Teknik penangkaran, aktivitas harian dan perilaku makan burung kakatua-kecil jambul kuning (Cacatua Sulphurea Sulphurea Gmelin, 1788) di penangkaran burung Mega Bird and Orchid Farm, Bogor, Jawa Barat

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Burung kakatua merupakan spesies burung paruh bengkok. Terdapat 7 jenis burung kakatua yang tersebar di Indonesia, antara lain Cacatua alba, Cacatua galerita, Cacatua sanguinea, Cacatua goffini, Cacatua moluccensis, Probosciger aterrimus, Cacatua sulphurea. Burung kakatua merupakan burung yang banyak disukai karena memiliki bulu jambul atau mahkota yang sangat indah dan bervariasi di ubun-ubun kepalanya. Burung ini pun memiliki suara lengkingan yang sangat nyaring. Karena keindahannya ini, burung kakatua banyak diburu oleh manusia untuk diperdagangkan sehingga dapat meningkatkan laju kepunahan dari burung jenis ini. Kakatua-kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea sulphurea) merupakan salah satu anak jenis dari dari burung kakatua (Cacatua sulphurea) yang terancam kepunahan akibat eksploitasi yang berlebihan untuk diperdagangkan dan tingginya kerusakan hutan yang menyebabkan rusaknya habitat burung kakatua. Menurut Peraturan Pemerintah No 7/1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar, burung ini masuk dalam kategori jenis yang dilindungi. Cacatua sulphurea juga masuk ke dalam Appendiks I dalam Convention on International Trade in Endangered Species (CITES).

Upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan burung kakatua-kecil jambul kuning baik untuk tujuan konservasi maupun komersial adalah dengan usaha konservasi eksitu, yaitu dengan kegiatan penangkaran. Berdasarkan atas tujuannya, penangkaran dapat dibedakan dua macam, yakni penangkaran yang ditujukan untuk melestarikan jenis-jenis satwa yang berada dalam keadaan langka yang akan segera punah apabila perkembangbiakannya tidak dibantu oleh campur tangan manusia dan penangkaran yang ditujukan untuk mengembangbiakan jenis-jenis satwa liar yang memiliki nilai ekonomis tinggi (Thohari 1987). Kondisi penangkaran diusahakan sesuai dengan habitat aslinya untuk memudahkan adaptasi dan meminimalkan tingkat stres dari satwa yang ditangkarkan.

Mega Bird and Orchid farm (MBOF) merupakan tempat penangkaran burung yang bertujuan untuk konservasi ekonomi. Selain dimaksudkan untuk melestarikan jenis-jenis burung agar tidak cepat punah, penangkaran ini juga


(2)

ditujukan untuk tujuan komersil. Konservasi yang banyak diketahui oleh masyarakat hanya sebatas larangan-larangan saja sehingga pemahaman masyarakat dapat ditingkatkan. Selain dapat melestarikan jenis-jenis yang mulai punah, kegiatan penangkaran juga dapat menjadi mata pencaharian. MBOF telah berhasil dalam menangkarkan berbagai jenis burung untuk tujuan konservasi maupun ekonomi, antara lain jalak bali, murai batu, cucak rowo dan lain-lain. Penangkaran ini sekarang sedang berupaya dalam menangkarkan jenis burung paruh bengkok, diantaranya adalah burung kakatua-kecil jambul kuning.

Dalam proses penangkaran, banyak faktor yang harus diperhatikan karena berbeda jenis akan berbeda pula proses pemeliharaannya baik dalam hal pakan, kandang, sanitasi, maupun perawatannya. Selain itu, tujuan dari penangkaran juga akan berpengaruh dalam penangkarannya. Minimnya penelitian mengenai penangkaran dan aktivitas harian burung kakatua-kecil jambul kuning menyebabkan pengetahuan dalam melakukan kegiatan penangkaran menjadi sedikit sehingga dibutuhkan penelitian mengenai teknik penangkaran dan aktivitas harian ini. Makan merupakan kegiatan yang paling penting untuk satwa sehingga dibutuhkan penelitian mengenai perilaku makan. Selain itu, satwa yang berada di penangkaran akan mengalami perubahan perilaku makan yang disebabkan oleh adanya faktor adaptasi maupun faktor stres yang dialami oleh satwa tersebut. Penelitian tentang perilaku makan dari burung kakatua-kecil jambul kuning akan sangat bermanfaat mengingat makan merupakan aktivitas paling penting bagi burung. Penelitian ini diharapkan dapat membantu memberi masukan kepada pengelola dalam kegiatan penangkaran, khususnya dalam hal penangkaran burung kakatua-kecil jambul kuning.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi teknik penangkaran burung kakatua-kecil jambul kuning di

Mega Bird and Orchid farm

2. Mengidentifikasi aktivitas harian burung kakatua-kecil jambul kuning di Mega Bird and Orchid farm


(3)

3. Mengidentifikasi perilaku makan burung kakatua-kecil jambul kuning di Mega Bird and Orchid farm.

1.3 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain:

1. Memperoleh informasi mengenai upaya pelestarian, pemanfaatan, aktivitas harian, dan perilaku makan burung kakatua-kecil jambul kuning

2. Sebagai masukan untuk perbaikan kegiatan penangkaran burung kakatua-kecil jambul kuning untuk mendukung kegiatan pelestarian dan pemanfaatannya.


(4)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taksonomi dan Morfologi

Menurut Prijono (2008), klasifikasi kakatua-kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea sulphurea), adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Aves

Order : Psittaciformes Family : Psittacidae Subfamily : Cacatuinea Genus : Cacatua

Species : Cacatua sulphurea (Gmelin,1788)

Subspecies : Cacatua sulphurea sulphurea (Gmelin, 1788)

Kakatua-kecil jambul kuning memiliki empat subspesies yang berbeda dan ciri utama masing-masing subspesies, adalah sebagai berikut perbedaan antara kedua anak jenis yang memiliki penyebaran luas, C.s.sulphurea (gambar 1). dan

Cacatua sulphurea parvula sangat kecil (C. s parvula memiliki tutup telinga kuning yang lebih pucat); sebaliknya anak jenis yang penyebarannya lebih terbatas lebih jelas bedanya, Cacatua sulphurea citrinocristata memiliki jambul berwarna oranye dan tubuh Cacatua sulphurea abbotti lebih besar daripada anak jenis lainnya.


(5)

Kakatua-kecil jambul kuning merupakan spesies burung paruh bengkok. Ukuran tubuhnya kurang lebih 34 cm, bulu tubuhnya berwarna putih sedangkan jambulnya berwarna kuning atau jingga, tergantung anak jenisnya (Utomo 2010). Masing-masing anak jenis memiliki kharakteristik tertentu dalam ukuran sayap, ekor, paruh dan tarsus. Beberapa hasil pengukuran yang diberikan oleh Forshaw dan Copper (1989) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perbedaan ukuran antara keempat anak jenis burung kakatua-kecil jambul kuning

No Subspesies Sex Sayap Ekor Paruh Tarsus

(mm) (mm) (mm) (mm)

1 C.s.sulphurea J 221-245 106-115 38-39 22-25 B 217-142 99-113 34-36 22-25 2 C.s.abbotti J 263-273 125-135 34-38 25-29 B 258-268 130-145 33-35 22-26 3 C.s.parvula J 227-231 110-117 31-35 22-23 B 220-229 110-120 30-32 21-24 4 C.s.citrinocristata J 224-257 110-130 35-39 24-27 B 231-254 116-130 31-33 23-25 Keterangan: J : Jantan

B : Betina

Keistimewaan kakatua terletak pada adanya bedak pada bulu tubuhnya, bila bulu kakatua diusap dengan tangan akan seperti terkena tepung atau bedak (berwarna keputihan), gejala ini disebut dengan bulu bedak atau bulu debu (Harrison 2005). Bulu ini tidak lain adalah bulu kapas yaitu bulu yang telah mengalami penghancuran menjadi butir-butir seperti bedak atau tepung yang berfungsi sebagai sanitasi dan kebersihan bulu kakatua (Kurniawan 2004).

2.2. Penyebaran

Kakatua-kecil jambul kuning adalah spesies endemik di wilayah Wallacea, mulai dari Sulawesi ke arah selatan hingga Sumba dan ke arah timur hingga Timor serta ada populasi di Kepulauan Masalembo dan Nusa Penida, selain itu spesies ini telah diintroduksikan di China (Hongkong) dan Singapura serta dilaporkan bahwa kakatua-kecil jambul kuning dijumpai di beberapa tempat di Singapura bagian


(6)

semula burung ini merupakan burung peliharaan yang kemudian lepas menjadi liar atau feral (PHPA et al. 1998; Birdlife Internasional 2001). Di daerah penyebaran ini kakatua tidak pernah dilaporkan berada pada ketinggian di atas 1200 m dan umumnya ditemui pada ketinggian di bawah 500 m, selain itu sebagai spesies dari hutan kering atau musiman daripada hutan basah diyakini pula bahwa secara alami spesies ini tidak terdapat di hutan basah dataran rendah di berbagai bagian di Sulawesi (PHPA et al. 1998).

Kakatua-kecil jambul kuning merupakan spesies yang terancam punah dengan penyebaran meliputi kawasan Wallacea, Pulau Masakambing dan Pulau Nusa Penida (Agista dan Rubiyanto 2001). Menurut PHPA et al.(1998); Agista dan Rubiyanto (2001), penyebaran keempat anak jenis kakatua-kecil jambul kuning, yaitu:

1. Cacatua sulphurea sulphurea dari Sulawesi, Buton, Muna, Tukangbesi dan pulau-pulau di Laut Flores

2. Cacatua sulphurea parvula dari Nusa Tenggara, bagian barat Timor sampai Bali (kecuali Sumba), dan Pulau Nusa Penida di sebelah tenggara Pulau Bali 3. Cacatua sulphurea citrinocristata dari Sumba

4. Cacatua sulphurea abbotti dari Kepulauan Masalembo dan Kepulauan Masakambing.

2.3. Habitat

Habitat adalah kawasan yang terdiri dari beberapa kawasan, baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiaknya satwaliar (Alikodra 2002). Habitat mempunyai fungsi dalam penyediaan makanan, air dan pelindung. Habitat terdiri atas komponen fisik (air, udara, iklim, topografi, tanah dan ruang) dan komponen biotik (vegetasi, mikro dan makro fauna serta manusia) yang membentuk sistem yang dapat mengendalikan kehidupan satwaliar dan saling berinteraksi (Dasman 1964; Wiersum 1973; Alikodra 1983; dan Bailey 1984 dalam Alikodra 2002)

Kakatua-kecil jambul kuning menghuni hutan primer dan hutan sekunder yang tinggi, dataran rendah, hutan perbukitan, tepi hutan, belukar dan lahan pertanian (Sulawesi), hutan musim basah gugur daun dan hutan lembah sungai (Nusa Tenggara), hutan yang tinggi bersemak, semak yang pohonnya jarang, lahan


(7)

budidaya yang pohonnya jarang (Coates et al. 2000; pfeffer 1958; Watling 1984; dan Butchart et al. 1996 dalam Birdlife Internasional 2001).

