23
B. Tindak Pidana dan Unsur – Unsurnya
Istilah tindak pidana menunjukan pengertian gerak – gerik
tingkah laku dan gerak gerik jasmani seseorang. Hal tersebut terdapat juga seseorang untuk tidak berbuat, akan tetapi dengan tidak
berbuatnya dia, dia telah melakukan tindak pidana.
14
Pembentuk undang
– undang sudah tetap dalam pemakaian istilah tindak pidana, dan beliau lebih condong memakai istilah tindak pidana seperti yang
telah dilakukan oleh pembentuk undang – undang pendapat tersebut.
tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, dimana pengertian perbuatan disini selain
perbuatan yang bersifat aktif melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum juga perbuatan yang bersifat pasif tidak
berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum. Setelah mengetahui definisi dan pengertian yang lebih
mendalam dari tindak pidana itu sendiri, maka di dalam tindak pidana tersebut terdapat unsur
– unsur tindak pidana yaitu : a.
Unsur subyektif 1
sifat melanggar hukum 2
kualitas dari si pelaku 3
kausalitas
14
Prasetyo Teguh. 2012. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
24
b. Unsur subyektif
1 Kesengajaan atau ketidaksengajaan
2 maksud pada suatu percobaan seperti ditentukan dalam pasal
5 ayat 1 KUHP. 3
Macam – macam maksud seperti terdapat dalam kejahatan – kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan dan sebagainya.
4 merencanakan terlebih dahulu, seperti tercantum dalam pasal
340 KUHP yaitu pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu.
5 Perasaan takut seperti terdapat di dalam pasal 308 KUHP
15
Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar atau aturan-aturan untuk
16
: a.
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sangsi
berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang
telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimanayang telah diancamkan,
c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
15
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, 61
16
Abidin, Andi zaenal. 1987. Asas-Asas Hukum Pidana Bagian Pertama, Bandung
25
Dalam ilmu hukum ada perbedaan antara istilah “pidana” dengan istilah “hukuman”.
17
Istilah hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional, dapat mempunyai arti yang luas dan
berubah-ubah karena istilah itu dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya sering digunakan dalam
bidang hukum, tetapi juga dalam istilah sehari-hari dibidang pendidikan, moral, agama, dan sebagainya. Oleh karena pidana
merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukan cirri-ciri atau
sifat- sifatnya yang khas”.
Pengertian tindak pidana yang di muat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP oleh pembentuk undang-
undang sering disebut dengan strafbaarfeit. Para pembentuk undang- undang tersebut tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai
strafbaarfeit itu, maka dari itu terhadap maksud dan tujuan mengenai strafbaarfeit tersebut sering dipergunakan oleh pakar
hukum pidana dengan istilah tindak pidana, perbuatan pidana, peristiwa pidana, serta delik.
Pengertian Tindak Pidana menurut istilah adalah terjemahan paling umum untuk istilah strafbaar feit dalam bahasa Belanda
walaupun secara resmi tidak ada terjemahan resmi strafbaar feit. Pendapat beberapa ahli tentang Pengertian Tindak Pidana, yaitu:
17
Poernomo Bambang. 1982. Hukum Pidana. Jakarta : PT Bina Aksara
26
Pengertian Tindak Pidana ialah suatu tindakan atau perbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang hukum pidana,
bertentangan dengan hukum pidana dan dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab.
18
Pengertian Tindak Pidana adalah Suatu pelanggaran norma gangguan terhadap
tata tertib hukum yang dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan
hukuman trhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan hukum.
19
Pengertian Tindak Pidana dengan isilah peristiwa pidana yang sering juga ia
sebut delik, karena peristiwa itu suatu perbuatan handelen atau doen positif atau suatu melalaikan natalen-negatif, maupun akibatnya
keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan atau melalaikan itu.
