Teknik penangkaran dan aktivitas harian mambruk victoria (Goura victoria Fraser, 1844) di Mega Bird And Orchid Farm, Bogor Jawa Barat

(1)

1.1 Latar Belakang

Mambruk victoria (Goura victoria Fraser, 1844) termasuk ke dalam ordo Columbiformes, famili Columbidae, dan merupakan salah satu jenis burung endemik di Papua (Grzimek 1972, diacu dalam Oetami 1991). Menurut Notanubun (2002), disebut sebagai burung mambruk atau dara mahkota karena memiliki mahkota yang indah sehingga penduduk Papua menjadikan satwa ini sebagai burung hias atau burung peliharaan, bahkan menjadi lambang salah satu kabupaten di Papua (Kabupaten Manokwari).

Potensi keindahan morfologis dan keunikan tingkah laku merupakan daya tarik burung mambruk victoria sehingga menyebabkan perburuan terhadap jenis tersebut sering dilakukan, terutama untuk kesenangan atau hobi serta untuk dijadikan sebagai sumber protein hewani (Anonim 1996, diacu dalam Tribisono 2002). Akibat dari kegiatan tersebut, populasi burung mambruk victoria semakin menurun. Menurut Sukmantoro et al. (2007), terancamnya kehidupan burung mambruk victoria telah mendapat perhatian dari pemerintah Indonesia dengan tercantumnya jenis ini ke dalam Undang-Undang (UU) No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Selain itu, mambruk victoria juga mendapat perhatian dari dunia internasional dan hal ini terbukti bahwa pada tahun 1994 sampai tahun 2010, jenis ini sudah tercantum dalam IUCN Redlist versi 3.1 dengan kategori Vulnerable (terancam punah) serta masuk dalam kategori Apendiks II CITES (BirdLife International 2008; Sukmantoro et al. 2007).

Untuk menjaga eksistensi sekaligus memulihkan populasi burung mambruk victoria di habitat alaminya, perlu dilakukan kegiatan konservasi. Kegiatan konservasi burung dapat dilakukan secara in-situ (di dalam habitat alaminya), seperti melalui perlindungan jenis, pembinaan habitat, dan populasi serta secara ek-situ (di luar habitat alaminya), salah satunya melalui kegiatan penangkaran. Penangkaran satwaliar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk


(2)

mengembangbiakkan jenis-jenis satwaliar dengan tujuan untuk memperbanyak populasi dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya, sehingga kelestarian dan keberadaannya di alam dapat dipertahankan (Thohari 1987).

Menurut Setio dan Takandjandji (2007), kegiatan penangkaran burung tidak hanya sekedar untuk kegiatan konservasi jenis dan peningkatan populasi tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengembangan wisata. Hasil penangkaran dapat di lepas-liarkan ke habitat alam serta sebagian lainnya dapat dimanfaatkan untuk tujuan komersial, terutama mulai dari hasil keturunan kedua (F2).

Kegiatan penangkaran burung didasarkan pada PP No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa serta PP No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwaliar yang merupakan bagian dari upaya pemanfaatan jenis flora-fauna liar dengan tujuan agar dapat didayagunakan secara lestari untuk sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat (Setio & Takandjandji 2007). Salah satu penangkaran yang berhasil mengembangbiakkan mambruk victoria adalah Mega Bird and Orchid Farm (MBOF), PT. Mega Bumi Indah Lestari. Kegiatan konservasi secara ek-situ di lokasi tersebut dilakukan melalui pengelolaan pakan, kandang, kesehatan, dan kebutuhan lain dari burung mambruk victoria sehingga satwa tersebut mampu berkembang biak dengan baik.

Selain itu, masih minimnya informasi mengenai aktivitas harian mambruk victoria juga menjadi salah satu alasan dilakukan penelitian ini sebagai salah satu upaya memberikan informasi kepada masyarakat yang tertarik untuk memelihara satwa tersebut sehingga dapat diperoleh suatu teknik penangkaran yang baik dengan memperhatikan aktivitas harian dari mambruk victoria di dalam penangkaran. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan tentang teknik penangkaran yang baik sehingga dapat mendukung usaha pelestarian populasi burung mambruk victoria untuk kegiatan pelepas-liaran mambruk victoria ke habitat alaminya.


(3)

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mempelajari teknik penangkaran mambruk victoria di MBOF.

2. Mengidentifikasi faktor keberhasilan penangkaran mambruk victoria di MBOF.

3. Mengamati aktivitas harian mambruk victoria di MBOF.

1.3 Manfaat

Dari hasil penelitian mengenai teknik panangkaran dan aktivitas harian pada mambruk victoria (Gouravictoria Fraser, 1844) diharapkan dapat dijadikan suatu informasi bagi upaya pengembangan penangkaran mambruk victoria, khususnya di MBOF, Bogor, Jawa Barat.


(4)

2.1 Taksonomi

Burung dara mahkota oleh masyarakat Papua sering disebut dengan nama Mambruk victoria, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengan Victoria Crowned Pigeon (Notanubun 2002). Menurut Grzimek (1972), diacu dalam Oetami (1991) dan Warsito (2010), klasifikasi dan sistematika dari burung mambruk victoria adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Sub-Filum : Vertebrata Kelas : Aves

Bangsa : Columbiformes Famili : Columbidae Sub-Famili : Gourinae Genus : Goura

Jenis : Goura victoria Fraser, 1844

Menurut Notanubun (2002), mambruk victoria merupakan jenis burung endemik Papua yang memiliki kekerabatan dengan dua jenis burung mambruk lainnya, yaitu mambruk ubiaat (Goura cristata Pallas, 1764) dan mambruk selatan (Goura scheepmakeri Finsch, 1876).

2.2 Morfologi

Menurut Kiman (1979), diacu dalam Notanubun (2002), burung dara mahkota victoria atau mambruk victoria (Goura victoria) merupakan jenis mambruk yang paling mudah dibedakan dibandingkan kedua jenis mambruk lainnya (Goura cristata dan Goura scheepmakeri) dengan melihat bulu-bulu pada mahkotanya. Ujung bulu mahkota pada mambruk victoria berwarna biru bercampur abu-abu dan putih serta ditengahnya terdapat corak seperti mata (bulatan kecil yang disebut occeli) dengan bentuk mahkota yang berdiri tegak, pipih, dan lebar menyerupai kipas.


(5)

Menurut Wahyuningsih (1991), diacu dalam Notanubun (2002) dan Rumbino (1997), burung jantan dan burung betina mambruk victoria dapat dibedakan dari bentuk tubuh, bagian atas kepala, dan ukuran paruh. Burung jantan memiliki bentuk tubuh yang agak membulat, sedangkan pada burung betina memiliki bentuk tubuh yang memanjang. Bagian atas kepala pada burung jantan agak melengkung dan pada burung betina agak mendatar, sedangkan untuk ukuran paruh, pada burung jantan memiliki ukuran paruh yang besar dan agak panjang, sedangkan pada burung betina memiliki ukuran paruh yang kecil dan agak pendek.

Menurut BirdLife International (2000), mambruk victoria memiliki ukuran tubuh yang besar dengan panjang badan ± 74 cm. Memiliki warna abu-abu baja dan biru marun dengan jambul yang mengagumkan berwarna putih. Selain memiliki warna bulu yang indah dan mahkota berbentuk kipas di atas kepalanya, burung mambruk victoria memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan jenis lainnya yakni memiliki ukuran tubuh yang besar, tidak dapat terbang jauh tetapi dapat berjalan dengan cepat (Oetami 1991). Namun, menurut Kiman (1979) dan Anonim (1991), diacu dalam Notanubun (2002), burung mambruk victoria dewasa memiliki panjang badan 60 – 80 cm yang diukur dari ujung paruh sampai ujung ekor. Selain itu, burung mambruk victoria memiliki ukuran telur yang cukup besar yang melebihi ukuran telur ayam kampung dengan bobot telur berkisar antara 70 – 90 gram dan berwarna putih. Mambruk victoria memiliki ciri morfologi yang hampir mirip dengan mambruk ubiaat (Goura cristata) dan mambruk selatan (Goura scheepmakeri). Keterangan singkat yang menerangkan ciri morfologi antara Goura victoria dengan Goura cristata dan Goura scheepmakeri yang dapat dilihat pada Tabel 1, Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3.


(6)

Tabel 1 Hubungan kekerabatan antara Gouravictoria dengan Goura cristata dan

Goura scheepmakeri

No Keterangan Goura victoria Goura cristata Goura scheepmakeri 1 Nama Latin Goura victoria

Fraser, 1844

Goura cristata Pallas, 1764

Goura scheepmakeri

Finsch, 1876 2 Nama

Inggris Victoria Crowned-pigeon Western Crowned Pigeon Southern Crowned Pigeon

3 Nama

Indonesia Mambruk victoria Mambruk ubiaat Mambruk selatan

4 Penyebaran

P. Yapen, P. Biak, dan P. Papua bagian utara, dari ujung Teluk Cendrawasih, ke timur melalui Sepik-Ramu, kemudian di Tenggara dari desa Morobe sampai Teluk Milne, di dekat permukaan laut.

Semenanjung Daerah Kepala Burung dan Semenanjung Onin, di Selatan sampai Teluk Etna ke arah Timur, dan di Utara sampai S. Siriwo, di ujung Teluk Cendrawasih, Misool, Salawati, Batanta, dan Kep. Waigeo

P. Papua bagian selatan, sampai Teluk Etna ke arah Barat

5 Habitat

Hutan dataran rendah dan hutan rawa sampai ketinggian 600 mdpl

Hutan aluvial sampai ketinggian 350 mdpl

Hutan dataran rendah dan hutan aluvial sampai ketinggian 500 mdpl

6 Deskripsi Suara

Suara dentuman bergaung tenang

Panggilan hooom yang dalam dan bergema, diulang oleh anggota-anggota kawanan, hanya terdengar dalam jarak dekat

Suara dentuman bergaung tenang

7 Morfologi

Panjang tubuh 70 cm, jambul seperti kipas dan berujung putih, dada merah-manggis

Panjang tubuh 66 cm, merpati biru abu-abu dan hitam seperti kalkun, jambul seperti kipas dengan ujung jambul tidak berwarna putih, seluruh dada abu-abu, memiliki bercak hitam tidak teratur

Panjang tubuh 75 cm, jambul seperti kipas dengan ujung jambul tidak berwarna putih, dada merah-manggis

8 Status IUCN Vulnerable Vulnerable Vulnerable

9 Status

CITES Apendiks 2 Apendiks 2 Apendiks 2

Sumber: PPBLI (2002); BirdLife International (2008).


(7)

Gambar 2 Goura cristata Pallas, 1764.

Gambar 3 Goura scheepmakeri Finsch, 1876.

2.3 Ekologi dan Reproduksi

Menurut BirdLife International (2000) dan Warsito (2010), mambruk victoria merupakan jenis burung terestrial dan sering ditemukan di hutan dataran rendah serta hutan rawa, tetapi jenis ini terkadang dapat dijumpai hingga ketinggian 600 mdpl. Jenis ini biasanya hidup dalam kelompok kecil dengan jumlah individu dalam tiap kelompok berkisar antara 2 – 10 ekor. Mambruk victoria merupakan jenis burung yang menganut pola perkawinan monogami (tidak berganti pasangan) dan mulai melakukan proses perkawinan pada umur 15 bulan dengan jumlah telur sebanyak satu buah.

