Faktor Risiko Karsinoma Nasofaring

trichloroethane DDT yang memberikan efek bagi kesehatan. DDT dapat mengakibatkan penurunan dari produksi sel NK pada binatang percobaan namun tidak mempengaruhi respon imun humoral. Di Amerika Serikat, dijumpai adanya peningkatan risiko non-hodgkin lymphoma dan kanker paru akibat dari paparan DDT. Longnecker et al, 1997.

2.8 Faktor Risiko Karsinoma Nasofaring

Faktor risiko adalah segala sesuatu yang dapat mempengaruhi seseorang mendapati sebuah penyakit seperti kanker. Beda tipe kanker maka berbeda faktor risikonya. Beberapa faktor risiko ada yang dapat dihindari, dan ada yang tidak dapat dihindari. Merokok adalah salah satu contoh faktor risiko yang dapat di hindari. Sedangkan umur dan riwayat keluarga merupakan faktor yang tidak dapat di hindari. Penelitian membuktikan bahwa ada beberapa faktor risiko yang membuat seseorang menderita karisnoma nasofaring, yaitu : 1. Usia Sebagian besar penderita KNF berusia diatas 20 tahun, dengan rentang usia terbanyak antara umur 50-70 tahun Maalej et al,.1995; Munir D, 2006 Di Sumatera Utara, didapati bahwa kelompok usia 50-59 tahun. Umur penderita yang paling muda adalah 21 tahun sedangkan yang paling tua 77 tahun. Munir D, 2007. Menurut Nasution 2008, berdasarkan penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan, dan RSU Dr. Pringadi Medan, usia terbanyak adalah pada kelompok usia 50-59 tahun sebanyak 28 29,2 penderita. 2. Jenis Kelamin Karsinoma nasofaring lebih sering terjadi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan, dengan ratio perbandingan laki-laki dengan perempuan 2:1 American Cancer Society, 2013. Di Sumatera Utara, Indonesia, di dapati bahwa pada Suku Batak jumlah pasien laki-laki dengan perempuan yang menderita karsinoma nasofaring memiliki perbandingan laki-laki 60 dan wanita 40 Munir D, 2006. Sedangkan menurut Nasution 2008, kasus karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan, dan RSU Dr. Pringadi Medan didapati penderita laki-laki sebanyak 74 dan perempuan sebanyak 26. 3. Suku dan Bangsa Karsinoma nasofaring lebih sering terjadi di daerah Asia suku mongoloid dibandingkan di daerah Eropa. Sebagai contoh penduduk asli Cina yang berdomisili di Cina Selatan memiliki faktor risiko yang tinggi untuk menderita karsinoma nasofaring. Namun apabila mereka berpindah ke daerah dengan angka kejadian karsinoma nasofaring yang lebih rendah maka faktor risiko mereka akan turun, namun tetap lebih tinggi dibandingkan penduduk lokal tersebut. Namun faktor risiko mereka akan menurun dengan semakin lamanya mereka menetap di lokasi tersebut. Serta generasi selanjutnya yang di lahirkan mereka di tempat dengan angka kejadian karsinoma nasofaring yang rendah akan memiliki faktor risiko yang kecil untuk terkena nasofaring karsinoma American Cancer Society, 2013. Di Sumatera Utara, Indonesia, karsinoma nasofaring paling banyak dijumpai pada Suku Batak, yaitu 46,7 dari 30 kasus Lutan dan Zachreini 1999. Menurut Nasution 2008, suku batak menduduki urutan pertama dengan 56.3 dari kasus yang didapati di RSUP H. Adam Malik dan RSU Dr. Pringadi Medan, sedangkan suku jawa merupakan suku kedua penderita KNF dengan 29.2 kasus. Menurut Badan Pusat Statistik BPS tahun 2011, jumlah populasi suku batak pada tahun 2000 berjumlah 4.827.000 dari 11.649.655 41.44 penduduk Sumatera Utara, dengan estimasi pada tahun 2010 Suku Batak di Sumatera Utara menjadi 5.602.000 penduduk dari 12.982.204 41.4 penduduk di Sumatera Utara dan merupakan suku dengan penduduk terbanyak di Sumatera Utara. 