Aktivitas kitooligomer hasil reaksi enzimatik terhadap proliferasi sel limfosit dan sel kanker

(1)

SRI WAHYUNI

SEKOLAH PASCASARJANA. INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006


(2)

ii

Aktivitas Kitooligomer Hasil Reaksi Enzimatik terhadap

Proliferasi Sel Limfosit dan Sel Kanker

merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi manapun.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2006

Sri Wahyuni. F261020041/IPN


(3)

iii

T. SUHARTONO, FRANSISKA R. ZAKARIA, DAHRUL SYAH, and ARIEF

BUDI WITARTO.

Local chitin waste from crab industries can be used as a source for production of chitooligomers which has important biological activity. The aims of this research were to evaluate activities chitooligomers produced by enzymatic hydrolysis upon proliferation of lymphocyte and cancer cells. The chitosanase enzyme was obtained from thermophilic bacterium Bacillus licheniformis MB2 isolated from Tompaso Manado. The medium for producing the enzyme contained 1% colloidal chitosan and the enzyme was harvested after seven days of incubation at 55oC, The free cell supernatant were heated at 60 oC for 20 minutes. The heat stable protein enzyme was coagulated with 80% saturated ammonium sulphate and purified using hydrophobic interaction chromatography with butyl sepharose gel. The enzyme of 0.005, 0.0085, 0.10 dan 0,17 IU/mg chitosan were use on 1% soluble chitosan substrate with 85 and 90 % degree deacetylation to produce chitooligomers through incubation at one and three hours. The reaction products were analyzed and fractionated using HPLC. The effect of chitooligomers hidrolysate on normal cells and cancer cells was evaluated using lymphocyte cells previously isolated from human blood and cancer cells line : KR4 (lymphablastoid B), K-562 (chronic myelogenous leukimia), HeLa (epythel carcinoma cervix), and A549 (lung carcinoma). The inhibition of cancer cells proliferation was visualized by spectrophotometer after addition of MTT reagent. At concentration of 17 ìg/ml the chitooligomers inhibited the cancer cells KR4 by 12.27%, K562 by 20.58%, HeLa by 31.72%, and A549 by 22.70%. In general, hidrolysate and fractionated chitooligomers (trimer to hexamer) showed better anticancer activity than 2-Bromo deoxy uridine used as positive control at similiar concentration. The inhibition 60% of lymphocyte cells was found when treated with chitooligomers hidrolysate from chitosan with 70% degree deacetylation. Fractionated chitooligomers (trimer to hexamer) 20% inhibited the lymphocytes. However, chitooligomers hidrolysate from chitosan with 85 and 90% degree deacetylation enhanced lymphocyte proliferation about 184.54%. K562, HeLa and A549 cancer cells treated with chitooligomers appeared to undergo apoptosis by 35%, 27%, and 8% respectively as shown by fluorescent microscopy. Disrupted membrane was found on cells treated with chitooligomers as observed by scanning electron mycroscope.


(4)

iv

SRI WAHYUNI

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada Program Studi : Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

v

Nama : Sri Wahyuni

NIM : F261020041

Program Studi : Ilmu Pangan

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria,M.Sc

Anggota Anggota

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Dr. Arief B. Witarto, M. Eng

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana, Ilmu Pangan

Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, M.S Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc


(6)

vi

sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan H. Sudarman dan Hj. Nurul Ichsan. Penulis menikah dengan Dr. Ir. Andi Khaeruni R., M.Si pada tanggal 24 Juli 1996 dan telah dikaruniai seorang putra Andi Muhammad Hibatullah Ramadhan lahir tanggal 8 Januari 1998.

Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SDN 1 Bau-Bau, Buton tahun 1981, Sekolah Menengah Pertama diselesaikan di SMPN 1 Kendari tahun 1984 dan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di SMAN 1 Kendari tahun 1987. Pendidikan sarjana di tempuh di Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Ujung Pandang dan lulus tahun 1992. Pada tahun 1995 penulis memperoleh beasiswa Asian Development Bank (ADB) kerjasama dengan Universitas Haluoleo dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia untuk mengikuti pendidikan Program Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 1999. Pada tahun 2002 penulis mendapat Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia untuk melanjutkan Program Dokt or pada Program Studi dan Sekolah Pascasarjana yang sama. Sejak tahun 1993 hingga sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Haluoleo Kendari.

Bidang kajian yang penulis tekuni selama mengikuti pendidikan doktor adalah bidang enzimologi dan imunologi. Berkaitan dengan topik penelitian disertasi tersebut di atas, penulis telah mempresentasikan hasil penelitian ini pada seminar nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) di Jakarta pada tanggal 26 Desember 2004 dan seminar nasional Perhimpunan Alumni dari Jepang (PERSADA) di Bogor pada tanggal 23 Agustus 2005, serta seminar lokal pada pusat penelitian bioteknologi Departemen Kelautan dan Perikanan Jakarta pada tanggal 12 Desember 2005.

Beberapa bagian dari disertasi ini dalam tahap publikasi ke dalam jurnal ilmiah nasional (Buletin Teknologi Industri Pangan) dan dalam tahap persiapan publikasi internasional (Carbohidrate Research Journal).


(7)

vii

sehingga penulisan disertasi yang berjudul “Aktivitas Kitooligomer Hasil Reaksi Enzimatik terhadap Proliferasi Sel limfosit dan Sel Kanker” dapat diselesaikan. Disertasi ini dibuat sebagai salah satu syarat mahasiswa pascasarjana program S3 untuk meraih gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Banyak pengalaman dan ide yang penulis peroleh sejak penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, hingga penulisan disertasi ini. Oleh karena itu melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak atas bantuan intelektual dan teknisinya dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan kepada :

1. Tim komisi pembimbing yang terdiri dari : (1) Ibu Prof Dr. Ir. Maggy T. Suhartono sebagai ketua komisi pembimbing yang telah banyak memberikan perhatian, bantuan, dan meluangkan waktu untuk membimbing, berdiskusi dan mendanai sebagian besar biaya penelitian ini. (2) Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska Zakaria,MSc sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan saran dan koreksi yang sangat berarti serta banyak memberikan bantuan bahan-bahan penelitian kultur sel kepada penulis. (3) Bapak Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc sebagai anggota komisi pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu di sela-sela kesibukan beliau sebagai ketua departemen ITP untuk memberikan saran dan bimbingan kepada penulis. (4) Bapak Dr. Arief Budi Witarto M.Eng, sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk diskusi dan telah memberi tambahan informasi serta menyediakan bahan untuk pengujian apoptosis. Peran semua komisi pembimbing sungguh sangat berarti sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar dan dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

2. Bapak Drh. Bambang Pontjo Priosuryanto, PhD dan Bapak Dr. Ir. Hari Eko Irianto, Dipl. Tech., APU yang telah meluangkan waktu dan berkenan menjadi penguji luar pada ujian terbuka, serta Prof. Dr. Drh. Dondin sayuthi atas segala saran yang sangat berarti sewaktu menjadi penguji luar pada ujian tertutup.


(8)

viii

4. Bapak Prof Dr. Ir. Antonius Suwanto, M.Sc sekeluarga dan Bapak Dr. Ir. Budi Tjahjono, M.Agr sekeluarga yang telah banyak memberikan bantuan, perhatian dan rasa kekeluargaan yang erat kepada penulis sekeluarga selama menempuh pendidikan S2 dan S3.

5. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB atas pembiayaan penelitian ini melalui program Research Grant Hibah Kompetisi B tahun 2004.

6. Ibu Dra. Hilda Suwigno; bapak Drh. Bambang Pontjo Priosuryanto, PhD; bapak dr.Bambang Wispriyono, PhD; Bapak Drh. Ketut Mudite, MSV; Ibu Dr. Drh. Retno Soedjono dan Ibu Dr. Drh. Ita Djuwita, M.Phil, penulis menghaturkan terimakasih yang sangat dalam atas segala keramahan dan kerjasama yang telah dijalin baik dalam bentuk bantuan sarana dan pengetahuan teknis pengujian kultur sel yang sangat penting bagi terlaksananya penelitian ini.

7. Para sahabat di lab MB : Ibu Ika, Sherli, Meidina, Ibu Nita, Ibu Eko, Pak Aris, dan bu Tati terimakasih atas bantuan keterampilan dasar dalam penelitian enzim. Juga kepada tim seperjuangan menyelesaikan penelitian program B, yaitu Yamin atas sumbangan darahnya, Emma Rochima, Yanti, bu Eni, serta Pudin dan Nopi, terimakasih atas bantuan yang tak kenal lelah dalam mengejar target program B. Begitupula kepada Rudi, Siti, Agnes, Lukie, Prasna, Eni Palupi, Boby, mba Bemby, Ibu Sri Rahayu dan mba Rika, terimakasih atas segala dorongan semangat dan saran yang sangat membantu terutama di saat-saat akhir menjelang ujian tertutup dan terbuka. 8. Para sahabatku di IPN, Ibu Asriani, Ibu Diana, Ibu Endang Prangdimurti, Ibu

Dede R. Adawiah, Ibu Sri Widowati, mba Rifda, mba Susi, mba Yuspi, mba Romsyah, Ibu Suliantari, Risma, Sista, Ria, Sevelin, dan Tahrir serta teman-teman yang tak sempat penulis sebutkan namanya satu persatu, Terimakasih atas persahabatan yang indah semasa menjadi mahasiswa IPN.

9. Kolega kerja dan teknisi laboratorium yang tidak dapat penulis sebutkan sat u-persatu, baik yang berada di lab PAU Biotek, FKH (lab Imunologi, Patologi, Embriologi dan lab Terpadu), maupun pada program studi Ilmu Pangan serta


(9)

ix

sebut satu persatu yang telah bersama saling membantu selama penelitian di lab FKH.

11. Teman-teman Sekolah Pascasarjana asal Sultra dan Sulsel penulis mengucapkan terimakasih atas bantuan dan kerjasama selama di Bogor. Begitu juga kepada teman seperjuangan saya Dr. Ir Gusti ayu kade Sutariati, terimakasih atas segala kerjasama selama kurang lebih 3,5 tahun bersama-sama berjuang menjalani pendidikan S3 dengan segala suka dan duka. 12. Pengelola Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional atas pemberian beasiswa kepada penulis untuk menjalani pendidikan S3.

13. Dekan FKIP Unhalu dan Rektor Universitas Haluoleo Kendari, atas izin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan S3 di program studi Ilmu Pangan SPs IPB.

14. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta staf pegawai Pascasarjana IPB, Ketua PS Ilmu Pangan IPB atas perkenaan menerima dan membantu penulis selama menjalani pendidikan S3 di IPB.

15. Dosen-dosen IPB, terutama pada program studi Ilmu Pangan, Terimakasih atas sumbangan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis. 16. Khusus kepada Ayahanda H. Sudarman dan Ibunda Hj. Nurul Ichsan, penulis

mengucapkan banyak terima kasih atas asuhan, didikan dan doanya serta bantuan moril dan materil sehingga menghasilkan dukungan yang luar biasa bagi penulis dalam menempuh pendidikan doktor ini.

17. Pamanda Ir. Nasser Iskandar sekeluarga dan pamanda Drs. Abdul Rahim sekeluarga, terimakasih atas segala perhatian, bantuan, dan kerelaan selalu menerima penulis sekeluarga dengan baik. Begitu juga kepada keluarga Besar penulis di Jakarta, makassar, Rappang, Kendari dan Bau-bau, penulis mengucapkan terimakasih atas segala bantuan dan dukungan kepada penulis selama menempuh pendidikan dari S1 sampai S3.

18. Keluarga besar bapak Andi Ramli (alm), Ibu mertua Istambol dan Andi Makkulawu, para kakak ipar dan kakak-adik, penulis berterimakasih atas doa dan dukungannya selama penulis mengikuti pendidikan di IPB ini.


(10)

x mengikuti program S3 ini.

Akhirnya semua budi baik yang diberikan kepada penulis semoga diterima dan dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT. Tak lupa permohonan maaf bila penulis melakukan kesalahan baik yang disengaja maupun tidak. Semoga disertasi ini bermanfaat bagi khasanah ilmu pengetahuan. Amin.