Menurut Warsito (2010), perkawinan mambruk victoria di dalam penangkaran terjadi sepanjang tahun dengan proses perkawinan yang cukup tinggi terjadi pada bulan April – Juni dan November – Maret dengan masa pengeraman rata-rata 22 – 24 hari. Telur yang dihasilkan selama satu musim perkawinan sebanyak 1 – 2 butir telur dengan ukuran 55 mm × 38 mm atau sedikit lebih besar dari telur ayam kampung (Setio et al. 1996, diacu dalam Warsito 2010).


(8)

2.4 Habitat dan Penyebaran

Menurut Alikodra (2002), habitat satwaliar merupakan suatu kesatuan dari faktor fisik maupun biotik yang digunakan untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Burung mambruk victoria pada umumnya menyukai hutan yang memiliki pohon yang besar dan terdapat sumber air dengan temperatur berkisar antara 20 – 27oC dan kelembaban udara berkisar antara 80 – 92% (Anonim 1991, diacu dalam Notanubun 2002).

Menurut BirdLife International (2008), Burung Indonesia (2004), dan Goodwin (1983), diacu dalam Notanubun (2002), burung mambruk victoria tersebar di bagian Utara pulau Papua (kepulauan Yapen dan Biak), mulai dari Sungai Siriwo hingga Teluk Astrolobe diantara Teluk Collingwood dan teluk Holnicote serta di daerah gunung Macao dan teluk Cendrawasih (hibridisasi dengan mambruk ubiaat) kemudian di Tenggara dari desa Morobe sampai teluk Milne di dekat permukaan laut (Gambar 4).

Gambar 4 Lokasi penyebaran burung mambruk victoria (BirdLife International 2008).

2.5 Populasi

Menurut Belterman et al. (2008), populasi mambruk victoria dari tahun 2000 – 2008 dapat dilihat pada Tabel 2.


(9)

Tabel 2 Ukuran populasi mambruk victoria (Goura victoria Fraser, 1844) tahun 2000 – 2008

Tahun Jantan Betina Tidak Diketahui Total (ekor)

2000 41 41 1 83

2001 47 45 5 97

2002 50 46 4 100

2003 49 45 2 96

2004 52 48 3 103

2005 56 47 3 106

2006 60 48 2 110

2007 71 50 3 124

2008 70 50 7 127

2.6 Aktivitas Harian

Perilaku satwa merupakan ekspresi satwa terhadap faktor internal dan eksternal yang dilakukan sebagai suatu respon dari tubuh terhadap rangsangan dari lingkungannya (Suratmo 1979). Fungsi dari perilaku adalah untuk menyesuaikan diri terhadap beberapa perubahan yang dipengaruhi oleh faktor luar dan faktor dalam (Alikodra 2002). Pola perilaku merupakan segmen perilaku yang memiliki fungsi adaptasi dan dikelompokkan menjadi beberapa perilaku utama yaitu (Alikodra 2002; Lehner 1979):

1. Perilaku makan dan minum (ingestive behaviour).

2. Perilaku mencari tempat berlindung (shelter seeking behaviour). 3. Perilaku bertentangan (agonistic behaviour).

4. Perilaku memelihara (epimeletic behaviour). 5. Perilaku ingin dipelihara (et-epimeletic behaviour). 6. Perilaku meniru (allelometic behaviour).

7. Perilaku membuang kotoran (eliminative behaviour). 8. Perilaku memeriksa (investigative behaviour). 9. Perilaku seksual (seksual behaviour).

Menurut PPBLI (2002), aktivitas harian mambruk victoria adalah sering bergerombol dalam kelompok kecil di dataran rendah dan biasanya pada hutan aluvial yang tidak terganggu. Satwa ini agak jinak tetapi akan segera terbang gesit dan ribut menerobos vegetasi sampai menemukan tempat bertengger di bawah kanopi pohon. Sayap dikepakkan keras (sering berpasangan) ketika mulai terbang dengan ekor dikibaskan ke atas dan ke bawah dengan gugup, cepat, dan dangkal. Satwa ini tertarik untuk berlindung di lokasi persiapan kebun sagu.


(10)

Perilaku sosial dari mambruk victoria dapat dilihat dari perilaku mambruk

yang akan mengeluarkan suara “hoooom” berulang-ulang untuk memanggil mambruk victoria lain agar bergabung untuk menikmati makanan bersama-sama. Selain itu, suara yang sama akan dikeluarkan ketika mambruk merasa terganggu atau terancam. Namun, perilaku yang ditunjukkan adalah mengeluarkan suara yang disertai suara kepakan sayap mambruk yang terbang meninggalkan lokasi tempat berkumpul (Warsito 2010).

Aktivitas harian mambruk victoria di dalam penangkaran adalah berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 ekor. Perkelahian antar burung mambruk jantan juga sering terjadi di dalam penangkaran untuk memperebutkan burung betina. Perkawinan mambruk dimulai dengan gerakan menggangguk-anggukkan kepala yang diikuti dengan gerakan mengais tanah

sambil mengeluarkan suara “hoooomm” untuk menarik perhatian burung betina.

Proses perkawinan mambruk di dalam penangkaran terjadi sangat singkat dan dilakukan di sembarang tempat. Proses ini biasanya dilakukan pada saat burung mambruk sedang istirahat (Warsito 2010).

Proses pengasuhan anakan mambruk biasanya dilakukan oleh kedua induknya. Anakan mambruk secara naluriah dilatih untuk mencari makan dengan cara mengais-ngais tanah maupun mematuk-matuk. Selama masa pengasuhan, induk mambruk akan menjaga dan membantu mencari makanan hingga anakan mambruk sampai pada usia dewasa (8 – 10 bulan). Setelah anakan mambruk mencapai usia dewasa, kedua induk mambruk secara alamiah akan berjalan sendiri untuk memisahkan diri dengan anaknya dan pada akhirnya induk mambruk dapat berkembang biak lagi (Warsito 2010).

2.7 Teknik Penangkaran

Penangkaran merupakan kegiatan untuk mengembangbiakkan jenis-jenis satwaliar dan tumbuhan alam yang bertujuan untuk memperbanyak populasi dengan mempertahankan kemurnian jenis sehingga kelestarian dan keberadaannya di alam tetap terjaga yang meliputi kegiatan pengumpulan bibit, mengembangbiakan, memelihara, membesarkan, dan restocking yang bertujuan untuk melestarikan satwa liar dan tumbuhan alam maupun memperbanyak populasinya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Thohari 1987).


(11)

Menurut Helvoort et al. (1986), berdasarkan tujuannya penangkaran dibagi menjadi dua yaitu untuk tujuan budidaya dan konservasi yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Perbedaan antara penangkaran untuk tujuan budidaya dan untuk tujuan konservasi

Aspek Budidaya Konservasi

Obyek

Beberapa individu dan ciri-cirinya Suatu populasi dan ciri-cirinya Ras (varietas, forma) Jenis atau anak jenis

Jumlah Individu total yang

dimanipulasikan (N) terbatas Jumlah total individu (N) besar

Sasaran

Domestikasi Release (pelepas-liaran)

Perubahan jenis (dalam arti

menciptakan ras atau forma) Tidak merubah jenis Komersial (terutama segi kuantitas) Non-komersial

Terkurung untuk selama-lamanya. Pengembalian kepada alam asli Manfaat

Memenuhi kebutuhan material (protein, kulit, dan lain-lain)

Mempertahankan stabilitas ekosistem

Memenuhi kebutuhan batin dan

sosial Meningkatkan nilai keindahan alam

Jangka waktu Pendek sampai sedang (1–250 tahun) Selama-lamanya

Metode

Menerapkan teknologi reproduksi

(IB, IVF, TE, dll) Mempertahankan seks rasio Meningkatkan jumlah individu yang

mau kawin

Menjaga keturunan agar tidak di dominasi jenis tertentu

Penentuan pasangan diatur Penentuan pasangan secara acak Memungkinkan terjadinya

inbreeding dan mutasi gen

Menghindari terjadinya inbreeding

dan mutasi gen

Menangkarkan mambruk victoria merupakan salah satu bentuk kegiatan yang harus dilakukan untuk menanggulangi punahnya mambruk victoria di alam. Kegiatan penangkaran mambruk victoria dapat membantu keberlangsungan hidup satwa ini yang di habitat alaminya karena mambruk victoria banyak diburu untuk dimanfaatkan keindahan bulunya dan sebagai sumber protein hewani serta untuk mengurangi ancaman-ancaman yang ditimbulkan oleh predator (Setio & Takandjandji 2007; Brancato 2004).

Menurut Warsito (2010), lokasi penangkaran mambruk victoria sebaiknya dibangun di tempat yang sejuk atau memiliki banyak pepohonan dan suasana yang agak tenang atau jauh dari keramaian atau pemukiman penduduk untuk menghindari mambruk dari gangguan dan mengurangi stress. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan dalam penangkaran mambruk adalah kandang. Kandang yang diperlukan dalam menangkarkan mambruk setidaknya terdapat dua buah kandang yaitu kandang karantina dan kandang pemeliharaan. Dalam menangkarkan mambruk sebaiknya juga memperhatikan aspek kesehatan mambruk, baik dari


(12)

segi pakan maupun obat. Penanaman pakan buah alami di sekitar penangkaran seperti jambu air (Syzigium sp.), pepaya (Carica papaya), buah beringin (Ficus

sp.), kersen (Muntinga sp.), jagung (Zea mays), dan kacang-kacangan, selain sebagai tempat berlindung dan penghasil pakan, jenis-jenis tumbuhan tersebut juga dapat membuat burung mambruk merasa lebih nyaman seperti di habitat alaminya. Menurut Warsito (2010), penyakit yang menyerang mambruk di penangkaran pada umumnya hampir sama dengan penyakit yang menyerang pada ayam atau unggas seperti penyakit cacingan, CRD (Crhonic Respiratory Disease), berak darah, berak kapur (Pullorum), radang usus (Quail Enteritis), dan cacar unggas (Fowl Pox).

Selain itu, pemilihan induk yang baik dan dapat dijadikan sebagai bibit atau induk produktif juga termasuk dalam satu teknik menangkarkan mambruk. Pengaturan penetasan dengan menggunakan mesin penetas memiliki daya tetas yang lebih baik apabila telur tersebut berumur 4 – 7 hari dengan pengaturan suhu 37 – 39oC dan dengan kelembaban 67 – 70% serta diletakkan pada posisi miring 45o dan dibalik atau diputar setiap empat jam sekali agar telur mendapatkan panas yang merata. Selain itu, proses penyapihan anakan mambruk dilakukan dengan cara yang sederhana yakni anakan mambruk yang baru menetas diletakkan di dalam kotak yang agak terbuka berukuran 45 cm × 45 cm dengan diberikan lampu lima watt dan suhu berkisar antara 25 – 30oC sehingga dapat memberikan kehangatan bagi anakan mambruk (Warsito 2010).


(13)

3.1 Waktu dan Lokasi

Penelitian mengenai Teknik Penangkaran dan Aktivitas Harian Mambruk victoria (Goura victoria Fraser, 1844) dilaksanakan pada bulan Juni – Juli 2011. Penelitian dilaksanakan di Mega Bird and Orchid Farm (MBOF) yang berlokasi di Desa Cijujung Tengah, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis, pencatat waktu (stopwatch), kamera, panduan wawancara, termometer dry-wet, dan pita ukur. Bahan yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah mambruk victoria yang terdapat di MBOF.

3.3 Jenis dan Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Data primer

Data primer yang dikumpulkan mencakup dua data utama yaitu a) teknik penangkaran dan b) aktivitas harian.

a. Teknik penangkaran

Data yang diambil mengenai teknik penangkaran mambruk victoria antara lain:

1. Perkandangan meliputi jenis dan ukuran kandang, konstruksi kandang, fasilitas di dalam kandang, perawatan dan sanitasi kandang serta suhu dan kelembaban kandang.

