwarna
merah (Gambar 4). Penentuan jenis kelamin yang diungkapkan oleh Prahara
(1999) dapat dilakukan dengan melihat biji mata (iris) burung tersebut,
burung jantan memiliki biji mata berwarna hitam dan burung betina
memiliki biji mata berwarna merah. Perbedaan tersebut akan semakin
terlihat saat burung masuk kategori dewasa.
Setelah diketahui perbedaan kelaminnya, maka selanjutnya dilakukan
penentuan induk. Menurut Setio dan Takandjanji (2007) untuk menentukan
indukan yang baik perlu memperhatikan berbagai kriteria, seperti umur dan
kondisi fisik burung yang akan dijadikan induk. Berdasarkan hasil
wawancara dengan pengelola, pemilihan induk di penangkaran burung
MBOF dilakukan dengan memperhatikan kondisi fisik dari burung kakatua,
antara lain sehat, tidak cacat, baik bulu maupun organ-organ lainnya. Induk
yang dipilih kurang lebih berumur 4-5 tahun. Pengelola membeli sepasang
burung kakatua sumba dari orang yang menjual di sekitar hutan.

(a)
(b)
Gambar 4 a) Kakatua sumba jantan b) Kakatua sumba betina
Sistem reproduksi burung bermacam- macam, yaitu monogami,
poligami dan poliandri (Setio dan Takandjanji 2007). Kakatua sumba selain
berumur panjang, juga bersifat monogami yang mungkin tidak berbiak
sampai berumur beberapa tahun (Kinnaird et al. 2003). Proses penjodohan
burung dapat dilakukan secara paksa dan alami (Prahara 1999). Penjodohan

14
secara paksa dilakukan dengan memasukan sepasang burung yang telah
diseleksi ke dalam kandang. Sedangkan penjodohan alami dilakukan dengan
menempatkan beberapa pasang burung dalam sebuah sangkar yang agak
besar (ukuran 3x2x2.5 m) (Prahara 1999). Proses penjodohan kakatua
sumba di penangkaran MBOF dilakukan dengan penjodohan alami. Cara ini
dianggap lebih efektif dalam memperoleh pasangan. Langkah yang
dilakukan untuk penjodohan secara alami adalah dengan mengidentifikasi
pasangan-pasangan burung yang terjadi sebagai hasil proses pemilihan
sendiri oleh burung. Pasangan-pasangan alami ini dapat diketahui dari
perilaku yang selalu bercumbu dan saling menelisik. Pasangan burung
tersebut kemudian dipindahkan pada kandang lain yang telah disediakan.

Ukuran Keberhasilan Penangkaran
Kakatua sumba menghasilkan 2-3 butir telur di alam, jantan dan betina
mengerami telurnya, dan setelah 30 hari telur kemudian menetas dan
muncul anak kakatua. Musim bersarangnya cenderung lebih panjang. Dua
puncak kegiatan berbiak terjadi selama periode Oktober sampai Desember,
dan April sampai Mei. Selama musim perkembangbiakan, frekuensi dan
pengaruh perubahan iklim terhadap keberhasilan reproduksi tidak diketahui
tetapi kemungkinan besar mengakibatkan burung gagal bereproduksi di
musim-musim kawin tertentu.
Dalam menentukan ukuran presentase keberhasilan kakatua sumba
digunakan pendekatan yang diungkapkan North dan Bell (1990), yakni
dengan melihat perkembangbiakan indukan, daya tetas telur dan kematian
anak. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola di MBOF mengenai
tingkat keberhasilan breeding kakatua sumba, dapat diketahui bahwa sejak
tahun 2011 hingga tahun 2013, induk kakatua sumba dapat diketahui telah
menghasilkan 4 telur (Tabel 5). Keempat telur tersebut berhasil menetas dan
mampu hidup hingga mencapai usia dewasa saat ini.

Tahun
2011
2012
2013
Ratarata
Kriteria

Tabel 5 Tingkat keberhasilan penangkaran kakatua sumba
Perkembangbiakan
Daya tetas
induk
Kematian anakan
Σ
Σ
Σ
Σ
Σ
Σ
%
%
%
Indk Brtr
Btlr Mts
Ank Mt
1
1
100
2
2
100
0
2
0
1
1
100
2
2
100
0
2
0
1
1
100
2
0
0
0
0
0
100
Tinggi

66.6
Tinggi

0
Rdh

Keterangan: Indk; induk, Brtr; bertelur, Mts; menetas, Rdh; rendah; Mt: mati, Ank: anakan

Berdasarkan informasi tersebut dapat diketahui bahwa presentase daya
tetas telur adalah 66.6% dengan jenis kelamin sebanyak 2 individu jantan
dan 2 individu betina. Nilai presentase tersebut menunjukan bahwa daya