20
Van Hmamel juga sependapat dengan rumusan tindak pidana dari simons, tetapi menambahkan adanya “sifat perbuatan yang
mempunyai sifat dapat dihukum”. Jadi, pengertian tindak pidana menurut Van Hamael meliputi lima unsur, sebagai berikut :
1. Diancam dengan pidana oleh hukum,
2. Bertentangan dengan hukum,
3. Dilakukan oleh seseorang dengan kesalahan schuld,
4. Seseorang itu dipandang bertanggung jawab atas
perbuatannya,
18
Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Sinar Baru, 1992, 173
19
Schaffmeister, Keijzer, Dan Sutoris, Hukum Pidana, Yogyakarta: Liberty, 1995
20
Cansil dan Cristhine Cansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Jakarta: Pradnya Paramita, 2007,38
27
5. Sifat perbuatan yang mempunyai sifat dapat dihukum.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpukan bahwa pengertian tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan
manusia yang dapat bertanggung jawab yang mana perbuatan tersebut dilarang atau diperintahkan atau dibolehkan oleh undang-
undang hukum pidana yang diberi sanksi berupa sanksi pidana
20
Untuk membedakan suatu perbuatan sebagai tindak pidana atau bukan tindak pidana ialah apakah perbuatan tersebut diberi sanksi
pidana atau tidak diberi sanksi pidana. Unsur formal meliputi :
a. Perbuatan manusia, yaitu perbuatan dalam arti luas, artinya tidak
berbuat yang termasuk perbuatan dan dilakukan oleh manusia. b.
Melanggar peraturan pidana. dalam artian bahwa sesuatu akan dihukum apabila sudah ada peraturan pidana sebelumnya yang
telah mengatur perbuatan tersebut, jadi hakim tidak dapat menuduh suatu kejahatan yang telah dilakukan dengan suatu
peraturan pidana, maka tidak ada tindak pidana. c.
Diancam dengan hukuman, hal ini bermaksud bahwa KUHP mengatur tentang hukuman yang berbeda berdasarkan tindak
pidana yang telah dilakukan.
20
Cansil dan Cristhine Cansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Jakarta: Pradnya Paramita, 2007
28
d. Dilakukan oleh orang yang bersalah, dimana unsur-unsur
kesalahan yaitu harus ada kehendak, keinginan atau kemauan dari orang yang melakukan tindak pidana serta Orang tersebut
berbuat sesuatu dengan sengaja, mengetahui dan sadar sebelumnya terhadap akibat perbuatannya. Kesalahan dalam arti
sempit dapat diartikan kesalahan yang disebabkan karena si pembuat kurang memperhatikan akibat yang tidak dikehendaki
oleh undang-undang. e.
Pertanggungjawaban yang menentukan bahwa orang yang tidak sehat ingatannya tidak dapat diminta pertanggungjawabannya.
Dasar dari pertanggungjawaban seseorang terletak dalam keadaan jiwanya.
Unsur material dari tindak pidana bersifat bertentangan dengan hukum, yaitu harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat sehingga
perbuatan yang tidak patut dilakukan.
21
Jadi meskipun perbuatan itu memenuhi rumusan undang-undang, tetapi apabila tidak bersifat
melawan hukum, maka perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana. Unsur-unsur tindak pidana dalam ilmu hukum pidana dibedakan
dalam dua macam, yaitu unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif adalah unsur yang terdapat di luar diri pelaku tindak pidana.
Unsur ini meliputi:
21
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rieneka Cipta, 2008, 54
29
a. Perbuatan atau kelakuan manusia, dimana perbuatan atau kelakuan
manusia itu ada yang aktif berbuat sesuatu, misal membunuh Pasal 338 KUHP, menganiaya Pasal 351 KUHP.
b. Akibat yang menjadi syarat mutlak dari delik. Hal ini terdapat dalam
delik material atau delik yang dirumuskan secara material, misalnya pembunuhan Pasal 338 KUHP, penganiayaan Pasal 351 KUHP,
dan lain-lain. c.
Ada unsur melawan hukum. Setiap perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh peraturan perundang-undangan hukum
pidana itu harus bersifat melawan hukum, meskipun unsur ini tidak dinyatakan dengan tegas dalam perumusan.
