Satuan cerita cerkak “Penjaga Greja” PG

73 sepatu didalam penjara, ini berarti Aksionov memanfaat ruang dengan sebaik mungkin. Pada kutipan kedua Aksionov menggunakan Greja yang masih di kawasan di dalam penjara untuk berdoa dan beribadah. Secara keseluruhan, analisis di atas dapat mempertegas bahwa tokoh utama dalam cerkak SMKWP adalah Aksionov. Dengan menganalisis tindakan tokoh action, cara berpikir dan gaya hidup manner of tought and life, kebiasaan habits, perasaan emotion, keinginan desires dan naluri tokoh instincts maka dapat ditemukan watak tokoh Aksionov adalah tidak baik ketika masih muda suka minum-minuman keras dan royal, mudah bergaul dengan siapa saja, rajin dan displin dalam melakukan sesuatu yang menurutnya adalah kebiasaan, mudah panik jika menghadapi suatu masalah, jujur dalam ucapan, tetapi ia juga mudah putus asa jika mendapat cobaan, pasrah dengan cobaan yang menimpanya, mudah terharu, taat beribadah walaupun berada di dalam penjara dengan lingkungan yang tidak mendukung, sopan terhadap siapa saja baik pada orang tua, muda maupun anak-anak. Jadi dapat disimpulkan bahwa watak tokoh Aksionov adalah tidak baik, mudah bergaul, rajin dan disiplin, mudah panik, jujur, mudah putus asa, pasrah, mudah terharu, taat dan sopan.

4.4 Satuan cerita cerkak “Penjaga Greja” PG

Cerkak “Penjaga Greja” jika dibagi dalam satuan cerita sebagai berikut. 1. Albert Edward menunggu Domine keluar dari ruangan. 2. Domine mendekati Albert Edward dan mengajak ke ruang Dewan Gereja. 3. Albert Edward disidang di ruang Dewan. 74 4. Domine tahu kalau Albert Edward tidak bisa membaca dan menulis. 5. Deskripsi pengurus gereja pada Albert: para pengurus gereja menganggap kalau Edward sangat bodoh. 6. Albert Edward tidak malu walau orang-orang tahu kekurangannya. 7. Domine dan pengurus gereja menyuruh Alberd Edward belajar membaca dan menulis. 8. Albert tidak mau belajar membaca dan menulis. 9. Dari kecil Albert Edward tidak mempunyai keinginan untuk belajar membaca dan menulis. 10. Domine ngancam Albert Edward di keluarkan dari gereja kalau dia tidak bisa membaca dan menulis. 11. Albert Edward memulai usahanya: Albert Edward mencati kios di pinggir jalan. 12. Istrinya Albert tidak yakin usahanya bisa maju. 13. Albert Edward membeli kios 14. Albert Edward membuka toko rokok, tembakau, dan coklat. 15. Albert Edward keluar dari greja. 16. Usahane Albert Edward tambah maju: Albert Edward mempunyai sepuluh kios toko rokok dan uang tiga puluh ribu pound di bank. 17. Albert Edward bertemu direktur bank: a. Direktur bank menyarankan supaya uang Albert Edward di masukkan di perusahaan-perusahaan supaya lebih untung. b. Albert Edward manut padadirektur bank. 75 c. Albert Edward tidak bisa membaca dokumen perjanjian. d. Direktur bank kaget ketika tahu kalau Albert Edward tidak bisa membaca dan menulis. Tokoh utama cerkak “Penjaga Greja” dapat ditemukan dengan cara menganalisis pusat cerita. Frekuensi tampilan tokoh dalam satuan isi cerita dengan memperhatikan pusat cerita dan hubungan tokoh dengan tokoh lain dalam setiap satuan isi cerita perlu dianalisis. Tokoh yang paling tinggi frekuensi kemunculannya dan hubungannya dengan tokoh lain itulah yang dianggap paling menonjol dan disebut tokoh utama. Untuk memudahkan analisis pusat cerita, terlebih dahulu urutan satuan isi cerita dikelompokkan menjadi dua bagian episode. Bagian pertama adalah episode yang berisi cerita tentang Albert Edward disidang oleh para pengurus gereja. Awalnya Domine yang baru tidak tahu kalau Albert Edward tidak bisa membaca dan menulis, tetapi lama kelamaan akhirnya tahu entah siapa yang member tahu. Suatu hari setelah acara pembaptisan selesai Albert Edward dipanggil ke ruang Dewan satuan cerita 2. Bagian ini terdiri atas sepuluh satuan isi cerita: enam satuan isi diantaranya adalah Albert dan Domine. Dalam episode ini terllihat bahwa Albert mempunyai frekuensi tertinggi sebagai pusat cerita disbanding Domine dan para pengurus gereja, yaitu sepuluh kali. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam episode ini Albert Edward tokoh yang paling menonjol. 