4. Makanan Penduduk Asia, dan Afrika Utara, dimana merupakan daerah yang terdapat banyak kasus karsinoma nasofaring , rata-rata penduduknya mengkonsumsi makanan makanan ikan dan daging dengan kadar garam yang tinggi ikan asin. Namun, di Cina angka kejadian karsinoma nasofaring sudah mulai menurun dengan mulai maraknya makanan khas barat disana American Cancer Society, 2013. Mengkonsumsi ikan asin meningkatkan risiko 1,7 hingga 7,5 kali lebih tinggi untuk terkena penyakit ini dibanding dengan yang tidak mengkonsumsi ikan asin. Konsumsi ikan asin lebih dari tiga kali dalam sebulan meningkatkan risiko karsinoma nasofaring Ondrey FG et al, 2003 Di Sumatera Utara, Indonesia, didapati sebanyak 74,54 dari penderita memiliki kebiasaan memakan ikan asin hampir setiap hari sebelum umur 10 tahun Munir D, 2007. Menurut Nasution 2008, di Sumatera Utara didapati sebanyak 79,2 penderita KNF mengkonsumsi ikan asin dibawah usia 10 tahun. 5. Riwayat Keluarga Riwayat keluarga terdahulu yang pernah terkena karsinoma nasofaring akan meningkatnya faktor risiko karsinoma nasofaring. Namun masih belum di ketahui secara pasti apakah karena genetik , pola hidup yang serupa, maupun karena keduanya American Cancer Society, 2013. Bila ditinjau secara genetika, kerabat pertama, kedua, dan ketiga pasien karsinoma nasofaring memiliki risiko terkena karsinoma nasofaring Ondrey FG et al,2003. Orang yang memiliki keluarga tingat pertama karsinoma nasofaring memiliki resiko 4 hingga 10 kali terkena karsinoma nasofaring dibandinga yang tidak Guo X et al, 2009. Di Semarang, Indonesia, penelitian yang di lakukan di Rumah Sakit Umum Pusar Dokter Kariadi, Semarang dan Laboratorium Biologi Molekular FK UGM, didapati bahwa sebanyak 80 penderita KNF tidak memiliki riwayat keluarga yang menderita kanker Nuryadin, 2012. Di Sumatera Utara, Indonesia, didapati bahwa sebanyak 96,9 penderita karsinoma nasofaring memiliki keluarga yang pernah terdiagnosa kanker Nasution, 2008. 6. Merokok Rokok memiliki lebih dari 4000 bahan dimana telah diketahui sedikitnya 50 bahan yang terkandung bersifat karinogenik seperti polycyclic aromatic, nitrosamines, aromatic amines, aza-arenes, aldehydes, dan lainnya Haugen, 2000. Menurut Chang ET et al 2006 yang meningkatkan risiko terkena karsinoma nasofaring merokok dapat meningkatkan resiko terkena karsinoma nasofaring sebanyak 2-6 kali. Sekitar 60 karsinoma nasofaring tipe 1 berhubungan dengan kebiasaan merokok. Beradasarkan jenisnya, rokok dibagi menjadi 4 yaitu rokok kretek dimana berisi tembakau dicampur dengan cengkeh, rokok putih dimana hanya berisi tembakau, rokok linting dimana dibuat dari daun nipah dan tembakau, serta rokok campuran dimana merupakan konsumsi dari ketiga jenis rokok tersebut. Berdasarkan lamanya merokok, merokok dapat dikelompokan sebagai berikut; merekok kurang 10 tahun, merokok selama 10-20 tahun, dan merokok selama lebih dari 20 tahun. Sedangkan klasifikasi jumlah rokok yang di konsumsi perhari dapat dikelompokan sebagai berikut ; ringan 1-10 batang perhari, Sedang 11-20 batang perhari, dan Berat diatas 20 batang perhari Solak et al, 2005 Di Semarang, Indonesia, didapati sebanyak 60 penderita karsinoma nasofaring memiliki riwayat merokok, sedangkan 40 lainnya tidak memiliki riwayat merokok Nuryadin, 2012. Di Sumatera Utara, Indonesia, didapati sebanyak 69,8 penderita karsinoma nasofaring memiliki riwayat merokok, dan sebanyak 51 penderita memulai merokok di usia 10-19 tahun Nasution, 2008 7. Pekerjaan Faktor Lingkungan berkaitan erat dengan pekerjaan sehari-hari. Faktor lingkungan yang diduga kuat berperan mencetus karsinoma nasofaring adalah debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar, dan lainnya Yu et al, 1990. Karsinoma nasofaring juga dapat terjadi karena seringnya kontak dengan bahan karsinogen seperti gas kimia , asap industri, asap kayu, dan ekstrak tumbuhan Mc Dermott et al, 2001. Menurut penelitian Nasution 2008, pasien terbanyak di Sumatera Utara yang terkena karsinoma nasofaring yang berobat ke RSUP H Adam Malik medan dan RSUP Pringadi medan adalah petani dengan jumlah dengan jumlah 31 32.3 kasus, sedangkan guru memiliki jumlah paling sedikit dengan jumlah 11 kasus. Menurut Munir 2007, di Sumatera Utara, golongan pekerjaan penderita karsinoma nasofaring terbanyak adalah petani dengan 20 36,3 kasus, sedangkan yang paling sedikit adalah pegawai swasta dengan 1120 kasus.

2.9 Gejala Klinis