15
tetas telur kakatua sumba di MBOF tergolong tinggi kare na dalam proses
pengeraman induk sedikit atau tidak mengalami gangguan. Setiap pasang
mampu bertelur maksimal 2 butir namun terkadang hanya satu butir yang
menetas. Kegagalan penetasan dapat terjadi umumnya karena telur tidak
terbuahi atau telur terbuahi namun calon anak mengalami kematian di dalam
telur. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya gangguan ketika masa
pengeraman yang mengakibatkan ketidaksempurnaan perkembangan sel
telur. Gangguan tersebut seperti stress dan keaktivan perilaku pada burung
jantan terhadap betina saat betina melakukan mengeraman sehingga secara
tidak sengaja mengenai telur calon anakan. Menurut Gill (2007)
keberhasilan penetasan dipengaruhi oleh intensitas pengeraman induk.
Untuk presentase kematian adalah 0% karena sejak tahun 2011 hingga tahun
2013 belum ada anakan kakatua sumba yang mati. Hal ini menunjukan
tingkat kematian kakatua sumba di MBOF tergolong rendah.
Selain itu untuk presentase tingkat perkembangbiakan kakatua
sumba di MBOF adalah sebesar 100%. Nilai presentase tersebut
menunjukan bahwa tingkat perkembangbiakan kakatua sumba di MBOF
tergolong tinggi karena dari total induk yang ada yang terdiri dari 1 pasang
indukan tersebut berhasil melakukan perkawinan dan mampu bertelur
hingga menghasilkan 4 ekor telur yang berhasil hidup sampai saat ini namun
perlu dipertahankan dan ditingkatkan karena tidak semua induk yang
dipelihara dapat berjodoh dan melakukan perkawinan.

Aktivitas Harian

80
70
60
50
40
30
20
10
0

Betina
Melompat
Bersuara
Berjalan
Mambuang Kotoran
Geser
Menelisik Bulu
Mambersihkan Paruh
Terbang
Diam
Makan
Minum
Mandi
Me bawa Baha …
Membangun Sarang
Mengerami Telur
Saling Dekat
Saling Manelisik
Kawin

Frekuensi (%)

Aktivitas Harian Kakatua Sumba
Aktivitas harian kakatua sumba di penangkaran akan berbeda dengan
aktivitas hariannya di habitat aslinya. Hal tersebut terjadi karena terbatasnya
luasan dari kandang yang membuat burung beradaptasi pada kondisi
tersebut. Berikut ini adalah presentase alokasi waktu aktivitas harian burung
kakatua sumba berdasarkan jenis kelamin di penangkaran burung MBOF.

Jantan

Gambar 5 Presentase aktivitas harian kakatua sumba di MBOF

16
Berdasarkan hasil uji chi-kuadrat diperoleh X2 hitung (391.33) > X2
tabel (8.672), dengan kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara jenis
dengan aktivitas harian burung kakatua sumba. Terdapat perbedaan perilaku
antara burung kakatua sumba jantan dan burung kakatua sumba betina. Di
dalam kandang burung kakatua jantan terlihat lebih aktif dari burung
kakatua betina. Hal ini sesuai dengan pendapat Houpt dan Thomas (1982)
diacu dalam Rekapermana et al. (2006), bahwa pada umumnya satwa jantan
umumnya lebih agresif dibandingkan dengan satwa betina, baik dalam
hubungan interspesies maupun intraspesies.
Pada pola sebaran aktivitas harian burung kakatua berjenis kelamin
jantan terdapat beberapa aktivitas yang banyak dilakukan pada pagi hari
antara lain menelisik bulu, makan dan terbang. Aktivitas yang banyak
dilakukan pada siang hari, yaitu diam. Sedangkan aktivitas yang banyak
dilakukan pada sore hari adalah menelisik bulu, terbang dan makan. Pola
sebaran aktivitas harian untuk burung kakatua berjenis kelamin betina
aktivitas yang banyak dilakukan pada pagi hari, antara lain geser, menelisik
bulu, makan dan terbang. Untuk aktivitas yang banyak dilakukan pada siang
hari yaitu diam. Sedangkan aktivitas yang banyak dilakukan pada sore hari,
yakni menelisik bulu, jalan, geser, dan bersuara
Berdasarkan Gambar 6, kakatua sumba jantan banyak menggunakan
waktu beraktivitasnya untuk melakukan aktivitas diam yaitu sebanyak 65.50
menit. Untuk aktivitas lain yang sering juga dilakukan adalah menelisik
bulu, yaitu selama 14.74 menit dan makan sebanyak 10.07 menit.
Sedangkan untuk burung kakatua sumba betina lebih banyak melakukan
aktivitas diam, yaitu sebanyak 79.63 menit. Untuk aktivitas lain yang juga
sering dilakukan adalah makan sebanyak 5.58 menit dan menelisik bulu
sebanyak 5.46 menit. Berikut adalah alokasi waktu aktivitas harian kakatua
sumba di penangkaran MBOF (Tabel 6).
79.63
80.00