Unsur lain yang menentukan sifat tindak pidana Ada beberapa tindak pidana yang untuk mendapat sifat
tindak pidanya itu memerlukan hal-hal objektif yang menyertainya, seperti penghasutan Pasal 160 KUHP, melanggar kesusilaan Pasal
281 KUHP, pengemisan Pasal 504 KUHP, mabuk Pasal 561 KUHP. Tindak pidana tersebut harus dilakukan di muka umum.
23
a. Unsur yang memberatkan tindak pidana. Hal ini terdapat dalam
delik-delik yang dikualifikasikan oleh akibatnya, yaitu karena timbulnya akibat tertentu, maka ancaman pidana diperberat,
contohnya merampas kemerdekaan seseorang Pasal 333 KUHP
22
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
23
Cansil dan Cristhine Cansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana
30
diancam dengan pidana penjara paling lama 8 delapan tahun, jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat ancaman
pidana diperberat lagi menjadi pidana penjara paling lama 12 dua belas tahun.
b. Unsur tambahan yang menentukan tindak pidana. Misalnya
dengan sukarela masuk tentara asing, padahal negara itu akan berperang dengan Indonesia, pelakunya hanya dapat dipidana
jika terjadi pecah perang Pasal 123 KUHP.
Tindak pidana juga mengenal adanya unsur subjektif, unsur ini meliputi :
a. Kesengajaan dolus, dimana hal ini terdapat di dalam pelanggaran
kesusilaan Pasal 281 KUHP, perampasan kemerdekaan Pasal 333 KUHP, pembunuhan Pasal 338.
b. Kealpaan culpa, dimana hal ini terdapat di dalam perampasan
kemerdekaan Pasal 334 KUHP, dan menyebabkan kematian Pasal 359 KUHP, dan lain-lain.
c. Niat voornemen, dimana hal ini terdapat di dalam percobaan atau
poging Pasal 53 KUHP d.
Maksud oogmerk, dimana hal ini terdapat dalam pencurian Pasal 362 KUHP, pemerasan Pasal 368 KUHP, penipuan Pasal 378
KUHP, dan lain-lain
31
e. Dengan rencana lebih dahulu met voorbedachte rade, dimana hal
ini terdapat dalam membuang anak sendiri Pasal 308 KUHP, membunuh anak sendiri Pasal 341 KUHP, membunuh anak sendiri
dengan rencana Pasal 342 KUHP.
Suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila orang tersebut melanggar undang-undang yang ditetapkan oleh hukum. Tidak
semua tindak pidana merupakan perbuatan melawan hukum karena ada alasan pembenar, berdasarkan pasal 50, pasal 51 KUHP. Sifat dari
melawan hukum itu sendiri meliputi : 1.
Sifat formil yaitu bahwa perbuatan tersebut diatur oleh undang- undang.
2. Sifat materiil yaitu bahwa perbuatan tersebut tidak selalu harus diatur
dalam sebuah undang-undang tetapi juga dengan perasaan keadilan dalam masyarakat.
Perbuatan melawan hukum dapat dibedakan menjadi :
1.
Fungsi negatif yaitu mengakui kemungkinan adanya hal-hal diluar undang-undang dapat menghapus sifat melawan hukum suatu
perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang.
2.
Fungsi positif yaitu mengakui bahwa suatu perbuatan itu tetap merupakan tindak pidana meskipun tidak dinyatakan diancam pidana
32
dalam undang-undang, apabila bertentangan dengan hukum atau aturan-aturan yang ada di luar undang-undang.
Sifat melawan hukum untuk yang tercantum dalam undang- undang secara tegas haruslah dapat dibuktikan. Jika unsure melawan
hukum dianggap memiliki fungsi positif untuk suatu delik maka hal itu haruslah dibuktikan. Jika unsure melawan hukum dianggap memiliki
fungsi negatif maka hal itu tidak perlu dibuktikan.