Bogor, Februari 2006

Penulis


(11)

xi

DAFTAR GAMBAR………... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....……...………... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Hipotesis Penelitian...…... ... 3

TINJAUAN PUSTAKA A. Kitosan, Senyawa-senyawa kitooligomer, dan Kitosanase...…....…... 4

1. Kitosan dan aplikasinya ... 4

2. Kitosanase dan mikrob penghasil kitosanase... 8

B. Bahan Pangan sebagai Immunoenhancer dan anti kanker... 10

C. Limfosit dalam Sistem Imun ...……….. 12

1. Sel Limfosit ... ... 13

2. Pengujian Proliferasi Limfosit ... 15

3. Mitogen Sebagai Senyawa Pemacu Proliferasi Sel Limfosit ... 17

D. Kultur Sel ... 18

E. Siklus Sel. ... 20

E. Kanker dan Mekanismenya... 21

F. Mekanisme Anti Kanker... 23

1. Mekanisme anti kanker beberapa senyawa alami dan sintesis ... 23

2. Apoptosis ... 25

3. Anti Protease ... .... 26

BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian...………... 28

B. Bahan dan Alat Penelitian ...……..……...………... 28

C. Diagram Alir Penelitian ... 29

D. Metode Penelitian ...………...………... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Produksi Senyawa-senyawa Kitooligomer Secara enzimatik ... 44

B. Fraksinasi Hidrolisat Senyawa -senyawa Kitooligomer... 51

C. Aktivitas Senyawa-senyawa Kitooligomer terhadap Proliferasi Sel Limfosit ... ... 54

D. Aplikasi Senyawa-senyawa kitooligomer terhadap Proliferasi Sel Kanker ... ... 64

E. Mekanisme Penghambatan Proliferasi sel kanker oleh Senyawa-senyawa Kitooligomer... 78

1. Mekanisme apoptosis dan Kerusakan Membran... 78

2. Telaah potensi senyawa-senyawa kitooligomer sebagai inhibitor protease ... ... 86


(12)

xii

F. Kaitan Beberapa Aktivitas Biologi dari Hidrolisat Senyawa-senyawa

Kitooligomer... 89

SIMPULAN DAN SARAN... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 96


(13)

xiii

1 Beberapa penelitian produksi senyawa-senyawa kitooligosakarida ... 7

2 Karakteristik enzim kitosanase dari Bacillus licheniformis MB2 ... 9

3 Beberapa karakteristik biokimia kitosanase ... 10

4 Nilai normal elemen-elemen selular pada darah manusia ... 13

5 Aktivitas beberapa preparat enzim ... 43

6 Konsentrasi enzim dari beberapa hidrolisat ... 54

7 Aktivitas senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat terhadap proliferasi sel limfosit.. ... 56

8 Aktivitas hasil fraksinasi senyawa-senyawa kitooligomer terhadap proliferasi sel limfosit ... ... 60

9 Pengaruh inkubasi bersama hidrolisat kitooligomer dan mitogen terhadap proliferasi limfosit ... 62

10 Beberapa hasil penelitian proliferasi sel limfosit ... 63

11 Hasil pengujian kebocoran membran sel... 82


(14)

xiv

1 Jalur degradasi kitin ... ... 5

2 Struktur molekul kitin dan kitosan... ... 5

3 Mekanisme reaksi MTT menjadi MTT formazam ... 16

4 Siklus sel ... 20

5 Diagram alir proses produksi senyawa-senyawa kitooligomer ... 30

6 Diagram alir aplikasi dan telaah mekanismeanti kanker senyawa-senyawa kitooligomer ... 31

7 Hidrolisis kitosan tanpa enzim ... 45

8 Hidrolisis kitosan dengan konsentrasi enzim dan derajat deasetilasi (DD) kitosan yang berbeda... ... 45

9 Hidrolisis preparat enzim FBS 0.0085 dengan kitosan yang berbeda derajat deasetilasi (DD) ... 46

10. Hidrolisis preparat enzim murni dengan kitosan yang berbeda derajat deasetilasi (DD)... 47

11 Hidrolisis preparat enzim dengan perbedaan konsentrasi kitosan 1% dan 0.5% ... 47

12 konsentrasi glukosamin berbagai hidrolisat enzimatik ... 48

13 Hasil pemurnian enzim kitosanase menggunakan kromatografi kolom interaksi hidrofobik (HIC) ... 50

14 Hasil deteksi kemurnian enzim menggunakan silver staining ... 51

15 Komposisi senyawa-senyawa kitooligomer hasil reaksi preparat FBS 0.0085 DD 85 1j dan 3j ... ... 52

16 Komposisi senyawa-senyawa kitooligomer berbagai hidrolisat dengan konsentrasi enzim 0.0085, 0.10, dan 0.17 unit/mg kitosan ... 52

17 Komposisi dan konsentrasi senyawa-senyawa kitooligomer dalam berbagai hidrolisat ... 53

18 Hasil pemilihan konsentrasi hidrolisat ... 55

19 Profil sel limfosit pada pembesaran dengan dengan inverted microscope 200 kali ... 59


(15)

xv

20 Pengujian konsentrasi efektif untuk uji penghambatan proliferasi ... 66

21 Pengaruh pemberian senyawa-senyawa kitooligomer dalam

hidrolisat terhadap penghambatan proliferasi sel KR-4 ... 66

22 Profil sel KR-4 hasil perbesaran dengan lensa obyektif

inverted microscope sebesar 200 kal i... 67

23 Aktivitas senyawa-senyawa kitooligomer hasil fraksinasi sebagai penghambat proliferasi sel K562 ... 68

24 Aktivitas senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat sebagai penghambat proliferasi sel K562 ... 69

25 Profil sel K562 hasil perbesaran lensa obyektif

inverted microscope sebesar 100 kali... 71

26 Aktivitas senyawa-senyawa kitooligomer hasil fraksinasi sebagai

penghambat proliferasi sel HeLa ... 72

27 Aktivitas senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat enzimatik pada penghambatan proliferasi sel HeLa ... 73

28 Profil sel HeLa hasil perbesaran lensa obyektif

inverted microscope sebesar 100 kali... 74

29 Aktivitas senyawa-senyawa kitooligomer hasil fraksinasi sebagai penghambat proliferasi sel A549 ... 75

30 Aktivitas senyawa-senyawa kitooligomer hidrolisat dan senyawa

pembanding pada penghambatan proliferasi sel A549 ... 76

31 Profil sel A549 hasil perbesaran lensa obyektif

inverted microscope sebesar 100 kali... 77

32 Foto mikroskop elektron dari sel yang mengalami

kondensasi kromatin ... 80

33 Membran sel dengan reseptor karbohidrat pada permukaan sel dan hipotesis pengikatan glikoprotein dengan senyawa kitooligomer ... 81

34 Hasil visualisasi kerusakan membran sel dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) (Pembesaran 15.000 X)………... 83


(16)

xvi

36 Apoptosis sel K562 ... 85

37 Apoptosis sel HeLa ... 85

38 Apoptosis sel A549 ... 85

39 Kemampuan senyawa-senyawa kitooligomer dalam menghambat aktivitas enzim tripsin pada substrat kolagen (inkubasi 24 jam) ... 87

40 Kemampuan kitooligomer dalam hidrolisat enzimatik terhadap

penghambatan aktivitas (inhibitor) enzim serin protease ... 88

41 Kemampuan kitooligomer dalam hidrolisat enzimatik

terhadap aktivitas anti proliferasi sel KR4... 89

42 Kemampuan kitooligomer dalam hidrolisat enzimatik terhadap

Aktivitas anti proliferasi sel K562... 90

43 Kemampuan kitooligomer dalam hidrolisat reaksi enzimatik terhadap aktivitas anti proliferasi sel HeLa ... 90

44 Kemampuan kitooligomer dalam hidrolisat enzimatik

terhadap proliferasi sel limfosit ... 91

45 Hubungan antara kemampuan hidrolisat kitooligomer pada penghambatan proliferasi sel kanker dengan aktivitas

inhibitor protease ... 92

46 Kromatogram HPLC hasil analisis dan fraksinasi kitooligomer ... 109


(17)

xvii

1. Inform concern dari responden ... 107

2. Konsentrasi preparat hasil reaksi enzimatik ... 108

3. Kromatogram HPLC senyawa-senyawa kitooligomer ... 109


(18)

Banyak komponen bioaktif pangan saat ini diketahui mempunyai efek positif terhadap kesehatan, oleh karena itu penggunaan pangan yang diketahui mengandung senyawa bioaktif atau pangan fungsional merupakan hal yang sangat bermanfaat. Pangan yang kita konsumsi sehari-hari pada kenyataannya mengandung ribuan senyawa bioaktif, banyak diantaranya yang memiliki cukup potensi untuk meningkatkan kesehatan, contohnya adalah sulphoraphane, kurkumin, likopen, dan polifenol dalam teh yang merupakan agen chemopreventive yang telah terbukti (Elliot dan Ong 2002). Saat ini penggunaan pangan fungsional untuk kesehatan telah berkembang pesat, salah satu faktor pendukungnya adalah keinginan banyak orang untuk meningkatkan kesehatan dengan cara yang alami. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh berbagai efek samping yang merugikan dari konsumsi obat-obatan kimiawi yang telah banyak terbukti, sehingga timbul keinginan untuk menggunakan bahan-bahan dari alam untuk meningkatkan kesehatan. Selain faktor tersebut, konsumsi makanan yang tidak seimbang juga telah terbukti menjadi kunci dari faktor eksternal yang berpengaruh pada kejadian penyakit kronis, termasuk terjadinya penyakit-penyakit kanker. Upaya pencegahan terhadap berbagai jenis penyakit-penyakit termasuk penyakit kanker secara dini melalui pangan yang sehat meningkatkan konsumsi komponen bioaktif sebagai pangan fungsional. Disamping itu penggunaan komponen bioaktif dari bahan-bahan alami dengan tujuan untuk pengobatan penyakit dalam bentuk nutraceuticals kini sudah banyak dijumpai, termasuk senyawa -senyawa kitooligo mer yang berasal dari degradasi limbah bahan berkitin saat ini mulai digunakan sebagai bahan nutraceuticals. Senyawa kitooligomer ini telah menarik perhatian industri karena berbagai manfaatnya untuk pangan dan medis, sehingga memiliki nilai ekonomis cukup baik untuk dikembangkan saat ini, dengan harga jual di pasaran internasional yang telah mencapai US$ 60.000 per ton (Sandford 2003).

Banyak penelitian telah membuktikan bahwa senyawa -senyawa kitooligomer yang berasal dari limbah berkitin memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai material anti kanker, antara lain senyawa heksa N-asetil kitoheksaose dan kitoheksaose yang berasal dari degradasi kitin. Senyawa -senyawa kitooligomer yang berasal dari degradasi kitosan telah dilaporkan memiliki pengaruh menghambat pertumbuhan dan proliferasi sel tumor. Oleh sebab itu kajian dalam penelitian ini


(19)

dipandang sangat penting dilakukan untuk usaha peningkatan nilai tambah limbah berkitin melalui usaha produksi senyawa bioaktif kitooligomer yang dapat diaplikasikan sebagai pangan fungsional dan nutraceutical.

Limbah berkitin di Indonesia pada tahun 2002 dihasilkan sekitar 112.208 ton (Anonim 2004). Limbah ini belum termanfaatkan secara baik dan berdaya guna, bahkan sebagian besar merupakan buangan yang juga turut mencemari lingkungan. Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai usaha penggalian potensi lokal untuk memanfaatkan limbah berkitin menjadi bahan yang bermanfaat, antara lain mengolahnya menj adi kitosan dan oligomernya. Saat ini produk kitosan dan oligomernya telah banyak dijual dalam bentuk kapsul nutraceutical dan pharmaceutical dengan berbagai merek dagang yang umumnya berasal dari Korea dan Jepang.

Senyawa-senyawa kitooligomer dapat diproduksi secara enzimatik dari senyawa kitin dengan menggunakan enzim kitinase, kitin deasetilase dan kitosanase. Kitin deasetilase memodifikasi kitin menjadi kitosan. Kitosanase menguraikan kitosan menjadi senyawa-senyawa kitooligomer. Proses pengubahan kitin menjadi turunan oligosakarida secara kimiawi oleh asam cenderung dihindari karena proses ini tidak dapat dikontrol dan menghasilkan lebih banyak monomer D-glukosamin dan lebih sedikit oligomer, sedangkan yang memiliki aktivitas biologi penting adalah senyawa oligomernya. Hidrolisis kitosan secara enzimatis adalah cara yang lebih baik untuk mendapatkan senyawa-senyawa kitooligomer dengan derajat polimerisasi yang lebih tinggi. Ukuran molekul produk akhir hidrolisis sangat penting diperhatikan karena sifat fungsional bergantung pada berat molekulnya.