65.50

70.00
60.00
50.00
40.00

30.00

14.74

20.00

5.58

5.46

10.07

10.00
0.00
Diam

Menelisik Bulu
Betina

Makan

Jantan

Gambar 6 Presentase aktivitas harian dominan kakatua sumba

17

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Tabel 6 Alokasi waktu aktivitas harian di kakatua sumba di MBOF
Betina
Jantan
Aktivitas
Menit
%
Menit
%
Diam
2866.78 79.63 2358.11
65.6
Makan
200.72
5.58
362.39
10.07
Menelisik bulu
196.62
5.46
530.54
14.74
Jalan
86.98
2.42
40.48
1.12
Saling menelisik
72.63
2.01
24.61
0.68
Terbang
36.3
1.01
17.2
0.48
Mandi
35.21
0.98
163.33
4.54
Saling dekat
30.45
0.85
32.01
0.89
Geser
19.05
0.63
19.48
0.54
Melompat
8.81
0.24
9
0.25
Bersuara
7.67
0.21
9.28
0.27
Minum
6.61
0.18
22.01
0.61
Membersihkan
3.39
0.009
9.86
0.27
paruh
Membuang kotoran
2.18
0.06
1.35
0.04
Mengerami telur
0
0
0
0
Membangun sarang
0
0
0
0
Mambawa bahan
sarang
0
0
0
0
Kawin
0
0
0
0

Aktivitas diam (Gambar 7) merupakan aktivitas yang paling sering
dilakukan oleh burung kakatua sumba betina. Kakatua sumba betina sedikit
lebih pasif dalam melakukan beberapa aktivitas sehingga lebih banyak diam.
Aktivitas diam juga sering dilakukan oleh burung kakatua jantan.

Gambar 7 Aktivitas diam
Sebagian besar aktivitas diam dilakukan oleh kakatua sumba jantan
dan kakatua betina pada waktu siang hari. Hal ini dikarenakan suhu tinggi
pada siang hari sehingga membuat burung lebih banyak diam dan
berlindung menghindari panasnya sinar matahari. Burung kakatua sumba
jantan melakukan aktivitas diam selama 2358.11 menit atau sekitar 65.50 %
dari waktu pengamatan. Sedangkan burung kakatua sumba betina

18
melakukan aktivitas diam selama 2866.78 menit atau sekitar 79.63 % dari
waktu pengamatan. Perilaku diam juga merupakan perilaku istira hat yang
dilakukan oleh burung. Perilaku istirahat pada burung merupakan suatu
perilaku dimana burung tidak melakukan aktivitas dan memulihkan energi
setelah melakukan aktivitas (Purnama 2006).
Kakatua sumba jantan melakukan aktivitas menelisik bulu selama
530.54 menit atau sekitar 14.74% dari waktu pengamatan. Sedangkan
kakatua sumba betina melakukan aktivitas menelisik bulu selama 196.62
menit atau sekitar 5.46 % dari waktu pengamatan. Menelisik bulu dilakukan
dengan memasukan dan menggerakan paruh ke bagian tubuh yang akan
ditelisik. Bagian tubuh yang ditelisik anatara lain dada, sayap, dan
punggung. Menurut Takandjanji dan Mite (2008), menelisik bulu adalah
aktivitas yang dilakukan burung untuk merawat tubuh agar bulu tetap sehat,
segar dan berkilat karena penting artinya dalam kehidupan burung, yakni
sebagai pelindung tubuh dari hujan dan panas serta berguna juga saat
terbang mencari makan, penghangat saat mengerami telur dan mengasuh
anakan.
Kakata sumba melakukan aktivitas makan (Gambar 8) untuk
menunjang segala aktivitasnya dan untuk hidup. Selama pengamatan,
kakatua sumba jantan lebih banyak melakukan aktivitas makan daripada
kakatua betina. Kakatua sumba melakukan aktivitas makan hampir setiap
jam. Burung kakatua jantan melakukan aktivitas makan selama 362.39
menit atau sekitar 10.07 % dari waktu pengamatan. Sedangkan kakatua
sumba betina melakukan aktivitas makan selama 200.72 menit atau sekitar
5.58 % dari waktu pengamatan. Aktivitas makan lebih banyak terjadi pada
pagi dan sore hari sesuai dengan jadwal pemberian pakan. Bagi kakatua
sumba tidak ada pilihan dalam hal pakan karena semua bergantung pada
pengelola. Oleh karena itu petugas harus menyiapkan pakan yang sesuai
dengan kebutuhanya, baik kualitas maupun kuantitasnya.