24
Berkaitan dalam asas hukum pidana yaitu Geen straf zonder schuld, actus non facit reum nisi mens sir rea, bahwa tidak dipidana jika
tidak ada kesalahan, maka pengertian tindak pidana itu terpisah dengan yangdimaksud pertanggungjawaban tindak pidana. Tindak pidana
hanyalah menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan itu dengan suatu pidana, kemudian apakah orang yang melakukan
perbuatan itu juga dijatuhi pidana sebagaimana telah diancamkan akan sangat tergantung pada soal apakah dalam melakukan perbuatannya itu
si pelaku juga mempunyai kesalahan. Dalam kebanyakan rumusan tindak pidana, unsur kesengajaan
atau yang disebut dengan opzet merupakan salah satu unsur yang terpenting. Dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan ini, maka
apabila didalam suatu rumusan tindak pidana terdapat perbuatan dengan sengaja atau biasa disebut dengan opzettelijk, maka unsur dengan
24
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana
33
sengaja ini menguasai atau meliputi semua unsur lain yang ditempatkan dibelakangnya dan harus dibuktikan.
Disini dikaitkan dengan teori kehendak yang dirumuskan maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksudkan dengan sengaja adalah
kehendak membuat suatu perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan suatu akibat dari perbuatan itu atau akibat dari perbuatannya itu yang
menjadi maksud dari dilakukannya perbuatan itu. Jika unsur kehendak atau menghendaki dan mengetahui dalam
kaitannya dengan unsur kesengajaan tidak dapat dibuktikan dengan jelas secara materiil -karena memang maksud dan kehendak seseorang itu
sulit untuk dibuktikan secara materiil- maka pembuktian adanya unsur kesengajaan dalam pelaku melakukan tindakan melanggar hukum
sehingga perbuatannya itu dapat dipertanggungjawabkan kepada si pelaku seringkali hanya dikaitkan dengan keadaan serta tindakan si
pelaku pada waktu ia melakukan perbuatan melanggar hukum yang dituduhkan kepadanya tersebut.
Disamping unsur kesengajaan diatas ada pula yang disebut sebagai unsur kelalaian atau kelapaan yang dalam doktrin hukum pidana
disebut sebagai kealpaan yang tidak disadari atau onbewuste schuld dan kealpaan disadari atau bewuste schuld. Dimana dalam unsur ini faktor
terpentingnya adalah pelaku dapat menduga terjadinya akibat dari perbuatannya itu atau pelaku kurang berhati-hati.
34
Kelalaian ini dapat didefinisikan sebagai apabila seseorang melakukan sesuatu perbuatan dan perbuatan itu menimbulkan suatu
akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang- undang, maka walaupun perbuatan itu tidak dilakukan dengan sengaja
namun pelaku dapat berbuat secara lain sehingga tidak menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang, atau pelaku dapat tidak
melakukan perbuatan itu sama sekali. Dalam kelalaian ini, unsur terpentingnya adalah pelaku
mempunyai kesadaran atau pengetahuan yang mana pelaku seharusnya dapat membayangkan akan adanya akibat yang ditimbulkan dari
perbuatannya, atau dengan kata lain bahwa pelaku dapat menduga bahwa akibat dari perbuatannya itu akan menimbulkan suatu akibat yang
dapat dihukum dan dilarang oleh undang-undang. Maka dari uraian tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa jika ada
hubungan antara batin pelaku dengan akibat yang timbul karena perbuatannya itu atau ada hubungan lahir yang merupakan hubungan
kausal antara perbuatan pelaku dengan akibat yang dilarang itu, maka hukuman pidana dapat dijatuhkan kepada si pelaku atas perbuatan
pidananya itu. Pengaturan mengenai penyertaan dalam melakukan tindak
pidana terdapat dalam KUHP yaitu Pasal 55 dan Pasal 56. Dari ketentuan dalam KUHP tersebut dapat disimpulkan bahwa antara yang
35
menyuruh maupun yang membantu suatu perbuatan tindak pidana dikategorikan sebagai pembuat tindak pidana. Ajaran mengenai
penyertaan itu adalah: “Sebagai suatu ajaran yang bersifat umum, pada dasarnya merupakan suatu ajaran mengenai pertanggungjawaban dan
pembagian pertanggungjawaban, yakni dalam hal dimana suatu delik yang menurut rumusan undang-undang sebenarnya dapat dilakukan oleh
seseorang secara sendirian, akan tetapi dalam kenyataannnya telah dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam suatu kerja sama yang
terpadu baik secara psikis intelektual maupun secara material”. Berdasarkan pasal-pasal dalam KUHP, penyertaan dibagi menjadi 2
dua pembagian besar, yaitu: 1.