2.4. Populasi dan Status

Kakatua-kecil jambul kuning secara keseluruhan memiliki populasi yang berlimpah dengan penyebaran yang luas di pusat Kepulauan Indonesia pada abad ke sembilanbelas dan jumlah ini mampu bertahan dengan baik sampai sebelum adanya perdagangan komersil secara internasional sekitar dekade 1970-an, pada akhir dekade 1980-an terlihat adanya penurunan populasi yang sangat tajam dan mengakibatkan seluruh populasi terancam (Collar dan Andrew 1988; Andrew dan Holmes 1990 dalam Birdlife Internasional 2001). Jenis ini tertekan dengan adanya ledakan populasi yang mengejutkan selama 10-15 tahun terakhir akibat penangkapan yang berlebihan untuk perdagangan burung dalam sangkar dan sekarang langka akibat kegiatan ini (Coates dan Bishop). Menurut Birdlife Internasional (2001), subspesies sulphurea yang tersisa bertahan pada jumlah populasi kecil tanpa terkecuali, populasi yang kecil di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, subspesies abbotti mampu bertahan pada populasi kecil yang kritis, subspesies parvula memiliki populasi yang sangat aman di Komodo, hal ini berhubungan dengan perlindungan yang diusahakan oleh Taman Nasional Komodo, dan subspesies citrinocristata bertahan secara pasti walaupun secara perlahan mengalami penurunan populasi di Pulau Sumba.

Berdasarkan jumlah populasi yang ada, burung kakatua termasuk hewan langka dan dilindungi oleh undang-undang pemerintah sehingga perlindungan semakin gencar oleh pemerintah (Purnomo 2002). Status keseluruhan burung kakatua-kecil jambul kuning sangat mengkhawatirkan, salah satu anak jenis (Cacatua sulphurea abbotti) hampir mendekati kepunahan, dua anak jenis lainnya (Cacatua sulphurea sulphurea dan Cacatua sulphurea parvula) jumlahnya sangat sedikit dengan populasi yang terisolasi sehingga tidak satu pun di antaranya yang dapat bertahan hidup dalam jangka panjang, dan anak jenis Cacatua sulphurea citrinocristata di Sumba juga kecil, menurun, dan sangat terancam tapi mungkin masih ada populasi yang masih baik di pulau ini (PHPA et al. 1998).

Perlindungan terhadap satwa yang dilindungi tercantum dalam undang-undang. Menurut Undang-undang RI No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi


(8)

Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya terutama pasal 21 ayat 2 disebutkan beberapa larangan, sebagai berikut:

a. Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;

b. Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;

c. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

d. Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

e. Mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang dillindungi.

Ketentuan pidananya tercantum pada pasal 40 ayat 2 dan 4:

Ayat 2 : Dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Ayat 4 : Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

2.5. Pakan

Burung kakatua mempunyai paruh yang sangat khas, yaitu membengkok dan sangat kuat, bentuk dan sifat paruh tersebut sesuai dengan jenis pakannya (Prahara 1994). Pakan kakatua-kecil jambul kuning secara umum terdiri dari biji-bijian, kacang-kacangan, buah arbei, buah-buahan dan mungkin bunga (Forshaw 1989

dalam Birdlife Internasional 2001). Schmutz (1977) dalam Birdlife Internasional (2001) melaporkan bahwa di Flores, kakatua-kecil jambul kuning menjadi hama padi dan jagung yang siap dipanen dan burung ini diindikasikan selalu


(9)

mengunjungi hutan yang bersemi dan menghijau dan tampaknya burung-burung ini banyak menggunakan bagian tumbuhan segar di dalam vegetasi yang sangat bersifat musim.

Pakan burung di penangkaran yang baik haruslah memenuhi kebutuhan gizi seimbang yang diperlukan oleh burung seperti di alam. Menurut Prahara (1994), burung kakatua sangat menggemari jagung muda yang berbonggol, biji bunga matahari, kacang tanah, tebu, buah kenari, sedikit sayuran (kangkung dan wortel) dan buah-buahan (jambu biji, pepaya). Pakan diberikan dalam jumlah secukupnya yang diberikan 2 kali sehari, yaitu pada pagi hari setelah sangkar dibersihkan dan siang hari sekitar pukul 12.00, pakan disajikan pada nampan-nampan plastik atau ditancapkan pada kayu tenggeran yang telah dilengkapi dengan paku-paku atau kait-kait, tempat minumnya dari sebuah bak atau kolam kecil yang airnya diganti dan dibersihkan minimal satu kali sehari (Prahara 1999).

2.6. Perkembangbiakan

Seperti kebanyakan burung paruh bengkok, keterikatan antara jantan dan betina sangat erat (PHPA et al. 1998). Schmutz (1977) dalam PHPA et al. (1998) melaporkan bagaimana burung betina yang pasangannya ditembak ketika menyerang lahan pertanian lalu tubuh pasangannya digantung di atas pohon, si betina kemudian kembali dan duduk diam di dekat tubuh pasangannya. Tingkah laku pada masa bercumbu berupa Bersuara dan mengangkat jambulnya, mengembangkan sayap dan mengepak-epakkannya, berjalan pada cabang-cabang kecil, jantan dan memutari betina dan menggosokkan jambul betina, leher disilangkan dan saling menjilat (PHPA et al. 1998). Musim perkembangbiakan berlangsung lama. White dan Bruce (1986) dalam PHPA et al. (1998) menyebutkan masa perkembangbiakan di Buton pada bulan September-Oktober dan Nusa Tenggara pada bulan April-Mei.

Burung kakatua termasuk burung yang pemilih dalam menentukan pasangan kawinnya sehingga perlu adanya pendekatan yang dilakukan sebelum burung tersebut mencapai dewasa (Budiman 2002). Sebelum melakukan aktivitas reproduksi, menurut Campbell dkk. (2003) dalam Burung Indonesia (2007), individu betina secara aktif akan memilih pasangan kawin yang potensial berdasarkan ciri spesifik jantan atau sumberdaya yang dibawanya. Jantan akan


(10)

memperlihatkan kebolehannya (display) secara umum dalam suatu wilayah kecil (lek) dan kakatua betina akan mengunjungi lek tersebut untuk memilih jantan yang sedang melakukan display (Burung Indonesia 2007). Kakatua menghasilkan 2-3 butir telur dan dalam proses pengeraman telur serta mengasuh anak dilakukan secara bergantian oleh burung jantan dan betina (Burung Indonesia 2007). Telur kakatua memerlukan waktu 23 hari untuk menetas dengan periode pertumbuhan yaitu antara telur menetas sampai tumbuhnya bulu-bulu untuk terbang adalah 65 hari (Setiawan dkk. 1998 dalam PHPA et al. 1998).

2.7. Kesehatan

Menurut Prahara (1999), kakatua termasuk burung yang cukup tahan terhadap penyakit. Dengan memenuhi semua kebutuhan dan menjaga sanitasi lingkungan hidupnya maka kesehatan burung kakatua dapat terjaga, berikut beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam perawatan kesehatan kakatua (Prahara 1999):

1. Burung kakatua dijauhkan dari kondisi-kondisi penyebab stres (seperti populasi yang terlalu padat di dalam sangkar atau adanya burung yang terlalu dominan)

2. Ukuran kawat sangkar rapat untuk menghindari masuknya tikus

3. Burung kakatua dihindarkan dari kondisi alam atau cuaca yang terlalu ekstrim, misalnya kepanasan atau kedinginan

4. Suplemen vitamin dan mineral diberikan secara teratur pada buah atau pakan lunak kesukaannya dan tidak diberikan pada biji-bijian atau air karena kurang efektif

5. Kebersihan sangkar, tempat pakan dan minum senantiasa dijaga 6. Burung kakatua diberi pakan yang bermutu baik

7. Kondisi burung diperiksa minimum 2 kali sehari terutama pada saat matahari terbit.

Meskipun sudah dilaksanakan perawatan dengan baik burung kakatua masih dapat diserang penyakit terutama pada saat pergantian cuaca, maka perlu diketahui ciri-ciri burung kakatua yang sakit (Prahara 1994). Stadium pertama kebanyakan dapat terlihat melalui sinar mata burung yang bersangkutan, matanya tidak bersinar atau bahkan terpejam, burung mulai tertidur dengan kepala dilipat ke


(11)

dalam sayapnya walaupun kedua kakinya masih dapat bertengger, bulu-bulunya terutama di sekitar kepala akan tampak kusam dan kusut, feses tidak normal baik warna ataupun konsistensinya (Prahara 1994). Menurut Prahara (2003), gangguan fisik yang biasa diderita oleh burung kakatua, antara lain:

1. Penyakit internal adalah penyakit yang menyerang organ-organ dalam burung, misalnya usus, hati, paru-paru dan jantung. Penyakit yang bersifat internal dapat disebabkan oleh mikroorganisme dan cacing. Penyakit internal yang paling sering menimpa burung paruh bengkok adalah berak darah (coccidiosis), cacingan, monoliasis dan aspergiliosis.

a) Berak darah (coccidiosis)

a.1) Gejala : Kotoran burung yang terserang tampak bercampur darah. Selain itu, burung terlihat lemah, tidak dapat terbang, dan tidak mempunyai nafsu makan.

a.2) Penyebab : Penyakit ini disebabkan oleh hewan bersel satu (protozoa) yang disebut Eimeria sp. Protozoa ini sangat menyukai lingkungan yang lembab dan kotor. Apabila protozoa ini tertelan oleh burung, di dalam tubuh burung protozoa akan memperbanyak diri dengan pembelahan sel. Protozoa ini kemudian akan menyerang usus halus dan menyebabkan berak darah serta kematian mendadak pada burung yang terserang.

a.3) Pengendalian : Pengobatan dilakukan dengan obat anticoccidiosis yang banyak dijual di pasaran. Salah satu di antaranya adalah EmbacoxTM. Dosis pengobatannya adalah 5 g/l air minum, sedangkan dosis pencegahannya 2,5 g/l air minum. Lama pemberiannya 3 : 2 : 3, artinya setelah diobati selama 3 hari, diselingi dengan istirahat 2 hari lalu diberikan lagi selama 3 hari berturut-turut.

b) Cacingan

b.1) Gejala : Burung tampak lemah, badan kurus, dan bulu tampak kusam. Nafsu makan berkurang dan mata terlihat bengkak.

b.2) Penyebab : Berbagai jenis cacing, seperti Cestoda (cacing pita), Trematoda (cacing daun) dan Nematoda (cacing gelang).


(12)

b.3) Pengendalian : Untuk pencegahan dan pengobatan dapat diberikan obat cacing sesuai dengan jenis cacingnya. Misalnya untuk jenis Cestoda dapat diobati dengan obat cacing bermerek dagang VermoxTM. Obat cacing yang berbentuk sirup ini dapat diberikan ke burung yang cacingan dengan dosis 0,1 cc per 200 g berat badan burung. Selain dapat membasmi cacing Cestoda, obat cacing ini juga dapat membasmi cacing Trematoda dan Nematoda. Cacing Nematoda selain dapat dibasmi dengan VermoxTM, juga dapat dibasmi dengan obat cacing Worm-XTM atau Stop WormTM. Dosisnya 120 ml (8 sendok makan) cairan obat yang dilarutkan dalam 20 l air minum untuk 100 ekor burung. Atau 1,2 ml cairan obat yang dilarutkan dalam 200 ml air minum untuk seekor burung.

c) Moniliasis

c.1) Gejala : Penyakit ini banyak menyerang nuri. Burung yang terserang penyakit ini akan tampak lesu dan bulunya tampak kusam. Jika bagian mulut dari burung yang terinfeksi dibuka mata akan tampak selaput putih kekuningan pada dinding mulutnya.

c.2) Penyebab : Penyakit ini disebabkan oleh jamur Candida albicans. Jamur ini menyebar sangat cepat sampai ke jantung udara (air sac) yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian burung karena kesulitan bernapas.

c.3) Pengendalian : Penyakit ini muncul karena burung (terutama nuri) mengalami kekurangan vitamin A dalam konsumsi pakannya. Salah satu cara pengobatannya adalah memberikan vitamin A dalam pakannya. Selain itu, juga dilakukan terapi, yakni dengan mengoleskan bagian mulut yang terkena infeksi dengan obat NystatinTM atau MycostatinTM. Untuk pencegahan, diberikan vitamin A dalam jumlah cukup.

d) Aspergillosis

d.1) Gejala : Burung yang terserang penyakit ini terkadang hampir tidak tampak gejala apapun. Namun, gejala yang paling sering tampak adalah


(13)

turunnya nafsu makan serta kesulitan bernapas. Napasnya akan pendek disertai dengan terbuka dan tertutupnya paruh.

d.2) Penyebab : Penyakit ini disebabkan oleh jamur Aspergillus fumigatus

yang menyerang selaput lendir sistem pernapasan. Jamur dapat mengeluarkan racun yang dapat menyerang sistem saraf pernapasan sehingga dapat menimbulkan kematian yang mendadak pada burung yang terkena. Timbulnya penyakit ini terutama jika kondisi tubuh sedang menurun akibat stres dan penyakit lain. Penyakit ini banyak diderita burung yang berasal dari pasar burung dengan kondisi lingkungan yang sangat memprihatinkan.

d.3) Pengendalian : Untuk mengobati penyakit Aspergilosis ini dapat nazole dengan merek dagang seperti SemperaTM dan SporanoxTM yang juga dipergunakan untuk manusia dengan dosis 5-10 mg/kg berat badan burung yang diberikan melalui air minum atau pakan.