2. Kesehatan meliputi jenis-jenis penyakit yang sering diderita mambruk victoria, cara pencegahan atau penanggulangan serta cara pencegahan atau pengobatan.

3. Pengaturan reproduksi meliputi sumber dan jumlah bibit, penentuan jenis kelamin, pemilihan induk dan penjodohan, pengaturan peneluran atau penetasan, pengasuhan atau pembesaran piyik, dan tingkat keberhasilan


(14)

4. Pakan meliputi jenis pakan, jumlah dan cara pemberian pakan, dan kandungan gizi pakan.

5. Pemanfaatan atau pengelolaan hasil meliputi harga jual dan harga beli, cara penanganan satwa yang akan dijual, dan proses pengiriman.

6. Teknik adaptasi satwa meliputi proses perlakuan satwa dan lama waktu adaptasi.

Data tersebut secara umum diperoleh dengan menggunakan metode pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan pihak pengelola MBOF (Lampiran 1).

b. Aktivitas harian

Data yang diambil mengenai aktivitas harian mambruk victoria mencakup perilaku event, perilaku state, dan perilaku sosial (Indasari 2001; Purnama 2006; Rekapermana 2005; Rumbino 1997; Tribisono 2002; Warsito 2010).

1. Perilaku event merupakan perilaku yang terjadi dalam waktu singkat: a) Berjalan

b) Memanggil (calling) c) Mematuk benda d) Membuang kotoran e) Menari

f) Terbang

g) Membersihkan paruh h) Kawin

2. Perilaku state merupakan perilaku yang terjadi dalam waktu yang lama: a) Diam

b) Makan c) Minum d) Mandi

e) Menyelisik bulu f) Siaga

g) Berjemur h) Istirahat


(15)

3. Perilaku sosial merupakan interaksi diantara individu mambruk victoria: a) Saling menyelisik bulu

b) Saling mendekati c) Saling mengejar d) Saling mematuk

Pengamatan mengenai aktivitas harian mambruk victoria dilakukan dengan menggunakan metode one-zero sampling yaitu dengan memberikan nilai 1 (satu) jika ada aktivitas dan memberikan nilai 0 (nol) jika tidak ada aktivitas (Martin & Bateson 1988). Jumlah contoh mambruk victoria yang diamati aktivitasnya adalah dua individu yang mewakili jenis kelamin jantan dan jenis kelamin betina. Pengamatan dilakukan selama 10 jam mulai dari pukul 07.00 – 17.00 WIB. Pengamatan aktivitas harian mambruk victoria dilakukan selama 10 hari dengan masing-masing jenis kelamin dilakukan pengamatan selama lima kali ulangan atau tiap jenis kelamin dilakukan pengamatan selama lima hari.

Dalam pengamatan aktivitas harian juga dilakukan pengambilan data mengenai mengenai ciri morfologi dari mambruk victoria untuk mengetahui perbedaan jantan dan betina yang diamati meliputi panjang badan, lingkar badan, panjang paruh, panjang kaki, panjang ekor, panjang rentangan sayap, dan tinggi mahkota yang diketahui berdasarkan pengukuran langsung terhadap individu jantan dan individu betina mambruk victoria yang diamati.

3.3.2 Data sekunder

Data sekunder diperlukan sebagai bahan penunjang dari data primer yang akan diambil. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur mengenai cara hidup, pola perilaku, dan faktor-faktor lain yang menunjang keberhasilan dalam kegiatan penangkaran mambruk victoria.

3.4 Analisis Data

3.4.1 Teknik penangkaran

Analisis data mengenai teknik penangkaran dilakukan secara deskriptif dengan menguraikan dan menjelaskan mengenai teknik pengelolaan penangkaran mambruk victoria yang dilengkapi dengan tabel, gambar, dan kurva yang relevan. Selain itu, untuk mengetahui tingkat keberhasilan breeding dalam penangkaran


(16)

mambruk victoria di MBOF, data diolah secara kuantitatif dengan menggunakan rumus:

a. Persentase daya tetas telur:

a= ∑ telur yang berhasil menetas

b= ∑ total telur yang dihasilkan b. Persentase angka kematian:

M = ∑ anak yang mati

Mt = ∑ total anak

c. Persentase tingkat perkembangbiakan:

I = ∑ induk yang bertelur

It = ∑ total induk

Untuk mengetahui tinggi rendahnya persentase tingkat keberhasilan

breeding pada mambruk victoria di MBOF, dapat ditentukan dengan beberapa kriteria antara lain:

a. Kriteria daya tetas telur: c. Kriteria tingkat perkembangbiakan: 0 – 30% = rendah 0 – 30% = rendah

31 – 70% = sedang 31 – 70% = sedang 71 – 100% = tinggi 71 – 100% = tinggi b. Kriteria angka kematian:

0 – 30% = rendah 31 – 70% = sedang 71 – 100% = tinggi

3.4.2 Aktivitas harian

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan mengenai aktivitas harian mambruk victoria kemudian dianalisis dan disajikan secara deskriptif yang dilengkapi oleh gambar, tabel, dan kurva atau grafik yang relevan. Untuk


(17)

2

mengetahui presentase frekuensi suatu aktivitas dari total lamanya pengamatan aktivitas dalam sehari digunakan rumus:

Persentase frekuensi aktivitas (%) = Keterangan:

X = frekuensi tingkah laku dalam n jam pengamatan

Y = total frekuensi perilaku dalam 10 jam pengamatan (10 jam = 600 menit) Selain itu, untuk mengetahui waktu yang digunakan dari suatu tingkah laku dalam satu hari menggunakan rumus:

Persentase waktu seluruh tingkah laku (%) = Keterangan:

A = waktu yang digunakan untuk suatu tingkah laku dalam satu hari pengamatan

B = total waktu pengamatan dalam satu hari (10 jam = 600 menit)

Pengujian terhadap hubungan antara parameter yang diukur dan diamati menggunakan hipotesis sebagai berikut:

H0 = tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan aktivitas harian

mambruk victoria

H1 = ada hubungan antara jenis kelamin dengan aktivitas harian mambruk

victoria

Hipotesis tersebut kemudian diuji menggunakan uji X2 atau khi-kuadrat (Walpole 1997), melalui rumus:

X2 hitung=

Keterangan:

Oi = nilai pengamatan aktivitas harian mambruk victoria

Ei = nilai harapan aktivitas harian mambruk victoria

Untuk mengetahui nilai harapan mambruk victoria, dapat dicari dengan menggunakan rumus:


(18)

Pengambilan keputusan atas hipotesis yang diuji dengan uji khi-kuadrat dilakukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:

Jika X2hitung > dari X2tabel, maka tolak H0 Jika X2hitung< dari X2tabel, maka terima H0

Untuk mengetahui nilai pada X2tabel maka digunakan rumus: db = (p-1)

Keterangan:

p = banyaknya ulangan

Selain itu, selang kepercayaan (SK) yang digunakan adalah sebesar 99% dengan X2tabel untuk α0,99;4 adalah 0,297.


(19)

4.1 Sejarah Kawasan

Penangkaran Mega Bird Farm didirikan pada tahun 1996 berdasarkan hobi pengelola dalam memelihara burung khususnya burung-burung berkicau dan burung jalak bali (Leucopsar rothschildi). Pada tahun 2010, lokasi ini berganti nama menjadi Mega Bird and Orchid Farm (MBOF) yang kemudian disahkan dan diakui oleh pemerintah berdasarkan pada Surat Keputusan Direktorat Jenderal PHKA No. SK. 22/IV-SET/2010 tentang pemberian izin penangkaran jalak bali (Leucopsar rothschildi) yang dilindungi oleh undang-undang dan Surat Keputusan BBKSDA Jawa Barat No. SK. 164/BBKSDA-JABAR-1/2010 tentang pemberian izin penangkaran burung yang tidak dilindungi oleh undang-undang serta pada tahun 2011, pemerintah juga telah mengeluarkan surat keputusan melalui Direktorat Jenderal PHKA dengan No. SK. 22/IV-SET/2011 tentang izin usaha penangkaran burung (aves) yang dilindungi oleh undang-undang.

4.2 Tujuan dan Manfaat

Mega Bird and Orchid Farm memiliki tujuan untuk kegiatan konservasi (pelepas-liaran ke alam) dan untuk tujuan ekonomi. Selain itu, penangkaran ini juga memiliki manfaat antara lain:

a. Untuk kegiatan pendidikan dan penelitian.

b. Menjaga jenis-jenis dilindungi dari ancaman kepunahan.

c. Mengembangbiakkan jenis-jenis dilindungi di luar habitat aslinya dengan tetap menjaga kemurnian genetiknya.

4.3 Letak dan Luas Kawasan

Secara administratif, MBOF terletak di Desa Cijujung Tengah, RT. 05/ RW. 04, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi tersebut memiliki luas total sebesar 23.500 m2 yang terdiri dari luas bangunan sebesar 10.000 m2 dan luas pekarangan sebesar 13.500 m2.


(20)

4.4 Kondisi Biologi

Beberapa jenis tumbuhan yang terdapat di MBOF antara lain pohon rambutan (Nephelium lappaceum), jambu air (Syzygium aqueum), mangga (Mangifera indica), jambu biji (Psidium guajava), pisang (Musa sp.), dan pepaya (Carica papaya). Beberapa jenis burung yang ditangkarkan di MBOF dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Beberapa jenis burung yang ditangkarkan di MBOF

No. Nama Lokal Nama Ilmiah Daerah Asal

1 Jalak bali Leucopsar rothschildi Endemik Bali Barat

2 Cucak rawa Pycnonotus zeylanicus Jawa, Sumatera, Kalimantan 3 Gelatik jawa Padda oryzivora Jawa, Bali, P. Kangean

4 Beo nias Gracula religiosa Jawa, Bali, Sumatera

5 Cendrawasih merah Paradisaea rubra P. Bantana, Gemien, Saonek 6 Cendrawasih kuning kecil Paradisaea minor Papua bag. Utara dan bag. Barat 7 Rangkong badak Buceros rhinoceros Sumatera, Kalimantan, Jawa

8 Kuau raja Argusianus argus Sumatera, Kalimantan

9 Kakatua raja Probosciger atterimus P. Misool, Kep. Aru

10 Merak hijau Pavo muticus Jawa

11 Merak biru Pavo cristatus Bangladesh, India, Nepal

12 Mambruk victoria Goura victoria P. Yapen, P. Biak

13 Murai batu Copsychus malabaricus Jawa, Sumatera, Kalimantan

4.5 Struktur Organisasi dan Kepegawaian

Mega Bird and Orchid Farm secara keseluruhan dipimpin oleh seorang direktur (Drs. Megananda Daryono, MBA) yang dibantu oleh seorang manajer (Supriyanto Akdiatmojo) dan seorang asisten manajer (Hari Dimas Prayogo), serta pegawai sebanyak 14 orang. Selain itu, untuk menjaga keamanan di lokasi tersebut, pengelola menggunakan tenaga keamanan sebanyak enam orang.

4.6 Aksesibilitas

Mega Bird and Orchid Farm terletak tidak jauh dari pusat kota Bogor. Lokasi ini dapat dicapai dari terminal Baranang Siang yang memiliki jarak sekitar 12,5 km dengan waktu tempuh sekitar 2 jam jika menggunakan angkutan umum dan sekitar 1 jam jika menggunakan kendaraan pribadi. Selain itu, lokasi ini juga dapat dicapai dari arah Kampus IPB Darmaga yang memiliki jarak sekitar 12 km dengan waktu tempuh sekitar 1 jam jika menggunakan angkutan umum dan sekitar 30 menit jika menggunakan kendaraan pribadi.