76 Pada bagian kedua berisi tentanng usaha yang dirintis Albert Edward setelah keluar dari gereja. Bagian ini terdiri atas sebelas satuan isi cerita, dua satuan isi cerita memiliki pusat cerita yang bervariasi. Pusat cerita berkisar pada tokoh 1 Albert Edward dengan istrinya, 2 Albert Edward dengan direktur bank. Pada bagian ini, sebagai pusat cerita adalah Albert Edward karena memiliki frekuensi tertinggi disbanding tokoh-tokoh lainnya, yaitu sepuluh kali. Dalam hal hubungan antartokoh, Albert Edward juga lebih dominan menguasai keberadaan tokoh-tokoh yang lain. Kehadiran tokoh direktur bank dengan segala perhatian satuan cerita 17a-17d sepenuhnya demi kepentingan cerita tokoh Albert Edward, yaitu membantu Albert Edward untuk menjalankan uang yang lebih menguntungkan daripada di simpan di bank. Dengan demikian, jelas bahwa dalam episode ini pun Albert Edward merupakan tokoh yang paling menonjol. Dua bagian cerita itu secara keseluruhan memperlihatkan bahwa Albert Edward merupakan tokoh yang paling menonjol, baik dillihat dari jumlah frekuensinya sebagai pusat cerita maupun dari intensitas hubungannya dengan tokoh-tokoh lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tokoh utama cerkak penjaga greja PG adalah Albert Edward. Meskipun terbagi dalam dua episode, urutan satuan isi cerita “Penjaga Greja” menunjukkan urutan yang kronologis. Hal itu dapat diketahui dari rangkaian hubungan cerita yang berlangsung runtut, tidak ada sisipan cerita lain yang berasal dari waktu sebelumnya atau sesudahnya. Cerita juga tidak terpotong oleh cerita lain yang tidak berhubungan dan tidak terpotong oleh waktu jeda yang panjang. 77 Cerita ini memiliki alur lurus. Terdapat kejadian-kejadian yang dialami oleh tokoh, dari peristiwa, konflik, dan klimaks. Perhatikan kutipan wacana yang mengawali peristiwa dengan pengenalan tokoh di dalam cerkak. Peristiwa yang dialami Albert Edward adalah Domine mengetahui kalau dia tidak bisa membaca dan menulis, akhirnya Albert dipanggil ke ruang Dewan Gereja. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini. “Nanging sawatara dina kepungkur”, mengkono Domine nerusake guneme, “aku nemokake kanyatan kang paling aneh, saengga aku kepeksa nindakake kuwajibanku nglapurake bab mau marang para pengurus greja. Aku ngonangi anane bab kang banget nggumunake kanggoku, yaiku menawa sampeyan jebul ora bisa maca lan nulis.” P.G hal 66. “Tetapi dalam suatu ketika”, begitu Domine meneruskan pembicaraannya, “aku menemukan kenyataan yang paling aneh, sehingga aku terpaksa melakukan kewajibanku melaporkan persoalan tadi kepada para pengurus gereja. Aku menemukan persoalan yang begitu mengejutkan bagiku, yaitu bahwa anda ternyata tidak bisa membaca dan menulis.”. Kutipan di atas menunjukkan bahwa awal peristiwa dimulai dari terbongkarnya kelemahan Albert Edwad di depan para pengurus gereja. Dengan tenang Albert menghadapi cobaan itu. Semua pengurus gereja memojokkan dia. Domine terancam di keluarkan dari Gereja kalau ia memang tidak bisa membaca dan menulis dan tidak mau belajar. Pada tahap tengah Albert Edward mengalami konflik batin setelah keluar dari ruang Dewan Gereja. Ia tidak menyangka kalau aka nada kejadian seperti ini. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini. “Selawase iki dheweke babarpisan ora nate duwe pikiran, menawa sawijining dina kepeksa kudu ngadhepi problema kaya saiki iki. Saka rumangsane, dadi penjaga greja St. Pieters iku, 78 kaya dene paus-paus ing Roma, diangkat kanggo selawase urip.” PG hal 69. Selama ini ia sama sekali tidak punya pikiran, kalau suatu hari terpaksa harus menghadapi problema seperti ini. Dari pikirannya, dia jadi penjaga gereja St. Pieter itu, seperti paus-paus di Roma diangkat untuk seumur hidup. Kutipan diatas menunjukkan konflik batin yang dialami Albert Edward. Ia tidak menyangka aka nada kejadian seperti ini. Ia terancam di keluarkan dari gereja. Padahal dalam pikirannya ia akan di angkat untuk seumur hidup seperti paus-paus di Roma. Akhir dari cerita ini adalah kesuksesan Albert Edward setelah keluar dari gereja. Ia mempunyai sepuluh toko rokok dan coklat di sepanjang jalan raya London, dan ia juga mempunyai sejumlah uang di bank. Alberd juga termasuk golongan orang terkaya di kotanya. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini. “Sajrone sepuluh taun dheweke sidane kasil duwe ora kurang saka sepuluh toko rokok lan tembako.” PG hal 70. Dalam sepuluh tahun tidak kurang dari sepuluh toko rokok dan tembakau ia miliki. Kutipan di atas menunjukkan Albert Edward sukses dengan usahanya. Dan dia tidak menyesal setelah keluar dari gereja. Jika ia bisa membaca dan menulis pasti masih tetap menjadi penjaga gereja. Jadi klimaks dari cerita ini adalah kebahagiaan. Dari uraian-uraian di atas dapat diketahui bahwa cerkak “Penjaga Greja” mempunyai alur lurus. Urutan peristiwa tersusun secara kronologis, mulai dari tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir. Urutan peristiwa-peristiwa tersebut 79 saling berkait sehingga ceritanya runtut. Kenyataan hanya Alberd Edward yang mempunyai alur, yang lain hanya dihadirkan untuk kepentingan tokoh Stoner. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa cerkak tersebut beralur lurus, dan memperlihatkan pola cerita yang terpusat pada tokoh Alberd Edward. Latar belakang tokoh Albert Edward yang dapat dipaparkan meliputi, status sosial dan status pendidikan.Tentang status sosial, sepanjang tokoh Albert Edward ditampilkan selalu bekerja dari sebagai kacung, jongos, kepela jongos, penjaga greja dan sampai menjadi orang terkaya, itu membuktikan bahwa Albert bertanggung jawab dengan keluarganya. Tentang status pendidikan tokoh Albert Edward tidak mengeyam pendidikan sama sekali sehingga ia tidak bisa membaca dan menulis. Dia memang tidak berniat untuk belajar, karena menurut Albert hal itu tidak penting bagi dirinya. Sampai sekarang ia tidak membaca dan menulis. Bahkan pada suatu ketika dengan kelemahannya itu ia terancam dikeluarkan dari gereja. Gambaran fisik tokoh Albert Edward diungkap secara dramatik oleh pengarang. Albert sebagai sesosok pria yang berwibawa, seakan-akan penampilannya seperti bangsawan inggris golongan bawah. Hal itu terbukti dalam kutipan di bawah ini: “Albert Edward iku wong-wonge dhuwur, pawakane kepara kuru, sipate serius lan mrabawani. Penampilane kaya-kaya pantes saupama dadi bangsawan inggris golongan ngisor, utawa saora- orane mirib-mirib pemain flim kang pagaweyane mligi mainake peran-peran bangsawan. Dheweke duwe duga prayoga, tekun ing pagaweyane lan gedhe kepercayaan dhirine. Wewateke burus, jujur, presasat tanpa cacad.” PG hal 66. 80 Albert Edward itu orangnya tinggi, berbadan agak kurus, sifatnya serius dan berwibawa. Penampilannya sangat pantas seandainya jadi bangsawan Inggris golongan bawah, atau setidak-tidaknya mirip-mirip dengan pemain film yang pekerjaannya serinng memainkan peran-peran bangsawan. Dia mempunyai kepribadian yang baik, tekun dalam pekerjaan dan besar rasa percay dirinya. Wataknya jujur, berarti tanpa cacad. Tokoh Albert Edward berhubungan dengan semua tokoh yang terdapat pada cerkak Penjaga Greja seperti istrinya, domine, dua orang pengurus gereja dan direktur Bank.sedangkan tokoh-tokoh lainnya tidak semuanya saling berhubunngan satu sama lainnya, contohnya istrinya Edward tidak berhubungan secara langsung dengan direktur Bank dan para pengurus gereja. Cerkak ini juga menceritakan Albert Edward dengan masalah yang dihadapinya dari awal sampai akhir cerita. Dalam hal penampilan gambaran yang menonjol pada diri Albert Edward yaitu rapi. Kerapian Albert Edward dapat ditampilkan melalui tindakannya dalam berpakaian, merawat dan menyimpan pakaian yang dikenakannya. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan di bawah ini. “Jase sing anyar, sing lempit-lempitane katon ngllingir landhep kaya logam tipis lan malah katone ora kaya wol sutra…” PG hal 64. Jas yang baru, yang lipat-lipatannya terlihat licin tajam seperti logam tipis dan malah kelihatannya seperti wol sutra…. Kutipan di atas terlihat dengan jelas bahwa Albert Edward adalah orang yang rapi, hal itu terbukti dengan ia memakai jas yang setrikaannya rapi malah terlihat seperti jas yang mahal. Dengan kerapiannya itu ia terlihat berwibawa. 81 Dari gambaran mental tokoh Albert Edward adalah seorang lelaki yang bekerja sebagai penjaga sebuah gereja St. Pieters di kota Neville Square. Sebagai penjaga gereja ia sangat bertanggung jawab dengan pekerjaan yang ia lakoni. Ia bangga dengan pekerjaan yang dilakoninya sekarang, tanpa beban Edward mangerjakan pekaerjaannya dengan tulus. Hal ini dilukiskan pengarang secara dramatic dalam kutipan berikut. “Jas-jase, kang mujudake seragame minangka penjaga greja, diopeni temenan dening Albert Edward, dikumbahi lan disetrika dhewe. Sasuwene nembelas taun dadi penjaga greja mau, wis akeh jas-jase kang diapkir, nanging dibungkus rapi mawa kertas warna coklat lan disimpen tumata inng lemari pakean sing ngisor dhewe” P.G hal 64. Jas-jasnya yang menandakan seragam penjaga gereja, dirawat sungguh-sungguh oleh Albert Edward, dicuci dan disetrika sendiri. Selama enam belas tahun jadi penjaga gereja tadi, sudah banyak jas-jas yang tidak dipakai, tetapi ia tidak tega menyingkirkan baju-baju tadi. Semua masih ada dibungkus rapi dengan kertas warna coklat dan disimpan tertata di lemari pakean yang paling bawah. Kutipan di atas menggambarkan bahwa Albert Edward bangga dengan pekerjaannya. Kutipan kalimat yang menunjukkan Albert Edward adalah seorang yang bertnaggung jawab yaitu “Jas-jase, kang