Gambar 8 Aktivitas makan
Burung kakatua sumba jantan yang ada di penangkaran MBOF
melakukan aktivitas berjalan pada bagian bawah kandang dan juga pada
tempat bertengger. Burung kakatua jantan melakukan aktivitas berjalan
selama 40.48 menit atau 1.12 % dari waktu pengamatan. Sedangkan pada
burung kakatua betina melakukan aktivitas jalan sebanyak 86.98 atau
2.42 % dari waktu pengamatan. Burung kakatua betina sering berjalan diatas

19
tempat bertengger maupun dibagian bawah kandang. Menurut Takandjanji
dan Mite (2008), aktivitas berjalan banyak disebabkan oleh adanya
rangsangan internal dan eksternal dari dalam tubuh, rangsangan internal
berasal dari dalam tubuh seperti lapar dan haus sehingga burung berjalan
untuk mencari apa yang diinginkan, sedangkan rangsangan eksternal adalah
rangsangan dari luar, seperti adannya gangguan di sekitar kandang yang
membuat burung melakukan aktivitas.
Aktivitas geser dilakukan oleh kakatua sumba baik secara lambat
maupun secara singkat. Burung kakatua sumba betina terkadang melakukan
aktivitas bergeser untuk menjaukan diri dari burung kakatua jantan. Selain
itu, burung kakatua betina juga sering bergeser ke suatu tempat untuk
melanjutkan aktivitas diam yang telah dilakukan di tempat sebelumnya.
Kakatua sumba jantan melakukan aktivitas geser selama 19.48 menit atau
sekitar 0.54 % dari waktu pengamatan. Sedangkan untuk kakatua sumba
betina melakukan aktivitas geser selama 19.05 menit atau sekitar 0.53 %
dari waktu pengamatan. Pada aktivitas geser ini tidak ada perbedaan yang
besar antar kakatua sumba jantan dan betina
Kakatua sumba di penangkaran sering melakukan aktivitas bersuara
dengan burung-burung jenis lain yang kandangnya berdekatan. Kakatua
sumba jantan melakukan aktivitas bersuara selama 9.28 menit atau sekitar
0.27 % dan kakatua sumba betina melakukan aktivitas bersuara selama 7.67
menit atau sekitar 0.21 %. Perilaku berteriak secara alami terjadi pada pagi
dan sore hari (Martin 2002).
Air adalah kebutuhan yang sangat penting bagi makhluk hidup
termasuk burung. Sekitar 70% bobot tubuh adalah air (Lesson dan Summers
1991). Air tergolong ke dalam gizi yang sangat esensial. Burung tidak akan
tumbuh dan akan mati dalam hitungan hari jka tidak diberi air minum. Oleh
karena itu, air yang cukup harus ada dalam jumlah yang memadai setiap hari.
Kakatua sumba jantan melakukan aktivitas minum selama 22.01 menit atau
sekitar 0.61 % sedangkan kakatua sumba betina melakukan aktivitas minum
selama 6.61 menit atau sekitar 0.18 % dari waktu pengamatan.
Aktivitas membuang kotoran tidak terlalu sering dilakukan oleh
kakatua sumba. Selama pengamatan, kakatua sumba betina lebih banyak
melakukan aktivitas buang kototan. Kakatua sumba jantan melakukan
aktivitas buang kotoran selama 1.35 menit atau sekitar 0.04 % dan kakatua
sumba betina melakukan aktivitas buang kotoran selama 2.18 menit atau
sekitar 0.06 % dari waktu pengamatan.
Kakatua sumba jantan melakukan aktivitas melompat selama 9.00
menit atau sekitar 0.25 % dan kakatua sumba betina melakukan aktivitas
melompat selama 8.81 menit atau selama 0.24 % selama pengamatan.
Kakatua sumba jantan melakukan aktivitas memebersihkan paruh
selama 9.86 menit atau sekitar 0.27 persen dan kakatua sumba betina
melakukan aktivitas memebersihkan paruh selama 3.39 menit atau 0.009 %
selama pengamatan. Aktivitas membersihkan paruh dilakukan apabila telah
selesai melakukan aktivitas makan. Paruh dibersihkan dengan mematukmatuk atau menggesek- gesekan pada kayu tenggeran benda. Aktivitas ini
biasa juga dilakukan untuk mempertajam paruhnya.

20
Kakatua sumba jantan melakukan aktivitas terbang selama 17.20
menit atau sekitar 0.48 % dan kakatua sumba betina melakukan aktivitas
terbang selama 36.30 menit atau sekitar 1.01 %.
Kakatua sumba jantan melakukan aktivitas saling dekat selama 32.01
menit atau sekitar 0.89 % dan kakatua sumba betina melakukan aktivitas
saling dekat selama 30.45 % atau sekitar 0.85 % dari waktu pengamatan.
Selama pengamatan jarak terdekat anatara kakatua sumba jantan d