2. Penyakit eksternal adalah penyakit yang menyerang organ-organ luar walaupun akibatnya dapat juga menyerang organ dalam. Salah satu penyakit eksternal pada burung paruh bengkok adalah pssitacine beak and feather disease (PBDF) atau penyakit paruh dan bulu. Penyakit ini dapat menyerang seluruh burung paruh bengkok, terutama kakatua.

a) Gejala : Gejala penyakit ini sangat mudah terlihat yaitu adanya bulu-bulu rontok yang menyebabkan kebotakan dan atau disertai kerusakan pada paruh.

b) Penyebab : Penyakit ini belum jelas penyebabnya, tetapi diduga disebabkan oleh virus yang menyebabkan kerusakan sistem kekebalan tubuh burung atau penyakit yang serupa dengan AIDS pada manusia. Pada mulanya kondisi burung tampak normal, kemudian virus akan menyebabkan kecacatan pada bulu dan kebusukan pada paruh. Pada akhirnya virus ini akan menyebabkan kematian. Penyebarannya melalui bulu yang rontok dan lapuk, serta melalui telur.

c) Pengendalian : Apabila menemukan burung dengan gejala seperti di atas, maka burung tersebut harus segera diisolasi di sangkar tersendiri sehingga tidak menulari burung-burung yang lain. Burung yang sakit


(14)

diberi pakan yang baik dan bergizi serta dijauhi dari stres. Lingkungan kandang harus selalu dijaga kebersihannya. Setiap pagi burung dimandikan dengan larutan khusus untuk burung, seperti Bird InTM dengan dosis 1 sendok makan obat yang dilarutkan dalam 1 liter air untuk mandi burung. Kemudian burung dijemur di bawah sinar matahari pagi sampai sekitar pukul 10.00. Perawatan ini dilakukan terus sampai ada perbaikan pada bulu-bulu atau paruhnya. Sampai saat ini masih belum ditemukan obat yang tepat untuk penyakit ini karena masih dalam taraf penelitian. Untuk mengetahui dengan pasti burung terkena virus PBFD harus menjalani tes DNA. Karena ada penyakit lain yang serupa, yaitu polyoma (french moult) yang disebabkan oleh Papovavirus. Pengobatan penyakit ini jauh lebih maju ketimbang penyakit PBFD.

3. Penyakit defisiensi terutama disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan dasar pakan burung. Penyakit ini sebenarnya banyak ragamnya tergantung pada kekurangan zat vitamin atau mineral. Namun, penyakit ini tidak akan timbul jika kebutuhan minimal pakan burung dapat disediakan. Penyakit defisiensi yang paling sering menyerang burung paruh bengkok adalah defisiensi kalsium.

a) Gejala : Burung memakan bulunya sendiri

b) Penyebab : Burung kekurangan mineral kalsium

c) Pengendalian : Dalam pakan burung ditambahkan zat mineral Ca yang dapat diperoleh dari tepung tulang punggung cumi-cumi atau tepung tulang sapi.

4. Trauma

a) Gejala : Adanya luka-luka pada tubuh burung.

b) Penyebab : Perkelahian, penangkapan, dan pengangkutan yang tidak hati-hati atau kecelakaan, misalnya terjepit kawat.

c) Pengendalian : Untuk luka yang kecil dapat diberi obat luka anti-infeksi. Untuk menghilangkan stres burung yang bersangkutan maka lingkungan sangkar atau kandang diusahakan dalam keadaan tenang. Namun, jika lukanya cukup parah, burung yang luka segera dibawa ke dokter hewan untuk memperoleh pengobatan memadai.


(15)

Untuk kondisi burung yang mengalami stres berat akibat upaya penangkapan, burung segera didinginkan dengan membasuh tubuhnya dengan air. Selain itu, burung juga diberi minum dan lingkungan kandang diusahakan tenang.

2.8. Teknik Penangkaran

Penangkaran diartikan sebagai suatu kegiatan untuk mengembangbiakan jenis-jenis satwa liar dan tumbuhan alam, bertujuan untuk memperbanyak populasinya dengan mempertahankan kemurnian jenisnya, sehingga kelestarian dan keberadaannya di alam dapat dipertahankan yang meliputi pula kegiatan mengumpulkan bibit atau induk, pembiakan atau perkawinan atau penetasan telur,

pembesaran anak, serta “restocking” atau pemulihan populasinya di alam (Thohari 1987). Berdasarkan atas tujuannya, penangkaran dapat dibedakan dua macam, yakni penangkaran yang ditujukan untuk melestarikan jenis-jenis satwa yang berada dalam keadaan langka yang akan segera punah apabila perkembangbiakannya tidak dibantu oleh campur tangan manusia dan penangkaran yang ditujukan untuk mengembangbiakan jenis-jenis satwa liar yang memiliki nilai ekonomis tinggi (Thohari 1987). Menurut Helvoort et al. (1986), berdasarkan tujuannya penangkaran dibagi menjadi dua, yaitu untuk tujuan budidaya dan konservasi (Tabel 2).

Selanjutnya dijelaskan bahwa ada dua kriteria yang digunakan dalam menetapkan jenis-jenis satwa liar yang perlu ditangkar, yaitu (Thohari 1987): a. Suatu jenis perlu ditangkar apabila secara alami populasinya mengalami

penurunan secara tajam dari waktu ke waktu sehingga terancam punah.

b. Suatu jenis perlu ditangkar apabila mempunyai potensi ekonomi tinggi dan tingkat pemanfaatan bagi manusia terus bertambah, sehingga kelestariannya terancam.

Dijelaskan pula bahwa prinsip kebijakan penangkaran jenis satwaliar adalah (Thohari 1987):

a. Mengupayakan jenis-jenis langka menjadi tidak langka dan pemanfaatannya berasaskan kelestarian


(16)

b. Upaya pelestarian jenis perlu dilakukan di dalam kawasan konservasi maupun di luar habitat alaminya, di luar habitat alami berbentuk penangkaran baik di kebun binatang ataupun di lokasi usaha.

Tabel 2 Perbedaan Antara Penangkaran Untuk Tujuan Budidaya dan Untuk Tujuan Konservasi

Aspek Budidaya Konservasi

Obyek 1. Beberapa individu dan ciri-cirinya 1. Suatu populasi dan ciri-cirinya 2. Ras (varietas, forma) 2. Jenis/anak jenis

3. Jumlah individu total yang dimanipulasikan (N) terbatas

3. Jumlah total individu (N) besar

Sasaran 1. Domestikasi 1. Release (pelepas-liaran) 2. Perubahan jenis (dalam arti menciptakan

ras, forma)

2. Tidak merubah jenis

1. Komersial (terutama segi kuantitas) 1. Non komersial

2. Terkurung untuk selama-lamanya 2. Pengembalian kepada alam asli

Manfaat 1. Memenuhi kebutuhan material (protein, kulit dan lain-lain)

1. Mempertahankan stabilitas ekosistem

2. Memenuhi kebutuhan batin dan sosial 2. Meningkatkan nilai keindahan alam

Jangka waktu

Pendek sampai sedang (1-250 tahun) Selama-lamanya

Metode 1. Terapkan teknologi reproduksi (IB, IVF, TE, dan lain-lain)

1. Mempertahankan sex ratio

2. Jumlah mau kawin ditingkatkan 2. Jaga keturunan agar tidak didominasi jenis tertentu

3. Penentuan pasangan diatur 3. Pasangan acak

4. Memungkinkan terjadinya in-breeding dan mutasi gen

4. Hindari in-breeding dan mutasi gen

2.9. Aktivitas Harian

Kakatua-kecil jambul kuning hidup berpasangan dan berkumpul menjadi kelompok-kelompok kecil. Menurut Anonim (2011), burung kakatua senang pamer diri dan membuat tingkah lucu dengan membentangkan sayapnya, kepalanya naik


(17)

turun, bermain dan berteriak. Burung kakatua sangat aktif dan selalu ingin tahu mengenai lingkungan sekitarnya, apabila mereka merasa bosan ia akan bersuara melengking dan mencabuti bulunya sendiri (Anonim 2011).

Kakatua ini memiliki perilaku saat mencari makan maupun saat makan seperti menggantung pada ujung dahan dengan satu kaki, sedangkan kaki lainnya digunakan untuk memegang buah sambil paruhnya mematahkan tangkai buah dan burung kakatua cenderung memilih bentuk makanan yang mudah digenggam dengan kaki dengan paruh, makanan itu akan diiris dan dipotong hingga menjadi potongan-potongan kecil (Soemadi 2003). Burung kakatua secara umum memakan biji-bijian, kacang-kacangan, buah arbei, buah-buahan dan mungkin bunga (Forshaw 1989 dalam Birdlife Internasional 2001). Sebelum makan, burung kakatua mengupas kulit biji dengan cara meremuk, memotong atau mengirisnya dengan bantuan sisi paruh yang tajam (Soemadi 2003).


(18)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Mega Bird and Orchid farm, Bogor, Jawa Barat pada bulan Juni hingga Juli 2011.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah thermometer dry-wet,

thermometer suhu, timbangan, meteran, stopwatch, kamera digital, panduan wawancara, dan alat tulis. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah burung kakatua-kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea sulphurea).

3.3 Jenis dan Metode Pengambilan Data 3.3.1 Jenis Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder yang mencakup tiga data utama, yaitu teknik penangkaran, aktivitas harian dan perilaku makan. Data primer yang dikumpulkan terdiri dari:

3.3.1.1 Teknik Penangkaran

1. Perkandangan meliputi: jenis kandang, jumlah kandang, fungsi kandang, bahan kandang, ukuran kandang, suhu dan kelembaban kandang, perlengkapan kandang (tempat makan, tempat minum, tempat bersarang, tempat bertengger, tempat bermain, dan lain-lain), pengelolaan dan perawatan kandang.

2. Pakan meliputi: jenis pakan, jumlah pakan, sumber pakan, waktu pemberian pakan, cara pemberian pakan, dan frekuensi pemberian pakan.

3. Penyakit dan perawatan kesehatan meliputi: jenis penyakit yang pernah, sedang dan sering diderita oleh burung kakatua-kecil jambul kuning, cara perawatan. 4. Reproduksi meliputi: penentuan jenis kelamin, pemilihan bibit, pengaturan

kawin (nisbah kelamin, musim kawin, jumlah telur per musim, dan tahapan penetasan telur).


(19)

3.3.1.2 Aktivitas Harian

Data yang diambil mengenai aktivitas harian burung kakatua-kecil jambul kuning, antara lain aktivitas event, aktivitas state, dan aktivitas sosial.