mujudake seragame minangka penjaga greja, diopeni temenan dening Albert Edward, dikumbahi lan disetrika dhewe. Ia mempunyai tanggung jawab yang besar dengan pekerjaannya itu. Sampai baju seragamnya dicuci dan disetrika sendiri yang sudah tidak dipakai lagi ia simpan. Rasa tanggung jawab Albert Edward juga di tunjukkan lewat tindakannya waktu melakukan pekerjaan yang ia lakoni sehari-hari. Hal ini ditunjukkan pada kutipan di bawah ini. 82 “Penjaga greja mau nindakake tugas padinane kanthi ayem tentrem. Tutup kayu kang mawa rerenggan lukisan, disleregake maneh ing sadhuwure wadhah banyu baptis kang saka marmer iku, mbalekake kursi kang dhek mau dienggo lungguh wanita tuwo jompo menyang panggonane sakawit lan sabanjure kaya adat sabene, dheweke ngenteni nganti Domine ing ruwang Dewan Greja metu. Dheweke lagi genti mlebu kamar mau, ringkes- ringkes sarta nata meja kursi lan liya-liyane. Sawise iku, lagi dheweke mulih.” P.G hal 64. Penjaga gereja tadi melakukan tugas sehari-hari dengan tulus tanpa beban. Tutup kayu yang semula hiasan lukisan, ditaruh lagi diatas tempat air baptis yang dari marmer ittu, mengembalikan kursi yang tadi dipakai duduk wanita tua jompo ke tempat semula dan selanjutnya seperti biasanya, ia menunggu sampai Domine di ruang Dewan Gereja keluar. Ia baru saja ganti masuk kamar tadi, beres-beres serta menata meja kursi dan lain-lainnya. Setelah itu, baru ia pulang. Kutipan di atas menggambarkan bahwa Albert Edward adalah orang yang bertanggung jawab dengan pekerjaannya. Dia selalu melakukan pekerjaan dengan tulus dan ikhlas. Memang bekerja di rumah Tuhan harus dilandasi dengan rasa tulus dan ikhlas agar bermanfaat bagi orang lain dan mendapat berkah untuk dirinya sendiri. Uraian di atas menjelaskan bahwa watak Albert Edward pada dasarnya adalah orang yang bertanggung jawab pada pekerjaannya. Pilihan bekerja di gereja adalah tepat bagi dirinya. Sebelum bekerja di gereja ia sempat menjadi koki di rumah jandanya sodagar kaya dan pernah juga bekerja di kalangan swasta. Walaupun tidak bisa membaca dan menulis kehidupannya selalu berjalan mulus, hanya ada satu hambatan dalam hidupnya ketika ia dikeluarkan dari gereja, tetapi itu tidak membuatnya putus asa. Albert Edward membuka toko rokok setelah keluar dari gereja, dan ia pun sukses denan usaha tersebut. Dalam sepuluh taun ia mempunyai sepuluh kios toko rokok. 83 Perjalanan hidup Albert Edward beragam, sejak umur dua belas tahun ia sudah bekerja menjadi koki. Ia merupakan orang yang suka bekerja keras. Tanpa ada rasa malu ia melakukan pekerjaannya dengan tekun. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. “Nalika taksih umur kalihwelas taun, kula sampun nyambut damel, tuwan.” P.G hal 67. “ketika masih umur dua belas tahun, saya sudah bekerja, tuan”. Kutipan di atas menunjukkan bahwa Albert Edward sejak kecil sudah bekerja demi kelangsungan hidup. Walaupun masih kecil ia sudah bekerja berat bagi anak seusianya. Biasanya sekitar umur dua belas tahun anak-anak masih senanng bermain dengan teman-temannya. Albert Edward tidak pernah malu dengan pekerjaan yang dilakoninya. Perilaku lain yang menunjukkan bahwa Albert Edward adalah orang yang bekerja keras yaitu pada saat ia bekerja sebagai kacung di rumah keluarga sudagar yang kaya raya.dari kacung menjadi abdi nomer satu, kemudian menjadi kepala jongos, abdi istana dan akhirnya menjadi penjaga gerja, itu semua berkat kerja keras yang ia lakoni. Hal ini dapat ditunjukkan pada kutipan di bawah ini. “wiwitane Albert Edward dadi kacung-kacung ing omahe kulawarga sudagar kang sugih banget. Suwening suwe kalungguhane mundhak saka kacung alias batur nomer papat dadi abdi nomer siji. Nate kurang luwih setaun lawase, dheweke dadi kepala jongos ing omahe randhane kaum ningrat. Lan sadurunge diangkat penjaga greja St. Pieters, dheweke dadi abdi kepala ing istanane pensiunan duta besar” P.G hal 66. Dimulai Albert Edward menjadi kacung-kacung di rumah keluarga sudagar yang kaya raya. Lamanya kedudukannya naik 84 dari kacung alias batur nomer empat jadi abdi nomer satu. Pernah kurang lebih satu tahun lamanya, ia jadi kepala jongos di rumah jandanya kaum ningrat. Dan sebelum diangkat penjaga gereja St. Pieters, ia jadi abdi kepala di istananya pensiunan duta besar. Bukti lain bahwa Albert Edward adalah seorang pekerja keras adalah ketika ia membuka usaha lain setelah keluar dari gereja. “usahane Albert Edward pranyata maju. Malah kena diarani maju banget, saengga ora nganti setaun dheweke wis wiwit mikir- mikir nedya mbukak toko maneh, took nomer loro. Tilas penjaga greja mau banjur golek dalan dawa liyane kang ora ana tokone rokok utawa tembako. Lan sawise kasil nemokake, tur ana tokone kang disewakake pisan, kalodhangan mau langsung wae dimanfaatke. Uga took iki sukses. Timbul gagasan, yen dheweke bisa sukses ngurusi took loro, geneya ora ngurusi setengah losin? Kanthi gagasan mengkono mau, Albert Edward banjur mlaku mubeng-mubeng killing kutha London. Lan saben nemokake dalan dawa tanpa rokok, mangka ana tokone kang disewakake, dheweke enggal wae mbukak took anyar. Sajrone sepuluh taun dheweke sidane kasil duwe ora kurang saka sepuluh took rokok lan tembako. Wes mesthi wae mlebune dhuwit mbanyu mili. Saben dina senen dheweke killing nekani toko-tokone mau, nariki dhuwit oleh-olehane lan nglebokake dhuwit-dhuwit mau menyang bank.” P.G hal 70. Dalam kenyataannya usaha Albert Edward sangat maju. Malah bisa dikatakan maju pesat, sehingga tidak sampai satu tahun ia bisa mulai mikir-mikr membuka toko lagi, toko nomer dua. Mantan penjaga gereja tadi kemudian mencari jalan panjang lainnya yang tidak ada toko rokok atau tembakau. Dan setelah berhasil menemukan, kebetulan ada toko yang disewakan, kesempatan itu langsung dimanfaatkan. Tokonya juga sukses. Muncul gagasan, kalau dirinya bisa sukses mengurus dua toko, kenapa tidak mengurus setengah lusin? Dengan gagasan tadi, Albert Edward kemudian berjalan muter-muter keliling kota London. Dan setiap menemukan jalan panjang tanpa toko rokok, lalu ada toko yang disewakan, dirinya cepat-cepat membuka toko baru. Dalam sepuluh tahun akhirnya ia berhasil mempunyai kurang lebih sepuluh toko rokok dan tembakau. Sudah sewajaranya kalau uang yang masuk seperti air yang mengalir. Setiap hari senin dia keliling mengunjungi toko-tokonya tadi, mengambil uang dan memasukkan uang-uang tadi ke bank. 85 Albert Edward memang mempunyai watak pekerja keras sejak kecil. Ia sudah terbiasa menjadi pekerja kasaran. Dengan kepiawaiannya itu ia bisa berubah menjadi sukses, sehingga ia termasuk menjadi golangan orang terkaya dikotanya. Walaupun Albert Edward tidak bisa membaca dan menulis tetapi ia bisa mengembangkan usahanya dengan lancar. Tuhan memang adil dengan makhluknya, walaupun mempunyai banyak kekurangan tetapi juga mempunyai kelebihan. Albert Edward juga termasuk orang yang keras kepala. Dengan wataknya tersebut ia tidak mau mengubah dirinya jadi lebih baik, misalnya disuruh belajar membaca dan menulis ia tetap tidak mau, karena hal itu dianggap tidak penting untuk dirinya. Sejak kecil pun ia benar-benar tidak mau belajar. Watak keras kepala tersebut digambarkan secara dramatik oleh pengarang seperti kutipan berikut ini. “Koki dhapur nate nyobi nganjuraken supados kula purun sinau. Nanging sajakipun, kula pancen boten gadhah bakat kangge kaperluwan menika, tur pancenipun kula ugi boten nate gadhah wekdal. Semanten ugi kabetahan. Kula kinten, wekdal samanngke menika kathah sanget para nem-neman ingkang tansah ngobral wekdalipun kangge maos katimbang kangge kaperluwan sanes ingkang langkung mumpangati.” P.G hal 67. Koki dapur sudah pernah mencoba menganjurkan supaya saya mau belajar. Tetapi agaknya, saya memang tidak punya bakat untuk keperluan itu, dan kayaknya saya juga tidak pernah ada waktu. Begitu pula kebutuhan. Saya kira, waktu yang akan dating nanti banyak sekali para pemuda yang mengobral waktunya untuk membaca daripada kebutuhan lain yang lebih bermanfaat. Melalui teknik reaksi tokoh lain Albert Edward menunjukkan watak keras kepalanya. Hal ini ditunjukkan dalam percakapan Albert Edward dengan pengurus 86 gereja. Para pengurus gereja memberi semangat untuk mau belajar dan menulis tetapi ia tetap keras kepala. Watak keras kepala dari kecil masih melekat erat dalam dirinya. Hal itu dapat dibuktikan dalam kutipan di bawah ini. “Nanging apa sampeyan ora kepengin maca ngenani apa wae kang kedadeyan ing donya iki?” pitakone pengurus gereja sijine. “Karo dene, apa sampeyan ora kepengin nulis-nulis layang marang sapa ta sapa kono?” P.G hal 67. “Tetapi apa anda tidak kepengin membaca mengenai apa saja yang terjadi di dunia ini?” Tanya pengurus gereja satunya. “apa juga anda tidak ingin nulis-nulis surat kepada siapa-siapa yang disana?” “Boten tuwan, kula kinten boten perlu. Langkung-langkung kantun-kantun menika, di koran-koran kathah dipun pacak foto- foto maneka warni, saengga kula sampun saged mangertosi sedaya menapa kemawon ingkang kedadosan. Kaliyan malih, semah kula menika pinter sanget, tuwan. Menawi kula kepengin kintun serat, semah kula saged nyerataken kangge kula.” P.G hal 67. Tidak tuwan, saya kira tidak perlu. Lebih-lebih akhir-akhir ini, di Koran-koran banyak dipajang foto-foto beranekaragam, sehingga saya sudah bisa mengerti semua kejadian apa saja telah terjadi. Lagi pula, istri saya itu pintar sekali, tuwan. Seandainya saja saya ingin mengirim surat, istri saya bisa menuliskan buat saya. Kutipan di atas menunjukkan watak keras kepala Albert Edward. Ia memang benar-benar tidak mau lagi belajar. Karena dia merasa sudah tidak sanggup lagi. Walaupun ia diancam Domine kalau akan dikeluarkan dari gereja tetapi ia tetap keras kepala tidak mau belajar. Hal tersebut digambarkan secara dramatik oleh pengarang seperti kutipan berikut ini. “Boten, tuwan. Kula kuwatos menawi kula sampun boten sagah nglampahi. Kula sampun sepuh lan wiwit umur kalihwelas taun sampun boten saged nyinau aksara, pramila samangke menika temtu langkung boten saged malih.” P.G hal 67. 87 Tidak, tuwan. Saya khawatir kalau saya sudah tidak sanggup menjalaninya. Saya sudah tuwa dan sejak umur dua belas tahun sudah tidak bisa belajar huruf, maka nanti tentu lebih tidak bisa lagi. “Nyuwun duka, domine”, celathune, “kulak ok kuwatos menawi mboten saged. Segawon sepuh pancen sampun boten saged dipun ajari keprigelan-keprigelan enggal malih. Pinten-pinten taun kula gesang tanpa saged maos lan nyerat menika boten kok nedya ngalem badan kula piyambak, toh boten wonten ginanipun lan ing kawontenan kados menapa kemawon, kula dipun papanaken ing pundi kemawon dening Ingkang Maha Kuwaos, kula tansah nindakaken kuwajiban kula. Pramila saupami dinten samangke kula angsal kalodhangan sinau, kulak ok boten pitados menawi kula taksih purun nindakaken.” P.G hal 68. “mohon maaf, domine”, ucapnya, “saya kok khawatir kalau tidak bisa. Anjing tua memang sudah tidak bisa diajari ketrampilan- ketrampilan baru lagi.bertahun-tahun saya hidup tanpa bisa membaca dan menulis itu tidak kok membanggakan diri saya sendiri, toh tidak ada gunanya dan dalam kesempatan apapun, saya di tempatkan dimana saja oleh Yang Maha Kuwasa, saya tetap melakukan kewajiban saya. Maka seandainya suatu hari nanti saya mendapat kesempatan belajar, saya koktidak percaya kalau saya masih mau melakukan.” Kutipan di atas menunjukkan bahwa Albert Edward memang sudah tidak mau belajar membaca dan menulis. Prinsipnya sejak kecil masih melekat pada dirinya. Watak keras kepala memang tidak bisa di hilangkan. Dia yakin walaupun tidak bisa membaca dan menulis ia akan hidup tentram dan berkecukupan . itu memang terbukti, karena dia mempunyai kurang lebih sepuluh toko rokok di kota London. Sifat tidak mudah menyerah juga dimiliki Albert Edward. Hal itu terbukti ketika dia terancam dikeluarkan dari gereja. Ketika dijalan ia menemukan insprirasi membuka toko rokok, karena sepanjang jalan yang ia lewati tidak ada satu pun toko rokok. Albert Edward mempunyai gagasan untuk membuka toko 88 rokok, dalam pikkirannya bisnis itu pasti akan berkembang pesat. Hal ini dilukiskan secara dramatik oleh pengarang, seperti kutipan berikut. “Rancangan mbukak toko rokok diwawas saka segi maneka warna, lan dina candhake dheweke bali menyang dalan kang dhek wingi diliwati. Untung banget, deweke bisa nemokake toko cilik kang disewakake. Toko iku ndilalah kok ya cocog banget karo kang diangen-angen. Patlikur jam sawise iku, toko wis kelakon disewa. Lan sawise let sesasi maneh, Albert Edward Foreman ninggalake greja St. Pieters kanggo selawase, dheweke wiwit mbukak tokone cilik-cilikan kang adol rokok, tembako lan coklat kaya kang digantha sadurunge…” P.G hal 70. rancangan membuka toko rokok dirancang dari segi beranekaragam, dan hari selanjutnya ia kembali ke jalan yang kemarin dilewati. Untung banget, dia bisa menemukan toko kecil yang disewakan. Toko itu kebetulan kok ya cocog banget dengan yang diangan-angan. Dua puluh empat jam setelah itu, toko sudah disewa. Dan setelah sebulan lagi, Albert Edward Foreman meninggalkan gereja St. Pieters untuk selamanya, ia mulai membuka tokonya kecil-kecilan yang jual rokok, tembakau,dan coklat yang diidam-idamkan sebelumnya. Walaupun istrinya ragu dengan usaha yang dirintis Albert Edward, tetapi ia tidak pantang menyerah. Ia yakin pekerjaannya yang sekarang lebih menjanjikan daripada yang sebelumnya. Ia optimis dengan bisnisnya sekarang. Hal tersebut terdapat dalam kutipan sebagai berikut. “Sing wadon kandha, menawa langkahe ikku mujudake kemunduran kang luwarbiasa tumrape sawijining penjaga greja St. Pieters. Nanging Albert Edward mangsuli, menawa saiki iki kita kudu bisa ngetutake lakukne jaman, lan menawa greja jaman saiki iki kahanane wis ora kaya dhek biyen maneh” P.G hal 70. Yang perempuan bilang, jika langkahnya itu mewujudkan kemunduran yang luar biasa terhadap salah satu penjaga gereja St. Pieters. Tetapi Albert Edward menjawab, kalau sekarang ini kita harus bisa mengikuti jaman, dan kalau gereja jaman sekarang ini keadaannya sudah tidak seperti dulu lagi. 89 Kutipan di atas menunjukkan bahwa Albert Edward mempunyai watak yang tidak mudah menyerah. Ia selalu bangkit, dan tetap berusaha. Ia yakin usaha yang dirintisnya akan sukses. Hal itu pun terbukti, Albert Edward mempunyai sepuluh toko rokok dan mempunyai sejumlah uang di bank yang tidak sedikit jumlahnya. Dari segi tindakan, Albert Edward berpura-pura tegar di depan para pengurus gereja. Ketegaran Albert Edward membuat ia semangat dalam menghadapi semua cobaan. Walaupun sebenarnya hatinya gelisah tetapi ia berusaha menampakkan wajah yang tidak ada maslah apa-apa. Hal ini terllihat dalam kutipan sebagai berikut. “Senajan pikirane kaya mengkono, nanging polatane penjaga greja kang lugu mau tetep ngatonake alusing bebudene, saengga apa kang dipikir iku babarpisan ora kawistara…”P.G hal 66. Meskipun pikirannya seperti itu, tetapi wajah penjaga gereja yang lugu tadi tetap melihatkan halus bebudinya, sehingga apa yang dipikir itu sama sekali tidak terlihat… Albert Edward memang orang yang tegar. Walaupun dengan kekurangannya itu dia tidak meras malu ataupun dilecehkan. Ia tetap tegar menerima ejekan dari siapa saja. Ia pun bersikukuh tetap tidak mau belajar membaca dan menulis. Watak tegar Albert Edward yang lain ditunjukkan dengan reaksi tokoh lain yang secara tidak langsung menghinanya. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut ini. “Nanging sawatara dina kepungkur”, mengkono Domine nerusake guneme, “aku nemokake kanyatan kang paling aneh, 90 saengga aku kepeksa nindakake kuwajibanku nglapurake bab mau marang para pengurus greja. Aku ngonangi anane bab kang banget nggumunake kanggoku, yaiku menawa sampeyan jebul ora bisa maca lan nulis” P.G hal 66. “Tetapi dalam suatu ketika”, begitu Domine meneruskan pembicaraannya, “aku menemukan kenyataan yang paling aneh, sehingga aku terpaksa melakukan kewajibanku melaporkan persoalan tadi kepada para pengurus gereja. Aku menemukan persoalan yang begitu mengejutkan bagiku, yaitu bahwa anda ternyata tidak bisa membaca dan menulis.” Bukti lain yang menunjukkan watak Tegar Alberd Edward terdapat pada kutipan berikut. “Krungu keterangane domine mau, polatane penjaga greja Albert Edward babarpisan ora ngatonake rasa kaget utawa isin. Kanthi ayem dheweke celathu : Domine kita ingkang lami sampun pirsa prekawis menika, kok. Ngendikanipun, timrap panjenenganipun boten wonten bentenipun, kula saged maos menapa boten…”P.G hal 66-67. mendengar keterangan domine tadi, wajah penjaga gereja Albert Edward sama sekali tidak menampakkan rasa kaget atau malu. Dengan tenang ia berkata : Domine kita yang lama sudah tahu perkara ini, kok. Katanya, menurut drinya tidak ad bedanya, saya bisa membaca atau tidak… Kutipan di atas menunjukkan bahwa watak Albert Edward memang tegar, walaupun sudah dihina habis-habisan oleh para pengurus gereja. Dia tidak merasa malu atau direndahkan, memang ini sudah menjadi suratan takdir kalau dia tidak bisa membaca dan menulis. Dari segi perbutan Albert Edward juga mempunyai watak yang jujur. Ia selalu terbuka dengan siapa saja, dan mengakui kelemahannya tanpa rasa malu. Tanpa ragu ia cerita dengan direktur bank tentang kelemahannya yang tidak bisa membaca dan menulis. Hal ini dilukiskan pengarangn secara dramatik, dalam kutipan berikut. 91 “Albert Edward nyawanng direktur bank karo mesem kaya kanggo nglilihake atine sang direktur. Kanthi sareh lan alon dheweke kandha : Inggih menika masalahipun, tuwan. Kula menika boten saged maos. Kula ngertos lan kula ngrumaosi, menawi menika aneh kepirenganipun, nanging kanyatanipun pancen kados makaten, tuwan. Kula boten saged maos lan nyerat. Saged kula naming nyerat name kula, lan menika kemawon saged kula nembe saplokipun kula gadhah usaha menika.” P.G hal 71. Albert Edward memandang direktur bank dengan senyum seperti ingin meluluhkan hatinya sang direktur. Dengan pelan-pelan dan sabar ia berkata : ya itu masalahnya, tuwan. Saya ini tidak bisa membaca. Saya tahu dan mengerti, kalau ini aneh kedengarannya, tetapi kenyataannya memang begitu, tuwan. Saya tidak bisa membaca dan menulis. Bisa saya hanya menulis nama saya, dan itupun baru bisa ketika mempunyai usaha ini. Albert Edward memang orang yang jujur dengan siapa saja, walaupun dengan kejujurannya ia membuka aibnya sendiri. Direktur pun kaget ketika mendengar Albert Edward adalah seorang yang buta huruf, tetapi ia bisa sukses dengan usahanya tanpa hambatan apapun. Karena dengan kelemahannya itu Albert Edward mudah percaya dengan orang lain selagi itu baik untuk dirinya. Ia percaya kalau uang yang ada di bank terjamin keamanannya. Hal tersebut trlihat dalm kutipan di bawah ini. “Kula langkung remen menawi boten perlu nanggung resiko, tuwan. Kula pitados, wonten ing bank penjenengan yatra kula aman”P.G hal 70-71. Saya lebih suka kalau tidak perlu menanggung resiko, tuan. Saya percaya, di bank anda uang saya aman. Kutipan di atas menunjukkan bahwa Albert Edward percaya dengan keamanan di bank. Albert Edward menggunakan bahasa yang santun sekali, dengan siapa saja dia selalu menggunakan bahasa yang sopan. Ditinjau dari segi 92 gaya bahasa Albert Edward selalu menggunakan bahasa karma ketika bertutur dengan siapa saja. Dalam cerkak PG gambaran ruang yang dipakai adalah ruang tertutup dan terbuka. Ruang tertutup seperti gereja, ruwang Dewan, bank, dan toko. Selain itu juga terdapat banyak gambaran detil ruang, seperti kayu, lukisan, tempat air baptis, kursi, meja dan cangkir teh. Akan tetapi, gambaran ruang dan seluruh detil yang ada di dalamny itu tidak semuanya memperlihatkan kaitan erat dengan ditafsirkan berperan memperjelas gambaran tokoh Albert Edward. Sedang ruang terbuka yang dipakai dalam cerita ini hanyalah jalan. Analisis terhadap ruang dan detail-detail ruang itu dapat dilakukan melalui dua cara. Pertama, secara langsung menafsirkan gambaran tokoh Albert Edward dari keadaan ruang dan detail-detailnya. Kedua, menafsirkan gambaran tokoh Albert Edward berdasarkan cara dia memperlakukan atau berhubungan dengan ruang detil-detilnya itu. Gambaran seluruh ruang dan seluruh detil yang ada di dalamnya secara umum menandakan bahwa Albert Edward memiliki selera yang biasa saja. Dapat ditambahkan bahwa dalam cerkak PG digambarkan tokoh Albert Edward sehari-hari lebih sering berada di dalam ruangan. Diceritakan bahwa tokoh Albert Edward pernah bekerja sebagai jongos, kacung dan penjaga greja. Dalam cerkak PG dapat dihitung bahwa frekuensi tertinggi kemunculan tokoh Albert Edward adalah di gereja. Sekurang-kurangnya ada empat kali Albert Edaward berada di dalam gereja. Beberapa contoh adalah Albert membersihkan gereja, Albert Edward 93 merapikan Gereja, Albert menunggu domine di ruangan gereja, Albert Edward di sidang diruang Dewan Gereja dibuktikan dalam kutipan di bawah ini: ”Domine wiwit guneman: kita perlu ngrembug perkara kang kurang ngenakake kanggo sampeyan, Pak Jaga. Sampeyan wis mataun-taun nyambut gawe ing kene, lan tuwan-tuwan iki uga setuju karo panemuku, menawa kuwajiban-kuwajiban sampeyan kang magepokan karo jabatan sampeyan ora ana sing ora gawe mareminng ati.” PG hal 66. Domine mulai pembicaraannya: kita perlu membahas perkara yang kurang mengenakkan buat anda, Pak Jaga. Anda sudah bertahun-tahun kerja disini, dan tuwan-tuwan ini juga setuju dengan pendapatku, kalau kewajiban-kewajiban anda yang berhubungan dengan jabatantidak ada yanng membuat hati senang. ”Nanging sawatara dina kepungkur, mengkono Domine nerusake guneme aku nemokake kanyatan kang paling aneh, saengga aku kepeksa nindakaka kuwajibanku nglapurake bab mau marang para pengurus greja. Aku ngonangi anane bab kang banget nggumunake kanggoku, yaiku menawa sampeyan jebul ora bisa maca lan nulis.” PG hal 66. Pada suatu hari, begitu Domine meneruskan pembicaraannya, aku menemukan kenyataan yang paling aneh, sihingga aku terpaksa melakukan kewajiban melaporkan hal tersebut ke pengurus Gereja. Aku mendengar hal yang sangat mengejutkan bagiku, yaitu ternyata anda tidak bisa membaca dan menulis. Contoh-contoh di atas memperlihatkan hubungan yang erat antara tokoh Albert Edward dengan ruangan yang ada di Gereja. Sehari-hari ia memang bekerja di Gereja. Jadi segala sesuatu yang ada di Gereja sudah otomatis berhubungan dengan dirinya. Secara keseluruhan, analisis di atas dapat mempertegas bahwa tokoh utama dalam cerkak PG adalah Albert Edward. Dengan menganalisis tindakan tokoh action, cara berpikir dan gaya hidup manner of tought and life, kebiasaan habits, perasaan emotion, keinginan desires dan naluri tokoh 94 instincts maka dapat ditemukan watak tokoh Albert Edward adalah bertanggung jawab, pekerja keras, keras kepala, tidak mudah menyerah, jujur, tegar dan mudah percaya dengan orang lain.

4.5 Satuan cerita cerkak “Topan Salju” TP