Pengertian Rumah Ibadah PELAKSANAAN PERIZINAN PEMBANGUNAN RUMAH IBADAT VIHARA TRI DHARMA KELURAHAN KEDAMAIAN KECAMATAN TANJUNG KARANG TIMUR BANDAR LAMPUNG

dengan tetap menjaga kerukuman umat beragama, tidak menggangu ketentraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang- undangan Pasal 13 Ayat 2; Keperluan nyata bagi pelayanan umat be3. ragama di wilayah kelurahandesa sebagaimana dimaksud point 1 tidak terpenuhi, pertimbangan komposisi penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau kabupatenkota atau provinsi Pasal 13 Ayat 3. Pendirian rumah ibadah harus memenuhi per4. syaratan administrasi dan persyaratan teknis bangunan Pasal 14 Ayat 1; Persyaratan khusus Pasal 14 Ayat 2 yaitu: a. Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk KTP pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagai mana dimaksud dalam Pasal 13 Ayat 3; b. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurahkepala desa; c. Rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupatenkota; dan; d. Rekomendasi tertulis FKUB Forum Kerukunan Umat Beragama kabupatenkota. e. Jika persyaratan point 5.a terpenuhi dan point 5.b belum terpenuhi, maka pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pemban- gunan rumah ibadah. Pasal 14 Ayat 3 Ketentuan konversi di dalam Pasal 28 Ayat 3 Peraturan Bersama tersebut menjelaskan dalam hal bangunan gedung rumah ibadah yang telah digunakan secara permanen danatau memiliki nilai sejarah yang belum memiliki IMB untuk rumah ibadah sebelum berlakunya Peraturan Bersama ini, bupatiwalikota membantu memfasilitasi penerbitan IMB untuk rumah ibadah tersebut. Persyaratan khusus khususnya syarat minimal 90 orang pengguna rumah ibadah menunjukan Peraturan Bersama ini lebih mementingkan kuantitasjumlah pengguna rumah ibadah, dan ini lebih menguntungkan kelompok mayoritas agama di mana pun berada di seluruh wilayah Indonesia. Karena kelompok mayoritas keagamaan di suatu wilayah akan dengan mudah memperoleh 90 orang pengguna ibadah dan juga dukungan 60 orang dari masyarakat setempat. Sementara kelompok minoritas keagamaan pasti akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan 90 orang pengguna ibadah dan juga dukungan 60 orang dari masyarakat setempat. Di sinilah terletak diskriminasi dalam bentuk pembedaan perlakuan khususnya terhadap kelompok minoritas keagamaan. Peraturan Bersama menerjermahkan keperluan nyata dan sungguh-sungguh dengan kuantitas pengguna rumah ibadah dan dukungan masyarakat setempat. Sehingga ketentuan ini bertentangan dengan kewajiban positif negara untuk melindungi rumah ibadah secara efektif, layak dan tepat. Rekomendasi tertulis dari kantor Depag dan FKUB merupakan mata rantai birokrasi yang menjadi penghambat secara administratif prosedur pengajuan IMB rumah ibadat. Pemerintah khususnya Depdagri dan Depbudpar sudah mengeluarkan aturan pedoman pelayanan kepada penghayat kepercayaan terhahadap Tuhan YME. Di dalam Peraturan Bersama tersebut diatur juga mengenai pendirian rumah ibadat atau istilahnya sasana sarasehan untuk kelompok penghayat. Peraturan Bersama ini bukan merupakan dasar hukum yang kuat dalam pengaturan rumah ibadat untuk kelompok penghayat karena selain tidak termasuk di dalam hierarki dan jenis peraturan perundang-undangan, dan juga pembentukannya tidak di- perintahkan secara eksplisit dan langsung oleh aturan perundang-undangan yang lebih tinggi sesuai dengan ketentuan undang-undang no 12 Tahun 2011. Kemudian pengaturan tentang rumah ibadah seharusnya diatur dengan peraturan setingkat UU saja, sesuai dengan perintah Pasal 8 huruf a UU Nomor 102004. Organisasi penghayat yang akan mendirikan sasana sarasehan harus mempunyai SKT surat keterangan terdaftar dan tanda inventarisasi. SKT itu sendiri menurut Pasal 1 ke 7 Peraturan Bersama ini adalah bukti organisasi penghayat telah terdaftar sebagai organisasi kepercayaan. Sementara tanda inventarisasi menurut Pasal 1 angka ke 6 adalah bukti organisasi penghayat kepercayaan telah terinventarisasi pada Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Lebih jauh, Pasal 1 angka ke-4 menjelaskan organisasi penghayat adalah suatu wadah penghayat kepercayaan yang terdaftar di Depdagri dan terinventarisir di Depbudpar. Untuk memperoleh SKT itu sendiri, sebuah organisasi penghayat harus memenuhi 14 persyaratan termasuk akta pendirian yang dibuat notaris dan program kerjanya. Sebelum itu, sebuah organisasi penghayat harus mempunyai surat keterangan terinventarisasi , dan permohonannya diajukan kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata melalui dinas lembagaunit kerja yang mempunyai tugas dan fungsi menangani kebudayaan. Sementara GubenurWalikotaBupati merupakan otoritas yang berwenang mengeluarkan SKT. Tidak semua organisasi penghayat khususnya masyarakat adat mempunyai SKT dan surat terinventarisir serta tidak terdaftar di Depdagri dan Depbudpar. Oleh karena itu, organisasi-organisasi penghayat tersebut tidak bisa mendirikan sasana sarasehannya. Terdapat perlakuan diskriminatif untuk organisasi penghayat yang tidak terdaftar di Depdagri dan Depbudpar, serta tidak mempunyai SKT ataupun surat terinventarisasi. Pemerintah hanya mengijinkan pendirian sasana sarasehan untuk organisasi-organisasi yang terdaftar dan mempunyai SKT serta surat terinventarisir saja. UPS 2011.

D. Tata Ruang

Tata ruang atau dalam bahasa Inggrisnya Land use adalah wujud struktur ruang dan pola ruang disusun secara nasional, regional dan lokal. Secara nasional disebut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota RTRWK. Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Tata ruang perkotaan lebih kompleks dari tata ruang perdesaan, sehingga perlu lebih diperhatikan dan direncanakan dengan baik. Kawasanzona di wilayah perkotaan dibagi dalam beberapa zona sebagai berikut: 1. Perumahan dan permukiman 2. Perdagangan dan jasa 3. Industri 4. Pendidikan 5. Perkantoran dan jasa 6. Terminal 7. Wisata dan taman rekreasi 8. Pertanian dan perkebunan 9. Tempat pemakaman umum 10. Tempat pembuangan sampah Dampak dari rencana tata ruang di wilayah perkoaan yang tidak diikuti adalah kesemrawutan kawasan mengakibatkan berkembangnya kawasan kumuh yang berdampak kepada gangguan terhadap sistem transportasi, sulitnya mengatasi dampak lingkungan yang berimplifikasi kepada kesehatan, sulitnya mengatasi kebakaran bila terjadi kebakaran. III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Yuridis Empiris. Menurut Ronny Hanitijo Soemitro 2004: 17, yuridis empiris artinya adalah mengidentifikasikan dan mengkonsepsikan hukum sebagai institusi sosial yang riil dan fungsional dalam sistem kehidupan yang mempola. J. Supranto 2004: 79 mengatakan bahwa penelitian yuridis empiris adalah penelitian yang condong bersifat kuantitatif, berdasarkan data primer. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objeknya. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, selain mendasarkan pada penelitian lapangan, penulis juga melakukan penelaahan secara mendalam terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pelaksanaan perizinan pembangunan rumah ibadah Vihara Tri Dharma Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung Karang Timur Bandar Lampung.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersumber pada data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari studi lapangan yaitu hasil wawancara dengan responden, yang terdiri dari 23 a. Bahan hukum primer, merupakan bahan yang bersifat mengikat berupa peraturan perundang-undangan, dalam penelitian ini terdiri dari 1 Norma dasar Pancasila; 2 Peraturan dasar, batang tubuh UUD 1945, Tap MPR; 3 Peraturan perundang-undangan; 4 Bahan-bahan hukum yang tidak dikoodifikasikan; 5 Jurisprudensi; 6 Traktat b. Bahan hukum sekunder bahan hukum yang tidak mempunyai kekuatan, dan hanya berfungsi sebagai penjelas dari bahan hokum primer, yang terdiri dari: 1 Rancangan perundang-undangan; 2 Hasil karya ilmiah para sarjana; 3 Hasil penelitian; c. Bahan hukum tersier Merupakan bahan hukum yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misal bibliografi.

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan pengumpulan data dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:

a. Studi dokumentasi

Studi dokumentasi dan pustaka ini dilakukan dengan jalan membaca teori- teori dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, mencatat, 24 memahami dan mengutip data-data yang diperoleh dari beberapa literatur, buku-buku, peraturan baku yang berkaitan dengan pokok bahasan.

b. Studi Lapangan

1 Observasi. Dilaksanakan dengan jalan mengamati secara langsung bagaimana cara kerja pelaksanaan serta kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan pelaksanaan perizinan pembangunan rumah ibadat Vihara Tri Dharma Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung Karang Timur Bandar Lampung. 2 Wawancara Wawancara ini dipergunakan untuk mengumpulkan data primer yaitu dengan cara wawancara terarah atau directive interview. Dalam pelaksanaan wawancara terlebih dahulu menyiapkan pertanyaan- pertanyaan yang akan diajukan.

2. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data yang telah diperoleh maka penulis melakukan kegiatan- kegiatan antara lain: a. Editing yaitu memeriksa kembali mengenai kelengkapan, kejalasan dan kebenaran data yang telah diterima serta relevansinya dalam penelitian b. Klasifikasi data adalah suatu kumpulan data yang diperoleh perlu disusun dalam bentuk logis dan ringkas, kemudian disempurnakan lagi menurut ciri-ciri data dan kebutuhan penelitian yang diklasifikasikan sesuai jenisnya.

Dokumen yang terkait

KEBERADAN INDUSTRI TEMPE TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DI KELURAHAN SAWAH BREBES KECAMATAN TANJUNG KARANG TIMUR KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2009

1 13 68

PENGARUH PERHATIAN IBU “SINGLE PARENT” YANG BEKERJA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK DI KELURAHAN KOTABARU KECAMATAN TANJUNG KARANG TIMUR BANDAR LAMPUNG

0 6 19

PENGARUH PERHATIAN IBU “SINGLE PARENT” YANG BEKERJA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK DI KELURAHAN KOTABARU KECAMATAN TANJUNG KARANG TIMUR BANDAR LAMPUNG

0 5 19

HUBUNGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG DILAKUKAN SUAMI PADA ISTRI DENGAN PERILAKU KEKERASAN IBU PADA ANAK DI WILAYAH KELURAHAN KALIAWI KECAMATAN TANJUNG KARANG PUSAT BANDAR LAMPUNG

2 8 115

PENGARUH KOMUNIKASI KELUARGA TERHADAP PERILAKU REMAJA DALAM CARA BERPACARAN (Study Kasus pada Remaja Di Kelurahan Sawah Brebes, Kecamatan Tanjung Karang Timur, Bandar Lampung).

0 4 4

PENGARUH KOMUNIKASI KELUARGA TERHADAP PERILAKU REMAJA DALAM CARA BERPACARAN (Study Kasus pada Remaja Di Kelurahan Sawah Brebes, Kecamatan Tanjung Karang Timur, Bandar Lampung).

0 9 4

SOSIALISASI PENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA DALAM KELUARGA (Studi Kasus di Kelurahan Penengahan Kecamatan Tanjung Karang Pusat Kota Bandar Lampung )

0 8 15

NYERUIT DI KEDAMAIAN (KAJIAN KEYAKINAN MAKANAN SERTA PERUBAHANNYA PADA ORANG LAMPUNG DI KELURAHAN KEDAMAIAN, KECAMATAN KEDAMAIAN, BANDAR LAMPUNG)

5 51 77

PROFIL PEDAGANG LESEHAN DI JALAN KARTINI KELURAHAN PALAPA KECAMATAN TANJUNG KARANG PUSAT KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2015

1 7 51

POLA AKTIVITAS SAKAI SAMBAYAN DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL DI KELURAHAN KEDAMAIAN KECAMATAN KEDAMAIAN BANDAR LAMPUNG

0 13 66