(21)

5.1 Teknik Penangkaran 5.1.1 Perkandangan

Kandang merupakan salah satu syarat yang diperlukan di dalam penangkaran mambruk. Untuk membuat kandang mambruk sebaiknya tidak terlalu besar atau tidak terlalu kecil dan harus disesuaikan dengan jumlah burung yang ada atau akan direncanakan dalam penangkaran (Warsito 2010). Untuk mendapatkan kondisi seperti di habitat alaminya, terdapat beberapa persyaratan dalam memilih lokasi kandang burung antara lain (Setio & Takandjandji 2007):

a. Berada pada tempat yang bebas banjir pada musim hujan. b. Jauh dari keramaian dan kebisingan.

c. Berada pada tempat yang mudah diawasi dan mudah dicapai. d. Tidak terganggu oleh berbagai polusi (debu, asap, dan bau gas).

e. Tidak berada pada tempat yang lembab, becek atau tergenang air karena akan menyebabkan timbulnya berbagai penyakit.

f. Di dalam kandang hendaknya ditanami pohon-pohon pelindung agar terasa sejuk dan burung merasa seperti di habitat alaminya.

g. Terisolasi dari pengaruh binatang atau ternak lain.

h. Tersedianya sumber air yang cukup untuk minum dan mandi burung serta untuk pembersihan kandang.

i. Mudah untuk mendapatkan pakan dan tidak bersaing dengan manusia.

5.1.2.1Jenis dan ukuran kandang

Jenis kandang mambruk victoria di MBOF merupakan jenis kandang pemeliharaan. Kandang ini dibuat secara permanen yang berbentuk persegi panjang dengan atap yang lebih tinggi agar mambruk lebih leluasa dalam pergerakan sayapnya atau terbang dan sebaiknya kandang tersebut minimal memperoleh 80% terkena sinar matahari langsung (Warsito 2010). Kandang mambruk di MBOF memiliki ukuran panjang 40 m, lebar 25 m, dan tinggi 5 m atau seluas 1000 m2. Kandang tersebut biasa digunakan oleh mambruk untuk melakukan segala tingkah lakunya antara lain makan, minum, istirahat, kawin,


(22)

dan sebagainya. Selain itu, mambruk juga berasosiasi dengan jenis lain khususnya dalam hal makanan yakni dengan merak (Pavo sp.) dan itik mandarin (Aix galericulata Linnaeus, 1758).

5.1.2.2Konstruksi kandang

Konstruksi kandang mambruk di MBOF dibuat secara permanen dengan bahan-bahan antara lain dinding tembok, besi berdiameter 5 cm, dan kawat ram sebagai atap kandang. Pembuatan dinding tembok dilakukan untuk menghindari adanya gangguan yang dapat menyebabkan ketenangan burung menjadi terganggu. Selain itu, pembangunan kandang permanen untuk pemeliharaan mambruk memiliki keunggulan yaitu segi pemakaian yang lebih tahan lama daripada kandang yang terbuat dari bahan kayu atau bambu yang hanya bertahan 3 – 4 tahun (Warsito 2010).

5.1.2.3Fasilitas di dalam kandang

Secara umum, fasilitas yang terdapat di dalam kandang burung antara lain tempat bertengger yang terbuat dari batang pohon sehingga tampak alami dan tempat makan dan minum yang terbuat dari bahan plastik bermutu baik yang bertujuan untuk menghindari kandungan racun yang terdapat dalam plastik tersebut yang dapat mengganggu kesehatan satwa yang ditangkarkan (Dharmojono 1996, diacu dalam Nasution 2005). Beberapa fasilitas yang terdapat di dalam kandang mambruk victoria di MBOF antara lain tempat makan dan minum, tempat bertengger, tempat bersarang, dan kolam (Gambar 5).

Gambar 5 Fasilitas di dalam kandang mambruk victoria, (A) tempat makan; (B) tempat minum; (C) tempat bersarang; (D) tempat bertengger; dan (E) kolam.


(23)

Selain fasilitas tersebut, di dalam kandang mambruk victoria juga terdapat beberapa tumbuhan yaitu jambu air (Syzigium sp.) dan pepaya (Carica papaya). Selain sebagai tempat berlindung bagi mambruk victoria, tumbuhan tersebut juga berguna sebagai pakan buah alami (Warsito 2010). Berdasarkan hasil pengamatan di MBOF, pengelola menyediakan ranting-ranting pohon yang sengaja diletakkan di dalam kandang agar mambruk victoria dapat membuat sarang sendiri seperti di habitat alaminya. Menurut Waluyo et al. (1993), sarang mambruk victoria di habitat alaminya berdiameter antara 250 – 450 mm dengan kedalaman + 160 mm.

5.1.2.4Perawatan dan sanitasi kandang

Kebersihan kandang beserta kelengkapannya perlu diperhatikan karena termasuk ke dalam aspek perawatan kandang dan akan berhubungan dengan kesehatan burung. Menurut Setio dan Takandjandji (2007), beberapa tindakan yang diperlukan untuk merawat dan menjaga kebersihan kandang antara lain:

a) Mengeruk, menyikat, dan menyapu kotoran yang melekat pada bagian-bagian kandang untuk dibuang pada tempat pembuangan yang telah disediakan.

b) Menyemprot atau menyiram dengan air pada bagian kandang yang telah dibersihkan secara rutin dua kali sehari.

c) Menyemprot kandang dengan desinfektan secara teratur tiap sebulan sekali.

Kegiatan perawatan kandang di MBOF meliputi pembersihan kandang dari feses burung, sisa-sisa makanan burung, daun-daun kering, pembersihan tempat makan dan minum burung, serta penggantian dan perbaikan kawat ram atau besi yang sudah rusak. Kegiatan pembersihan di dalam kandang dilakukan secara rutin setiap dua kali sehari. Hal ini dilakukan untuk menghindari timbulnya

serangan berbagai penyakit sebagai akibat dari kandang yang kotor (Setio & Takandjandji 2007). Selain itu, perawatan tidak hanya dilakukan di

dalam kandang, melainkan juga dilakukan di luar kandang. Kegiatan perawatan di luar kandang meliputi pembersihan sampah-sampah atau daun-daun kering dan perawatan tanaman di sekitar kandang agar terlihat lebih indah. Berdasarkan hasil pengamatan di MBOF, alat-alat yang digunakan dalam merawat dan


(24)

membersihkan kandang antara lain sapu lidi, pengki, gunting rumput, karung, gerobak dorong, selang air, dan sikat.

5.1.2.5Suhu dan kelembaban kandang

Berdasarkan hasil pengamatan, suhu di dalam kandang mambruk victoria di MBOF berkisar antara 25 – 32oC yang dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Grafik suhu dalam kandang mambruk victoria.

Selain itu, kelembaban udara di dalam kandang mambruk victoria di MBOF berkisar antara 57 – 78% yang dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Grafik kelembaban udara dalam kandang mambruk victoria. Berdasarkan hasil pengamatan, suhu dalam kandang mambruk victoria tergolong tinggi dengan kelembaban udara yang rendah jika dibandingkan dengan kondisi suhu dan kelembaban udara yang sangat disukai mambruk victoria di habitat alaminya yakni dengan suhu sekitar 25 – 27oC dan memiliki kelembaban

25.3 27.5

29.3 30.8 32 32 32.3 32.3 32 30.8

0 5 10 15 20 25 30 35 S u h u ( oC) Waktu (WIB) 78 76.8 69.5 64.5

59.5 59.5 57.3 58.5 59.3 63.5

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 K el em b ab an ( % ) Waktu (WIB)


(25)

udara sekitar 80 – 90% (Warsito 2010). Menurut Notanubun (2002) dan Tribisono (2002), mambruk pada umumnya senang hidup pada bagian hutan yang memiliki pohon besar dan terdapat sumber air dengan suhu berkisar antara 20 – 27oC dan kelembaban udara berkisar antara 80 – 92% serta pada ketinggian + 500 mdpl.

Suhu dan kelembaban udara dalam kandang mambruk victoria di MBOF yang berbeda dengan habitat alaminya lebih dikarenakan kondisi kandang yang lebih terbuka. Selain itu, vegetasi di dalam kandang mambruk victoria sangat sedikit dan hanya memiliki tinggi sekitar 2 – 3 meter. Menurut Warsito (2010), meskipun mambruk victoria menyukai daerah yang lembab, sinar matahari tetap diperlukan untuk menghangatkan tubuhnya dan hal ini sesuai dengan kondisi kandang mambruk victoria yang terdapat di MBOF yang terbuka sekitar 80% dan mendapatkan sinar matahari langsung.

5.1.2 Kesehatan

Burung mambruk victoria yang terdapat di dalam penangkaran dapat terjangkiti penyakit apabila pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan kurang baik, sehingga perlu diberikan obat-obatan dan vitamin yang dibutuhkan oleh mambruk victoria yang dipelihara di penangkaran. Berdasarkan hasil pengamatan, sejak pertama kali didatangkan pada tahun 2005 hingga pertengahan tahun 2011, mambruk victoria yang terdapat di MBOF pernah terjangkiti beberapa penyakit yaitu CRD (Chronic Respiratory Disease), cacingan, dan kaki bengkak. Menurut Sauvani (2008), diacu dalam Warsito (2010), gejala klinis, penyebab, pengendalian, dan pengobatan dari penyakit CRD (Cronic Respiratory Disease) dan penyakit cacingan yang biasa diderita oleh mambruk victoria yaitu:

1. CRD (Chronic Respiratory Disease) a) Gejala:

Mambruk seperti menderita pilek atau flu (keluar lendir melalui hidung) yang disertai ngorok dan sulit untuk bernafas.

b) Penyebab:

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycoplasma galisepticum yang dapat mengakibatkan kekurusan pada satwa dan keluarnya cairan bernanah pada hidung (Pusat Kesehatan Hewan 2008).


(26)

c) Pengendalian:

Pengendalian dapat dilakukan dengan cara menjaga kebersihan kandang, pakan, air minum, dan alat sanitasi kandang.

d) Pengobatan:

Pengobatan biasanya dilakukan dengan cara memberikan Tetra chlorine capsule melalui oral dengan dosis dua kali sehari berturut-turut selama sakit atau menggunakan antibiotik seperti Tylocin atau

Mitraflox-12 yang dilarutkan di dalam air minum. 2. Cacingan

a) Gejala:

Mambruk mengalami mencret yang disertai lendir yang berwarna putih mirip berak kapur. Gejala lebih lanjut adalah mambruk tampak kurus, lemah dan lesu, nafsu makan berkurang, jambul atau mahkota tidak berdiri tegak, dan apabila mengeluarkan kotoran (feses) akan keluar cacing.

b) Penyebab:

Penyakit ini disebabkan oleh Cestoda (cacing pita), Nematoda (cacing askaris), dan cacing mata akibat sanitasi kandang yang buruk atau kandang yang terlalu lembab. Serangan parasit ini dapat menyebabkan radang usus dan dapat merusak mata.

c) Pengendalian:

Pengendalian dapat dilakukan dengan cara menjaga kebersihan kandang, pakan, air minum, dan alat sanitasi kandang.

d) Pengobatan:

Pengobatan untuk serangan cacing mata dapat dilakukan dengan cara memberikan Kreolin 5% yang diteteskan pada mata, sedangkan untuk serangan cacing pita dapat menggunakan Dichloropen dengan dosis 300mg/kg dan di–N–butyl laurat 500 mg/kg. Sementara itu, untuk serangan cacing askaris dapat menggunakan Piperazin, Hygromycin B, Vermixon atau Nethyridine dengan dosis 200–400 mg/100 ml air minum.


(27)

Untuk penyakit kaki bengkak, pengelola MBOF biasanya mengobati dengan menggunakan salep Thrombophob dengan cara mengoleskan pada kaki mambruk selama kaki bengkak hingga kaki kembali seperti semula. Kaki bengkak biasanya disebabkan oleh kaki mambruk yang terjepit atau keseleo. Selain itu, pengelola MBOF juga memberikan vitamin berupa kurkumavit dengan dosis 1g/2 liter air minum dengan waktu pemberian setiap lima hari sekali yang dicampurkan ke dalam air minum. Pemberian vitamin bertujuan untuk menambah nafsu makan mambruk dan meningkatkan stamina mambruk sehingga mambruk menjadi cukup kuat, segar, dan sehat (Warsito 2010).

5.1.3 Pengaturan reproduksi

Reproduksi merupakan kunci keberhasilan dalam penangkaran untuk meningkatkan populasi dan produktivitas, sehingga memiliki pengetahuan tentang biologi dan perilaku reproduksi jenis satwa yang ditangkarkan sangat penting karena dapat memberikan arah pada tindakan manajemen yang diperlukan untuk menghasilkan produksi satwa yang ditangkarkan sesuai dengan harapan (Setio & Takandjandji 2007). Kegiatan pengelolaan reproduksi yang dilakukan oleh pengelola MBOF antara lain sumber dan jumlah bibit, penentuan jenis kelamin, pemilihan bibit untuk dijadikan sebagai indukan, teknik penjodohan, pembesaran piyik atau anakan yang baru menetas, dan tingkat keberhasilan

breeding.

5.1.3.1Sumber dan jumlah bibit

Sumber bibit burung mambruk victoria (Goura victoria Fraser, 1844) yang terdapat di Mega Bird and Orchid Farm (MBOF) berasal dari Papua yang diambil langsung dari alam atau hutan. Burung tersebut pertama kali didatangkan pada tahun 2005 sebanyak satu pasang. Berdasarkan hasil pengamatan, populasi mambruk victoria di MBOF sampai pertengahan tahun 2011 adalah lima ekor yang terdiri dari dua individu jantan dan tiga individu betina. Berdasarkan kondisi populasi tersebut, untuk kelas umur dewasa atau indukan sebanyak dua ekor yang terdiri dari satu individu jantan dan satu individu betina, sedangkan untuk kelas umur remaja sebanyak tiga ekor yang terdiri dari satu individu jantan dan dua individu betina.


(28)

Jumlah individu mambruk victoria di MBOF sampai pertengahan tahun 2011 tergolong sedikit. Hal ini disebabkan sulitnya mambruk victoria dalam menghasilkan telur karena telur yang dihasilkan dalam satu musim perkawinan atau tiap tahunnya hanya 1 – 2 butir telur (Warsito 2010). Selain itu, penyebab lain sedikitnya jumlah individu mambruk victoria di MBOF adalah terganggunya proses perkawinan mambruk victoria karena adanya burung merak (Pavo sp.). Burung merak di lokasi tersebut cukup mendominasi sehingga proses perkawinan (kopulasi) mambruk victoria sulit terjadi. Hal ini ditunjukkan dengan dirusaknya sarang mambruk yang terdiri dari ranting-ranting pohon oleh burung merak ketika mambruk akan membuat sarang.

5.1.3.2Penentuan jenis kelamin

Menurut Wahyuningsih (1991), diacu dalam Notanubun (2002) dan Rumbino (1997), burung jantan dan burung betina mambruk victoria dapat dibedakan dari bentuk tubuh, bagian atas kepala, dan ukuran paruh. Burung jantan memiliki bentuk tubuh yang membulat, sedangkan pada burung betina memiliki bentuk tubuh yang agak memanjang dengan bagian atas kepala pada burung jantan agak melengkung dan pada burung betina agak mendatar, sedangkan untuk ukuran paruh, pada burung jantan memiliki ukuran paruh yang besar dan agak panjang, sedangkan pada burung betina memiliki ukuran paruh yang kecil dan agak pendek. Perbedaan ukuran tubuh mambruk victoria jantan dan mambruk victoria betina yang terdapat di MBOF dapat dilihat pada Tabel 5, Gambar 8, dan Lampiran 4.

Tabel 5 Perbandingan ukuran tubuh mambruk victoria jantan dan betina di MBOF

No. Indikator Ukuran tubuh

Jantan Betina

1 Panjang badan (cm) 75 68

2 Lingkar badan (cm) 50 49

3 Panjang paruh (cm) 5,35 4,85

4 Tinggi mahkota (cm) 15 14

5 Panjang kaki (cm) 31 28

6 Panjang ekor (cm) 28 25


(29)

Gambar 8 Mambruk victoria betina (A) dan mambruk victoria jantan (B) di MBOF

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap mambruk victoria yang terdapat di MBOF, terdapat perbedaan ukuran morfologi tubuh mambruk victoria jantan dan mambruk victoria betina. Individu jantan memiliki ukuran mahkota yang lebih besar dan lebih tegak, memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dan lebih bulat, dan memiliki perilaku yang lebih agresif dibandingkan dengan individu betina. Jika dilihat dari ukurannya, sifat morfologi tersebut tidak hanya dipegaruhi oleh genetik tetapi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan tempat satwa tersebut hidup seperti iklim, makanan, dan sebagainya (Notanubun 2002).

5.1.3.3Pemilihan induk dan teknik penjodohan

Pemilihan induk yang baik dan dapat dijadikan sebagai bibit atau induk produktif juga termasuk salah satu teknik dalam menangkarkan mambruk. Menurut Warsito (2010), beberapa langkah untuk mendapatkan induk produktif, antara lain:

1. Burung dewasa yang sehat dengan usia 1 – 1,5 tahun.

2. Memiliki bulu badan halus (tidak kusam), warna cerah dan bersih, serta bulu ekor tidak rebah ke tanah.

3. Memiliki mata yang terang, jernih, dan agak menonjol ke luar.

4. Memiliki jambul (mahkota) yang berdiri tegak dan tidak lemah atau rebah ke samping atau ke belakang.

5. Mempunyai nafsu makan yang tinggi.

6. Memiliki gerakan yang lincah yang tampak pada saat lari, berjalan, maupun akan terbang.


(30)

Pemilihan indukan mambruk victoria oleh pengelola MBOF dilakukan dengan cara memilih indukan yang sehat, tidak cacat, dan terhindar dari penyakit. Selain itu, proses penjodohan indukan mambruk victoria yang dilakukan oleh pengelola di MBOF adalah dengan cara membiarkan indukan mambruk tersebut melakukan perkawinan sendiri di dalam kandang. Usia indukan siap kawin (minimum breeding age) pada mambruk victoria berkisar antara umur 1 – 1,5 tahun atau 18 – 20 bulan (Warsito 2010; Kiman 1979, diacu dalam Indasari 2001). Selain itu, mambruk victoria merupakan jenis burung yang menganut pola perkawinan monogami (tidak berganti pasangan) dengan proses perkawinan yang terjadi sepanjang tahun dengan intensitas perkawinan tertinggi terjadi pada bulan April – Juli dan bulan November – Maret (Warsito 2010).

5.1.3.4Pengaturan peneluran dan penetasan

Setelah melakukan perkawinan, burung jantan dan betina biasanya selalu bersama atau beriringan tanpa terganggu oleh kehadiran burung mambruk lainnya (Warsito 2010). Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola MBOF, musim bertelur mambruk victoria di MBOF biasa terjadi pada bulan Juli – Agustus dengan telur yang dihasilkan setiap satu kali musim kawin adalah sebanyak satu butir telur. Hal ini sesuai dengan pendapat Warsito (2010) dan Waluyo et al. (1993) yang menyatakan bahwa telur yang dihasilkan oleh indukan betina mambruk victoria selama musim perkawinan sebanyak satu butir telur dengan ukuran 55 mm × 38 mm. Namun sampai pertengahan tahun 2011, jumlah individu mambruk victoria sejak pertama kali datang di MBOF pada tahun 2005 hanya berjumlah lima ekor. Hal ini dikarenakan dalam proses pengeraman, mambruk victoria mengalami banyak gangguan, baik gangguan dari mambruk lainnya (mambruk cristata) maupun dari burung jenis lain yakni burung merak (Pavo sp.). Hal ini sesuai dengan pendapat Waluyo et al. (1993) yang menyatakan bahwa apabila induk mambruk yang sedang mengerami telur mendapatkan gangguan akan berdampak pada induk mambruk yang akan meninggalkan sarangnya, sehingga proses pengeraman akan terganggu dan akan menyebabkan telur tersebut tidak akan menetas.


(31)

Di MBOF, penetasan telur mambruk victoria juga dilakukan secara alami oleh indukan dan tidak menggunakan mesin tetas. Menurut Warsito (2010) dan Waluyo et al. (1993), masa pengeraman telur mambruk victoria rata-rata 21 – 24 hari dengan proses pengeraman yang dilakukan secara bergantian oleh induk jantan maupun induk betina.

5.1.3.5Pengasuhan atau pembesaran piyik

Proses pengasuhan dan pembesaran anakan mambruk di MBOF dilakukan dengan cara pengelola membiarkan induk mambruk mengasuh dan membesarkan anaknya sendiri secara alami. Proses pengasuhan anakan mambruk biasanya dilakukan oleh induk jantan dan induk betina yang bergantian menyuapi anaknya sampai anakan tersebut berumur tiga bulan dan pada umur tersebut, bulu anakan mambruk victoria sudah berubah seperti induknya (Waluyo et al. 1993).

Menurut Warsito (2010), anakan mambruk victoria dijaga dan diasuh secara bersama-sama oleh kedua induknya. Secara naluriah, anakan mambruk dilatih untuk mencari makan dengan cara mengais tanah atau mematuk-matuk. Setelah anakan mencapai usia dewasa (umur 8 – 10 bulan), secara alamiah indukan mambruk akan berjalan sendiri seakan mau memisahkan sendiri dengan anaknya dan pada akhirnya kedua indukan mambruk victoria sudah dapat berkembang biak lagi.

5.1.3.6Tingkat keberhasilan breeding

Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola di MBOF mengenai tingkat keberhasilan breeding mambruk victoria, dapat diketahui bahwa sejak tahun 2005 hingga pertengahan tahun 2011, indukan mambruk victoria di lokasi tersebut telah menghasilkan enam telur. Namun dari keenam telur tersebut, hanya tiga butir telur yang berhasil menetas dan mampu hidup hingga mencapai usia dewasa pada saat ini. Tingkat keberhasilan breeding pada mambruk victoria di MBOF dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Persentase tingkat keberhasilan breeding pada mambruk victoria di MBOF

No. Indikator Persentase (%) Kriteria

1 Daya tetas telur 50 sedang

2 Angka kematian 0 rendah


(32)

Berdasarkan informasi tersebut, dapat diketahui bahwa persentase daya tetas telur adalah 50% dengan jenis kelamin jantan sebanyak satu individu dan jenis kelamin betina sebanyak dua individu. Nilai persentase tersebut menunjukkan bahwa daya tetas telur mambruk victoria di MBOF tergolong sedang karena dalam proses pengeraman, indukan mambruk victoria sering mengalami berbagai gangguan dari satwa lain yakni adanya burung merak yang dikumpulkan dalam satu kandang dengan mambruk victoria sehingga terdapat telur yang tidak menetas. Hal ini sesuai dengan pendapat Waluyo et al. (1993) yang menyatakan bahwa apabila induk mambruk yang sedang mengerami telur mendapatkan gangguan akan berdampak pada induk mambruk yang akan meninggalkan sarangnya, sehingga proses pengeraman akan terganggu dan akan menyebabkan telur tersebut tidak akan menetas. Untuk persentase kematian adalah 0% karena sejak tahun 2005 hingga pertengahan tahun 2011 belum ada anakan mambruk yang mati. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kematian mambruk victoria di MBOF tergolong rendah.

Selain itu, untuk untuk persentase tingkat perkembangbiakan mambruk victoria di MBOF adalah sebesar 100%. Nilai persentase tersebut menunjukkan bahwa tingkat perkembangbiakan mambruk victoria di MBOF tergolong tinggi karena dari total indukan yang ada yang terdiri dari satu pasang indukan (jantan dan betina), hanya satu pasang indukan tersebut yang berhasil melakukan perkawinan dan mampu bertelur hingga menghasilkan tiga ekor anak yang berhasil hidup sampai saat ini.

5.1.4 Pakan

Salah satu aspek yang penting dalam pemeliharaan burung adalah penyediaan pakan. Di alam bebas, burung dapat memenuhi kebutuhan gizinya sendiri dengan memanfaatkan makanan yang tersedia di alam, sedangkan jika telah dipelihara oleh manusia, ruang gerak burung akan dibatasi oleh kandang atau sangkar dan untuk memenuhi kebutuhan gizinya, burung hanya

mengandalkan makanan yang diberikan oleh pemeliharanya (Soemadi & Mutholib 1995).


(33)

5.1.4.1Jenis pakan

Jenis pakan yang biasa dimakan oleh mambruk victoria di habitat alaminya berupa buah-buahan hutan yang jatuh seperti buah pohon beringin, jambu hutan, dan kenari (Notanubun 2002). Jenis pakan utama mambruk victoria yang diberikan oleh pengelola MBOF terdiri dari beras merah, jagung giling kuning, kacang hijau, dan beras menir (Gambar 9). Selain itu, mambruk victoria juga diberikan pakan tambahan berupa sayuran yang terdiri dari sawi, tauge kacang hijau, daun pepaya, dan jagung muda kuning (Gambar 10). Menurut Handini et al. (1992), mambruk victoria menyukai pakan dalam bentuk butiran yang sudah dipecahkan dan tidak menyukai bahan pakan berbentuk tepung tetapi juga menerima bahan pakan berbentuk pelet.

Gambar 9 Jenis pakan utama mambruk victoria di MBOF yang terdiri dari (A) beras merah; (B) beras menir; dan (C) jagung giling kuning.

Gambar 10 Jenis pakan tambahan mambruk victoria di MBOF yang terdiri dari campuran jagung muda kuning, sawi, daun pepaya, dan tauge kacang hijau.


(34)

Dari jenis pakan utama yang diberikan oleh pengelola MBOF terhadap mambruk victoria, pakan yang sering dimakan oleh mambruk adalah jenis jagung giling kuning, beras merah, kacang hijau, dan beras menir. Mambruk victoria di lokasi tersebut kurang menyukai pakan yang berbentuk pur. Menurut Handini et al. (1992), mambruk yang dikandangkan biasanya lebih menyukai pakan dalam betuk butiran yang sudah dipecahkan seperti jagung pecah, tauge kacang hijau, ulat, dan kelapa iris. Pakan berupa pelet atau pur biasanya sangat diperlukan bagi perkembangan anakan mambruk yang masih berusia beberapa hari (Warsito 2010).

5.1.4.2Jumlah pakan yang diberikan

Pakan yang terdapat di kandang pemeliharaan diberikan oleh pengelola MBOF tidak hanya untuk mambruk victoria saja, melainkan untuk semua individu atau untuk semua jenis burung yang dipelihara dalam satu kandang dengan mambruk victoria. Jumlah pakan utama yang diberikan di MBOF setiap harinya berkisar + 1.800 g, sedangkan untuk jumlah pakan tambahan berkisar + 1.500 g atau dengan jumlah total pakan yang diberikan berkisar + 3.300 g. Berdasarkan jumlah pakan yang diberikan (baik pakan utama maupun pakan tambahan), mambruk victoria di MBOF mampu menghabiskan pakan sebanyak 41,28 g/ekor/hari dengan asumsi bahwa dari total pakan yang diberikan oleh pengelola, pakan tersebut dihabiskan oleh semua individu yang terdapat di dalam kandang tersebut dalam jumlah yang sama (Tabel 7).

Tabel 7 Persentase jumlah pakan yang diberikan pada mambruk victoria di MBOF

No. Jenis bahan pakan Jumlah (g) Persentase (%)

1 Beras merah 5,16 12,5

2 Jagung giling kuning 5,16 12,5

3 Kacang hijau 5,16 12,5

4 Beras menir 5,16 12,5

5 Sawi 5,16 12,5

6 Tauge kacang hijau 5,16 12,5

7 Daun pepaya 5,16 12,5

8 Jagung muda kuning 5,16 12,5


(35)

5.1.4.3Kandungan gizi pakan

Hal yang harus diperhatikan dalam penyediaan pakan burung adalah kandungan gizi, jenis pakan yang disukai, dan tidak membosankan bagi burung. Menurut Soemadi dan Mutholib (1995), kandungan gizi yang kurang akan menyebabkan kondisi kesehatan burung menurun dan dapat menyebabkan penampilan burung menjadi kurang menarik. Namun, jika kelebihan gizi juga akan berpengaruh tidak baik pada kesehatan burung yakni dapat menyebabkan kegemukan sehingga burung terlihat lamban dan malas. Secara umum, kandungan dan peranan zat-zat makanan yang terdapat dalam pakan burung meliputi (Soemadi & Mutholib 1995; Widodo 1995):

1) Energi

Sebagian besar, energi digunakan untuk kebutuhan hidup pokok yang meliputi berbagai tingkah laku burung sehari-hari. Energi bisa dihasilkan dari karbohidrat maupun lemak. Peranan karbohidrat selain sebagai sumber energi adalah untuk membakar lemak, membantu memperkecil oksidasi protein menjadi energi, dan memelihara fungsi alat pencernaan makanan agar berjalan normal. Selain energi yang dihasilkan oleh karbohidrat, energi juga dihasilkan dari lemak. Selain sebagai sumber energi, lemak juga berperan untuk mengatur suhu tubuh, melindungi organ tubuh, membawa vitamin (A, D, E, K), membawa asam lemak esensial, dan sebagai bahan baku pembentukan hormon steroid.

2) Protein

Protein yang dibutuhkan burung berbeda-beda tergantung dari berbagai faktor yang mempengaruhinya yaitu suhu lingkungan, umur, jenis spesies, kandungan asam amino, dan bobot badan. Dalam tubuh burung, protein memiliki peranan sebagai bahan pembangun tubuh, pengganti sel-sel tubuh yang telah rusak, bahan baku pembentukan enzim, hormon, dan antibodi serta sebagai pengatur peredaran cairan tubuh dan zat yang larut di dalamnya.


(36)

3) Vitamin

Vitamin memiliki peran sebagai mediator dalam sintesis atau degradasi suatu zat tanpa ikut menyusun zat yang disintesis atau dipecah serta sebagai pemeliharaan dan pertumbuhan jaringan dalam tubuh burung. 4) Mineral

Secara umum, peranan mineral adalah untuk memelihara kondisi ionik dalam tubuh, memelihara keseimbangan asam basa tubuh, memelihara tekanan osmotik cairan tubuh, dan menjaga kepekaan otot dan syaraf. 5) Air

Air memiliki peranan yang sangat penting dalam tubuh yakni sebagai komponen penyusun darah dan cairan limfa yang merupakan organ vital dalam proses kehidupan, sebagai media pengangkut zat-zat makanan dalam proses metabolisme, sebagai bahan pelembut bahan makanan, dan sebagai stabilisator suhu tubuh.

Dari total pakan yang diberikan oleh pengelola MBOF untuk semua jenis burung yang terdapat di dalam kandang pemeliharaan, mambruk victoria mampu menghabiskan jumlah pakan sebanyak 41,28 g/ekor/hari. Berdasarkan pakan yang diberikan, terdapat delapan jenis bahan penyusun pakan yang memiliki kandungan gizi yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil perhitungan kandungan gizi pada pakan mambruk victoria di MBOF, kandungan energi yang terdapat pada pakan mambruk victoria di MBOF adalah sebesar 1.257,34 kkal/ekor/hari dengan kandungan protein sebesar 5,72% (Tabel 8).

Berdasarkan jumlah kebutuhan energi minimum pada unggas yakni sebesar 2.900 – 3.200 kkal dan protein minimum pada unggas yakni sebesar 10–30%, maka jumlah kandungan energi pada pakan mambruk victoria di MBOF masih kurang (Widodo 1995; Sudarwo & Siriwa 1999). Oleh karena itu, perlu dibuat suatu formulasi pakan bagi mambruk victoria yang terdapat di MBOF. Jenis bahan pakan yang digunakan dalam penyusunan formulasi pakan bagi mambruk victoria di MBOF antara lain jagung (41 g), kacang hijau (25 g), buah kenari (15 g), bungkil kedelai (15 g), sawi (10 g), dan belalang (5 g), sehingga berat total bahan pakan yang digunakan dalam penyusunan formulasi pakan bagi


(37)

mambruk victoria adalah 111 g. Kandungan gizi dari formulasi pakan yang dibuat untuk mambruk victoria di MBOF dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 8 Kandungan gizi pakan mambruk victoria di MBOF

No. Jenis Bahan Pakan

Kandungan Zat Gizi Energi (kkal) Protein (%) Lemak (%) Kalsium (%) Fosfor (%) Kadar abu (%) Serat kasar (%) Kadar air (%)

1 Beras

Merah 159,96 0,42 - - - -

2 Jagung

giling 95,72 0,86 0,37 0,25 0,04 0,80 0,34 -

3 Kacang

hijau 121,26 1,15 0,01 1,68 1,73 0,02 0,06 2.10

4 Beras

menir 137,26 0,53 0 0 0,01 - - -

5 Sawi 161,66 1,28 0,02 4,94 2,06 0,04 0,16 4.57

6 Tauge kacang hijau

192,83 0,15 0,01 - - - - 3.48

7 Daun

pepaya 211,66 0,87 0,44 0,24 0,02 0,64 0,84 -

8 Jagung 176,99 0,46 0,20 0 0,01 0,12 0,10 0.33

Total 1.257,34 5,72 1,05 7,11 3,86 1,61 1,51 10,48 Sumber: Abun (2006); Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia (2010); Widodo (1995).

Tabel 9 Kandungan gizi formulasi pakan untuk mambruk victoria di MBOF

No.

Jenis Bahan Pakan

Kandungan Zat Gizi Energi (kkal) Protein (%) Lemak (%) Kalsium (%) Fosfor (%) Kadar abu (%) Serat kasar (%) Kadar air (%)

1 Jagung 1816,30 3,69 1,60 0,01 0,04 0,92 0,82 2,61

2 Kacang

hijau 587,50 6,00 0,05 8,14 8,36 0,07 0,30 10,16

3 Buah

kenari 98,10 2,23 5,74 6,62 23,36 0,42 0,45 0,27

4 Belalang 21,00 3,11 0,52 - - - 0,12 0,35

5 Sawi 313,30 2,49 0,03 9,58 4,00 0,08 0,31 8,86

6 Bungkil

kedelai 334,50 6,90 0,14 0,08 0,10 0,73 1,10 1,28

Total 3.170,70 24,42 8,08 24,42 35,85 2,22 3,10 23,53 Sumber: Abun (2006); Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia (2010); Widodo (1995).

Dari hasil penyusunan formulasi pakan mambruk di MBOF diperoleh hasil total energi sebesar 3.170,70 kkal/ekor/hari dengan kandungan protein sebesar 24,42%. Kandungan lemak pada pakan mambruk victoria yang biasa diberikan oleh pengelola adalah 1,05%, sedangkan kandungan lemak pada formulasi pakan adalah 8,08%. Kandungan lemak tersebut masih masuk dalam standar kebutuhan lemak pada pakan unggas yaitu batas maksimum kebutuhan lemak pada pakan unggas adalah sebesar 10% dari total pakan yang diberikan (Waluyo et al. 1993).


(38)

5.1.5 Pemanfaatan atau pengelolaan hasil

Menurut Warsito (2010), perdagangan mambruk victoria merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat di Papua. Hal ini dikarenakan selain sebagai sumber protein, burung ini juga memiliki keindahan morfologis berupa mahkota yang indah dan keunikan tingkah laku yang menjadi daya tarik tersendiri bagi kolektor burung (Tribisono 2002). Namun, permintaan dan harga yang cukup tinggi menyebabkan perdagangan secara ilegal tetap marak terjadi (Warsito 2010). Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola MBOF, mambruk victoria di lokasi tersebut diperoleh dari kolektor burung dengan harga + Rp. 15.000.000,00 per pasang. Oleh pengelola MBOF, harga tersebut mengalami kenaikan jika ada pembeli yang berminat untuk membelinya. Pengelola MBOF memberikan harga sekitar + Rp. 25.000.000,00 tiap pasang mambruk victoria dan harga tersebut belum ditambah dengan biaya pengiriman. Namun, sampai saat ini masih belum ada calon pembeli yang berminat untuk membeli mambruk victoria hasil penangkaran di MBOF. Di lokasi tersebut, calon pembeli masih lebih tertarik pada jenis burung lain selain mambruk seperti jalak bali, murai batu, dan cucak rawa. Namun jika melihat harga jual mambruk victoria di Indonesia, harga tersebut masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan harga jual mambruk victoria di luar negeri. Menurut Brancato (2004), harga jual mambruk di luar negeri bisa mencapai 5.000 – 7.500 US$.

Jika terdapat calon pembeli yang berminat untuk membeli mambruk victoria di MBOF, pengelola biasanya memperlakukan burung yang akan dijual sama seperti burung-burung lainnya yang telah terjual seperti jalak bali, murai batu atau cucak rawa. Penanganan terhadap mambruk victoria yang akan dijual adalah burung tersebut akan dipisahkan dari kelompoknya dan diletakkan dalam satu kandang tersendiri. Setelah itu, pengelola biasanya akan mengurus surat-surat pengiriman dan akta kelahiran ke Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Dirjen PHKA). Setelah mendapatkan surat-surat dari Dirjen PHKA, burung yang siap dijual dimasukkan ke dalam boks atau kotak yang terbuat dari triplek. Untuk calon pembeli di Pulau Jawa, pengelola biasanya mengantar langsung burung yang dibeli ke rumah calon pembeli. Hal ini selain


(39)

untuk mengurangi resiko selama pengiriman, calon pembeli biasanya juga meminta untuk diantar langsung (khusus untuk Pulau Jawa).

Namun, jika terdapat pembeli dari luar Pulau Jawa, pengelola MBOF biasanya menggunakan jasa pengiriman atau kargo. Hal ini dilakukan untuk menghemat biaya pengeluaran (biaya pengiriman) yang dikeluarkan oleh pengelola MBOF karena biaya pengiriman yang dikeluarkan jika menggunakan jasa pengiriman kargo lebih kecil jika dibandingkan dengan pengelola yang harus mengantarkan sendiri burung yang sudah terjual ke rumah pembeli yang berada di luar Pulau Jawa.

5.1.6 Teknik adaptasi satwa

Selain kegiatan pemeliharaan, pembersihan di dalam dan di luar kandang, serta pengobatan dan penanggulangan penyakit, kegiatan pengelolaan penangkaran yang lain yang juga dilakukan oleh pengelola di MBOF adalah kegiatan adaptasi satwa. Proses adaptasi satwa bagi mambruk victoria yang terdapat di MBOF adalah mambruk victoria yang baru datang diletakkan di dalam satu kandang terpisah (kandang karantina) untuk menghindari mambruk tersebut menjadi stress. Lama proses adaptasi mambruk victoria yang sudah pernah dilakukan oleh pengelola di MBOF sekitar dua minggu. Menurut Warsito (2010), untuk perlakuan pada mambruk yang di karantina, pada hari pertama hingga hari kelima kandang karantina ditutup dengan kain berwarna gelap untuk mengurangi cahaya dan gangguan di sekitarnya. Selanjutnya, pada hari berikutnya secara bertahap kain tersebut dibuka dari 10 – 100% untuk mendapatkan cahaya. Pembukaan kain diawali dari bagian atas kandang hingga dibuka pada bagian dinding kandang. Perlakuan ini dapat dilakukan hingga minggu ketiga atau perilaku mambruk menjadi lebih tenang.

Perlakuan yang diberikan oleh pengelola MBOF terhadap mambruk victoria yang sedang berada di dalam kandang karantina adalah sama seperti perlakuan pada burung lainnya yakni pemberian makan dan minum serta pemberian vitamin dan obat-obatan untuk mencegah mambruk yang terdapat di dalam kandang karantina terserang penyakit.


(40)

5.2 Faktor Penunjang Keberhasilan dalam Kegiatan Pengelolaan Penangkaran di MBOF

Menurut Setio dan Takandjandji (2007), dalam penangkaran burung terutama dalam hal pengadaan dan pemeliharaannya, perlu memperhatikan tata cara dan peraturan yang berlaku yang dapat mengacu kepada peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dan PP No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwaliar. Apabila dalam suatu penangkaran belum terdapat Standar Operasional Prosedur (SOP) mengenai pengadaan dan pemeliharaan satwa yang akan ditangkarkan, maka pengelola bisa membuat peraturan sendiri SOP tersebut. Hal ini yang dilakukan oleh pengelola MBOF dalam menangkarkan burung, khususnya mambruk victoria di lokasi tersebut. Pengelola MBOF membuat sendiri peraturan dalam hal pengadaan dan pemeliharaan burung-burung yang ditangkarkan. Namun SOP yang dibuat oleh pengelola MBOF tidak secara tertulis, melainkan secara lisan yang disampaikan langsung oleh manajer MBOF kepada karyawan yang bekerja langsung dalam mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan perawatan dan pemeliharaan burung yang ditangkarkan di MBOF.

Penerapan SOP dalam kegiatan pengelolaan penangkaran dimaksudkan agar burung yang dipelihara dapat hidup dan berkembang biak dengan baik serta menjaga lingkungan tetap sehat dan bersih dari segala sumber penyakit (Setio & Takandjandji 2007). SOP yang dibuat oleh pengelola MBOF meliputi tatacara pengadaan dan pengiriman burung, penerimaan dan karantina burung, adaptasi dan penempatan burung, pengelolaan pakan dan obat-obatan, sanitasi kandang dan lingkungan serta pengelolaan kesehatan dan pengendalian penyakit. Pengelolaan penangkaran yang dilakukan di MBOF dengan mengacu pada SOP yang telah ada membuat kegiatan penangkaran di lokasi tersebut cukup baik dan teratur, sehingga burung-burung yang ditangkarkan di MBOF dapat hidup dan berkembang biak dengan baik. Oleh karena itu, selain adanya SOP yang merupakan suatu peraturan yang telah dibuat oleh pengelola MBOF dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan penangkaran, beberapa hal yang menjadi faktor penunjang keberhasilan dalam kegiatan pengelolaan penangkaran di MBOF antara lain:


(41)

a. Letak kandang yang jauh dari kebisingan dan gangguan manusia. b. Kebersihan, keamanan, dan perawatan kandang yang selalu terjaga. c. Pakan yang rutin diberikan tiap pagi dan sore hari.

d. Pemberian obat dan vitamin secara rutin untuk menjaga kesehatan dan mencegah terserangnya penyakit pada burung yang ditangkarkan.

e. Menjaga kemurnian genetik dan menghindari terjadinya inbreeding.

5.3 Aktivitas Harian

5.3.1 Alokasi waktu aktivitas harian mambruk victoria

Mambruk merupakan salah satu burung yang memiliki perilaku unik, dimana aktivitas harian lebih banyak dilakukan di lantai hutan atau tanah untuk mencari makan, bermain, dan kawin (Warsito 2010). Jika dilihat dari alokasi waktu aktivitas harian mambruk victoria di MBOF, aktivitas harian mambruk victoria di lokasi tersebut lebih banyak dilakukan di atas tanah daripada di atas pohon atau tempat bertengger (Tabel 10).

Tabel 10 Alokasi waktu aktivitas harian mambruk victoria di MBOF

No. Jenis Tingkah Laku Jantan Betina

Menit/hari % Menit/hari %

1 Berjalan 42,98 7,16 54,67 9,11

2 Memanggil 0,97 0,16 0,23 0,04

3 Membuang kotoran 0,12 0,02 0,12 0,02

4 Mematuk benda 3,90 0,65 4,96 0,83

5 Diam 228,39 38,07 206,08 34,35

6 Makan 62,90 10,48 86,31 14,38

7 Minum 0,63 0,11 0,60 0,10

8 Mandi 0 0 0 0

9 Menyelisik bulu 168,70 28,12 183,60 30,60

10 Siaga 47,34 7,89 21,22 3,54

11 Kawin 0 0 0 0

12 Menari 0,27 0,04 0 0

13 Berjemur 19,80 3,30 17,05 2,84

14 Istirahat 5,03 0,84 8,03 1,34

15 Terbang 8,90 1,48 0,43 0,07

16 Membersihkan paruh 0,82 0,14 0,77 0,13

17 Saling menyelisik bulu 0,12 0,02 0 0

18 Saling mendekati 5,86 0,98 11,75 1,96

19 Saling mengejar 2,45 0,41 2,60 0,43


(1)

Lampiran 7 Rata-rata sebaran waktu temporal (menit/hari) aktivitas harian mambruk victoria berdasarkan waktu pengamatan

Waktu Pengamatan

Jenis Kelamin

Jenis Aktivitas

bjl mgl mbk mtk dm mkn mnm mdi slk sga kwn mri bjr ist trb prh smb smd smj smt

07.00 – 08.00 Jantan 8,20 0,25 0 0,92 19,13 8,57 0 0 12,57 7,33 0 0 0 0 0 0,20 0 1,40 1,25 0,18 Betina 7,87 0 0 1,28 16,2 4,6 0 0 23,62 2,17 0 0 0 0 0,12 0 0 3,25 0,4 0,55

08.00 – 09.00 Jantan 5,02 0,1 0 1,68 24,1 3,17 0 0 15,77 3,5 0 0 0 0,75 5,12 0,13 0 0,22 0,35 0,08 Betina 7,15 0 0,02 1,96 20 14,26 0 0 9,75 2,48 0 0 0 1 0,08 0,1 0 1,93 1,18 0,13