Penggunaan enzim sebagai biokatalis dalam industri obat-obatan, kosmetika, dan bioteknologi menjadi pilihan yang terbaik saat ini, karena bersifat ramah lingkungan, prosesnya mudah dikendalikan, dan produk akhirnya seragam. Penggunaan enzim termostabil dalam penelitian ini dimaksudkan karena sifat stabilitas enzim terhadap proses panas, sebab sifat enzim yang stabil pada kondisi panas diminati oleh kalangan industri karena memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi, antara lain reaksi dapat berlangsung pada suhu tinggi sehingga mengurangi kontaminasi bakteri mesofil dan laju reaksi lebih cepat sehingga mengurangi biaya produksi. Selain itu enzim termostabil dari mikroba termofil lebih tahan terhadap berbagai senyawa atau keadaan penyebab denaturasi sehingga dapat lebih tahan disimpan. Sifat stabil yang dimiliki enzim termofil menekan peluang kehilangan aktivitas selama produksi dan penyimpanan, serta memudahkan para teknolog dalam menangani proses produksi


(20)

dan pemurniannya (Suhartono 1994). Indonesia merupakan negara yang kaya diversitas sehingga peluang menemukan mikroba termofil penghasil enzim yang unik cukup realistik. Salah satu mikrob termofilik penghasil enzim kitosanase dari Indonesia yang telah berhasil dipilah dari sumber air panas di Tompaso Sulawesi Utara adalah

Bacillus licheniformis MB2. Diharapkan enzim dari mikroba ini dapat bermanfaat bagi proses industri dan bioteknologi, salah satunya adalah dapat digunakan untuk memproduksi senyawa bioaktif kitooligomer yang memiliki banyak manfaat.

Berdasar latar belakang tersebut, maka dalam penelitian ini dilakukan kajian produksi senyawa kitooligomer yang bersifat bioaktif dengan menggunakan enzim kitosanase yang dihasilkan oleh isolat Bacillus licheniformis MB2 yang telah dikarakterisasi sebelumnya secara menyeluruh oleh Chasanah (2004). Bakteri tersebut diketahui menghasilkan kitosanase pada pH optimum 6-7, stabil terhadap kisaran pH 4 – 6.8, tahan panas (suhu optimum 70oC) dan tahan senyawa denaturan ( terutama guanidin dan urea). Selanjutnya penelitian ini ditujukan untuk menghasilkan senyawa-senyawa kitooligomer yang memiliki aktivitas biologis sebagai anti kanker, sehingga senyawa-senyawa kitooligomer dapat dijadikan material anti kanker bagi pengobatan penyakit kanker di masa datang.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengaplikasi enzim kitosanase termostabil dari

Bacillus licheniformis MB2 untuk memproduksi senyawa -senyawa kitooligomer yang memiliki aktivitas biologi khususnya terhadap sel limfosit dan sel kanker (2) Menganalisis potensi anti kanker dari senyawa-senyawa kitooligomer.

C. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Enzim kitosanase dari Bacillus licheniformis MB2 dapat digunakan untuk memproduksi senyawa-senyawa kitooligomer yang memiliki aktivitas biologi terhadap sel limfosit dan sel kanker.

2. Senyawa-senyawa kitooligomer mampu menghambat proliferasi sel kanker melalui mekanisme kerusakan membran, apoptosis, dan kemungkinan sebagai inhibitor enzim serin protease.


(21)

1. Kitosan dan Aplikasinya.

Kitosan adalah biopolimer yang tersusun atas D-glukosamin dengan ikatan glikosidik â 1 4 yang dapat dihasilkan dari kitin, yaitu polimer linier â (1 4)-2-asetamido-2-deoxy-D-glukosa (N-asetilglukosamin). Kitin adalah komponen utama pada kulit kepiting dan udang atau kelompok kerang-kerangan (crustacea) (Goosen et al. 1997). Sebagian besar kitosan untuk penggunaan komersial dan penelitian diproduksi dari deasetilasi kitin yang berasal dari kulit udang dan kepiting, limbah utama pada industri pengolahan shellfish. Secara alami kitosan dapat dihasilkan dari fungi golongan zygomycetes (Miyoshi et al. 1992). Kitosan adalah polimer alami, sehingga tidak bersifat toksik, tidak larut dalam air yang bersifat basa tetapi larut baik dalam pelarut asam di bawah pH 6. Aplikasi polimer kitosan tidak sebanyak bentuk kitooligomernya, hal ini disebabkan karena kitosan memiliki berat molekul yang besar dan viskositas yang tinggi.

Untuk memperoleh kitosan dari kitin dapat dilakukan secara kimia dan enzimatis. Kedua reaksi tersebut bertujuan untuk menghilangkan gugus asetil yang terdapat pada kitin. Reaksi enzimatis menggunakan enzim kitin deasetilase, sedangkan untuk memperoleh kitosan secara kimia dari kitin dapat melalui kombinasi perlakuan panas (60 o

C – 140 o

C) dan larutan alkali (larutan NaOH 30% – 50%). Derajat deasetilasi kitosan biasanya berada antara 70% - 90% tergantung metoda yang digunakan (Goosen et al. 1997). Derajat deasetilasi dipengaruhi oleh konsentrasi basa, temperatur dan rasio kitin terlarut, derajat deasetilasi akan meningkat dengan meningkatnya temperatur atau konsentrasi NaOH (Chang et al. 1997). Proses deasetilasi secara termokimia tersebut dalam banyak hal tidak menguntungkan karena tidak ramah lingkungan, prosesnya tidak mudah dikendalikan, dan kitosan yang dihasilkan memiliki berat molekul dan derajat deasetilasi yang tidak seragam (Chang et al. 1997; Tsigos et al.

2000). Proses deasetilasi yang menggunakan kombinasi perlakuan secara kimiawi dan enzimatis seperti yang telah dilakukan oleh Rochima (2005) merupakan alternatif proses yang lebih baik. Jalur degradatif kitin menjadi kitosan dapat dilihat pada Gambar 1, sedangkan struktur molekul kitin dan kitosan dapat dilihat pada Gambar 2.


(22)

Kitin deasetilase (EC 3.5.1.4)

Kitin Kitosan Kitinase

(E.C 3.2.1.14)

Lysozyme Kitosanase (E.C 3.2.1.17) (EC 3.2.1.132)

Kitin oligosakarida Kitosan oligosakarida N-acetil-β-D-

glukosamidase D-glukosamidase

(EC 3.2.1.30)

N-Asetil – D- Glukosamin D-Glukosamin

Gambar 1 Jalur degradasi kitin (Goosen 1997)

Gambar 2 Struktur molekul kitin dan kitosan (Li et al. 1997)

Proses pengubahan kitin menjadi turunan oligosakarida secara kimiawi oleh asam cenderung dihindari karena proses ini tidak dapat dikontrol, menghasilkan lebih banyak monomer D-glukosamin dan lebih sedikit kitooligomer, padahal, yang memiliki aktivitas biologi penting adalah senyawa-senyawa kitooligomernya (Kolodziesjka et al. 2000, Curroto & Aros 1993). Hidrolisis kitosan secara enzimatis adalah cara yang lebih baik untuk mendapatkan senyawa-senyawa kitooligomer dengan derajat polimerisasi yang


(23)

lebih rendah, karena sifat fungsional bergantung pada berat molekulnya (Suzuki 1996, Kolodziejska et al. 2000).

Banyak studi yang telah dilakukan mengenai penggunaan enzim untuk mendegradasi kitosan. Aiba (1993,1994) menghidrolisis kitosan menggunakan enzim kitinase dan lisozim. Pantaleone et al. (1992) dan Brine et al. (1992) melaporkan penggunaan enzim glikanase, protease, lipase, dan tannase yang berasal dari bakteri, fungi, mamalia, dan tanaman untuk menghidrolisis kitosan. Muzarelli et al. (1995a, 1995b) telah menggunakan enzim papain dan lipase untuk depolimerisasi kitosan. Guo dan Hung (2002) melaporkan penggunaan enzim selulase untuk memperoleh senyawa -senyawa kitooligosakarida dari kitosan. Berbagai proses tersebut dikembangkan untuk menghasilkan proses hidrolisis yang efisien terhadap kitosan, akan tetapi penggunaan enzim-enzim tersebut membutuhkan konsentrasi yang relatif tinggi, sedangkan kitosanase menunjukkan aktivitas yang cukup baik pada konsentrasi yang kecil (Jeon dan Kim 2000).

Telah banyak dilaporkan adanya sifat fisiologis penting senyawa-senyawa kitooligo mer hasil degradasi kitin dan kitosan, yang memiliki daya antibakteri, antijamur, antitumor, penurun kolesterol, penurun tekanan darah tinggi, dan kemampuannya dalam meningkatkan daya imunologis (Dalwoo 2004, Muzarelli 1996, Shahidi et al.1999, Suzuki et al. 1986, Suzuki 1996). Dalam bidang farmasi, kitooligomer mampu menurunkan kolesterol. Aktivitas hipokolesterolemik kitooligomer kemungkinan disebabkan karena penghambatan pembentukan

micelle yang mengandung kolesterol, asam lemak dan monogliserida, sehingga berperan aktif sebagai anti kolesterol (Goosen 1997, Dodane dan Vilivalam 1998). Cui dan Mumper (2001) meneliti tentang penggunaan kitosan dan oligomernya untuk berkompleks dengan CMC (Carboxyl Methyl Cellulose) guna membentuk kationik nano patrikel yang stabil untuk keperluan imunisasi genetik. Kemampuan kitosan dan senyawa-senyawa kitooligomer sebagai antimikroba telah diujikan pada organisme penghasil spora pada media laboratorium dan makanan, ternyata Kitooligomer yang lebih pendek lebih efektif berperan sebagai antimikroba daripada yang berantai panjang (Shahidi et al. 1999 ; Rhoades dan Roller 2000 ; Meidina 2005 ).

Pada Tabel 1 disajikan informasi penelitian yang telah dilakukan untuk memperoleh senyawa-senyawa kitooligo mer yang berasal dari kitin dan kitosan


(24)

Tabel 1 Beberapa penelitian produksi senyawa-senyawa kitooligo mer

N o

Enzim Sumber Aktivitas Metode Substrat & konsentrasi

Hasil Referensi 1. Kitosanase Bacillus

pumilus

BN-262

(45oC)

5,10,15 dan 25 U/g Chit

UFmembran reaktor

Kitosan terlarut 1% (DD 89%)

Trimer - Heksamer

Jeon & Kim 2000

2. Kitosanase Bacillus sp BN-262 (50oC)

1g/100ml (13% prot) Imobilisasi pada suport gel agar Kitosan terlarut 0,5% (DD 100%)

Pentamer & Heksamer

Ichikawa et al. 2002 3. Kitinase Streptomyc

es cursanovii (37oC)

0,38U/ml Imobilisasi pada macroporous cross linked chitin Kitin koloidal 1% (DD 85%) Dimer - Nanomer

Ilyina et al. 2000

4. Lisozim & lateks pepaya

Degradasi re -dox H2O2 &

Fe(III) Kitosan hidrokhlorid a 1% (DD 15,6%) Rhoades & Roller 2000

5. Kitosanase Bacillus sp Strain CK4 (60oC)

0,1mg/ ml Purifikasi dengan DEAE Toyopear l650-M Kitosan koloidal l% (DD 100%) Monomer - Heksamer

Yoon et al. 2001

6. Kitosanase Bacillus sp Strain KCTC 0377BP (40oC)

2-8 U/g Inkubasi enzim dan substrat selama 24 jam. (Direct enzymatic reaction)

Kitosan terlarut 20 - 40 mg/ml (DD 39, 50 dan 72 %)

Trimer - Heptamer

Yeon et al. 2004

Senyawa-senyawa kitooligomer dilaporkan memiliki aktivitas anti kanker, laporan ini antara lain dikemukakan oleh Ye on (2004) bahwa heksa N-asetil kitoheksaose dan kitoheksaose memiliki pengaruh penghambat pertumbuhan dari sel tumor Meth A-solid. Semenuk et al. (2001) melaporkan aktivitas kitooligomer sebagai anti tumor melalui kemampuan senyawa kitooligomer bertindak sebagai ligan bagi reseptor sel natural killer yang mengakibatkan aktivasi selular sistim imun sehingga kitooligomer tersebut dapat berfungsi sebagai anti tumor. Pae et al.(2001) melaporkan terjadinya penghambatan pada sel promyelocytic leukemia (HL-60) oleh water-soluble chitosan oligomer (WSCO). Shen (2002) juga melaporkan kitosan larut air (WSC) secara signifikan menghambat proliferasi sel kanker ASG. Guo & Hung (2002) melaporkan senyawa kitooligosakarida yang dihasilkan dari enzim selulase memiliki pengaruh pada fungsi sistim imun seperti mempengaruhi proliferasi sel makrofag dan hibridoma HB4C5 secara in vitro. Sedangkan secara in vivo terbukti meningkatkan kandungan IgG dan IgM dalam serum darah mencit yang diinjeksi dengan N- asetil kitoheksaose.