1. Aktivitas Event merupakan aktivitas yang terjadi dalam waktu singkat, yang meliputi:

a) Melompat

b) Bersuara (calling) c) Mematuk benda. d) Membuang kotoran e) Jalan

f) Geser

2. Aktivitas State merupakan aktivitas yang terjadi dalam selang waktu yang lama, yang meliputi:

a) Diam b) Makan c) Minum d) Mandi

e) Menelisik bulu f) Siaga

g) Kawin.

3. Aktivitas Sosial merupakan interaksi diantara individu burung kakatua jambul kuning, yang meliputi:

a) Saling menelisik bulu b) Saling membersihkan paruh c) Saling mendekati

d) Saling mengejar e) Saling mematuk.

3.3.1.3 Perilaku Makan

Perilaku makan diamati dan dicatat sejak burung kakatua melihat pakan hingga pakan ditelan. Pencatatan dilakukan dengan mendeskripsikan bagaimana cara dari burung kakatua melakukan aktivitas makan.


(20)

Adapun data sekunder yang dikumpulkan, antara lain data-data yang terkait dengan pemeliharaan burung kakatua-kecil jambul kuning, kondisi umum, dan pola perilaku. Data sekunder diperlukan sebagai penunjang dari data primer.

3.3.2 Metode Pengumpulan Data 3.3.2.1 Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan informasi awal yang dapat mendukung data yang akan dihasilkan sehingga data tersebut dapat dibandingkan. Studi pustaka dapat dilakukan melalui internet, perpustakaan dan penelusuran dokumen yang terdapat di MBOF.

3.3.2.2 Observasi Lapang 3.3.2.2.1 Teknik Penangkaran

Observasi lapang dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan, pengukuran langsung di lapangan dan dengan mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh petugas (animal keeper) penangkaran.

a. Pengamatan langsung dilakukan terhadap burung kakatua-kecil jambul kuning yang dipelihara di penangkaran, antara lain:

a.1) Aspek kandang meliputi: jenis, jumlah, fungsi, bahan, ukuran, perlengkapan (tempat makan, tempat minum, tempat bersarang, tempat bertengger, tempat bermain, dan lain-lain), pengelolaan dan perawatan

a.2) Aspek pakan meliputi: jenis, jumlah, waktu pemberian, cara pemberian, dan frekuensi pemberian

a.3) Jenis penyakit yang sedang diderita burung kakatua-kecil jambul kuning dan cara penanganannya

a.4) Aspek reproduksi meliputi: penentuan jenis kelamin dan perlengkapan penetasan telur.

b. Pengukuran langsung yang dilakukan, antara lain:

b.1) Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer suhu dan pengukuran terhadap kelembaban dilakukan dengan menggunakan

thermometer dry-wet yang dilakukan setiap hari setiap jam dari pukul 06.00-18.00 dengan menggantungkan di dalam kandang.


(21)

b.2) Pengukuran terhadap setiap jenis kandang dilakukan dengan pengukuran terhadap tinggi (m), panjang (m), dan lebar (m) dengan menggunakan meteran.

c. Mengikuti kegiatan pengelola dengan terlibat aktif dalam kegiatan perawatan kandang, waktu pemberian pakan, cara pemberian pakan, dan pengamatan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh pengelola.

3.3.2.2.2 Aktivitas Harian

Pengamatan mengenai aktivitas harian kakatua-kecil jambul kuning dilakukan dengan menggunakan metode Focal Animal sampling, yaitu pengamatan dilakukan pada individu-individu tertentu sehingga pengambilan data terfokus pada satu individu yang diamati. Pengamatan dilakukan terhadap Cacatua sulphurea sulphurea. Masing-masing jenis yang diamati adalah dua ekor yang mewakili jenis kelamin jantan dan betina. Pengamatan setiap dua individu kakatua-kecil jambul kuning dilakukan selama 12 jam mulai dari pukul 06.00-18.00 WIB dengan interval waktu 60 menit. Pengamatan aktivitas harian kakatua-kecil jambul kuning dilakukan selama 10 hari dengan masing-masing jenis kelamin dilakukan pengulangan sebanyak lima kali.

3.3.2.2.3 Perilaku Makan

Pengamatan dilakukan dengan metode yang sama yaitu Focal Animal Sampling, yaitu pengamatan dilakukan pada individu-individu tertentu sehingga pengembilan data terfokus pada satu individu yang diamati. Pengamatan dilakukan terhadap Cacatua sulphurea sulphurea berjumlah dua ekor yang mewakili tiap jenis kelamin. Pengamatan dilakukan pada waktu aktif burung dari pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB dengan pengulangan sebanyak lima kali.

3.3.2.3 Wawancara

Wawancara dilakukan kepada pihak pengelola terkait dengan kondisi umum, pemeliharaan burung kakatua-kecil jambul kuning dan, pola perilaku. Wawancara dilakukan secara mendalam, terbuka, dan tidak baku.


(22)

3.4 Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif.

3.4.1 Analisis Data Deskriptif

Semua data yang didapatkan dianalisis dengan menjelaskan segala yang terjadi di penangkaran dalam hal pemeliharaan, perilaku makan, dan waktu berlangsungnya perilaku makan burung kakatua-kecil jambul kuning yang dilengkapi dengan bagan, tabel, skema dan gambar yang dapat mempermudah pemahaman mengenai hasil analisis data yang diperoleh.

3.4.2 Analisis Data Kuantitatif

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan mengenai aktivitas harian kakatua-kecil jambul kuning, dianalisis dan disajikan secara deskriptif yang dilengkapi oleh gambar, tabel, dan kurva atau grafik yang relevan. Untuk mengetahui waktu yang digunakan dari suatu tingkah laku dalam satu hari menggunakan rumus:

Presentase waktu seluruh tingkah laku (%) = Keterangan:

A = waktu yang digunakan untuk suatu tingkah laku dalam satu hari pengamatan

B = total waktu pengamatan dalam satu hari (720 menit)

Pengujian terhadap hubungan antara parameter yang diukur dan diamati menggunakan hipotesis sebagai berikut:

H0 = tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan aktivitas harian

burung kakatua-kecil jambul kuning

H1 = ada hubungan antara jenis kelamin dengan aktivitas harian


(23)

Hipotesis tersebut kemudian diuji menggunakan uji X2 atau Khi-kuadrat (Walpole 1997) melalui rumus:

X2=

Keterangan:

Oi = nilai pengamatan aktivitas burung kakatua-kecil jambul kuning Ei = nilai harapan aktivitas burung kakatua-kecil jambul kuning

total kolom x total baris total pengamatan

Pengambilan keputusan atas hipotesis tersebut dilakukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:

Jika X2hitung > dari X2tabel, maka tolak H0

Jika X2hitung < dari X2tabel, maka terima H0


(24)

IV. KONDISI UMUM

4.1 Sejarah, Tujuan, Manfaat dan Struktur Organisasi 4.1.1 Sejarah

Penangkaran Mega Bird Farm didirikan pada tahun 1996 berdasarkan hobi pengelola dalam memelihara burung, khususnya burung-burung berkicau dan burung jalak bali (Leucopsar rothschildi). Namun pada tahun 2010, lokasi ini baru disahkan dan diakui oleh pemerintah sejak memperoleh hak paten sebagai PT. Mega Bumi Indah Lestari dan berganti nama menjadi Mega Bird and Orchid farm

(MBOF) yang didasarkan pada Surat Keputusan Direktorat Jenderal PHKA No. SK. 22/IV-SET/2010 tentang pemberian izin penangkaran jalak bali (Leucopsar rothschildi) yang dilindungi oleh undang-undang dan Surat Keputusan BBKSDA Jawa Barat No. SK. 164/BBKSDA-JABAR-1/2010 tentang pemberian izin penangkaran burung yang tidak dilindungi oleh undang-undang, serta pada tahun 2011, pemerintah juga telah mengeluarkan surat keputusan melalui Direktorat Jenderal PHKA dengan No. SK. 22/IV-SET/2011 tentang izin usaha penangkaran burung (aves) yang dilindungi oleh undang-undang.

4.1.2 Tujuan

Tujuan didirikannya penangkaran burung MBOF adalah

a) Untuk konservasi sumberdaya alam hayati, khususnya burung dan anggrek, b) Untuk ekonomi (komersial).

4.1.3 Manfaat

Dengan adanya penangkaran ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:

a) Menjadi sarana pendidikan dan penelitian b) Menciptakan lapangan pekerjaan

c) Sebagai mata pencaharian

4.1.4 Struktur Organisasi

Penangkaran burung MBOF dipimpin oleh seorang direktur, Drs. Megananda Daryono MBA. Dalam pelaksanaan pengelolaan penangkaran MBOF, direktur di bantu oleh manajer, Supriyanto Akdiatmojo, dan Wakil Manajer, Hari


(25)

Dimas Prayoga. Penangkaran burung MBOF memiliki 14 pegawai dan 6 orang penjaga keamanan.

4.2 Kondisi Fisik 4.2.1 Luas dan Letak

Penangkaran burung MBOF memiliki luas tanah ± 2 ha dan memiliki luas bangunan ± 1 ha. Lokasi penangkaran ini terletak di Desa Cijujung Tengah RT. 05 RW. 04, Sukaraja, Bogor. Untuk mencapai lokasi ini dapat ditempuh dengan menggunakan angkot Kampus Dalam, angkot 03, dan angkot 32 kurang lebih selama satu jam dari Kampus IPB Darmaga. Sedangkan apabila menggunakan motor dapat ditempuh kurang lebih selama setengah jam.

4.2.2 Sarana Penangkaran

Didalampenangkaran terdapat rumah yang menjadi tempat tinggal pengelola dan vila yang digunakan untuk menjamu tamu apabila sedang diadakan pelatihan burung.

4.2.3 Kondisi Biotik

Selain burung dan anggrek yang terdapat di dalam penangkaran, terdapat juga pohon rambutan (Nephelium lappaceum), mangga (Mangifera indica), jambu air (Syzygiumaqueum) , jambu biji (Psidium guajava), dan pisang (Musa sp.).


(26)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Teknik Penangkaran

5.1.1 Sumber dan Jumlah Bibit

Sebagian besar burung-burung yang terdapat di penangkaran burung MBOF berasal dari orang-orang yang memiliki hobi dalam mengoleksi burung. Burung kakatua-kecil jambul kuning yang terdapat di penangkaran burung MBOF juga berasal dari orang yang hobi mengoleksi burung kakatua yang mendapatkannya dari Sulawesi. Burung kakatua-kecil jambul kuning didatangkan ke penangkaran burung MBOF pada tanggal 11 November 2010. Jumlah burung kakatua-kecil jambul kuning adalah 4 ekor, 2 jenis kelamin betina dan 2 jenis kelamin jantan. Kedepannya pihak pengelola ingin menambah jumlah burung kakatua-kecil jambul kuning karena merasa jumlah tersebut masih sangat sedikit. Tetapi, pihak pengelola cukup kesulitan untuk menambah jumlahnya karena keberadaannya yang cukup langka.

5.1.2 Perkandangan

Kandang burung kakatua adalah habitat yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan burung kakatua. Penangkaran merupakan upaya pengembangbiakan jenis di luar habitat alaminya. Agar penangkaran burung tersebut berhasil dibuutuhkan suasana habitat penangkaran yang mirip dengan habitat alaminya. Menurut Setio dan Takandjandji (2007), Untuk mendapatkan kondisi seperti habitat alami, maka beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam memilih lokasi penangkaran burung adalah:

a) Berada pada tempat yang bebas banjir pada musim hujan, b) Jauh dari keramaian dan kebisingan,

c) Berada pada tempat yang mudah diawasi dan mudah dicapai, d) Tidak terganggu oleh polusi udara (debu, asap, bau gas),

e) Tidak berada pada tempat yang lembab, becek, dan tergenang air, karena akan menimbulkan penyakit,


(27)

f) Di sekitar lokasi penangkaran hendaknya terdapat atau ditanami pohon-pohon pelindung agar suasana menjadi lebih sejuk dan burung merasa seperti berada pada habitat alam,

g) Terisolasi dari pengaruh binatang/ternak lain,

h) Tersedia air yang cukup untuk minum dan mandi burung serta pembersihan kandang,

i) Mudah mendapatkan pakan dan tidak bersaing dengan manusia.

Perkandangan meliputi segala aspek yang berhubungan dengan kandang dan pengelolaannya. Aspek perkandangan yang harus diperhatikan, meliputi jenis, fungsi, luasan atau ukuran, konstruksi, perlengkapan, perawatan, pengelolaan limbah, suhu dan kelembaban kandang.

5.1.2.1 Jenis dan Fungsi Kandang

Penangkaran burung kakatua-kecil jambul kuning di MBOF termasuk ke dalam jenis penangkaran intensif. Jenis kandang di penangkaran ini merupakan kandang permanen yang terdapat di luar ruangan. Jumlah kandang burung kakatua-kecil jambul kuning adalah 2 kandang. Setiap kandang berisi sepasang burung kakatua-kecil jambul kuning. Kandang permanen ini berukuran 300 cm x 157 cm x 154 cm. Kandang ini digunakan oleh burung kakatua untuk melakukan segala aktivitasnya, antara lain makan, minum, kawin dan aktivitas-aktivitas lainnya yang biasa dilakukan oleh burung kakatua. Lebih dari 50% ruangan yang terdapat di dalam kandang adalah ruang terbuka yang dapat ditembus oleh sinar matahari. Menurut Prahara (1999), minimal 70 % dari kandang harus merupakan ruang terbuka dan dapat ditembus oleh sinar matahari. Sinar matahari sangat penting untuk proses reproduksi karena dalam proses reproduksi membutuhkan intensitas sinar matahari yang cukup untuk mengerami telurnya sampai pada masa perawatan anak (Zaky 2006). Selain itu, menurut Prijono dan Handini (1998), sinar matahari pagi berfungsi membantu pembentukan vitamin D, dapat membunuh kuman penyakit, dan akan mengurangi kelembaban di dalam kandang. Kandang yang lembab akan mempermudah penyebaran kuman penyakit.


(28)

5.1.2.2 Konstruksi Kandang

Kandang burung kakatua-kecil jambul kuning yang terdapat di MBOF termasuk dalam kategori kandang permanen. Konstruksi dari kandang permanen ini terdiri dari pagar berupa tembok, kawat ram sebagai bahan utama kandang dengan dilengkapi besi di setiap sudutnya dan asbes sebagai atap. Burung kakatua sangat suka mematuk benda-benda yang ada di sekitarnya, termasuk kawat ram yang menjadi bahan utama pembuatan kandang. Karena paruh dari burung kakatua sangat kuat, konstruksi dari kandang harus terbuat dari kawat yang khusus. Kawat ram yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan kandang burung kakatua tidak cukup kuat untuk mengantisipasi aktvitas yang biasa dilakukan oleh burung kakatua ini. Menurut Prahara (1999), kawat harus terbuat dari baja dan tahan karat (galvanized), pada umumnya digunakan kawat yang mempunyai ketebalan 0,2 cm dengan besar spasi sekitar 4 cm2. Pada kandang terdapat pintu kecil yang berukuran 70 cm x 50 cm yang dipergunakan pengelola untuk mengganti makan dan minum setiap harinya. Pada pintu kandang juga dipasang gerendel agar burung kakatua tidak mudah lepas.

5.1.2.3 Perlengkapan Kandang

Adanya perlengkapan di dalam kandang sangat berperan penting agar burung kakatua-kecil jambul kuning dapat merasa nyaman seperti berada di habitat alaminya dan dapat terhindar dari stres akibat perubahan habitat. Perlengkapan yang ada di kandang di sesuaikan dengan kebutuhan yang biasa di lakukan oleh burung. Kandang burung di penangkaran MBOF memiliki tempat untuk bertengger, tempat untuk bersarang, tempat minum, dan tempat makan. Keempat jenis perlengkapan kandang ini merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi burung. Burung kakatua melakukan kegiatan bertengger pada sebagian besar aktivitasnya. Kayu yang digunakan untuk burung kakatua dan sebagian besar burung sebagai tempat bertengger di dalam kandang penangkaran MBOF adalah kayu puspa. Kayu ini didapat dari Pelabuhan Tanjung Priok. Kayu ini dipilih karena di Pelabuhan Tanjung Priok hanya terdapat kayu puspa yang dijual secara gelondongan. Pengelola kesulitan dalam mendapatkan kayu gelondongan yang digunakan untuk tempat bertengger bagi sebagian besar burung yang ada di penangkaran burung MBOF.


(29)

Di dalam kandang juga terdapat perlengkapan berupa tempat bersarang yang berukuran 96,9 cm x 52 cm x 67 cm. Tempat bersarang biasa digunakan burung kakatua untuk bersembunyi dan beristirahat. Di alam, biasanya burung kakatua tidak membuat sarang, melainkan menggunakan lubang bekas cabang yang mati dan lapuk atau bekas sarang burung lain. Menurut Prahara (1999), di habitat aslinya burung kakatua mempunyai kebiasaan berbiak di dalam lubang-lubang pohon. Hal ini menyebabkan pentingnya tempat bersarang disediakan oleh pihak pengelola. Sarang yang terdapat di dalam kandang terbuat dari triplek. Berdasarkan pengamatan, triplek yang digunakan sebagai bahan untuk membuat tempat sarang sering dipatuk-patuk oleh kakatua sehingga dapat merusak bentuk dari tempat sarang tersebut. Menurut Prahara (2003), untuk mencegah hal ini kotak sarang dapat dilapisi dengan seng/besi atau dengan mengurung kotak sarang

ini dalam sebuah “sangkar” kawat besi yang kuat. Selama pengamatan, kotak sarang yang disediakan oleh pengelola hanya dimasuki oleh burung kakatua jantan. Burung kakatua betina tidak pernah terlihat memasuki kotak sarang ini dikarenakan burung kakatua betina menghindari burung kakatua jantan. Teknik penjodohan yang dilakukan oleh pihak pengelola belum berhasil sehingga sering terjadi penolakan oleh burung kakatua betina terhadap burung kakatua jantan. Sebaiknya, kotak sarang yang disediakan berjumlah minimum 2 buah kotak sarang agar burung kakatua betina juga dapat menggunakan kotak sarang mengingat pentingnya kotak sarang bagi burung kakatua untuk istirahat dan bersembunyi. Apabila burung kakatua telah berhasil dijodohkan, kotak sarang dapat digunakan untuk kawin dan bertelur. Perlengkapan kandang yang lain adalah tempat makan dan tempat minum yang terbuat dari alumunium stainless.

5.1.2.4 Perawatan Kandang

Kegiatan perawatan di dalam kandang di penangkaran burung MBOF terdiri dari pembersihan kandang dari sisa-sisa makanan dan feses burung kakatua, membersihkan dan mengganti air minum dengan air bersih. Kegiatan ini rutin dilakukan setiap hari. Pembersihan di luar kandang meliputi pembersihan sampah di sekitar kandang, merapikan tanaman yang tumbuh di dalam penangkaran, dan menanam tanaman untuk memperindah penangkaran. Kegiatan pembersihan di luar kandang dapat dilihat pada gambar 2.


(30)

Gambar 2 Kegiatan pembersihan di luar kandang. Keterangan: a) Pegawai sedang membersihkan halaman; b) Sampah sekitar kandang.

Sebagian besar kegiatan ini bersifat insidental, tapi untuk pembersihan sampah di sekitar kandang dilakukan setiap hari. Perawatan kandang bertujuan untuk menjaga kebersihan kandang agar burung kakatua dapat hidup sehat dan dapat terhindar dari penyakit. Kegiatan pembersihan ini perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi kesehatan burung kakatua. Menurut Setio dan Takandjandji (2007), tindakan yang diperlukan untuk menjaga kebersihan kandang, antara lain adalah:

a) Mengeruk, menyikat dan menyapu kotoran yang melekat pada bagian-bagian kandang untuk dibuang pada tempat pembuangan yang telah disiapkan.

b) Menyemprot atau menyiram dengan air pada bagian kandang yang telah dibersihkan secara rutin dua kali sehari .

c) Menyemprot kandang dengan desinfektan secara reguler 1 bulan sekali.

5.1.2.5 Pengelolaan Limbah

Limbah yang dihasilkan dari penangkaran burung MBOF adalah limbah padat yang berasal dari pakan sisa, yang berupa jagung, kuaci, kacang tanah, pepaya, kulit pisang, daun pepaya, dan tauge. Selain itu, limbah padat dihasilkan dari feses burung. Limbah-limbah ini setelah dikumpulkan lalu ditampung ke dalam angkong atau gerobak dorong. Limbah-limbah ini kemudian didistribusikan ke penampungan terakhir yang terletak di dekat penangkaran dan diolah menjadi pupuk untuk tanaman-tanaman buah yang terdapat di penangkaran. Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan


(31)

yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman (Simanungkalit dkk. 2006). Dalam Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tentang pupuk organik dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik ini dapat bermanfaat untuk peningkatan produksi tanaman, mengurangi pencemaran lingkungan karena berasal dari bahan-bahan yang alami, dan dapat juga meningkatkan kualitas dari tanah. Berbeda dengan menggunakan pupuk buatan yang dapat berdampak negatif terhadap lingkungan maupun terhadap produksi tanaman.

5.1.2.6 Suhu dan Kelembaban Kandang

Hasil pengukuran suhu di kandang penangkaran burung MBOF relatif stabil. Suhu rata-rata harian di kandang adalah 29,78°C. Suhu pada pagi hari adalah 23°C, siang hari bisa mencapai 33°C, dan suhu pada sore hari menurun menjadi 27°C. Kondisi suhu di penangkaran burung MBOF dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3 Grafik suhu kandang di penangkaran burung MBOF.

Kelembaban rata-rata harian di kandang adalah 67,42%. Kelembaban kandang pada pagi hari stabil pada 91%, siang hari berkisar antara 60-61%, dan


(32)

sore hari stabil pada kelembaban 75%. Kondisi kelembaban pada penangkaran burung MBOF dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4 Grafik kelembaban kandang di penangkaran burung MBOF.

Untuk burung kakatua-kecil jambul kuning tidak terlalu jelas mengenai suhu dan kelembaban yang paling baik untuk kehidupannya. Berdasarkan ketinggian tempatnya, burung kakatua-kecil jambul kuning dapat dijumpai dari permukaan laut sampai ketinggian 800 mdpl, tetapi burung kakatua-kecil jambul kuning cenderung lebih banyak dijumpai pada kisaran ketinggian antara 200-400 mdpl (Zaky 2006). Menurut Persulessy dan Trainor (2001), secara garis besar

Cacatua sulphurea penyebarannya mendapat pengaruh yang signifikan oleh variabel ketinggian. Suhu di permukaan bumi akan semakin rendah dengan bertambahnya ketinggian. Sedangkan kelembaban suatu tempat bergantung pada suhu yang menentukan kapasitas udara untuk menampung uap air serta kandungan uap air aktual di tempat tersebut (Handoko 1995).

Menurut Handoko (1995), hubungan antara suhu rata-rata harian pada bulan-bulan Januari, Februari dan Maret 1982 dengan berbagai ketinggian tempat di Indonesia, antara lain pada ketinggian 0-500 mdpl suhu rata-rata harian mencapai 24,5°C hingga 27°C, pada ketinggian 500-1000 mdpl suhu rata-rata harian mencapai 21,5°C hingga 24,5°C, dan pada ketinggian 1000-1500 mdpl suhu rata-rata harian mencapai 20°C hingga 21,5°C. Suhu rata-rata harian di dalam kandang penangkaran yang bisa mencapai 29,78°C dirasa cukup tinggi sebagai


(33)

habitat dari burung kakatua. Dengan tingginya suhu tersebut, secara garis besar berpengaruh terhadap aktivitas dari burung kakatua-kecil jambul kuning.

Pada pagi hari dengan suhu 23°C, burung kakatua terlihat lebih aktif. Pada siang hari dengan suhu yang meningkat menjadi 33°C, burung kakatua lebih banyak berdiam diri. Burung kakatua jantan lebih memilih untuk berdiam diri di dalam sarang, sedangkan burung kakatua betina lebih banyak diam sambil berteduh di bawah atap. Untuk sore hari dengan suhu yang mulai menurun menjadi 27°C, burung kakatua kembali aktif melakukan aktivitasnya. Untuk mengantisipasi suhu yang cukup tinggi disarankan agar menyiram kandang untuk menurunkan suhu yang ada di dalam kandang karena hujan sangat jarang sekali terjadi.

5.1.3 Pakan

Burung paruh bengkok merupakan jenis burung pemakan segala jenis makanan kecuali serangga. Makanan yang biasa dimakan adalah biji-bijian, buah, madu, bunga dan pucuk tanaman. Burung paruh bengkok memiliki paruh bagian bawah yang melengkung ke atas dan bagian atas yang melengkung ke bawah (kakatua, nuri dan bayan), biasanya menandakan bahwa burung tersebut merupakan pemakan segala jenis makanan kecuali serangga (Soemadi dan Mutholib 1995). Burung kakatua-kecil jambul kuning merupakan hewan herbivora. Dalam penyediaan pakan harus cukup untuk memenuhi kebutuhan burung sehingga berfungsi secara efektif dan efisien. Pakan yang disediakan harus pakan yang baik karena akan berpengaruh terhadap pertumbuhan burung kakatua. Kualitas dan kuantitas dari pakan harus diperhatikan sehingga dapat memberikan fungsi yang optimum bagi burung.

5.1.3.1 Jenis dan Sumber Pakan

Jenis pakan yang diberikan untuk burung kakatua-kecil jambul kuning yang terdapat di penangkaran burung MBOF meliputi jagung, biji bunga matahari atau kuaci, kacang tanah, dan pepaya (Gambar 5).


(34)

Gambar 5 Jenis pakan yang diberikan pada burung kakatua. Keterangan: a) Kuaci atau biji bunga matahari; b) Jagung muda; c) Kacang tanah; d) Pepaya.

Menurut pengelola, pemilihan pakan berupa jagung muda, kacang tanah, kuaci dan pepaya di penangkaran burung MBOF berdasarkan kesukaan burung kakatua dan juga berdasarkan buku-buku yang telah dibaca oleh pengelola. Di alam menurut PHPA et al. (1998), berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan penduduk setempat pada tahun 1995, dikombinasikan dengan pengamatan langsung di Sulawesi, ada 14 jenis tumbuhan yang tercatat menjadi makanan kakatua, yakni buah-buahan atau biji-bijian jagung, pisang, mangga, pepaya, buah

ara, jambu biji, jambu bol, “kedondong batu”, “marang taipa”, pir berduri,

sarikaya, bunga kelapa, asam jawa, bunga dan buah mangrove. Sedangkan menurut Prahara (1999), burung kakatua sangat menggemari jagung muda yang berbonggol, biji bunga matahari, kacang tanah, tebu, buah biji kenari, dan sedikit sayuran serta buah-buahan. Pemilihan pakan yang dilakukan oleh pihak pengelola sudah cukup tepat hanya perlu untuk menambah variasi jenis pakan untuk burung kakatua-kecil jambul kuning untuk menghindari kejenuhan yang dapat berdampak terhadap nafsu makannya.

b)

d) c)


(35)

Pakan yang paling sering diberikan adalah jagung, kuaci dan kacang tanah. Sedangkan untuk pepaya diberikan secara insidental tergantung persediaan, apabila jumlah pepaya yang terdapat di penangkaran berlebih akan diberikan pada burung kakatua sebagai makanan tambahan. Pepaya juga digunakan untuk mengganti salah satu jenis pakan utama yang sedang tidak tersedia di penangkaran. Pakan-pakan ini dipilih karena selain mudah untuk didapatkan, jenis pakan ini juga biasa dimakan burung kakatua di habitat alaminya. Menurut Prahara (1999), burung kakatua sangat menggemari jagung muda yang berbonggol, biji bunga matahari, kacang tanah, tebu, buah biji kenari, dan sedikit sayuran serta buah-buahan. Pakan harus diberikan dalam jumlah yang cukup agar dapat memenuhi kebutuhan dari burung kakatua. Sumber pakan diperoleh dari pasar tradisional.

5.1.3.2 Jumlah Pakan dan Cara Pemberian Pakan

Jumlah pakan yang diberikan di penangkaran burung MBOF pada setiap kandang tidak terdapat ukuran yang tetap atau secara kira-kira saja. Pengelola secara kira-kira saja dalam menentukan jumlah pakan yang diberikan. Pemberian pakan dilakukan 2 kali dalam sehari pada pagi dan sore hari. Persentase jumlah pakan yang diberikan pada burung kakatua-kecil jambul kuning dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3 Persentase jumlah pakan yang diberikan pada burung kakatua-kecil jambul kuning di penangkaran burung MBOF

No Bahan pakan Jumlah (gr) Persentase (%)

1 Jagung muda 260 52

2 Kacang tanah 130 26

3 Kuaci 110 22

Total 500 100

Pakan yang diberikan harus dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hariannya. Menurut Prahara (1999), misalkan dalam sehari setiap ekor burung diberikan sekitar 2 tongkol jagung muda, 50 gram biji bunga matahari, serta campuran tebu, wortel dan kangkung sebanyak 100 gram. Pakan campuran ini seminggu sekali dapat diganti dengan kacang tanah yang telah direbus atau kelapa. Dalam pemberian jagung setiap 1 tongkol jagung muda dibagi menjadi 4 potong


(36)

sehingga dalam sehari setiap ekor burung kakatua diberi pakan berupa jagung muda tidak mencapai satu tongkol jagung. Hal ini kurang mencukupi kebutuhan harian dari burung kakatua. Jagung memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi. Kadar karbohidrat untuk burung tidak boleh kelebihan dan tidak boleh juga kekurangan. Kelebihan karbohidrat dapat menyebabkan kegemukan dan malas berkicau bagi burung karena karbohidrat yang dikonsumsi ditimbun dalam bentuk lemak, sedangkan kekurangan kadar karbohidrat dapat mendorong tubuh burung secara terus menerus merombak lemak dan protein menjadi energi sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan burung akan kelihatan kurus dan kurang lincah (Soemadi dan Mutholib 1995).

Kacang tanah memiliki kadar lemak yang cukup tinggi sehingga penggunaanya sebagai pakan harus secara hati-hati, jangan terlampau banyak diberikan kepada burung. Menurut Soemadi dan Mutholib (1995), apabila kekurangan lemak, burung akan memperlihatkan gejala berupa kulit bersisik dan mengalami proses reproduksi yang tidak normal bahkan bisa menyebabkan kematian. Sebaliknya, bila lemak berlebihan, juga merugikan karena tidak semua lemak dapat dicerna tubuh yang akhirnya akan terbuang percuma bersama kotoran atau menumpuk di antara otot-otot tubuh maupun di bawah kulit yang dapat menyebabkan burung menjadi gemuk sekali dan gerakannya kelihatan kurang lincah, serta dapat menyebabkan burung mencret (Soemadi dan Mutholib 1995). Biji bunga matahari juga memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi walaupun tidak setinggi kacang tanah sehingga apabila diberikan secara berlebihan akan berdampak burung bagi burung kakatua.

Pakan-pakan yang terdapat di penangkaran burung MBOF tidak terlalu bervariasi sehingga dibutuhkan penambahan jenis pakan untuk menghindari terjadinya penurunan nafsu makan dari burung kakatua. Pengelola juga sejauh ini berusaha untuk menambah variasi dari pakan burung kakatua, tapi ketersediaan pakan-pakan tersebut di pasar sangat terbatas sehingga menghambat dalam penambahan jumlah jenis pakan burung kakatua.

Cara penyajian dan pemberian pakan burung kakatua di penangkaran burung MBOF tersaji pada tabel 4.


(37)

Tabel 4 Cara penyajian dan pemberian pakan di penangkaran burung MBOF

No Pakan Penyajian Pemberian 1 Jagung Dalam 1 tongkol dibagi menjadi

4

Diletakkan di dalam mangkuk alumunium stainlees

2 Biji Bunga Matahari

Dalam bentuk kuaci yang belum dikupas

Diletakkan di dalam mangkuk alumunium stainlees

3 Kacang Tanah Dalam bentuk kacang tanah yang belum dikupas

Diletakkan di dalam mangkuk alumunium stainlees

4 Pepaya Dikupas dan dipotong-potong menjadi kecil

Diletakkan di dalam mangkuk alumunium stainlees

Semua pakan yang ada di dalam kandang diletakkan di dalam mangkuk alumunium stainless dengan posisi di ujung tempat bertengger agar memudahkan burung kakatua dalam mengambil pakan karena sebagian besar aktivitas burung kakatua dilakukan pada tempat bertengger. Untuk penyajiannya, jagung diberikan dalam bentuk tongkol tidak dalam bentuk pipilan. Menurut Soemadi dan Mutholib (1995), tongkol jagung muda sangat disukai oleh burung paruh bengkok, seperti kakatua, nuri, parkit dan bayan. Untuk biji bunga matahari dan kacang tanah disajikan tidak dengan dikupas. Burung kakatua biasa memecahkan kulit dari biji bunga matahari dan kacang tanah dengan menggunakan paruhnya yang kuat.

5.1.3.3 Kandungan Gizi dan Alternatif Formula Pakan

Gizi pakan sangat penting untuk pertumbuhan dan pertambahan bobot badan burung kakatua sehingga dibutuhkan pemilihan jenis pakan yang tepat yang dapat menunjang pertumbuhan dan pertambahan bobot badan dari burung kakatua. Kualitas pakan sangat ditentukan oleh nilai gizi yang dikandung dalam pakan tersebut. Secara umum pakan yang diberikan kepada burung harus mengandung protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan air (Soemadi dan Mutholib 1995). Apabila zat gizi tersebut telah terpenuhi, fungsi tubuh burung akan berjalan dengan normal.

Peranan dari protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan air dalam tubuh burung adalah (Soemadi dan Mutholib 1995):

1. Protein berfungsi sebagai bahan pembangun tubuh dan pengganti jaringan yang aus atau rusak; bahan baku pembentukan enzim, hormon, dan antibodi (zat


(38)

kekebalan); mengatur peredaran cairan tubuh dan zat yang larut di dalamnya ke dalam dan ke luar sel; serta metabolisme energi.

2. Lemak berfungsi sebagai sumber energi, mengatur suhu tubuh, melindungi organ tubuh, membawa vitamin (A, D, E dan K), membawa asam lemak esensial, dan sebagai bahan baku pembentukan hormon steroid.

3. Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi, membakar lemak, membantu memperkecil oksidasi protein menjadi energi, dan memelihara fungsi alat pencernaan makanan agar berjalan normal.

4. Mineral berfungsi untuk memelihara kesehatan tulang dan bulu, menambah nafsu makan, dan menghindari kanibalisme antar burung

5. Vitamin sendiri didefinisikan sebagai substansi organik yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil untuk pengaturan berbagai proses dalam tubuh.

6. Air sangat penting untuk pertumbuhan dan kesehatan burung.

Hasil perhitungan kandungan gizi pakan burung kakatua yang diberikan di penangkaran burung MBOF dengan mengacu pada nilai gizi dari bahan penyusunnya (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI 1979) dapat dilihat pada tabel 5. Dalam sehari, 260 gram jagung yang diberikan oleh pengelola dalam sehari memiliki kandungan energi 335,4 kalori ; 130 gram kacang tanah memiliki kandungan energi 587,6 kalori dan 110 gram kuaci memiliki kandungan energi 566,5 kalori. Jumlah kalori yang didapatkan burung kakatua-kecil jambul kuning dari jagung muda, kacang tanah dan kuaci adalah 879,74 kalori. Apabila mengacu kepada Praha (1999), dalam sehari setiap ekor burung diberikan sekitar 2 tongkol jagung muda, 50 gram biji bunga matahari, dengan pakan campuran dapat diganti dengan kacang tanah sebanyak 100 gram, dapat dilihat hasil perhitungan kandungan gizi pakan tersebut dengan mengacu juga pada nilai gizi dari bahan penyusunnya (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI 1979) pada tabel 6.


(39)

Tabel 5 Kandungan gizi pakan burung kakatua di penangkaran burung MBOF mengacu pada nilai gizi dari bahan penyusunnya (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan 1979)

No Kandungan Jenis pakan Total gizi Jagung muda (260 gr) Kacang tanah (130 gr) Kuaci (110 gr)

1 Kalori 93,91 kal 587,6 kal 198,23 kal 879,74 kal 2 Protein 4,12% 25,30% 30,60% 19,75% 3 Lemak 1,31% 42,80% 42,10% 30,17% 4 Karbohidrat 30,30% 21,10% 13,79% 22,71% 5 Kalsium 3,64 mg 75,4 mg 20,79 mg 99,83 mg 6 Fosfor 78,62 mg 435,5 mg 120,12 mg 634,24 mg 7 Besi 0,8 mg 1,69 mg 2,39 mg 4,88 mg 8 Vitamin A 1,24 S.I. 0 0 1,24 S.I. 9 Vitamin B1 0,13 mg 0,39 mg 0,008 mg 0,528 mg 10 Vitamin C 6,55 mg 3,9 mg 0 10,45 mg 11 Air 46,23 gr 5,2 gr 3,81 gr 55,24 gr

Tabel 6 Kandungan gizi pakan burung kakatua menurut Prahara (1999) mengacu pada nilai gizi dari bahan penyusunnya (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan 1979)

No Kandungan Jenis pakan Total gizi Jagung muda (1040 gr) Kacang tanah (100 gr) Kuaci (50 gr) 1 Kalori 375,65 kal 452 kal 90,13 gr 917,78 kal 2 Protein 4,20% 25,30% 30,63% 10,49% 3 Lemak 1,30% 42,80% 42,11% 13,20% 4 Karbohidrat 30% 21,10% 13,83% 27,13% 5 Kalsium 14,56 mg 58 mg 9,45 mg 82,01 mg 6 Fosfor 314,50 mg 335 mg 54,6 mg 704,1 mg 7 Besi 3,20 mg 1,3 mg 1,09 mg 5,59 mg 8 Vitamin A 4,95 S.I. 0 0 4,95 S.I. 9 Vitamin B1 0,52 mg 0,3 mg 0,004 mg 0,83 mg 10 Vitamin C 26,21 mg 3 mg 0 29,21 mg 11 Air 184,91 gr 4 gr 1,73 gr 190,64 gr

Dalam 1040 gram jagung muda memiliki kandungan energi 475,65 kalori, 100 gram kacang tanah memiliki kandungan energi 452 kal dan 50 gram kuaci memiliki kandungan energi 90,12 kalori. Jumlah total energi yang seharusnya didapatkan oleh burung kakatua-kecil jambul kuning dalam sehari adalah 917,78 kalori. Apabila jumlah pakan yang diberikan oleh pengelola dan jumlah pakan


(40)

yang diacu dalam Prahara (1999) diasumsikan habis, maka jumlah energi dari pakan yang diberikan oleh pihak pengelola kurang dari jumlah energi yang seharusnya didapatkan oleh burung kakatua. Hal ini lama kelamaan akan mempengaruhi performa dari burung kakatua-kecil jambul kuning jika tidak menjadi perhatian pihak pengelola.

Berdasarkan tingkat kesukaan pakan dan jumlah energi minimum yang harus dimiliki oleh burung kakatua adalah sehari, dapat dibuat dua alternatif formulasi pakan. Alternatif formulasi pakan yang pertama adalah jagung muda sebanyak 700 gram, kelapa 180 gram dan kuaci 273 gram. Jenis-jenis pakan ini merupakan jenis pakan yang sangat disukai oleh burung kakatua dan ketersediaannya di pasar juga cukup banyak dan mudah untuk dicari. Kandungan gizi dari formulasi pakan ini dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7 Kandungan gizi formula pakan satu yang dianjurkan mengacu pada nilai gizi dari bahan penyusunnya (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan 1979)

No Kandungan Jenis pakan Total gizi

Jagung muda (700 gr)

Kelapa (180 gr)

Kuaci (273 gr)

1 Kalori 252,84 kal 171,72 kal 492,08 kal 916,64 kal 2 Protein 4,10% 4% 30,60% 10,62% 3 Lemak 1,30% 15% 42,10% 14,75% 4 Karbohidrat 30,30% 10% 13,80% 21,22% 5 Kalsium 9,8 mg 7,63 mg 51,6 mg 69,03 mg 6 Fosfor 211,68 mg 52,47 mg 298,12 mg 562,27 mg 7 Besi 2,16 mg 1,24 mg 5,92 mg 9,32 mg 8 Vitamin A 3,33 S.I. 9,54 S.I. 0 12,87 S.I. 9 Vitamin B1 0,35 mg 0,05 mg 0,02 mg 0,42 mg 10 Vitamin C 17,64 mg 3,82 mg 0 21,46 mg 11 Air 124,46 gr 66,78 gr 9,46 gr 200,7 gr

Berdasarkan penelitian Masy’ud dan Effendy (2003) di Resort Loh Niang, Taman Nasional Komodo, burung kakatua-kecil jambul kuning sangat suka sekali memakan buah asam. Buah asam juga dapat dijadikan sebagai alternatif pakan melihat tingginya tingkat kesukaan dari burung kakatua-kecil jambul kuning. Untuk alternatif formulasi pakan yang kedua, antara lain jagung muda 500 gram,


(41)

kacang tanah 50 gram, kuaci 220 gram dan asam 100 gram. Kandungan gizi dari formulasi pakan ini dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8 Kandungan gizi formula pakan dua yang dianjurkan mengacu pada nilai gizi dari bahan penyusunnya (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan 1979)

No Kandungan Jenis pakan Total gizi Jagung muda (500 gr) Kacang tanah (50 gr) Kuaci (150 gr) Asam (210 gr)

1 Kalori 180,6 kal 226 kal 270,38 kal 240,91 kal 917,89 kal 2 Protein 4,10% 25,30% 30,61% 2,80% 10,86% 3 Lemak 1,30% 42,80% 42,10% 0,61% 13,38% 4 Karbohidrat 30,30% 21,10% 13,80% 62,50% 35,89% 5 Kalsium 7 mg 29 mg 28,35 mg 74,6 mg 138,95 mg 6 Fosfor 151,2 mg 167,5 mg 163,8 mg 113,9 mg 596,4 mg 7 Besi 1,54 mg 0,65 mg 3,255 mg 0,61 mg 6,06 mg 8 Vitamin A 2,38 S.I. 0 0 30,24 S.I. 32,62 S.I. 9 Vitamin B1 0,252 mg 0,15 mg 0,01 mg 0,34 mg 0,75 mg 10 Vitamin C 12,6 mg 1,5 mg 0 2,02 mg 16,12 mg 11 Air 88,9 gr 3 gr 5,20 gr 31,65 gr 128,75 gr

5.1.4 Penyakit dan Perawatan Kesehatan

Burung kakatua-kecil jambul kuning pada saat datang langsung diperiksa kesehatannya oleh pihak pengelola. Pengelola ingin memastikan kesehatan burung kakatua agar tidak salah dalam melakukan tindakan manajemen. Apabila salah dalam melakukan tindakan manajemen dapat menyebabkan kematian bagi burung tersebut. Menurut pihak pengelola, kesehatannya dapat terlihat dari kotorannya, keaktivannya dan juga nafsu makannya. Burung yang sehat dicirikan oleh tingkah lakunya yang selalu lincah dan sering berkicau, makan dan minum secara wajar, matanya bening dan bersinar, bulunya tetap mulus atau tidak kusut (Soemarjoto dan Prayitno 1999). Apabila burung sakit menurut Soemarjoto dan Prayitno (1999) juga dapat segera diketahui bila menunjukkan beberapa hal, antara lain keadaannya lesu atau loyo seperti kedinginan dan kurang mau berkicau, kurang suka makan dan minum, bulunya tampak kusut, napasnya tersengal-sengal, hidung atau paruhnya kadang-kadang berlendir, dan kotorannya cair (mencret) berwarna hijau keputih-putihan. Setelah memastikan keadaan burung kakatua benar-benar sehat, burung kakatua-kecil jambul kuning dimasukkan ke dalam kandang sementara karena


(42)

kandang permanen yang dipergunakan oleh burung kakatua-kecil jambul kuning sekarang sedang dibangun.

Burung kakatua-kecil jambul kuning didatangkan ke dalam penangkaran burung MBOF belum genap satu tahun sehingga untuk pengelolaan kesehatan dari burung kakatua belum terlalu mendalam. Burung kakatua di dalam penangkaran burung MBOF belum pernah terserang penyakit yang biasanya sering diderita oleh burung kakatua. Menurut Prahara (1999), gangguan fisik yang biasa diderita oleh burung kakatua dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10 Gangguan fisik yang biasa di derita oleh burung kakatua (Prahara 1999)

No Nama Gejala Pengobatan

A Penyakit Internal 1 Berak darah

Feses bercampur darah, tubuh lemah, tidak dapat terbang, nafsu makan berkurang

Menggunakan obat anticoccidiosis

2 Cacingan Tubuh lemah, badan kurus, bulu kusam, nafsu makan kurang.

Menggunakan obat cacing

3 Moniliasis Tubuh lesu dan bulu kusam Pemberian vitamin A 4 Aspergilosis

Nafsu makan kurang dan kesulitan bernafas

Menggunakan itraconazole

B Penyakit Eksternal

1 PBDF Bulu rontok dan paruh rusak Setiap pagi dimandikan dengan larutan seperti Bird InTM

C Penyakit defisiensi

Memakan bulunya sendiri Ditambahkan zat mineral Ca dalam pakan

D Trauma Luka pada tubuh burung Diberi obat luka anti-infeksi Keterangan : PBDF : Pssitacine beak and feather disease

Berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap feses burung kakatua jantan dan burung kakatua betina dengan menggunakan metode natif dan pengapungan menunjukkan hasil negatif, yang berarti bahwa burung kakatua dalam keadaan sehat, tidak menderita penyakit (tabel 11).