Pembuat atau Dader Pembuat atau dader diatur dalam Pasal 55 KUHP. Pengertian dader itu
berasal dari kata daad yang di dalam bahasa Belanda berarti sebagai hal melakukan atau sebagai tindakan. Dalam ilmu hukum pidana,
tidaklah lazim orang mengatakan bahwa seorang pelaku itu telah membuat suatu tindak pidana atau bahwa seorang pembuat itu telah
membuat suatu tindak pidana, akan tetapi yang lazim dikatakan orang adalah bahwa seorang pelaku itu telah melakukan suatu tindak pidana.
Pembuat atau dadersebagaimana ditentukan dalam Pasal 55 KUHP, yang terdiri dari :
36
2. Pelaku pleger. Pleger adalah setiap orang yang dengan seorang diri
telah memenuhi semua unsur dari delik seperti yang telah ditentukan di dalam rumusan delik yang bersangkutan, juga tanpa adanya ketentuan
pidana yang mengatur masalah deelneming itu, orang-orang tersebut tetap dapat dihukum.
3. Yang menyuruhlakukan doenpleger. Mengenai doenplagen atau
menyuruh melakukan dalam ilmu pengetahuan hukum pidana biasanya di sebut sebagai seorang middelijjke dader atau seorang mittelbare
tater yang artinya seorang pelaku tidak langsung. Ia di sebut pelaku tidak langsung oleh karena ia memang tidak secara langsung
melakukan sendiri tindak pidananya, melainkan dengan perantaraan orang lain. Dengan demikian ada dua pihak, yaitu pembuat langsung
atau manus ministraauctorphysicus, dan pembuat tidak langsung atau manus dominaauctor intellectualis. Untuk adanya suatu doenplagen
seperti yang dimaksudkan di dalam Pasal 55 ayat 1 KUHP, maka orang yang disuruh melakukan itu haruslah memenuhi beberapa syarat
tertentu. Menurut Simons, syarat-syarat tersebut antara lain: a.
Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu adalah seseorang yang seperti yang tercantum dalam Pasal 44
KUHP.
37
b. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana
mempunyai suatu kesalahpahaman mengenai salah satu unsur dari tindak pidana yang bersangkutan dwaling.
c. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu
sama sekali tidak mempunyai schuld, baik dolus maupun culpa ataupun apabila orang tersebut tidak memenuhi unsur opzet seperti
yang telah disyaratkan oleh undang-undang bagi tindak pidana tersebut.
d. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu
tidak memenuhi unsur oogmerk padahal unsur tersebut tidak disyaratkan di dalam rumusan undang-undang mengenai tindak
pidana. e.
Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu telah melakukannya di bawah pengaruh suatu overmacht atau di
bawah pengaruh suatu keadaan yang memaksa, dan terhadap paksaan mana orang tersebut tidak mampu memberikan suatu
perlawanan. f.
Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana dengan itikad baik telah melaksanakan suatu perintah jabatan padahal
perintah jabatan tersebut diberikan oleh seorang atasan yang tidak berwenang memberikan perintah semacam itu.
38
g. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu itndak pidana itu
tidak mempunyai suatu hoedanigheid atau suatu sifat tertentu seperti yang telah disyaratkan oleh undng-undang yaitu sebagai
suatu sifat yang harus dimiliki oleh pelakunya sendiri.
C. Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan