Klasifikasi Karsinoma Nasofaring Etiologi

perkirakan sekitar 8000 hingga 9000 kasus per tahun di seluruh Indonesia Yang X et al, 2005. Di Bagian THT FK-UI RSCM di periode 1988 hingga 1992 diperoleh sebanyak 511 penderita karsinoma nasofaring Rozein, 1995. Di RSUP H. Adam Malik Medan pada periode 1998-2000 diperoleh sebanyak 130 penderita karsinoma nasofaring dari 1370 pasien baru onkologi kepala dan leher Lutan, 2003 .

2.5 Klasifikasi Karsinoma Nasofaring

Karsinoma nasofaring bisa diklasifikasikan berdasarakan stadium klinisnya maupun secara hist opatologinya. Cara menentukan stadium klinis karsinoma nasofaring digunakan sistem TNC menurut UICC 1992. a T Tumor Primer T = Tidak tampak tumor T1 = Tumor terbatas pada satu lokasi saja lateral, porterosuperior, atap, dll T2 = Tumor terdapat pada dua lokasi atau lebih tetapi masih di dalam rongga nasofaring T3 = Tumor telah keluar dari rongga nasofaring ke rongga hidung atau orofaring T4 = Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang tengkorak atau mengenai saraf-saraf otak Tx = Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap b N Pembesaran kelenjar getah bening regional N0 = Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening N1 = Terdapat pembesaran kelenjar getah bening homolateral dan masih bisa digerakkan N2 = Terdapat pembesaran kelenjar getah bening kontralateralbilateral dan masih bias digerakkan N3 = Terdapat pembesaran baik secara homolateralkontralateralbilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar c M Metastasis jauh M = Tidak ada metastasis jauh M 1 = Terdapat metastasis jauh Dari keterangan di atas, maka karsinoma nasofaring dikelompokkan menjadi 4 stadium, yaitu: a. Stadium I : T 1 N M b. Stadium II : T 2 N M c. Stadium III : T 123 N 1 M atau T 3 N M d. Stadium IV : T 4 N M atau T 1234 N 23 M atau T 1234 N 0123 M 1 Bambang SS, 1992. Secara histopatologi , karsinoma nasofaring dibagi menjadi tipe 1 karsinoma sel skuamosa dengan keratinasi, tipe 2 karsinoma sel skuamosa tanpa kertainasi, dan tipe 3 karsinoma tanpa diferensiasi. Tipe-tipe ini hanya dapat dibedakan di bawah mikroskop. Namun begitu, ketiga tipe tersebut berkembang dari sel yang sama, yaitu sel epitel permukaan nasofaring American Cancer Society, 2013.

2.6 Etiologi

Penyebab karsinoma nasofaring adalah multifaktoral . Namun faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya karsinoma nasofaring adalah: 1. Faktor Genetik Karsinoma nasofaring memang tidak termasuk dalam tumor genetik.Namun kerentanan terhadap kasus ini terhadap kelompok masyarakat tertentu relatif lebih menonjol dan memiliki agregasi keluarga. Beberapa penelitian menunjukan bahwa gen HLA Human Leukocyte Antigen serta gen pengkode enzim sitokrom p4502E CYP2E1 adalah gen yang rentan terhadap karsinoma nasofaring Nasir, 2009. Pasien dengan karsinoma nasofaring di Cina berasal dari sub populasi dengan genetik yang khas. Hingga kini HLA adalah satu-satunya sistem genetik yang memiliki hubungan yang erat dengan kanker ini. Lokus HLA yang menyebabkan karsinoma nasofaring adalah lokus HLA-A, B, dan DR yang terletak pada rantai pendek kromosom 6 Chew, 1997 Penelitian di Medan didapati bahwa frekwensi alel gen yang paling tinggi pada penderita karsinoma nasofaring adalah gen HLA-DRB112 dan HLA- DQB0301 dimana alel gen yang paling berpotensi menyebabkan timbulnya karsinoma nasofaring pada suku Batak adalah alel gen HLA-DRB108 Munir D, 2007 2. Infeksi Virus Eipstein-Barr Terdapat indikasi kuat bahwa virus eipstein-barr memiliki hubungan langsung terhadap kasus karsinoma nasofaring. Pada pemeriksaan serum pasien asia serta afrika dengan karsinoma primer maupun sekunder memiliki hasil positif untuk antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus VCA eipstein-barr . Selain itu juga didapatkan Ig A terhadap VCA VCA-IgA dengan titer yang tinggi Nasir, 2009. 3. Faktor Lingkungan Penelitian terkini menunjukan bahwa terdapat zat-zat yang dapat memicu terjadinya karsinoma nasofaring yaitu golongan nitrosamin seperti yang terdapat pada ikan asin, hidrokarbon polikistik yang terdapat pada asap rokok dan unsur renik pada bahan-bahan yang mengandung renik Nasir, 2009.

2.7 Patofisiologi