09.00 – 10.00 Jantan 5,27 0,25 0 0,12 15,2 0 0,17 0 32,82 5,38 0 0,08 0 0,25 0,08 0 0,05 0,35 0 0 Betina 10,73 0 0,03 0,17 23,4 4,93 0,08 0 15,25 2,58 0 0 0 0,17 0,17 0 0 1,68 0,53 0,23

10.00 – 11.00 Jantan 3,35 0 0,03 0,43 26,8 1,53 0 0 13,83 3,22 0 0 10,32 0 0 0 0 0 0,25 0,23 Betina 3,65 0,2 0 0,65 24,8 7,67 0,08 0 12,31 1,02 0 0 7,65 0 0,07 0,08 0 1,65 0 0,22 11.00 – 12.00 Jantan 2,95 0,08 0 0,05 21,7 15,15 0,1 0 13,36 4,56 0 0 0 1,32 0 0,05 0 0,6 0,1 0

Betina 3,32 0,03 0 0,17 16,2 19,55 0,12 0 15,08 1,67 0 0 2,15 0,52 0 0,03 0 0,88 0,3 0

12,00-13,00 Jantan 1,83 0,12 0 0,22 25 2,18 0 0 22,82 2,5 0 0,08 3,55 0,58 0 0,23 0 0,7 0 0,15 Betina 2,23 0 0,03 0,17 22,4 1,63 0,32 0 27,32 1,48 0 0 2,03 1,28 0 0,35 0 0,43 0,13 0,23

13.00 – 14.00 Jantan 3,17 0 0,03 0,08 18,3 10,57 0 0 12,45 5,15 0 0 5,93 0,13 3,7 0 0 0,17 0,23 0 Betina 4,27 0 0 0,15 13 5,27 0 0 27,77 3,27 0 0 5,22 0,42 0 0,08 0 0,5 0,05 0,05

14.00 – 15.00 Jantan 4,88 0 0 0,18 25,7 9,07 0,15 0 14,87 3,05 0 0 0 2 0 0 0,07 0,08 0 0 Betina 2,98 0 0 0,37 19,5 11,7 0 0 22,4 0,63 0 0 0 1,32 0 0,07 0 0,87 0 0,17 15.00 – 16.00 Jantan 4,03 0,17 0,02 0,08 24,2 8,17 0 0 14,23 7,7 0 0,18 0 0 0 0,12 0 0,96 0 0,18 Betina 8,78 0 0 0 21,5 10,7 0 0 13,42 5,58 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 16.00 – 17.00 Jantan 4,28 0 0,03 0,13 28,3 4,5 0,17 0 15,98 4,95 0 0 0 0 0 0,08 0 1,3 0,27 0 Betina 3,68 0 0,03 0,05 29,3 6 0 0 16,68 0,33 0 0 0 3,33 0 0,05 0 0,55 0 0 Keterangan:

bjl : berjalan dm : diam slk : menyelisik bulu bjr : berjemur smb : saling menyelisik bulu mgl : memanggil mkn : makan sga : siaga ist : istirahat smd : saling mendekati mbk : membuang kotoran mnm : minum kwn : kawin trb : terbang smj : saling mengejar mtk : mematuk benda mdi : mandi mri : menari prh : membersihkan paruh smt : saling mematuk


(2)

81

2 2

2

Lampiran 8 Hasil uji khi-kuadrat tingkah laku berjalan pada mambruk victoria terhadap jenis kelamin

Jenis Kelamin Lama Rata-rata Waktu

Jantan 42,98

Betina 54,67

Total 97,65

Hipotesis:

H0 = tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan aktivitas harian mambruk victoria

H1 = ada hubungan antara jenis kelamin dengan aktivitas harian mambruk victoria

db = (p-1) = 5-1 = 4; X2 tabel untuk α0,99 = 0,297

Ei =

=

= 48,83

X2 hitung= =

+

= 1,41

X2 hitung >X2 tabel (0,99;4)

X2 hitung nyata pada X2 tabel (0,99;4) Keputusan : tolak H0

Kesimpulan : ada hubungan antara tingkah laku berjalan dengan jenis kelamin mambruk victoria


(3)

2 2

2

Lampiran 9 Hasil uji khi-kuadrat tingkah laku membuang kotoran pada mambruk victoria terhadap jenis kelamin

Jenis Kelamin Lama Rata-rata Waktu

Jantan 0,12

Betina 0,12

Total 0,24

Hipotesis:

H0 = tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan aktivitas harian mambruk victoria

H1 = ada hubungan antara jenis kelamin dengan aktivitas harian mambruk victoria

db = (p-1) = 5-1 = 4; X2 tabel untuk α0,99 = 0,297

Ei =

=

= 0,12

X2 hitung= =

+

= 0

X2 hitung < X2 tabel (0,99;4)

X2 hitung tidak nyata pada X2 tabel (0,99;4) Keputusan : terima H0

Kesimpulan : tidakada hubungan antara tingkah laku membuang kotoran dengan jenis kelamin mambruk victoria


(4)

83

2 2

2

Lampiran 10 Hasil uji khi-kuadrat tingkah laku siaga pada mambruk victoria terhadap jenis kelamin

Jenis Kelamin Lama Rata-rata Waktu

Jantan 47,34

Betina 21,22

Total 68,56

Hipotesis:

H0 = tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan aktivitas harian mambruk victoria

H1 = ada hubungan antara jenis kelamin dengan aktivitas harian mambruk victoria

db = (p-1) = 5-1 = 4; X2 tabel untuk α0,99 = 0,297

Ei =

=

= 34,28

X2 hitung= =

+

= 9,94

X2 hitung > X2 tabel (0,99;4)

X2 hitung sangat nyata pada X2 tabel (0,99;4) Keputusan : tolak H0

Kesimpulan : ada hubungan antara tingkah laku siaga dengan jenis kelamin mambruk victoria


(5)

Victoria (Goura victoria Fraser, 1844) di Mega Bird and Orchid Farm, Bogor Jawa Barat. Dibimbing oleh BURHANUDDIN MASY’UD dan ERNA SUZANNA.

Mambruk victoria (Gouravictoria Fraser, 1844) merupakan salah satu jenis burung endemik di Papua yang banyak dilakukan perburuan sehingga menyebabkan populasi di habitat aslinya mengalami gangguan. Oleh karena itu, perlu dilakukan kegiatan konservasi secara ek-situ melalui penangkaran dengan memperhatikan aktivitas harian yang dilakukan oleh mambruk victoria agar diperoleh suatu teknik penangkaran yang baik sehingga dapat melestarikan populasi burung mambruk victoria yang berguna untuk menambah jumlah individu dan untuk kegiatan pelepas-liaran mambruk victoria ke habitat aslinya.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari teknik penangkaran, mengidentifikasi faktor keberhasilan penangkaran, dan mengamati aktivitas harian mambruk victoria. Penelitian ini dilaksanakan di Mega Bird and Orchid Farm

(MBOF) yang berlokasi di Desa Cijujung Tengah, Bogor, Jawa Barat pada bulan Juni – Juli 2011. Alat yang digunakan antara lain alat tulis, stopwatch, kamera, panduan wawancara, termometer dry-wet, dan pita ukur, sedangkan bahan yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah mambruk victoria di MBOF. Data yang diambil selama penelitian mencakup teknik penangkaran dan aktivitas harian mambruk victoria di MBOF. Metode pengumpulan data untuk aspek teknik penangkaran dilakukan dengan cara pengamatan langsung, studi literatur, dan wawancara, sedangkan untuk aspek aktivitas harian dilakukan dengan menggunakan metode one-zero sampling.

Kandang mambruk victoria di MBOF tergolong kandang pemeliharaan yang dibuat secara permanen dengan ukuran 40 m × 25 m × 5 m yang terbuat dari dinding tembok, besi berdiameter + 5 cm, dan kawat ram sebagai atap kandang. Fasilitas dalam kandang antara lain tempat bertengger, tempat makan dan minum, tempat bersarang, dan kolam. Kegiatan pembersihan di dalam kandang dilakukan secara rutin tiap dua kali sehari serta penyemprotan dengan desinfektan setiap satu bulan sekali. Suhu dalam kandang berkisar antara 25 – 32oC dengan kelembaban udara berkisar antara 57 – 78%. Jenis penyakit yang pernah diderita oleh mambruk victoria antara lain CRD (Chronic Respiratory Disease), cacingan, dan kaki bengkak. Teknik penjodohan, pengaturan peneluran atau penetasan, dan pembesaran piyik dilakukan secara alami oleh indukan mambruk victoria.

Faktor penunjang keberhasilan dalam kegiatan pengelolaan penangkaran di MBOF antara lain (a) letak kandang yang jauh dari kebisingan dan gangguan manusia; (b) kebersihan, keamanan, dan perawatan kandang yang selalu terjaga; (c) pakan yang rutin diberikan setiap pagi dan sore hari; (d) pemberian obat dan vitamin secara rutin untuk menjaga kesehatan dan mencegah serangan penyakit pada burung yang ditangkarkan; dan (e) menjaga kemurnian genetik dan menghindari terjadinya inbreeding. Jenis perilaku yang dapat digunakan untuk menentukan jenis kelamin pada mambruk victoria adalah perilaku menari yang hanya dilakukan oleh individu jantan.


(6)

SUMMARY

ANGGA PRAYANA. Captivity Technique and Daily Activities of Victoria Crowned Pigeon (Goura victoria Fraser, 1844) in Mega Bird and Orchid Farm, Bogor West Java. Under supervison of BURHANUDDIN MASY’UD and ERNA SUZANNA.

Victoria crowned pigeon (Goura victoria Fraser, 1844) is one of endemic bird species in Papua, which population had decreased in the natural habitat due to hunting activities. Ex-situ conservation through captive breeding/captivity is an alternative to sustain the bird population. Observation on it’s daily activities in captivity was expected to result in good captivity technique which would enable the preservation of it’s population and restocking of the species in their natural habitat.

This research was aimed to study the captivity techniques, identify factors of success, and observe the daily activities of the victoria crowned pigeon. The research was conducted in Mega Bird and Orchid Farm (MBOF) located in Desa Cijujung Tengah, Bogor, West Java on June – July 2011. Instruments used include stationery, stopwatch, camera, interview guide, dry-wet thermometer, and measuring tape. Object of the research was victoria crowned pigeon in MBOF. Data taken during the research included the captivity technique and daily activities of victoria crowned pigeon in MBOF. Data collection methods employed in the research for the captivity technique were direct observation, literature study, and interview, as for the aspects of the daily activities was one-zero sampling method.

The cage was classified a permanent maintenance cage with 40 m × 25 m × 5 m dimensions which made from wall, iron with + 5 cm in diameter, and ram wire for roof. Facilities provided in the cage were among other perch place, eating and drinking place, nesting place, and pond. The cage was regularly cleaned twice a day and sprayed with disinfectant once a month. Temperature in the cage was between 25 – 32oC with moist air ranges between 57 – 78%. The type of diseases suffered by the victoria crowned pigeon were CRD (Chronic Respiratory Disease), intestinal worms, and leg swelling. Technique of pairing, laying or hatchery setting, and native enlargement was naturally done by victoria crowned pigeon’s parent.

Factors which support the success of captive breeding management in MBOF were (a) location of the cage which away far from noise and human disturbance; (b) the hygiene, safety, and care of the cage; (c) the feeding routine given every morning and evening; (d) provision of medication and vitamins on regular basis to maintain good health and prevent disease from attacking the birds in captivity; and (e) maintenance of genetic purity and avoidance of inbreeding occurenes. Type of behavior that can be used to distinguish the sex of the victoria crowned pigeon was dancing behaviour performed by male individuals.