Tabel 11 Hasil identifikasi feses burung kakatua-kecil jambul kuning

No Kode Satwa Hasil Pemeriksaan Keterangan

1 Burung kakatua jantan (-) Negatif


(43)

Pengelola biasa memberikan tambahan vitamin dan antibiotik ke dalam air yang akan diminum oleh burung kakatua pada saat pertama kali datang ke penangkaran, pada saat cuaca yang tidak menentu dan pada saat pancaroba. Vitamin dan antibiotik ini dapat menjaga stamina burung kakatua, mencegah penyakit, dan mengatasi segala bentuk stres. Secara berturut-turut selama 5 hari, burung kakatua diberi tambahan antibiotik, lalu pada minggu kedua diberi tambahan vitamin selama 5 hari berturut-turut juga. Manajemen yang dilakukan oleh pengelola kurang tepat, antibiotik seharusnya diberikan pada saat burung menderita penyakit karena antibiotik dapat membunuh dan menghambat pertumbuhan kuman penyakit. Sejauh ini, burung kakatua-kecil jambul kuning yang terdapat di dalam kandang penangkaran burung MBOF masih sehat, tidak terkena penyakit apapun sehingga tidak membutuhkan pemberian antibiotik di dalam air minumnya.

5.1.5 Reproduksi

Suatu penangkaran dikategorikan berhasil apabila satwa yang ditangkarkan dapat menghasilkan keturunan. Untuk pengelolaan reproduksi di penangkaran burung MBOF adalah penentukan jenis kelamin dan pemilihan bibit.

5.1.5.1 Penentuan Jenis Kelamin

Cara membedakan jenis kelamin dari burung kakatua-kecil jambul kuning adalah dengan mengecek iris matanya. Untuk membedakannya, harus melihat dari jarak yang cukup dekat. Jenis kakatua yang jantan iris matanya akan berwarna hitam, sedangkan untuk jenis kakatua betina iris matanya akan berwarna merah. Menurut Prahara (1999), penentuan jenis kelamin kakatua dapat dilakukan dengan melihat warna biji matanya (iris), burung jantan memiliki biji mata berwarna hitam dan burung betina memiliki biji mata berwarna merah. Perbedaan iris mata ini akan semakin terlihat apabila burung kakatua telah masuk kategori dewasa. Perbedaan warna biji mata pada burung kakatua-kecil jambul kuning dapat dilihat pada gambar 6.


(1)

68

Lampiran 5. Pola Sebaran Waktu Aktivitas Lain untuk Burung Kakatua-kecil Jambul Kuning Berjenis Kelamin Betina

Waktu Aktivitas lain

Mengembangkan sebelah sayap Membersihkan kaki

06.00-07.00 4,17 1,53

07.00-08.00 14,1 1,22

08.00-09.00 12,67 0,16

09.00-10.00 0 0

10.00-11.00 0 0,12

11.00-12.00 0 0,1

12.00-13.00 0,1 0

13.00-14.00 0 0

14.00-15.00 0 0

15.00-16.00 7,72 0

16.00-17.00 1,78 0

17.00-18.00 9,15 0


(2)

69

Lampiran 6. Hasil Uji Khi-kuadrat dari Alokasi Waktu Harian Burung Kakatua-kecil Jambul Kuning (Cacatua sulphurea sulphurea) berdasarkan jenis kelamin

Jenis Jenis Aktivitas Total

Kelamin Jl MB Dm Gs Sg MK MB Mkn Mmg Mnm BK AL

Jantan Oi 22.2 44.23 131.78 4.32 7.15 0.73 50.07 29.22 1.22 1.53 0.43 427.12 720 Ei 15.035 59.5 217.095 4.275 21.735 18.7 82.99 57.425 1.32 1.5 0.365 239.97 - Betina Oi 7.87 74.95 302.41 4.23 36.32 36.67 115.91 85.63 1.42 1.47 0.3 52.82 720

Ei 15.035 59.5 217.095 4.275 21.735 18.7 82.99 57.425 1.32 1.5 0.365 239.97 - Total Oi 30.07 119.18 434.19 8.55 43.47 37.4 165.98 114.85 2.64 3 0.73 479.94 144

X2 hitung =

1. X2 hitung = 3,415 + 3,919 + 33,528 + 0,001 + 9,787 + 17,269 + 13,059 + 13,853 + 0,008 + 0,001 + 0,012 + 145,956 + 3,415 + 4,012 + 33,528 + 0,001 + 9,787 + 17,269 + 13,059 + 13,853 + 0,008 + 0,001 + 0,012 + 145,956 = 481,709

2. db = (b-1) (k-1) = 1 x 11 = 11 Selang kepercayaan 5%; X2 = 4,575 Selang kepercayaan 1%; X2 = 3,053

X2 hitung > X2 tabel ; untuk nilai kepercayaan 95% dan 99% sehingga ada hubungan antara jenis kelamin dengan aktivitas harian burung kakatua kecil jambul kuning.


(3)

RINGKASAN

ANINDYA GITTA. Teknik Penangkaran, Aktivitas Harian dan Perilaku Makan Burung Kakatua-kecil Jambul Kuning (Cacatua sulphurea sulphurea Gmelin, 1788) di Penangkaran Burung Mega Bird and Orchid Farm, Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh Burhanuddin Masy’ud dan Erna Suzanna.

Burung kakatua memiliki bulu jambul yang indah dan bervariasi serta memiliki suara lengkingan yang nyaring sehingga menyebabkan burung kakatua banyak diburu untuk kegiatan perdagangan. Upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan burung kakatua-kecil jambul kuning adalah dengan usaha konservasi

eksitu, yaitu dengan kegiatan penangkaran. Mega Bird and Orchid Farm (MBOF) merupakan penangkaran yang sekarang sedang berupaya untuk menangkarkan jenis burung paruh bengkok. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi teknik penangkaran, aktivitas harian dan perilaku makan burung kakatua-kecil jambul kuning di MBOF. Penelitian dilaksanakan di penangkaran burung MBOF, Bogor, Jawa Barat pada bulan Juni hingga Juli 2011. Data yang diambil adalah data primer, meliputi kandang, pakan, penyakit, reproduksi, aktivitas event, state, sosial, dan perilaku makan.

Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, observasi lapang dan wawancara. Aspek teknik penangkaran dilakukan dengan pengamatan langsung, pengukuran langsung dan mengikuti kegiatan pengelola. Pengamatan terhadap aktivitas harian dan perilaku makan dengan menggunakan metode Focal Animal Sampling.

Burung kakatua-kecil jambul kuning berjumlah 2 pasang. Jenis kandang merupakan kandang permanen yang berukuran 300 cm x 157 cm x 154 cm. Konstruksi kandang terdiri dari pagar berupa tembok, kawat ram sebagai bahan utama kandang dengan dilengkapi besi di setiap sudutnya dan asbes sebagai atap. Perlengkapan yang terdapat di dalam kandang berupa tempat bertengger, bersarang, makan dan minum. Kegiatan perawatan kandang dilakukan di dalam dan di luar kandang. Hasil limbah penangkaran diolah menjadi pupuk. Suhu dan kelembaban rata-rata kandang adalah 29,78°C dan 67,42%. Pakan utama burung kakatua berupa jagung muda berjumlah 260 gr, kacang tanah 130 gr dan biji bunga matahari 110 gr, serta pakan tambahan berupa pepaya 225 gr. Kandungan gizi dari pakan utama berjumlah 879,74 kal. Selama berada di MBOF, burung kakatua belum pernah terserang penyakit. Cara membedakan jenis kakatua jantan dapat dilihat dari iris matanya, jantan memiliki iris mata hitam dan betina memiliki iris mata merah. Pemilihan bibit dilakukan dengan memperhatikan kondisi fisik burung kakatua. Teknik penjodohan dilakukan secara paksa.

Jenis aktivitas yang ditemukan di penangkaran burung MBOF berjumlah 12 aktivitas, antara lain aktivitas berjalan, mematuk benda, diam, geser, siaga, mengangkat kaki, menelisik bulu, makan, memanggil, minum, buang kotoran, dan aktivitas lain. Terdapat perbedaan aktivitas antara burung kakatua jantan dan burung kakatua betina yang diklasifikasikan menjadi aktivitas lain. Aktivitas lain yang dilakukan oleh burung kakatua jantan adalah aktivitas bermain, memeriksa keadaan, mengibaskan sayap, menggantung dan berputar, dan bersembunyi. Sedangkan aktivitas lain yang dilakukan oleh kakatua betina adalah aktivitas mengembangkan sebelah sayap dan membersihkan kaki. Aktivitas tertinggi yang


(4)

dilakukan oleh burung kakatua jantan adalah aktivitas bermain, sedangkan aktivitas tertinggi yang dilakukan oleh burung kakatua betina adalah aktivitas diam.

Dalam hal cara makan, tidak terdapat perbedaan cara makan antara burung kakatua jantan dan burung kakatua betina. Pada saat makan, kakatua menggunakan satu kaki untuk mencengkeram dahan atau tempat bertenggger, sedangkan satu kaki yang lain memegang pakan. Cara lain yang dilakukan oleh burung kakatua dalam melakukan aktivitas makan adalah dengan memakannya langsung.


(5)

SUMMARY

ANINDYA GITTA. Captive Breeding Technique, Daily Activites and Feeding Behavior of Lesser Sulphur-crested Cockatoo (Cacatua sulphurea sulphurea

Gmelin, 1788) in Mega Bird and Orchid Farm Bird Captive Breeding of (MBOF), Bogor, West Java. Under supervision of Burhanuddin Masy’ud and Erna Suzanna.

Cockatoo bird has beautiful and varying crest feather and also has a loud shrill voice which caused many cockatoos being hunted for commercial trade. Captive breeding, as one of ex-situ conservation measures, was an alternative effort to conserve the lesser sulphur-crested cockatoo. Mega Bird and Orchid Farm (MBOF) is a captive breeding company which company focus on captive breeding of parrots. This research was aimed to identify captive breeding techniques, daily activities and feeding behavior of lesser sulphur-crested cockatoo in MBOF. The research was carried out in MBOF captive breeding, Bogor, West Java from June to July 2011. Data type taken is primary data consisting of cage, food, diseases, breeding, event activity, state, social and feeding behavior.

The methods used in this research consist of literature study, observation, and interview. Data on technical aspect of captive breeding was collected through direct observation, direct measurement and observation of manager’s activities. Focal Animal Sampling method was used in the obsevation of daily activities anf feeding behavior.

There were two couples of lesser sulphur-crested cockatoo. Type of cage was permanent with size of 300 cm x 157 cm x 154 cm. Construction of the cage consisted of wall hedge, ram wire for the main component of cage with iron on each corner and asbestos for roof. Cage maintenance was carried out inside and outside the cage. Waste was recycled into fertilizer. Average temperature and humidity of cage were 29.78° C and 67.42%. Main feed of cockatoo consisted of 260 g unripe corn, 130 g peanuts, and 110 g sunflower seeds, and an additional feed of 225 g of papaya. Nutrient content of the main food was 879.74 cal. During the research in MBOF, there had been no cockatoo which suffered diseases. The male cockatoos can be distinguished from its female by its iris. Male have black iris while female had red iris. Selection of broodstock was done through the observation of cockatoo physical condition. Technique of pairing carried out by force.

A total of 12 activities were observed from the cockatoo at MBOF birds captive breeding included walking activity, pecking at object, motionless, moving slightly, reserving, exploring fur, eating, calling, drinking, defecating, and other activities. There were differences between male and female cockatoo which classified into other activities. Other activities carried out by male cockatoo were playing activity, checking condition, flapping its wing, hanging and spinning, and hiding. Other activities carried out by female cockatoo were spreading its right wing and the cleaning its feet. The most frequent activity performed by the male cockatoo was playing activity, while most frequent activity carried out by a female cockatoo was a motionless activity.

In terms of feeding behavior, there was no difference between male and female cockatoo. Cockatoos use one leg for gripping a branch or perched on a


(6)

place, and the other leg for holding itsfeed. Another way of feeding activity was to eat the feed directly.