(25)

2. Kitosanase dan Mikroba Penghasil Kitosanase

Kitosanase (EC 3.2.1.132) merupakan enzim yang menghidrolisis ikatan glikosidik kitosan untuk menghasilkan kitooligomer (kitooligosakarida). Kitosan ( â-(1 4)-N-glukosamin) merupakan turunan dari kitin yang diperoleh melalui deasetilasi sempurna atau sebagian. Menurut Fukamizo dan Brzezinski (1997), kitosanase adalah enzim yang menghidrolisis kitosan, memotong pada ikatan â-1,4-glikosidik kecuali ikatan GlcNAc-GlcNAc. Kitosanase dibagi menjadi tiga klas berdasarkan spesifik pemotongannya yaitu klas 1, enzim memotong pada ikatan GlcN-GlcN dan GlcNAc-GlcN; klas 2, enzim yang memotong hanya pada ikatan GlcN; klas 3, enzim yang memotong pada ikatan GlcN dan GlcN-GlcNAc (Saito et al. 1999; Fukamizo dan Brzezinski 1997). Pada Tabel 2 disajikan beberapa karakteristik enzim kitosanase dari berbagai sumber.

Berdasarkan homologi sekuen asam amino, Yoon et al. (2000) mengkategorikan kitosanase ke dalam empat kelompok, kelompok I berhubungan erat dengan kitosanase dari B. circulans, B.ehemensis, dan

Burkholderia gladioli (similaritas sekitar 81-84%). Kelompok II termasuk

Amycolaptosis sp., Nocardioides sp. N 106, Streptomyces sp. N 174 (similaritas sekitar 73-76%). Bacillus sp. CK4 dan Bacillus subtilis termasuk dalam golongan kelompok III dengan similaritas sekitar 76.6%. Sedangkan Sphingobacterium dan

Matsuebacter digolongkan ke dalam kelompok IV dengan similaritas sekitar 75%.

Carbohydrate Active Enzyme (CAZY) mengklasifikasi kitosanase pada 3 (tiga) kelompok, yaitu family 46, 75 dan 80. Sebagian besar hasil studi kitosanase yang terdapat pada bakteri termasuk dalam anggota glikosida hidrolase family 46, dimana kitosanase dari fungi patogen tanaman seperti Fusarium solani

diklasifikasi sebagai glikosida hidrolase family 75. Chitosanotabidus dan

Sphingobacterium multivorum termasuk golongan glikosida hidrolase family 80 (Park et al. 1999). Diantara kitosanase yang telah diteliti tersebut hanya glikosida hidrolase family 46 yang telah ditentukan struktur tiga dimensinya dan hanya dua struktur kristal kitosanase, yaitu dari Streptomyces sp. N174 dan

Bacillus circulans yang telah dipublikasi (Saito et al. 1999). Glu-22 dan Asp-40 merupakan residu asam amino yang penting pada sisi katalitiknya (Fukamizo dan Brzezinski 1997) dimana residu triptofan berperan penting untuk kestabilan protein enzim kitosanase (Honda et al. 1999). Hasil studi lain terhadap identifikasi residu asam amino untuk aktivitas katalitik kitosanase termostabil dari Bacillus


(26)

sp. CK4 menunjukkan bahwa Glu-50 tidak mutlak esensial untuk aktivitas katalitik, tetapi mungkin memiliki peranan penting untuk menjaga struktur sisi katalitik kitosanase (Yoon et al. 2001).

Berbagai pertimbangan penggunaan mikroba sebagai sumber enzim kitosanase antara lain adalah mikrob a dapat tumbuh relatif cepat, bahan baku relatif murah, mudah diisolasi, dan terbuka peluang untuk meningkatkan mutu enzim melalui rekayasa genetika (Madigan et al. 2000). Informasi tentang mikroba penghasil enzim kitosanase telah dilaporkan oleh beberapa peneliti, antara lain kitosanase dari Bacillus sp P1-7S dilaporkan oleh Seino et al. (1991),

Matsuebacter chitosanotabidus 3001 oleh Park et al. (1999), Bacillus sp strain CK4 oleh Yoon et al. (2001), Burkholderia gladioli strain CHB101 oleh Shimosaka

et al. (2000), Streptomyces N174 oleh Somashekar dan Joseph (1996). Kitosanase yang berasal dari fungi dilaporkan oleh Shimosaka et al. (1993) yang mengisolasi kitosanase dari Fusarium solani f.sp. dan phaseoli, Cheng dan Li (2000) mengisolasi kitosanase dari Aspergillus Y2K. Kitosanase yang berasal dari tanaman Cucumis sativus, Citrus sinensis, dan Barley telah dilaporkan oleh Somashekar dan Joseph (1996).

Karakteristik enzim kitosanase yang berasal dari Bacillus licheniformis MB2 disajikan dalam Tabel 2. Beberapa karakteristik enzim kitosanase yang berasal dari berbagai sumber disajikan pada Tabel 3.

Tabel 2 Karateristik enzim kitosanase dari Bacillus licheniformis MB2 a)

No. Parameter Karakteristik

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Suhu optimum pH optimum Buffer optimum Berat Molekul Aktivator

Spesifitas substrat

Tahan terhadap jenis denaturan

70o

C 6.0 -7.0

Buffer phosphat 0.05 M pH 6 75 kDa

Mn

Kitosan terlarut

Guanidin dan urea a) Chasanah 2004


(27)

Tabel 3 Beberapa karakteristik biokimia kitosanase

Mikroorganisme Berat Molekul (kDa) pH Optimum Suhu Optimum

(oC)

Inhibitor substrat Produk Referensi

Matsuebacter

chitosanotabidus 3001

Paenibacillusfukuinensis D2

B. circulans MH-K1

Bacillus sp CK-4

Aspergillus Y2K

Acinetobacter sp CHB101

Fusarium solani f.sp phaseoli. 34 86.51 27 29 25

37 & 30

36 4.0 - 6.5 6.5 6.6

5 – 9

5.6

30 – 40

-

50

60

65 – 70

40

40

Ag2+

-

Hg2+, Zn+,

pCMB, Cu2+

Cu2+

Hg2+,Cd2=

- - - Kitosan DD 100%, CMC Kitosan dengan DD tinggi Kitosan dengan DD tinggi Kitosan dengan DD tinggi Kitosan dengan DD tinggi Kitosan dengan DD tinggi Kitosan dengan DD tinggi (GlcN)2-6 (GlcN)2-7 (GlcN)4 (GlcN)4 (GlcN)3-5 (GlcN)3-5 (GlcN)3-5

Park et al. 1999

Kimoto et al. 2002

Yabuki et al. 1988

Yoon et al. 2000

Cheng dan Li (2000)

Shimosaka et al. 1995

Shimosaka et al. 1993

B. BAHAN PANGAN SEBAGAI IMMUNOENHANCER DAN ANTIKANKER

Penelitian untuk menunjukkan potensi bahan pangan tertentu yang memiliki aktivitas terhadap proliferasi sel limfosit dan antiproliferasi terhadap sel kanker telah banyak dilakukan. Buah-buahan, sayuran dan biji-bijian merupakan sumber dari produk samping metabolisme senyawa mevalonat yang bersifat antikarsinogenik (Elson dan Yu 1994). Beberapa jenis bahan pangan lain yang juga mengandung senyawa antikarsinogenik adalah: bawang, kol, kedelai, wortel, seledri, bawang bombay, teh hijau, citrus (orange, lemon, grapefruit), beras pecah kulit dan gandum utuh (Caragay 1992). Menurut Waladkhani dan Clemens (1998) sayuran, buah-buahan dan biji -bijian mengandung beragam senyawa fitokimia yang berpotensi sebagai senyawa antikarsinogenik yaitu: karotenoid, klorofil, flavonoid, indol, komponen polifenol, inhibitor protease, sulfida, dan terpen. Laporan tersebut didukung oleh hasil penelitian Zakaria et al. (2000) yang melaporkan bahwa konsumsi sayur dan buah yang mengandung vitamin C dan vitamin E dapat meningkatkan kemampuan proliferasi sel limfosit


(28)

dan meningkatkan aktivitas sitotoksik dari sel NK. Selanjutnya Ogata et al.

(2000), melaporkan senyawa turunan asam nikotinat dan nikotinamida yaitu niasin (jenis vitamin larut air) ditemukan tidak membunuh sel limfosit, tetapi dapat menginduksi apoptosis pada sel K562.

Kelompok solanase (tomat, kentang, terung dan cabai) dan rempah-rempah (jahe, cengkeh, kunyit) juga merupakan kelompok bahan pangan yang mempunyai sifat anti karsinogenik. Menurut Yuana (1998), rempah-rempah seperti jahe, lempuyang, kencur dan pasak bumi mempunyai komponen-komponen yang dapat memberikan efek penghambatan terhadap sel kanker K562. Agustinisari (1998) melaporkan bahwa ekstrak air dan etanol jahe segar dapat menekan proliferasi sel leukimia (K562) secara in vitro. Ekstrak air dan etanol dari bawang putih dari hasil penelitian Lastari (1997) dapat menekan proliferasi sel-sel K562 secara in vitro dan menaikkan aktivitas sel NK manusia. Rusmarilin (2003) juga melaporkan aktivitas anti kanker dari ekstrak lengkuas lokal (Alpinia galanga (L) Sw) pada galur sel kanker manusia dan mencit.

Senyawa turunan flavonoid yang terkandung dalam bahan pangan antara lain quersetin memperlihatkan kemampuan menghambat proliferasi sel leukimia dan sel ovari manusia secara in vitro (Zakaria et al. 1997). Iwashita et al. (2000) juga melaporkan aktivitas senyawa isoliquiritigenin dan butein turunan dari flavonoid mampu menghambat pertumbuhan sel dan menginduksi terjadinya apoptosis pada sel-sel B16 Melanoma 4A5. Damayanti (2002) melaporkan senyawa antioksidan dari bekatul padi (Oryza sativa) mampu menekan proliferasi sel kanker KR4 sebesar 30 %, K562 sebesar 12%, dan melanoma sebesar 23%. Beberapa ekstrak tanaman juga dilaporkan memiliki kemampuan memperbaiki sistem imun dan bersifat anti kanker, antara lain hasil penelitian dari Konishi et al. (1985) dan Noda et al. (1996) yang melaporkan aktivitas anti tumor dari chlorella vulgari. Senyawa fenol glikosida, neohankosida C, yang diisolasi dari tanaman Cynanhum hancockianum diketahui bersifat anti tumor dan mempunyai aktivitas imunomodulator (Konda et al. 1997). Eksktrak tanaman

Uncaria tomentosa dilaporkan tidak bersifat toksik (Maria et al; 1997), menginduksi proliferasi limfosit (Wurm et al. 1998) dan mampu menghambat proliferasi serta menginduksi apoptosis sel-sel leukimia K562 dan HL-60 (Sheng

et al. 1998). Meiyanto et al (2003) juga melaporkan ekstrak etanol daun dan kulit batang tanaman cangkring (Erythrina Fusca Lour) dapat menghambat proliferasi


(29)

sel HeLa. Ananta (2000) melaporkan ekstrak cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers) mampu menghambat proliferasi sel K562 sebesar 70% dan sel HeLa sebesar 30%. Puspaningrum (2003) melaporkan ekstrak air kayu secang (Caesalpinia sappan Linn) mampu memproliferasi sel limfosit limfa tikus dan menekan proliferasi sel K562 secara in vitro sebesar 20.8%.

Senyawa-senyawa anti kanker ternyata tidak hanya berasal dari daratan, Aoki et al. (2004) melaporkan aktivitas anti kanker dari smenospongine yaitu senyawa aminokuinon seskuiterpen yang diisolasi dari spong laut terhadap sel kanker K562 (chronic myelogenous leukemia) pada konsentrasi 3 – 15 µM. Senyawa kitin dan turunannya yang berasal dari hewan laut udang dan kepiting ternyata juga dilaporkan memiliki aktivitas anti kanker, laporan ini antara lain dikemukakan oleh Yeon (2004) bahwa heksa N-asetil kitoheksaose dan kitoheksaose memiliki pengaruh penghambat pertumbuhan dari sel tumor Meth A-solid. Semenuk et al. (2001) melaporkan aktivitas kitooligomer sebagai anti tumor. Pae et al. (2001) melaporkan terjadinya induksi granulositik pada sel

promyelocyticleukemia (HL-60) oleh water-soluble chitosan oligomer (WSCO). Shen (2002) juga melaporkan kitosan larut air (WSC) secara signifikan menghambat proliferasi sel kanker ASG.

B. LIMFOSIT DALAM SISTEM IMUN

Limfosit adalah sel darah putih (leukosit) yang mampu menghasilkan respon imun spesifik terhadap berbagai jenis antigen yang berbeda. Limfosit (leukosit) berukuran kecil, berbentuk bulat (diameter 7-15 µm), dan banyak terdapat pada organ limfoid seperti seperti limpa, kelenjar limfe dan timus. Terdapat dua kelas leukosit yaitu, yang mengandung granula dalam sitoplasmanya (granulosit) dan agranulosit yang tidak mengandung granula (Ganong 1990). Limfosit merupakan sel kunci dalam proses respons imun spesifik, mengenali antigen melalui reseptor antigen dan mampu membedakannya dari komponen tubuhnya sendiri (Kuby 1992).

Darah adalah suspensi yang terdiri dari elemen-elemen atau sel-sel, dan plasma yaitu larutan yang mengandung berbagai molekul organik dan an organik. Ada tiga grup sel darah, yaitu sel darah merah (RBC) atau eritrosit, sel darah putih (WBC) atau leukosit yang terdapat kurang dari 1% volume total darah, dan butir pembeku (platelets) atau trombosit. Komposisi dan nilai normal masing-masing elemen seluler pada darah manusia disajikan pada Tabel 4.


(30)

Tabel 4 Nilai normal elemen-elemen selular pada darah manusiaa)

Elemen-elemen seluler

Rata-rata sel/ml

Kisaran normal Persen dari leukosit total

A.Leukosit 9000 4000 - 11000 -

-Granulosit : Neutrofil Eusinofil Basofil 5400 275 35 3000-6000 150-300 0-100 50-70 1-4 0,4 -Agranulosit Limfosit Monosit 2750 540 1500-4000 300-600 20-40 2-8 B.Eritrosit Laki-laki Wanita

5,4 x 106

4,8 x 106

C.Platelets 300000 2-5 x 105 a) Ganong (1990)

Sistem imun merupakan sistem interaktif kompleks dari beragam jenis sel imunokompeten yang bekerjasama dalam proses identifikasi dan eliminasi mikroorganisme patogen dan zat-zat berbahaya lainnya yang masuk ke dalam tubuh. Sistem imun dibedakan dalam dua kelas yaitu sistem imun non spesifik dan spesifik. Respon imun non spesifik timbul sebagai reaksi terhadap mikroorganisme patogen dan zat asing lainnya melalui fagositosis dan monosit (makrofag), barier kimia melalui sekresi internal dan eksternal, lisozim dalam mukus jaringan, air mata, laktoperoksidase dalam saliva, protein darah, interferon, sistem kinin dan komplemen, dan sel Natural Killer (NK) (Parslow 1997). Sistem imun spesifik meliputi sistem imun seluler dan humoral. Sistem imun seluler memberikan pertahanan terhadap serangan mikroorganisme intra dan ekstraseluler melalui sekresi limfokin seperti interferon dan interleukin. Sedangkan sistem imun humoral memberi pertahanan melalui produksi antibodi terhadap antigen spesifik (Roitt dan Delves 2001).

1. Sel Limfosit

Sel limfosit terdiri dari 2 tipe sel yang mampu membuat kekebalan yaitu sel limfosit T, yang berfungsi dalam imunitas seluler, dan sel limfosit B yang berfungsi dalam imunitas humoral (Bellanti 1993). Sel limfosit B berasal dari sumsum tulang belakang dan berdiferensiasi dalam jaringan ekivalen bursa. Jumlah sel limfosit B dalam keadaan normal berkisar antara 10 - 15%. Setiap sel


(31)

B memiliki 105 B Cell Receptor (BCR), dan setiap BCR memiliki dua situs pengikatan antigen yang identik. Antigen yang umum bagi sel B adalah protein dengan struktur tiga dimensi. BCR dan antibodi mengikat antigen dalam bentuk aslinya. Hal ini membedakan sel B dengan sel T, yang mengikat antigen yang sudah terproses dalam sel (Kresno 1996).

Sel limfosit dapat mengenali suatu antigen secara spesifik dan menerima sinyal untuk berproliferasi. Setelah berikatan dengan antigen, limfosit B akan mengalami proses perkembangan melalui 2 jalur, yaitu (a) berdiferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin, dan (b) membelah lalu kembali dalam keadaan istirahat sebagai sel limfosit B memori. Sel limfosit mampu berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sebuah klon yang terdiri dari sel-sel efektor dengan spesifisitas antigen yang sama (Decker 2001).

Sel T merupakan bagian dari sel limfosit yang sebagian besar terdapat dalam sirkulasi darah, yaitu sebanyak 65-85% (Kresno 1996). Sel T terdiri dari tiga subset yaitu sel Tc atau sel T sitotoksik, sel Th atau sel T helper, dan sel Ts atau sel T supressor (Roitt dan Delves 2001). Sel Tc berfungsi untuk membunuh sel-sel yang terinfeksi patogen intraselular, dan sel Th berperan dalam stimulasi sintesis antibodi dan aktivasi makrofag dengan cara mensekresikan molekul sinyal yang disebut sitokin. Sel Ts mampu menekan aktivitas sel imun. Sel T memiliki molekul T Cell Antigen Receptor (TCR) yang dapat mengenali epitop suatu antigen melalui kerjasama dengan molekul protein permukaan pada

Antigen Presenting Cells (APC). Sel T teraktivasi oleh antigen spesifik sehingga terstimulasi untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel T memori dan berbagai sel T efektor yang mensekresi berbagai limfokin. Limfokin tersebut berpengaruh pada aktivasi sel B, Tc, dan sel-sel fagositik,sel NK dan sel lain yang terlibat dalam sistim imun (Roitt dan Delves 2001).

Sel natural killer (sel NK) adalah sel limfosit granular yang berukuran besar. Pada manusia normal, sel NK terdapat dalam jumlah 5-15% dari jumlah limfosit darah (Kresno 1996). Sel ini merupakan garis depan pertahanan tubuh terhadap sel yang terinfeksi virus dan sel tumor. Sel NK memiliki reseptor yang menyerupai lektin, yaitu reseptor yang dapat berikatan dengan senyawa karbohidrat pada sel sasaran sehingga menghasilkan pengiriman sinyal pada sel NK untuk membunuh sel tersebut. Populasi sel (sel NK) dapat membunuh sel sasaran secara spontan tanpa sensitisasi terlebih dahulu. Menurut Roitts dan


(32)

Delves (2001), ketika sel terinfeksi virus atau berubah bentuk menjadi sel yang termutasi, molekul permukaannya berubah. Perubahan ini dikenali oleh sel NK, lalu sel NK membunuh sel tersebut. Sel NK secara fenotip berbeda dengan sel limfosit T maupun sel limfosit B, yaitu tidak memiliki CD3/TCR maupun sIg (surface immunoglobulin). Sel ini memiliki petanda CD56 dan CD16. Sel yang terinfeksi virus menghasilkan interferon yang dapat memberi isyarat ke sel pada jaringan yang berdekatan. Sel NK diduga dapat mengenali sel tumor atau sel yang terinfeksi virus karena sel sasaran tersebut mengekspresikan molekul glikoprotein pada permukaan sel yang membedakannya dari sel normal. Glikoprotein tersebut kemudian bertindak sebagai lektin yang dapat mengikat sel NK melalui reseptor yang terdapat pada permukaan sel NK sehingga terjadi ransangan (Kresno 1996). Sitolisis terhadap sel tumor dapat terjadi karena dilepaskannya faktor sitotoksik (perforin) yang berasal dari granula dalam sel NK. Disamping itu di dalam granula juga terdapat zat yang tahan terhadap faktor sitotoksik, yaitu kondroitin sulfat A, yang melindungi sel NK terhadap autolisis oleh substansinya sendiri (Kresno 1996).

2. Pengujian Proliferasi Limfosit

Proliferasi merupakan fungsi biologis mendasar pada sel limfosit, yaitu meliputi proses diferensiasi dan pembelahan sel. Aktivitas proliferasi limfosit merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk mengukur status imunitas karena proses proliferasi menunjukkan kemampuan dasar dari sistem imun (Roit dan Delves 2001). Limfosit merupakan sel tunggal yang bertahan baik saat dikultur dalam media sintetik lengkap. Respon proliferatif kultur limfosit dalam media sintetik dapat digunakan untuk menggambarkan fungsi limfosit dan status imun individu (Tejasari 2000). Zakaria et al. (1992) menyatakan bahwa kemampuan limfosit untuk berproliferasi atau membentuk klon menunjukkan secara tidak langsung kemampuan respon imunologik atau tingkat kekebalan.

Pengujian terhadap kemampuan fungsional limfosit dapat dilihat dari kemampuan memberikan respon terhadap mitogen (proliferasi sel), kemampuan membentuk imunoglobulin atau limfokin, dan kemampuan sitotoksisitas sel NK ( Tejasari 2000). Uji proliferasi limfosit dapat dilakukan melalui pengukuran kemampuan sel limfosit yang ditumbuhkan dalam kultur sel jangka pendek yang mengalami proliferasi klonal ketika dirangsang secara in vitro oleh antigen atau mitogen (Valentine dan Lederman 2000). Bila sel dikultur dengan senyawa


(33)

mitogen, maka limfosit akan berproliferasi secara tidak spesifik. Begitupula, bila limfosit dikultur dengan antigen spesifik maka limfosit akan berproliferasi secara spesifik.

Metode yang lebih sederhana untuk penghitungan jumlah sel yang berproliferasi adalah metode pewarnaan MTT (3-(4,5-Dimethyl-2-thiazolyl)-2,5-diphenyl-2H-tetrazolium bromide). Prinsip metode MTT adalah konversi MTT menjadi senyawa formazan yang berwarna ungu oleh aktivitas enzim suksinat dehidrogenase dari mitokondria sel hidup (Kubota et al. 2003). Reaksi yang terjadi digambarkan dalam Gambar 3. Jumlah senyawa formazan yang terbentuk adalah proporsional dengan jumlah sel limfosit yang hidup. Selain dengan metode MTT, perhitungan sel dapat dilakukan dengan metode pewarna trifan biru, yang hanya dapat mewarnai jika membran sel telah rusak, sehingga dapat digunakan untuk membedakan sel hidup dan mati atau rusak. Sel yang hidup tidak akan berwarna dan berbentuk bulat, sedangkan sel mati akan berwarna biru dan mengkerut (Bird dan Forrester 1981).

Gambar 3 Mekanisme reaksi MTT menjadi MTT formazan (Kubota et al. 2003)

Beberapa senyawa yang telah diketahui mampu meningkatkan proliferasi sel limfosit adalah : vitamin C dan E (Budiharto, 1997), ekstrak bawang putih (Lastari, 1998), ekstrak jahe (Zakaria et al., 1999), ekstrak tanaman cincau hijau (Pandoyo, 2000) ekstrak air kayu secang (Caesalpinia sappan Linn) (Puspaningrum 2003), teh daun dan serbuk gel cincau (Cyclea) (Setiawati 2003),

bunga kumis kucing (Orthosimphon stamineus benth) dan bunga knop (Gomphrena globosa L.) (Aquarini 2005), dan kitooligomer kitin (Hertriyani 2005). Senyawa-senyawa tersebut bekerja melalui mekanisme menginduksi proliferasi sel limfosit.


(34)

3. Mitogen sebagai Senyawa Pemacu Proliferasi Se l Limfosit

Mitogen adalah sumber ligan polipeptida yang dapat berikatan dengan reseptor yang terdapat pada permukaan sel. Beberapa mitogen merupakan faktor pertumbuhan yang mengaktivasi tirosin kinase. Aktivasi tersebut diawali oleh mitogen yang mengakibatkan adanya urut-urutan sinyal yang berpengaruh terhadap berbagai faktor transkripsi dan berpengaruh terhadap aktivitas gen di dalam sel (Decker 2001).

Beberapa molekul pada patogen mampu berikatan dengan molekul permukaan limfosit yang bukan merupakan reseptor antigen. Jika pengikatan ini mampu menginduksi limfosit untuk membelah (mitosis), maka molekul tersebut disebut mitogen. Mitogen menginduksi proliferasi limfosit pada frekuensi tinggi tanpa memerlukan adanya spesifisitas antigen, disebut dengan aktivasi poliklonal. Beberapa mitogen hanya mampu menginduksi proliferasi sel B, beberapa hanya berpengaruh pada sel T, dan ada juga yang mampu menginduksi keduanya. Beberapa mitogen disebut antigen T-independen, karena mampu menginduksi sel B untuk mensekresi antibodi tanpa ada bantuan dari sel Th (Decker 2001).

Lektin pada umumnya adalah mitogen yang merupakan protein yang berikatan dengan senyawa karbohidrat. Concanavalin A (Con A) dan fitohemaglutinin (PHA) mempunyai struktur tetramer dengan setiap monomernya memiliki satu situs pengikat karbohidrat, sehingga dapat mengikat glikoprotein pada permukaan sel. Pokeweed (PWM) berasal dari tumbuhan pokeweed (Phytolacca americana). PWM mampu berikatan dengan di-N-asetyl kitobiose dan mampu menginduksi baik sel B dan sel T (Ku by 1992). Lektin Con A adalah mitogen asal legum yang bersifat sebagai imunomodulator karena dapat

meransang proliferasi limfosit. Menurut Kresno (1996) sebanyak 50-60% sel

limfosit T mampu memberikan respon terhadap stimulasi dengan mitogen PHA dan Con A. Lipopolisakarida (LPS) juga mampu berfungsi sebagai mitogen, tetapi pengaruhnya hanya pada sel B (Kuby 1992). Respon terhadap mitogen tersebut dianggap menyerupai respon limfosit terhadap antigen, sehingga uji transformasi dengan ransangan mitogen tersebut banyak dipakai untuk menguji fungsi limfosit. Stimulasi limfosit dengan antigen maupun mitogen mengakibatkan berbagai reaksi biokimia di dalam sel, diantaranya fosforilasi nukleoprotein,


(35)

pembentukan DNA dan RNA, peningkatan metabolisme lemak dan lain-lain (Letwin dan Quimby 1987).

Lektin fitohemaglutinin (PHA) adalah protein non enzimatik, berikatan dengan karbohidrat secara reversibel. Fungsi biologis dari lektin adalah kemampuan mengenal dan berikatan dengan struktur karbohidrat spesifik, khususnya berikatan dengan oligosakarida. Lektin dapat berikatan dengan berbagai sel yang memiliki molekul permukaan berupa glikoprotein atau glikolipid. Beberapa gugus spesifik lektin telah diidentifikasi seperti mannose, galaktosa, asetilglukosamin, asetil galaktosamin, L-fruktosa, dan asam N-asetilneraminik. Sub unit lektin saling berhubungan satu dengan yang lain melalui ikatan non kovalen atau ikatan-ikatan disulfida. Beberapa lektin membutuhkan kation divalen seperti kalsium, magnesium dan mangan untuk berikatan dengan karbohidrat. Lektin terdiri dari enam famili yang telah dikenal yaitu : lektin legum, lektin sereal, lektin jenis P, C, S dan pentraxis (Letwin dan Quimby 1987).

D. KULTUR SEL

Kultur sel secara in vitro merupakan suatu cara untuk mengembangbiakkan atau menumbuhkan sel di luar tubuh hewan atau manusia. Lingkungan atau bahan makanan untuk pertumbuhan sel secara in vitro diusahakan menyerupai keadaan sel secara in vivo. Oleh karena itu, diperlukan suatu media pertumbuhan yang berisi asam-asam amino, vitamin, mineral, garam-garam anorganik, glukosa dan serum. Peranan serum dalam medium biakan sangat penting yaitu sebagai nutrien untuk pertumbuhan sel serta fungsinya dalam pelekatan sel. Serum memberikan hormon-hormon penting, faktor penempel sel ke matriks tempat sel tumbuh, protein, lipid serta mineral-mineral yang diperlukan sebagian besar jenis sel untuk tumbuh dan berkembang (Freshney 1994). Sel yang dikultur dapat berupa suatu galur sel, yaitu populasi sel yang berasal dari suatu sumber jaringan tertentu yang mengalami pengkulturan lebih lanjut, hingga mencapai sub kultur.

Ada dua jenis kultur galur sel kanker yaitu kultur yang melekat membentuk selapis (monolayer) di atas substrat padat, atau sebagai suspensi di media kultur. Kedua jenis sel ini mempunyai sifat yang berbeda, dimana sel suspensi tidak memerlukan support atau bahan pembantu untuk menempel, sebaliknya sel selapis memerlukan support. Sel suspensi biasanya dari hemopoetik, sel darah


(36)

atau sel dari tumor malignant, sedangkan sel monolayer biasanya untuk sel-sel yang berasal dari jaringan (Freshney 1994).

Kultur galur sel kanker yang berasal dari manusia, seperti kultur galur KR-4 (lymphablastoid B) dan sel K562 (chronic myelogenous leukemia) merupakan jenis sel suspensi, sel HeLa (epithel carcinoma cervix) dan sel A549 (Lung carcinoma) merupakan jenis sel selapis (jaringan), dapat digunakan untuk menguji kemampuan bioaktivitas suatu senyawa sebagai anti kanker terhadap galur-galur sel kanker tersebut. Galur sel dapat dibentuk dari kultur sel langsung (primer) yang kemudian dikultur kembali (sub kultur). Sel yang dikultur ini dipelihara terus menerus sampai immortal (tidak bisa mati). Pembentukan sub kultur dapat menghasilkan sel-sel yang homogen dan tidak memiliki sifat-sifat diferensiasi. Menurut Freshney (1994) galur sel yang dihasilkan dari kultur sel primer akan mengalami perubahan antara lain : morfologi (sel lebih kecil, lebih bulat, kurang erat mel ekat, perbandingan inti dan sitoplasma lebih besar), cepat tumbuh karena waktu yang diperlukan untuk tumbuh menjadi lebih pendek, ketergantungan terhadap serum berkurang, dan mampu berproliferasi. Berikut ini beberapa deskripsi dari galur sel lestari yang digunakan dalam berbagai penelitian :

a). Sel K562 (ATCC CCL 243)

Berasal dari dari sel leukimia myelogenous. Memiliki morfologi seperti limfoblast, sel ini diisolasi oleh Lozzio dan Lozzio dari efusi pleural wanita berumur 53 tahun yang menderita leukimi a myelogenous kronik, sel ini memiliki sifat sangat sensitif terharap pengujian sel natural killer, mengepresikan enzim metabolik xenobiotik, dan tidak berdiferensiasi.

b). KR 4 (ATCC CRL 8658)

Sel KR 4 berasal dari sel lymphoblastoid B manusia (GM 1500 6TG A11; menghasilkan IgG). Sel ini diperoleh dengan membuat sel tersebut mutagen dengan perlakuan iradiasi ã tingkat rendah dan diseleksi dengan resistensi terhadap tioguanin (Kozbor et al.1982).

c). A549 (ATCC CCL 185)

Sel ini berasal dari sel karsinoma paru pria kaukasian berumur 58 tahun dengan morfologi menyerupai epitelial, sel ini diisolasi dari jaringan tumor karsinoma manusia. Sel ini memiliki sifat dapat memproduksi lesitin dan mengepresikan enzim metabolik xenobiotik.


(37)

d). HeLa (ATCC CCL 2.2)

Berasal dari kata Henrietta Lacks, yang berasal dari tumor serviks rahim Helen Lane atau Helen Larson wanita berumur 30 tahun, dengan morfologi menyerupai epitelial.

E. SIKLUS SEL

Siklus sel adalah perkembangan perubahan selular yang teratur sampai memasuki tahap pembelahan sel. Bagian yang penting dari siklus sel adalah enzim cyclin-dependent kinases (Cdk). Ketika Cdk ini diaktifkan maka sel berpindah fase dari satu fase ke berikutnya dalam siklus sel (G1 keS atau G2 ke M) (Schwartz 2005). Siklus sel normal dikendalikan oleh protein siklin, protein siklin ini adalah kinase yang bekerja mengkatalisis transfer gugus fosfat dari ATP kepada protein target. Aktivasi kebalikannnya atau defosforilasi protein dilakukan oleh enzim fosfatase. Proses fosforilasi dan defosforilasi merupakan mekanisme umum untuk mengatur aktivitas protein. Mekanisme inilah yang digunakan berulang kali untuk mengatur siklus sel (Becker et al. 2000). Cdk dalam siklus sel berperan penting dalam mengontrol siklus sel. Perubahan dalam pengontrolan terhadap proses siklus sel ditemukan pada mayoritas kanker ganas, oleh karena itu Cdk menjadi target yang menjanjikan untuk terapi anti kanker (Pennati 2005). Tahapan siklus sel ditampilkan pada Gambar 4 berikut :

Gambar 4 Siklus sel ( Becker 2000)

Permulaan Siklus

Pembesaran sel & pembentukan protein baru

Titik pemotongan : Sel menentukan kapan saat menyelesaikan siklusnya.

Replikasi sel Sel menyiapkan diri untuk membelah

Sel membelah (mitosis)


(38)

Ketika sel distimulasi untuk tumbuh, mereka meninggalkan keadaan diamnya (resting state) dan memasuki satu fase siklus sel yang disebut fase G1 (fase sintesis komponen seluler). Sel berada dalam fase ini kurang lebih 8 jam. Setelah itu, sel memasuki fase S (fase sintesis DNA), di dalam fase ini replikasi DNA dimulai dan terus berlan gsung sampai terbentuk dua DNA baru. Sintesis DNA berlangsung lebih kurang 6 jam. Fase selanjutnya adalah fase G2 yang berlangsung selama 4-5 jam. Fase ini merupakan fase persiapan sebelum sel membelah. Periode pembelahan disebut fase M atau mitosis, yang berlangsung selama 1-5 jam dan menghasilkan dua sel baru. Sel-sel kanker pada umumnya tumbuh secara eksponensial lebih cepat dari sel normal (Slingerland dan Tannock 1998).

F. KANKER DAN MEKANISMENYA

Kanker merupakan penyakit yang berawal dari kerusakan materi genetika atau DNA sel. Satu sel yang mengalami kerusakan genetika sudah cukup untuk menghasilkan jaringan kanker atau neoplasma, sehingga kanker disebut juga penyakit seluler. Perubahan pada materi genetika atau disebut juga mutasi gen dapat terjadi melalui berbagai mekanisme. Pertama disebabkan oleh kesalahan replikasi yang terjadi pada saat sel-sel yang aus digantikan oleh sel-sel baru. Pada saat pergantian satu sel, terjadi kopi DNA baru yang melibatkan 6 x 109

pasangan basa, yang memberikan peluang kesalahan replikasi. Penyebab kedua adalah mutasi pada galur sel yang mengalami kesalahan genetika yang diturunkan dari gen orang tua, sehingga menghasilkan gen yang termutasi. Mekanisme kerusakan materi genetika sel yang ketiga disebabkan oleh adanya faktor dari luar, atau faktor eksternal yang dapat mengubah struktur DNA, yaitu virus, infeksi berkelanjutan, polusi udara, radiasi dan bahan-bahan kimia asing yang tidak diperlukan oleh tubuh (Zakaria 2001). Beberapa karsinogen kimia, radiasi, virus dan hormon menginduksi terjadinya kanker, karena faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan perubahan struktur DNA atau mutasi gen yang dapat menghasilkan sel kanker (Dalimartha 1999).

Kanker dapat terjadi karena mutasi pada gen spesifik molekul DNA yang disebut sebagai onkogen. Onkogen terdiri atas dua grup yaitu gen yang mengontrol pertumbuhan dan gen yang menekan pertumbuhan tumor. Grup yang pertama bekerja untuk mengontrol pembelahan sel (perkembangan sel), yang kedua mempunyai kemampuan untuk menghentikan sel-sel kanker. Kanker


(39)

terjadi ketika kedua jenis gen di atas mengalami mutasi dan tidak berfungsi dengan benar (Michael dan Doherty 2005). Mekanisme yang mengatur pertumbuhan , differensiasi dan kematian sel adalah fosforilasi protein. Proses fosforilasi protein diatur oleh golongan enzim kinase. Mutasi pada kinase yang disandikan dalam onkogen antara lain dapat menyebabkan terjadinya pembelahan sel lebih cepat. Kinase dan fosfatase merupakan menjadi senyawa yang penting pada jalur metabolisme. Perubahan aktivitas enzim kinase yang tidak terkontrol berperan penting pada terbentuknya tumor (Michael dan Doherty 2005).

Setiap sel tumor dilengkapi dengan molekul permukaan yang aktif, berfungsi antara lain sebagai reseptor berbagai ligan, misalnya reseptor faktor pertumbuhan, reseptor sitokin, dan molekul adhesi sel (Zeromski 2002). Hasil interaksi ligan dan reseptor tersebut menghasilkan perubahan pada pertumbuhan sel tumor dan penyebarannya. Reseptor ini bertindak sebagai komponen kimia yang diketahui sebagai faktor pertumbuhan dan keberadaannya menyebabkan pembelahan sel. Gen yang termutasi akan menghasilkan banyak reseptor-reseptor pada membran sel yang menyebabkan faktor pertumbuhan semakin banyak, kondisi tersebut dapat menyebabkan terjadinya pembelahan sel lebih cepat (Zeromski 2002).

Menurut Miller (2005), tahap-tahap penting pembentukan sel kanker adalah : a) inisiasi, yaitu terjadinya perubahan pada DNA atau mutasi gen yang sebabkan oleh berbagai faktor, b) promosi yang meliputi perkembangan sel dan perubahan menjadi sel tumor premalignant, c) progresi dan invasi (penyusupan ke jaringan sekitar), d) metastasis yaitu penyebaran melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening. Tahap penyebaran sel kanker dimulai ketika sel -sel individu dari lokasi asal memi sah dan memasuki aliran darah untuk menemukan tempat baru untuk berkembang di dalam tubuh.

Zeromski (2002) mengemukakan bahwa pertumbuhan yang malignant ditentukan oleh enam perubahan dalam fisiologi sel yang perkembangannya menghasilkan perubahan genotip sel, antara lain: a) sel kekurangan sinyal-sinyal untuk mengontrol pertumbuhan, b) sel tidak sensitif terhadap sinyal-sinyal penghambatan pertumbuhan, c) sel menghindari program kematian sel (apoptosis), d) potensi replikasi yang tidak terbatas, e) angiogenesis yang berkesinambungan, dan f) invasi jaringan dan metastasis.


(40)

Pada sel normal, sel hanya akan membelah diri bila tubuh membutuhkannya, seperti mengganti sel-sel yang rusak atau mati. Sebaliknya sel kanker akan membelah diri meskipun tidak dibutuhkan sehingga terjadi kelebihan sel-sel baru. Kanker dapat tumbuh di semua jaringan tubuh, seperti kulit, sel hati, sel darah, sel otak, sel lambung, sel usus, sel paru, sel saluran kencing, dan berbagai macam sel tubuh lainnya. Jenis kanker yang berbeda memiliki perbedaan bagian tubuh yang ditempati, tergantung tempat yang memiliki afinitas baik untuk ditempati. Oleh karena itu, dikenal bermacam-macam jenis sel kanker menurut sel atau jaringan asalnya. Secara umum kanker menyebabkan lemahnya tubuh karena nutrisi yang tersedia digunakan sel kanker untuk bermetastase. Secara spesifik, kanker dapat menyebabkan antara lain : a) malnutrisi, karena monopoli neoplasma terhadap zat gizi tertentu, b) kehilangan darah akibat erosi epitel atau permukaan-pemukaan lain sehingga terjadi pendarahan, c) nekrosis jaringan akibat defisiensi gizi, rusaknya organ dan inflamasi d) penyerangan tumor pada organ vital sehingga menurunkan fungsinya, e) gangguan saluran organ vital disertai menurunnya fungsi organ atau terjadinya infeksi, f) efek toksik, terutama pada sistem syaraf pusat atau periferal, g) efek sekresi, baik hormon yang sesuai maupun tidak (Braustein 1987).

G. MEKANISME ANTI KANKER

1. Beberapa Mekanisme Anti Kanker Senyawa Alami dan Sintesis

Beberapa mekanisme anti kanker dari bahan-bahan alami telah di laporkan oleh banyak peneliti. Berbagai mekanisme yang berbeda dari beberapa jenis sel kanker yang diteliti diuraikan berikut ini. Shunji et al. (2004) melaporkan mekanisme anti kanker dari senyawa smenospongin yang berasal dari spong laut terhadap sel K562. Hasil analisis terhadap siklus sel menunjukkan pemberian smenospongin selama 24 jam mampu menghambat fase G1 pada siklus sel, smenospongin juga ditemukan dapat menghambat fosforilasi substrat tirosin kinase.

Park et al. (2004) melaporkan mekanisme anti kanker dari komponen kitosan larut air (WSCO) selama 6 dan 8 hari terhadap sel HL-60 yang menunjukkan terjadinya apoptosis pada sel HL -60 yang diuji dengan metode elektroforesis gel agarosa. Hasil pengukuran dengan flow cytometry terhadap sel


(41)

dalam beberapa tahap siklus sel menunjukkan adanya peningkatan proporsi tahap G(0)/G(1). Hasil flow cytometry juga menunjukkan telah terjadi differensiasi sel HL-60 menjadi sel serupa granulosit. Shen (2002) juga melakukan analisis

flow cytometry untuk mengetahui persentasi fase S pada siklus sel yang sangat direduksi ketika sel sel kanker ASG diberikan kitosan larut air (WSC). Hasil penelitian ini juga menemukan protein pengatur metastasis (MMP-2 dan MMP-9) dapat dihambat pada sel-sel kanker ASG yang diberikan WSC.

Makkar (2002) melaporkan mekanisme anti kanker dari pektin sitrus termodifikasi (MCP), yang merupakan jenis serat berkarbohidrat larut air yang berasal dari buah sitrus. MCP ini spesifik menghambat protein galektin-3 yang berikatan dengan karbohidrat pada pertumbuhan tumor dan proses metastasis secara in vivo. Pengujian dilakukan pada uji penghambatan pembentukan pembuluh kapiler oleh human umbilical vein endothelial cells (HUVECs)di dalam Matrigel. Mekanisme anti kanker ditunjukkan dengan penghambatan terhadap karbohidrat yang memediasi pertumbuhan tumor, menghambat angiogenesis dan metastasis secara in vivo.

Quersetin merupakan jenis senyawa flavonoid yang banyak ditemukan pada buah-buahan dan sayuran. Hasil penelitian Yoshida et al. (2005) menemukan bahwa quersetin memiliki aktivitas anti tumor terhadap sel HeLa. Fenomena anti tumor dilaporkan terjadi secara apoptosis pada sel hela yang dikultur bersama senyawa quersetin.

Pathya et al. (2004) melaporkan aktivitas anti tumor dari senyawa allisin yang terdapat pada bawang putih. Allisin ditemukan menginduksi aktivasi sinyal ekstraselular terhadap enzim kinase pada sel-sel mononuklir sehingga dapat mengaktivasi dan memperkuat sistim imun. Arditti et al. (2005) juga melaporkan aktivitas allisin sebagai anti kanker terhadap sel B chronic lymphocytic leukemia

dengan mekanisme apoptosis.

Obat-obatan anti inflamasi non steroidal yang berkerja sebagai inhibitor siklooksigenase-2 (COX-2) cukup menjanjikan untuk digunakan sebagai obat anti kanker di masa depan, karena berdasarkan studi epidemiologi dan klinis terbukti dapat menstimulasi terjadinya apoptosis pada berbagai galur sel kanker dan menghambat terjadinya proses angiogenesis. Mekanisme kerja yang ditunjukkan tersebut membantu menekan pertumbuhan tumor dan proses transformasi tumor malignan (Thun et al. 2002).


(1)

Meiyanto E, Sismindari, Candra L, Moordiani. 2003. Efek antiproliferatif ekstrak etanol daun dan kulit batang tanaman Cangkring (Erythrina Fusca Lour.) terhadap sel Hela. Majalah Farmasi Indonesia. 14:124-131.

Michael M, Doherty MM. 2005. Tumoral drug metabolism: overview and its implications for cancer therapy. J of Clin Oncol. 23:205-229.

Miller R. 2005. What is cancer ?

(http://www.kidshealth.org/parent/medical/cancer.html) [26 sept 2005]. Miyoshi H, Shimura K, Watanabe K, Onodera K. 1992. Characterization of some

fungal chitosans. Bioschi Biotech Biochem. 56:901- 905.

Muzarelli RAA, Tomasetti M, Ilari P. 1995a. Depolymerization of chitosan with the aid of papain. Enzyme Microbial Technol. 16:110-114.

Muzarelli RAA, Xia W, Tomasetti M, Ilari P. 1995b. Depolymerization of chitosan and substituted chitosans with the aid of a wheat germ lipase preparation. Enzyme Microbial Technol. 17:541-545.

Muzzarelli RAA.1996. Chitosan Based Dietary Foods. Carb pol. 29:309-316. Noda K, Ohno N, Tanaka K. 1996. A water-soluble antitumor glycoprotein from

Chlorella vulgaris. Planta Med. 62:423-426.

Ogata, et al. 2000. Apoptosis induced by niacin-related compounds in K562 cells but not in normal human lymphocytes. Biosci Biotechnol Biochem. 64:1142-1146.

Oberst MD, et al. 2002. Expression of the serine protease matriptase and its inhibitor HAI-1 in epithelial ovarian cancer. Clin Cancer Res. 8 :1101-1107.

Pae HO, et al. 2001. Induction of granulocytic differentiation in acute promyelocytic leukemia cells (HL-60) by water-soluble chitosan oligomer. Leukimia Res. 25:339-346.

Palmer DF. et al. 1978. Quantitation and Fungtional Assay of T and B Cels. US Department of Health, Education, and Welfare. Georgia.

Pantaleone D, Yaspani M, Scollar M. 1992. Unusual suspectibility of chitosan to enzymic hydrolysis. Carb Res. 237:325-332.

Pandoyo AS. 2000. Pengaruh aktivitas ekstrak tanaman cincau hijau (Cycle barbata L. Miers) terhadap proliferasi sel limfosit darah tepi manusia secara in vitro. [skripsi]. Fateta. Institut Pertanian Bogor.

Parish CR, Freeman C, Brown KJ, Francis DJ, Cowden WB. 1999. Identification of sulfated oligosaccharide-based inhibitors of tumor growth and metastasis using Novel in vitro assays for angiogenesis and heparanase activity. Cancer Res . 59: 3433-3441


(2)

Park DI, et al. 2004. Wikyungtang inhibits proliferation of A549 human lung cancer cells via inducing apoptosis and suppressing cyclooxygenase-2 activity. Oncol Reports. 11:853-856.

Park JK, et al. 1999. Purification, characterization, and gene analysis of a chitosanase (ChoA) from Matsuebacter chitosanotabidus 3001. J Bacteriol. 181:6642-6649.

Parslow TG, Bainton DF, 1992. Innate immunity. Di dalam Stites DP, Terr AI, Parslow Tg, editor. Medical Immunology. Prentice Hall-International. Inc. California.

Patya M, et al. 2004. Allicin stimulates lymphocytes and elicits an antitumor effect: a possible role of p21ras

.Internat Immunol, 16: 275-281.

Pennati M, 2005. Potentiation of paclitaxel-induced apoptosis by the novel cyclin-dependent kinase inhibitor NU6140: a possible role for survivin down-regulation. Mol Cancer Ther. 9:1328-1337.

Prise KM, Gaal JC, Pearson CK. 1986. Increased protein ADPribosylation in HeLa cells exposed to the anti-cancer drug methotrexate. Biochem. Biophys Acta. 887:13-22.

Puspaningrum R. 2003. Pengaruh ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan Linn) terhadap proliferasi sel limfosit limpa tikus dan sel kanker K-562 (Chronic Myelogenous Leukimia) secara in vitro, [skripsi] Fateta. Intitut Pertanian Bogor.

Reed JC. 1999. Dysregulation of apoptosis in cancer. J of Clin Oncol. 17:29-41. Reyes PM, Corona FG. 1997. The bifunctional enzyme chitosanase-cellulase

produced by the gram-negative microorganism Myxobacter sp. AL-1 is highly similar to Bacillus subtilis endoglucanases. Arch Microbiol. 168:321-327.

Roe 1993. Separation based on structure. Di dalam Harris ELV and Angal S, editor. Protein Purification Methods. IRL Press. Oxford University Press. Rochima E. 2005. Aplikasi kitin deasetilase termostabil dari Bacillus papandayan

K29-14. Asal kawah Kamojang Jawa Barat pada pembuatan kitosan. [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Roitt IM, Delves PJ. 2001. Essential Immunology. 10th edition. Blackwell Science

Ltd. London

Rhoades J, Roller S. 2000. Antimicrobial action of degraded and native chitosan against spoilage organism in laboratory media and foods. Appl Environ Microbiol. 66:80-86.


(3)

Rubin H, 2003. Complementary approaches the role of proteases and their natural inhibitors in neoplastic development: retrospect and prospect. Carcinogenesis. 24:803-816.

Rusmarilin H. 2003. Aktivitas anti kanker ek strak rimpang lengkuas lokal (Alpinia galangal (L) Sw) pada alur sel kanker manusia serta mencit yang ditransplantasi dengan sel tumor primer.[disertasi].Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sanford PT. 2003. World market of chitin and its derivatives. Di dalam Varum KM, Domard A, Smidsrod O, editor. Advanced in Chitin Science Vol VI., Trondheim, Norway.

Saito J, et al. 1999. Crystal structure of chitosanase from Bacillus circulans MH-K1 at 1.6A resolutioon and its substrate recognition mechanism. J Biol Chem. 272:30818-30825.

Schwartz GK, 2005. Development of cell cycle active drugs for the treatment of gastrointestinal cancers: a new approach to cancer therapy. J of Clin Oncol. 23:4499-4508.

Seino H, Tsukuda K, Shimasue Y. 1991. Properties and action pattern of a chitosanase from Bacillus sp. PI-7S. Agric Biol Chem. 55:2421-2423. Seelenmeyer C, Wegehingel S, Lechner J, Nickel W. 2003. The cancer antigen

CA125 represents a novel counter receptor for galectin-1. J of Cell Sci. 116:1305-1318

Semenuk T, et al. 2001. Syntesis of chitooligomer-based glycoconjugates and their binding to the rat Natural Killer cell activation receptor NKR-P1. Glycoconj . 18:817-826.

Setiawati R. 2003. Pengaruh produk daun cincau hijau Cyclea barbata L.Miers dan Premna oblongifolia Merr. terhadap kapasitas anti oksidan limfosit mencit C3H bertumor kelenjar susu.[skripsi]. Fateta. Institut Pertanian Bogor.

Shahidi F, Arachchi JKV, Jeon YJ. 1999. Food applications of chitin and chitosans. trends in food sci and technol. 10:37- 51

Shimosaka M, Nogawa M, Ohno Y, Okazaki M. 1993. Chitosanase from the plant pathogenic fungus, Fusarium solani f.sp. phaseoli, purification and some properties. Biosci Biotech Biochem. 57:231-235.

Shimosaka M, et al. 1995. Production of two chitosanase from a chitosanase assimilating bacterium, Acinetobacter sp. Strain CHB101. Appl & Environ Microbiol. 61:438-442.

Shimosaka M, et al. 2000. Molecular cloning and characterization of a chitosanase from chitosanolytic bacterium Burkholderia gladioli strain CHB101. Appl Microbiol Biotechnol. 54:354-360.


(4)

Shen FH , 2002. Elucidate the possible roles of chitosan in anti-tumorigenesis and its related pathways [tesis]. (http://etdncku.lib.ncku.edu.URN=etd-0730103-180938).[29 juni 2005].

Sheng Y, Pero RW, Amiri A, Bryngelsson C. 1998. Induction of apoptosis and inhibition of proliferation in human tumor cells treated with extracts of Uncaria tomentosa Anticancer Res. 18:3363-3368.

Shunji A, Dexin K, Kouhei M, Motomasa K. 2004. Smenospongine, a spongean sesquiterpene aminoquinone, induces erythroid differentiation in K562 cells. Anti Cancer Drugs. 15:363-369.

Sigma Product Information. 2004. 5-Bromo-2-Deoxyuridine. Sigma Aldrich. Slingerland JM, Tannock IF. 1998. Cell proliferation and cell death. Di dalam

Tannock IF, Hill RP, editor. The Basic Science of Oncology. Edisi ke-3. McGraw-Hill. New York.

Somashekar D, Joseph R. 1996. Chitosanases : Preperties and application: a review. Bioresource Technol. 55:34 –35.

Suhartono, MT. 1994. Bioteknologi enzim termostabil. Buletin Teknol dan Industri Pangan. Vol. 5 no 2.

Suzuki K, et al. 1986. Antitumor effect of hexa N-Acetylchytohexose and chitohexaose. Carb Res. 151:403-408.

Suzuki S, et al. 1992. Immuno-enhancing effects of N-acetylchitohexaose. . Di dalam Brine CJ, Sandford PA,.Zikakis JP, editor. Advances in Chitin and chitosan. Elsevier. Amsterdam.

Suzuki S. 1996. Studies of biological effects of water soluble lower homolougous oligosacharide of chitin and chitosan. Fragrance J. 15:61-68.

Tanabe T, Morinaga K, Fukamizo T, Mitsutomi M. 2003. Novel chitosanase from Streptomyces griseus HUT 6037 with transglycosylation activity. Biosci Biotechnol Biochem. 67:354-364.

Tejasari. 2000. Efek proteksi komponen bioaktif oleoresin rimpang jahe (Zingiber officinale Roscoe) terhadap fungsi limfosit secara in vitro.[disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Tjahjono. 1999. Deteksi dini kanker. Peran pemeriksaan sitologik dan antisipasi era pasca genom. Majalah Kedokteran Indonesia. 49:278-290.

Thun, et al. 2002. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs as anticancer agents: mechanistic, pharmacologic, and clinical issues. J of the Nat Cancer Institute. 94:252-266.


(5)

Thorburn J, Bender LM, Morgan MJ, Thorburn A. 2003. Caspase and serine protease-dependent apoptosis by the death Domain of FADD in normal epithelial cells. Mol Biol Cell. 14: 67-77.

Tsigos I, Martinou A, Kafetzopoulos, Bouriotis V. 2000. Chitin deacetylases: new versatile tools in biotechnology. Tibtech Rev. 18:305-312.

Tyler KL, et al. 1995. Apoptosis. J Virol. 69:6972-6979.

Tokoro AM, et al. 1989. Protective effect of N-acetyl-chitohexaose on Listeria monocytogenes infection in mice. Microbiol Immunol. 3:357-367.

Uchida Y, Ohtakara A. 1998. Chitosanase from Bacillus species. Meth in enzymol. 161:501-506.

Valentine F, Lederman H. 2000. Lymphocyte Proliferation Assay. AIDS Clinical Trials Group.

Vielle C, Zeikus GJ. 2001. Hyperthermophilic enzyme: sources, uses, and molecular mechanism for thermostability. Microbiol and Mol Biol Rev. 1:43.

Waladkhani AR, Clemens MR. 1998. Effect of dietary phytochemicals on cancer development. Int J Mol Med. 1:747-753.

Wang SL, Chang WT. 1997. Purification and characterization of two bifunctional chitinases/lysozymes extracellularly produced by Pseudomonas aeruginosa K-187 in a shrimp and crab shell powder medium. Appl Environ Microbiol. 63:380-386.

Wan XS, et al. 1999. Relationship between protease activity and neu oncogene expression in patients with oral leukoplakia treated with the Bowman Birk Inhibitor. Cancer Epidemiology Biomarkers & Prevention. 8:601-608. Wispriyono B, Schmelz EM, Pelayo H, Hanada K, Separovic D. 2002. A role for

de novo sphingolipids in apoptosis of photosensitized cells. Experimen Cell Res . 279:153-165.

Wu GJ, Tsai GJ. 2004. Cellulase degradation of shrimp chitosan for the preparation of a water-soluble hydrolysate with immunoactivity. Fisheries Sci. 70:1113-1120.

Wurm M, et al. 1998. Pentacyclic oxindole alkaloids from Uncaria tomentosa induce human enditelial cells to release a lymphocyte-proliferation-regulating factor. Planta Med. 64:701-704.

Xia G, et al. 2001. A novel chitinase having a unique mode of action from Aspergillus fumigatus YJ-407. Eur. J. Biochem.268, 4079-4085


(6)

Yabuki M. 1988. Characterization of chitosanase produced by Bacillus circulans MHKI. Chitin and chitosan. Di dalamGudmund Skjak-Braek, Thorlief Anthousen, Paul Sandford, Editor. Proceeding from the 4th Int. Conf. On Chitin & Chitosan. Norway, August 22-24.

Yeon JC, et al. 2004. Purification and characterization of chitosanase from Bacillus sp. strain KCTC 0377BP and Its application for the production of chitosan oligosaccharides. Appl and Environ Microbiol. 70: 4522–4531. Yoon HG, et al. 2000. Identification of essential amino acid residues for catalytic

activity. Appl Microbiol Biotechnol. 56:73-180.

Yoon HG, et al. 2001. Thermostable chitosanase from Bacillus sp. strain CK4 : its purification, characterization, and reaction pattern. Biosci Biotechnol Biochem. 65:802-809.

Yoshida T, et al. 2005. Quercetin induces gadd45 expression through a p53-independent pathway. Oncol Rep. 14:1299-303.

Yuana. 1998. Pengaruh ekstrak jamu terhadap proliferasi sel limfosit dan beberapa alur sel kanker secara in vitro. [skripsi]. Fateta. Institut Pertanian Bogor.

Zakaria FR, Belleville F, Nabet P, Linden G. 1992a. Allergenicity of bovine casein I. Spesific lymphocyte proliferation and histamine accumulation in the mastocyte as result of casein feeding in mice. Food Agric Immunol. 4:41-51.

Zakaria FR, Belleville F, Nabet P, Linden G. 1992b. Allergenicity of bovine casein II. Casein and its digestive enzyme hidrolizates induce lymphocyte lymphocyte proliferation and histamine accumulation in casein-free mice. Food Agric. Immunol. 4:51-62.

Zakaria FR, Meilasanti MA, Sanjaya, Pramudya SM, Richards AL. 1997. Aktivitas proliferasi limfosit darah tepi konsumen makanan jajanan di Bogor Jawa Barat. Bul. Teknol dan Industri Pangan. 2:57-65.

Zakaria FR, Irawan B, Pramudya SM, Sanjaya. 2000. Intervensi sayur dan buah pembawa vitamin C dan vitamin E meningkatkan system imun populasi buruh pabrik di Bogor. Bul Teknol dan industri Pangan. 11:21-27.

Zakaria FR. 2001. Pangan dan pencegahan kanker. Teknol dan Industri Pangan 12 :171-177.

Zeromski J. 2002. Significance of tumor-cell receptors in human cancer. Archivum immunologiae et therapiae experimentalis. 50:105-110.