Pendidikan Mitigasi Bencana pada Mahasis

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng Euro-Asia di bagian Utara, lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, dan lempeng Samudra Pasifik di bagian Timur. Penujaman (subduksi) lempeng Indo-Australia yang bergerak ke Utara dengan lempeng Euro-Asia yang bergerak ke Selatan mengakibatkan jalur gempa bumi dan rangkaian gunung api aktif di sepanjang Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara sejajar dengan jalur penujaman kedua lempeng. Selain itu, posisi geografis Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua samudera menyebabkan wilayah Indonesia dilalui oleh angin muson Barat dan angin muson Timur yang berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi seperti banjir, angin puting beliung, dan kekeringan.

Selain itu, wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis yang memiliki dua musim yaitu musim panas dan musim hujan dengan ciri-ciri perubahan cuaca, suhu, dan arah angin yang cukup ekstrem. Kondisi ini dapat menimbulkan berbagai bencana seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan kekeringan.

Posisi geografis, kondisi topografi, geologi, dan iklim di Indonesia merupakan konsekuensi logis bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana alam tinggi seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, dan kebakaran.

Selama kurun waktu 1990-2000, Indonesia berada dalam urutan ke-4 negara yang paling sering mengalami bencana diantara negara-negara lain di Asia. Tercatat setidaknya 257 kejadian bencana terjadi di Indonesia dari keseluruhan 2.886 kejadian bencana alam di Asia selama periode tersebut.

Data bencana dari Bakornas PB menyebutkan bahwa antara tahun 2003-2005 telah terjadi 1.429 kejadian bencana dimana bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang paling sering terjadi yaitu 53,3 persen dari total kejadian bencana di Indonesia.


(2)

2

Menurut undang undang No. 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehinngga menimbulkan korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.Bencana ini terbagi ke dalam tiga sektor yaitu bencana alam, bencana non alam, serta bencana sosial.

Bencana (disaster) adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian manusia, materi, ekonomi, atau lingkungan yang meluas yang melampaui kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri (UNISDR, 2004 dalam MPBI, 2007).

Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, bencana terbagi menjadi tiga jenis yaitu bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa alam seperti gempabumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa nonalam seperti gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa yang diakibatkan manusia seperti konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat dan teror.

Seperti yang kita tahu, kejadian bencana yang sering terjadi di berbagai wilayah di Indonesia mengundang persoalan yang serius. Bencana alam maupun bencana akibat kelalaian manusia seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, longsor,dan lain-lain. Banyak kerugian yang ditimbulkan dari bencana tersebut, seperti kerugian material, korban jiwa, ataupun kerugian lainnya. Serentetan peristiwa kebencanaan membuat sistem tanggap bencana sebagai suatu kebutuhan manusia.

Berdasarkan data yang dilansir oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana, terdapat catatan jumlah kejadian bencana yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia, dengan pulau jawa sebagai pulau yang rawan dengan catatan jumlah kejadian melebihi 535 kasus hampir di setiap provinsinya di tahun 2014, yang sepertiganya adalah banjir. Sisanya terbagi antara longsor, angin


(3)

3

puting beliung, dan kebakaran. Bencana di Indonesia didominasi oleh bencana alam.

Bencana tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikurangi dampak negatif atau resiko bencananya. Pengurangan resiko bencana perlu dilakukan dengan cara mengelola resiko bencana.

Konsep pengelolaan bencana telah mengalami pergeseran paradigma dari pendekatan konvensional menuju pendekatan holistik (menyeluruh). Pandangan konvensional menganggap bencana merupakan suatu peristiwa atau kejadian yang tidak dapat dielakkan dan korban harus segera mendapatkan pertolongan. Oleh karenanya, fokus dari pengelolaan bencana dalam pandangan konvensional lebih bersifat bantuan (relief) dan kedaruratan (emergency). Orientasi dari pandangan konvensional adalah pada pemenuhan kebutuhan darurat berupa pangan, penampungan darurat, kesehatan, dan penanganan krisis. Tujuannya adalah menekan kerugian, kerusakan, dan secepatnya memulihkan keadaan pada kondisi semula.

Pandangan yang berkembang selanjutnya adalah paradigma mitigasi, yang tujuannya lebih diarahkan pada identifikasi daerah-daerah yang rawan bencana, mengenali pola-pola yang dapat menimbulkan kerawanan, serta melakukan tindakan-tindakan mitigasi baik yang bersifat struktural maupun nonstruktural.

Paradigma selanjutnya yang berkembang adalah paradigma pembangunan, dimana upaya-upaya pengelolaan bencana yang dilakukan lebih bersifat mengintegrasikan upaya penanganan bencana dengan program pembangunan seperti penguatan ekonomi, penerapan teknologi, dan pengentasan kemiskinan.

Paradigma yang terakhir adalah paradigma pengurangan resiko. pendekatan ini merupakan perpaduan dari sudut pandang teknis dan ilmiah dengan perhatian pada faktor-faktor sosial, ekonomi, dan politik dalam perencanaan pengurangan resiko bencana. Tujuan pengelolaan bencana dalam paradigma pengurangan resiko bencana ini adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan menekan resiko terjadinya bencana. Pendekatan ini memandang masyarakat sebagai subjek dan bukan objek dari pengelolaan bencana dan proses pembangunan.


(4)

4

Pengelolaan bencana merupakan ilmu pengetahuan yang terkait dengan upaya untuk mengurangi resiko yang meliputi tindakan persiapan, dukungan, dan membangun kembali masyarakat saat bencana terjadi. Secara umum, pengelolaan bencana merupakan proses terus menerus yang dilakukan oleh individu, kelompok, dan komunitas dalam mengelola bahaya sebagai upaya untuk mengurangi dampak akibat bencana. Efektivitas pengelolaan bencana bergantung pada keterpaduan seluruh elemen baik pemerintah maupun nonpemerintah. Siklus pengelolaan bencana terdiri atas empat tahap yaitu pencegahan/mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan rehabilitasi serta rekonstruksi pascabencana.

Pada tahap mitigasi, tindakan dilakukan untuk mencegah atau mengurangi dampak. Mitigasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dampak yang disebabkan oleh terjadinya bencana. Tahap mitigasi memfokuskan pada tindakan jangka panjang untuk mengurangi resiko bencana. Implementasi strategi mitigasi dapat dipandang sebagai bagian dari proses pemulihan jika tindakan mitigasi dilakukan setelah terjadinya bencana. Namun demikian, meskipun pelaksanaannya merupakan upaya pemulihan, tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi resiko pada masa mendatang dikategorikan sebagai tindakan mitigasi.

Menurut Coppola (2007) dalam Steven (2011), mitigasi (Mitigation), adalah sebuah upaya yang kita kenal dengan istilah pencegahan sebelum terjadinya bencana atau bersifat pelunakan resiko. Dalam artian, mitigasi merupakan sebuah upaya untuk meminimalisasi kemungkinan dampak terjadinya bencana baik bencana alam, bencana nonalam, ataupun bencana sosial.

Tindakan mitigasi terdiri atas mitigasi struktural dan mitigasi nonstruktural. Mitigasi struktural adalah tindakan untuk mengurangi atau menghindari kemungkinan dampak bencana secara fisik. Contoh tindakan mitigasi struktural adalah pembangunan rumah tahan gempa, pembangunan infrastruktur, pembangunan tanggul di bantaran sungai, dan lain sebagainya.

Mitigasi nonstruktural adalah tindakan terkait kebijakan, pembangunan kepedulian, pengembangan pengetahuan, komitmen publik, serta pelaksanaan metode dan operasional termasuk mekanisme partisipatif dan penyebarluasan informasi yang dilakukan untuk mengurangi resiko terkait dampak bencana.


(5)

5

Mitigasi merupakan tindakan yang paling efisien untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh terjadinya bencana.

Hampir di semua tempat di wilayah Indonesia merupakan tempat yang rawan akan terjadinya bencana. Bencana dapat terjadi dimana saja, akibat adanya bencana tersebut tentunya akan menghambat aktivitas manusia bahkan tidak jarang bencana juga dapat mengancam nyawa manusia sampai menyebabkan korban jiwa. Kerugian yang disebabkan pun tidak sedikit baik material maupun nonmaterial (psikis). Pada peneletian kualitatif ini akan membahas lebih lanjut mengenai masalah pendidikan mitigasi bencana dan pengetahuan mahasiswa tentang bencana kebakaran di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Beberapa penelitian mengenai kebakaran telah dilakukan oleh berbagai pihak seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.1 Research Gap

Judul penelitian Penulis/peneliti

Faktor-faktor yang mempengaruhi upaya penanganan prabencana kebakaran di tingkat komunitas

Steven

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat untuk Tetap Tinggal di Daerah Rentan Bencana (Studi Deskripsi pada Masyarakat Kampung Pulo, Kelurahan Kampung Melayu)

Nyi Mas Dita Annissa Choir Pratiwi

Analisis Upaya Pencegahan Bencana Kebakaran di Permukiman Padat Perkotaan Kota Bandung (Studi Kasus Kelurahan Sukahaji)

 Saut Sagala

 Praditya Adhitama  Donald G. Sianturi Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem

Ketahanan Lingkungan Terhadap Kebakaran (SKKL), Pemeriksaan Sewaktu-waktu Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan dan Penanggualangan Kebakaran Terhadap Tingkat Kerugian Akibat


(6)

6

Bencana Kebakaran Pada Kecamatan Tambora, Jakarta Barat

Salah satu bencana yang terjadi pada tahun 2014 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia adalah bencana kebakaranyang terjadi di gedung C kampus FISIP Universitas Indonesia. Kebakaran terjadi akibat dari kelalaian manusia. Gedung yang terdiri atas tiga lantai tersebut mulai terlalap api pada pukul 06.38 WIB. Kejadian kebakaran yang terjadi di gedung C FISIP Universitas Indonesia menjadi pengingat semua elemen di kampus untuk selalu menjaga keadaan keamanan kampus dengan sebaik-baiknya.

Dari kejadian bencana kebakaran yang terjadi di gedung C kampus FISIP UI tersebut, diperlukan usaha-usaha mitigasi bencana guna mengurangi kemungkinan terjadinya bencana khususnya bencana kebakaran di kemudian hari.

Berdasarkan definisinya, kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat yang tidak kita kehendaki, serta merugikan kita dan pada umumnya sukar untuk dikendalikan. Kebakaran disebabkan oleh api. Pada dasarnya, api terbentuk oleh tiga unsur yaitu oksigen, panas, dan bahan bakar.

Jika dilihat dalam konteks bencana kebakaran, mitigasi bencana kebakaran adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana kebakaran. Tindakan mitigasi terdiri atas tindakan struktural dan nonstruktural. Tindakan mitigasi yang bersifat struktural contohnya adalah pemasangan instalasi listrik oleh orang yang profesional danpenggunaan bahan bangunan yang tidak mudah terbakar seperti kerangka baja ringan. Tindakan mitigasi yang bersifat nonstruktural misalnya pelatihan untuk membangun kepedulian masyarakat terhadap bahaya yang dihadapi dan pelatihan serta pengorganisasian sukarelawan bagi kegiatan bencana kebakaran.

Peran mahasiswa FISIP UI untuk mengenal pendidikan mitigasi bencana sangat penting, mengingat keamanan setiap individu mahasiswa sangat mempengaruhi keberlangsungan proses belajar mengajar di kampus. Agar pada perkembangan selanjutnya mahasiswa dapat secara mandiri apabila terjadi


(7)

7

peristiwa bencana, maka dilakukan edukasi berupa mitigasi bencana ataupun respon tanggap darurat di kampus FISIP UI dan juga di masyarakat.

Dalam kaitannya dengan Ilmu Kesejahteraan Sosial, terjadinya suatu bencana dapat mengancam keberfungsian sosial masyarakat. Seperti yang kita tahu, pekerja sosial memiliki peran yang besar dalam mengelola bencana salah satunya yaitu melakukan tindakan mitigasi bencana dalam usaha mencegah dampak bencana yang lebih luas. Seperti halnya perubahan paradigma dalam memandang bencana, dahulu orang melihat bencana sebagai hal yang tidak dapat dikelola, namun saat ini paradigma itu telah berubah, bencana mampu kita kelola sedemikian rupa sehingga dampak dari bencana tersebut dapat diminimalisasikan. Hal yang dapat kita lakukan adalah dengan melakukan tindakan mitigasi dan kesiapsiagaan bencana seperti melakukan sosialisasi, edukasi, dan simulasi bencana kepada masyarakat, dalam konteks penelitian ini adalah mahasiswa, sebagai bagian dari upaya manajemen penanggulangan bencana di dalam sistem usaha kesejahteraan sosial bidang kebencanaan.

Penelitian ini membahas lebih lanjut mengenai masalah bencana kebakaran di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia terkait dengan peran pihak kampus FISIP dalam melakukan pendidikan mitigasi bencana kebakaran kepada mahasiswa dan juga ingin mengetahui seberapa jauh pengetahuan mahasiswa FISIP UI dalam usaha-usaha mitigasi bencana kebakaran.

Dengan adanya penelitian ini, peneliti ingin mencari tahu lebih dalam mengenai usaha-usaha pihak kampus FISIP UI dalam melakukan pendidikan mitigasi bencana serta pengetahuan mahasiswa FISIP UI mengenai mitigasi bencana.

1.2 Rumusan Masalah

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia memiliki beberapa bangunan untuk menunjang kegiatan akademik mahasiswa dan memiliki jenis gedung yang pada umumnya bertingkat. Berdasarkan pengalaman kebakaran yang sudah terjadi di gedung C FISIP UI, pendidikan mitigasi bencana menjadi hal yang mutlak dilakukan sebagai upaya pengelolaan resiko bencana.


(8)

8

Dalam penerapan mitigasi bencana tingkat fakultas, diperlukan persiapan dalam berbagai sektor, tidak hanya persiapan dalam bentuk material, melainkan juga persiapan dalam bentuk nonmaterial seperti persiapan sumber daya manusia. Hal ini disebabkan mitigasi bencana merupakan sistem yang memerlukan dukungan dari berbagai bagian yang saling terkait.

Berdasarkan hal di atas, maka dirumuskanlah permasalahan sebagai berikut:

1. Upaya apa yang telah dilakukan oleh pihak kampus dalam memberikan pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa FISIP UI ?

2. Bagaimana proses pemberian pendidikan mitigasi bencana tersebut ? 3. Seberapa jauh pengetahuan mahasiswa FISIP UI dalam usaha-usaha

mitigasi bencana?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki tujuan untuk:

1. Menggambarkan lebih dalam mengenai upaya yang telah dilakukan pihak kampus FISIP dalam memberikan pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa FISIP UI.

2. Menjelaskan mengenai proses pemberian pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa FISIP UI

3. Mengetahui seberapa jauh pengetahuan mahasiswa FISIP UI dalam usaha-usaha mitigasi bencana.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini mencakup dua hal yaitu manfaat akademis dan manfaat praktis. Dalam manfaat akademis, hasil penelitian ini ditujukan untuk sumbangan mata kuliah Penelitian Kualitatif Kesejahteraan Sosial.Selain itu juga diharapkan hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai literatur tambahan oleh para mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial dalam mempelajari konsep-konsep pendidikan mitigasi bencana di kampus.


(9)

9

Dalam manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para praktisi kesejahteraan sosial yang bergerak di bidang kebencanaan dalam mengimplementasikan konsep-konsep mitigasi bencana di kampus. Selain itu juga diharapkan, dengan adanya penelitian ini, dapat memberikan gambaran yang lebih riil mengenai pelaksanaan pendidikan mitigasi bencana di kampus.

1.5 Metode Penelitian

1.5.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berpikir secara induktif, yaitu berasal dari fakta dan data di lapangan yang dikaji dengan pendekatan dan pemikiran teoretis maupun digunakan dalam pembentukan konsep baru (Neuman, 2006). Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif yang menggali hasil temuan sesuai dengan fakta dan tujuan penelitian. Sumber informasi penelitian ini diperoleh dari beberapa orang informan. Teknik pengumpulan data dan sumber informasi dalam penelitian ini juga dilakukan dengan observasi serta studi dokumen yang terkait dengan topik penelitian. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, tata cara dalam masyarakat, dan situasi-situasi tertentu dalam suatu fenomena. Hal ini ditujukan untuk memberikan gambaran dan pandangan yang jelas mengenai subjek maupun objek yang sedang diteliti. (Neuman, 2006).

1.5.2 Lokasi Pengumpulan Data dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada di dalam lingkungan Kampus FISIP Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut karena kampus FISIP UI sesuai dengan berbagai kriteria yang diperlukan dalam penelitian ini seperti berikut:

1. Universitas Indonesia sebagai world class university harus memiliki pelayanan yang berstandar internasional, tak terkecuali dalam sistem penanganan bencana di kampus. Peneliti ingin mencari tahu upaya apa saja yang telah dilakukan pihak kampus FISIP UI dalam melakukan pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa FISIP UI. Oleh karena itu,


(10)

10

lingkungan kampus Universitas Indonesia di pilih sebagai lokasi dalam penelitian ini.

2. Kampus FISIP UI adalah kampus yang baru saja terjadi peristiwa kebakaran di salah satu gedungnya pada tahun 2014 lalu. Seperti yang telah dijelaskan di awal, berdasarkan pengalaman kebakaran yang sudah terjadi di gedung C FISIP UI, pendidikan mitigasi bencana menjadi hal yang mutlak dilakukan sebagai upaya pengelolaan resiko bencana. Oleh karena itu, kampus FISIP UI di pilih sebagai lokasi penelitian.

Waktu penelitian selama lima bulan, mulai dari pembuatan proposal penelitian di bulan Februari hingga penelitian selesai dilakukan dengan penulisan laporannya di bulan Juni.

1.5.3 Teknik Pemilihan Informan/Sampel

Penelitian kualitatif ini berusaha menggambarkan upaya pendidikan mitigasi bencana kebakaran yang dilakukan pada mahasiswa FISIP UI. Oleh karena itu, tidak semua warga FISIP UI dapat menjadi informan dalam penelitian ini. Penelitian ini pun menggunakan jenis penelitian deskriptif, jadi untuk menentukan informan pada penelitian ini tidak dapat menggunakan teknik pengambilan sampel dalam populasi seperti pada penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi tetapi menggunakan istilah situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu tempat, pelaku, dan aktivitas. Pada situasi sosial atau objek penelitian ini, peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas orang-orang yang ada pada tempat tertentu. Adapun kriteri pemilihan informan sebagai berikut:

1. Pejabat kampus yang berwenang menangani penanggulangan bencana di FISIP UI.

 Kriteria informan yang pertama adalah Manajer Infrastruktur FISIP UI. Hal ini disebabkan posisi dan peran Manajer Infrastruktur FISIP sangat penting dalam upaya penanggulangan bencana di FISIP UI


(11)

11

 Kriteria yang kedua adalah petugas K3 FISIP UI. Hal ini disebabkan bidang yang menangani secara langsung terkait fasilitas pengadaan penanggulangan bencana di FISIP adalah bidang K3 FISIP UI

2. Karyawan yang telah lama bekerja di FISIP UI sebagai informan dalam mengungkap sejarah peristiwa kebakaran di FISIP UI.

 Kriteria informan yang ketiga adalah petugas kebersihan yang telah bekerja di FISIP kurang lebih selama sepuluh tahun agar peneliti bisa mendapatkan informasi terkait kejadian bencana di FISIP UI secara historis

 Kriteria informan yang keempat adalah pegawai kantin yang telah bekerja di FISIP kurang lebih selama sepuluh tahun agar peneliti bisa mendapatkan informasi terkait kejadian bencana di FISIP UI secara historis

3. Mahasiswa FISIP UI

 Mahasiswa angkatan 2011  Mahasiswa angkatan 2012  Mahasiswa angkatan 2013  Mahasiswa angkatan 2014

Skema pemilihan informan:

Tabel 1.1 Skema Pemilihan Informan Informasi yang

Ingin Diperoleh Informan

Jumlah Informan

Upaya pihak

kampus FISIP dalam melakukan pendidikan mitigas bencana kepada mahasiswa Pejabat Kampus Manajer Infrastruktur FISIP UI 1

Petugas K3 FISIP

UI 1

Informasi terkait kejadian bencana di FISIP UI secara historis

Karyawan FISIP

Petugas Kebersihan 1

Pedagang kantin 1


(12)

12 bencana yang

diberikan pihak kampus kepada mahasiswa

UI Angkatan 2012 1

Angkatan 2013 1

Angkatan 2014 1

Skema pemilihan informan tersebut didasarkan pada nonprobability sampling, artinya tidak semua informan memiliki kesempatan yang sama untuk dikaji sebagai subjek penelitian. Pemilihan informan ini didasarkan pada kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing individu yang berkaitan dengan topik penelitian ini (Neuman, 2006). Seperti yang dituliskan di atas, informan dalam penelitian dipilih dan terpilih berdasarkan kriteria yang telah dirumuskan. Oleh karena itu, teknik pemilihan informan yang sesuai dengan skema adalah purposive sampling. Teknik purposive merupakan teknik pemilihan informan yang memungkinkan peneliti untuk memilih informan sesuai dengan tujuan penelitian yang sudah ditetapkan.

1.5.4 Teknik dan Waktu Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti membagi data yang didapat ke dalam dua bagian yaitu data primer dan data sekunder. Data primer didasarkan pada pernyataan informan hasil dari wawancara mendalam serta hasil observasi terhadap mahasiswa FISIP UI. Sedangkan data sekunder diambil melalui mekanisme arsip ataupun studi dokumen yang menunjang topik penelitian. Berikut merupakan Timeline penelitian ini yaitu:

Tabel 1.2 Timeline Penelitian

Kegiatan Februari Maret April Mei Juni

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Penentuan topik dan tempat

penelitian

Melakukan kunjungan dan observasi awal

Studi kepustakaan dan pemahaman konsep serta teori

Mengumpulkan data (observasi - wawancara)


(13)

13 1.5.5 Teknis Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat induktif. Terdapat beberapa poin dalam melakukan analisis data yaitu:

1. Reduksi data

Reduksi data digunakan untuk mengurangi data lapangan yang terlalu banyak dengan cara pengecilan jumlah data yang akan digunakan sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini peneliti melakukan kodifikasi pernyataan informan berdasarkan pertanyaan yang diajukan. 2. Organisasi data

Setelah data direduksi kemudian data-data tersebut dikelompokkan ke dalam klasifikasi yang dimunculkan sehingga lebih mudah untuk di baca.

3. Interpretasi data

Setelah data dikelompokkan, hal yang selanjutnya dilakukan adalah pencarian dan identifikasi hubungan, persamaan, maupun pola-pola tertentu dalam penelitian. Dengan mengacu pada teori, data-data tersebut akan di interpretasi dan selanjutnya dilakukan pembandingan antara temuan lapangan dengan konsep teori yang dijadikan acuan.

1.5.6 Teknik untuk meningkatkan kualitas penelitian

Untuk meningkatkan kualitas penelitian ini dapat digunakan dengan beberapa cara. Menurut Guba dalam Krefting (1990) terdapat empat aspek yang dapat meningkatkan kualitas penelitian yaitu:

1. Credibility

Penelitian ini melakukan triangulasi pada sumber data dalam metode penggalian datanya. Peneliti melakukan pembandingan antara satu pernyataan informan dengan informan lainnya (Member checking). Menginterpretasi data


(14)

14

Peneliti juga menggunakan catatan lapangan sebagai cara untuk merefleksikan data yang didapat (Field note).

2. Transferability

Penelitian ini melakukan penjabaran data yang di dapat dengan mendeskripsikannya secara lengkap mengenai konteks penelitian (Dense description). Hal tersebut dilakukan agar dapat di lihat sejauh mana temuan penelitian mampu digeneralisasikan ke dalam konteks penelitian lainnya.

3. Dependability

Penelitian ini melakukan pengecekan kembali hasil temuan di lapangan dengan mendiskusikannya kepada tim peneliti agar di dapat pemahaman yang lebih mendalam (Peer examination).

4. Confirmability

Penelitian ini melakukan pengecekan terkait konfirmasi data dalam prosesnya. Hal tersebut dilakukan untuk mencari tahu apakah data dapat dikonfirmasikan (Confirmability audit). Selain itu juga dilakukan triangulasi dengan membandingkan berbagai data yang di dapat di lapangan dari sumber atau informan yang berbeda-beda.

1.5.7 Keterbatasan Penelitian

Selama penelitian dilakukan, terdapat beberapa hambatan yang dihadapi sebagaimana yang dijelaskan dalam poin berikut:

1. Sulitnya mengakses data terkait kejadian kebakaran Gedung C FISIP UI pada Januari 2014. Kami kurang mengetahui data valid tersebut dipegang oleh siapa dan data tersebut dapat dibuka untuk umum atau tidak.

2. Civitas akademika FISIP UI terutama mahasiswa berjumlah sangat banyak, hal tersebut dapat menyita waktu, tenaga, dan materi tim peneliti dalam pengambilan data meski menggunakan mekanisme random sampling.


(15)

15

Untuk mempermudah dan memperjelas pemahaman akan konteks masalah yang diteliti, kami membagi laporan penelitian ini ke dalam beberapa bab sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN

Bab ini mengangkat teori yang berkaitan dengan mitigasi kebencanaan serta konsep bencana kebakaran di dalam konteks yang terkait dengan kesejahteraan sosial

BAB 3 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Bab ini memberikan gambaran akan situasi yang terjadi terkait pendidikan mitigasi bencana di lingkungan FISIP UI dengan mahasiswa sebagai objeknya.

BAB 4 TEMUAN LAPANGAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini mengangkat tentang pembahasan terkait pendidikan mitigasi apa saja yang telah diberikan kepada mahasiswa FISIP UI.

BAB 5 PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan yang diambil dari penelitian pendidikan mitigasi bencana serta berbagai saran yang ditujukan kepada berbagai pemangku kepentingan.


(16)

16 BAB 2

MEMAHAMI PENDIDIKAN MITIGASI BENCANA DALAM KETERKAITANNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN SOSIAL

MAHASISWA FISIP UI

Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, penelitian ini menggunakan beberapa teori yang akan digunakan sebagai kerangka teori yaitu konsep bencana, bencana kebakaran, kesejahteraan sosial, dan mitigasi bencana. Selain itu, untuk mendukung kerangka teori tersebut, dibutuhkan deskripsi beberapa pengertian konsep dari mahasiswa dan kampus FISIP UI sebagai kampus world class university.

2.1 Kesejahteraan Sosial dan Bencana

Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009, kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Dalam kaitannya dengan bencana, kondisi kesejahteraan sosial masyarakat merupakan suatu tujuan yang terganggu atas terjadinya bencana. Dampak terjadinya bencana menyebabkan hilangnya harta benda bahkan nyawa yang mengancam kesejahteraan sosial individu tersebut maupun lingkungan sekitarnya.

Dalam kaitannya dengan Ilmu Kesejahteraan Sosial, terjadinya suatu bencana dapat mengancam keberfungsian sosial masyarakat. Seperti yang kita tahu, pekerja sosial memiliki peran yang besar dalam mengelola bencana salah satunya yaitu melakukan tindakan mitigasi bencana dalam usaha mencegah dampak bencana yang lebih luas. Seperti halnya perubahan paradigma dalam memandang bencana, dahulu orang melihat bencana sebagai hal yang tidak dapat dikelola, namun saat ini paradigma itu telah berubah, bencana mampu kita kelola sedemikian rupa sehingga dampak dari bencana tersebut dapat diminimalisasikan. Hal yang dapat kita lakukan adalah dengan melakukan tindakan mitigasi dan kesiapsiagaan bencana seperti melakukan sosialisasi, edukasi, dan simulasi bencana kepada masyarakat, dalam konteks penelitian ini adalah mahasiswa,


(17)

17

sebagai bagian dari upaya manajemen penanggulangan bencana di dalam sistem usaha kesejahteraan sosial bidang kebencanaan.

2.2 Bencana Kebakaran, Mahasiswa, dan Kampus FISIP UI 2.2.1 Bencana Kebakaran

Menurut undang-undang No. 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehinngga menimbulkan korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana ini terbagi ke dalam tiga sektor yaitu bencana alam, bencana non alam, serta bencana sosial.

Bencana (disaster) adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian manusia, materi, ekonomi, atau lingkungan yang meluas yang melampaui kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri (UNISDR, 2004 dalam MPBI, 2007).

Menurut Asian Disaster Reduction Center (2003), bencana adalah gangguan serius pada masyarakat yang bisa menyebabkan kerugian secara meluas dan dirasakan oleh semua lapisan masyarakat dan lingkungan, dan untuk mengatasinya dibutuhkan kemampuan yang melebihi kemampuan manusia.

Menurut UNDP, bencana adalah gangguan serius dari tatanan masyarakat yang mengakibatkan keruguan besar pada manusia, lingkungan, dan tidak mudah untuk ditanggulangi dengan hanya menggunakan sumber daya masyarakat itu sendiri.

Tabel 2.1 Definisi Bencana

Pendapat Ahli Definisi Bencana

Undang-undang No. 24 Tahun 2007 bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan atau


(18)

18

faktor non alam maupun faktor manusia sehinngga menimbulkan korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis

UNISDR, 2004 dalam MPBI, 2007 Bencana (disaster) adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian manusia, materi, ekonomi, atau lingkungan yang meluas yang melampaui kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri

Asian Disaster Reduction Center (2003) Bencana adalah gangguan serius pada masyarakat yang bisa menyebabkan kerugian secara meluas dan dirasakan oleh semua lapisan masyarakat dan lingkungan, dan untuk mengatasinya dibutuhkan kemampuan yang melebihi kemampuan manusia.

Pada penelitian ini, definisi bencana yang relevan dengan konsep kesejahteraan sosial adalah definisi dari UNISDR (2004), dalam MPBI (2007) yang mengatakan bahwa terjadinya bencana dapat mengancam keberfungsian sosial masyarakat.

Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat yang tidak kita kehendaku, serta merugikan kita dan pada umumnya sukar untuk dikendalikan. Kebakaran disebabkan oleh api. Api terjadi karena persenyawaan dari adanya sumber panas, sinar matahari, dan reaksi kimia.


(19)

19 1. Oksigen

Oksigen adalah gas yang tidak mudah terbakar (nonflammeable gas) dan juga merupakan kebutuhan hidup mendasar bagi makhluk hidup. Meskipun tidak dapat terbakar, oksigen mendukung proses pembakaran. Di atas permukaan bumi, kadar oksigen dalam udara berkisar 21%. Untuk terjadinya pembakaran, hanya dibutuhkan kadar oksigen sebesar 16%

2. Panas

Panas adalah suatu bentuk energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan temperatur suatu benda bahan bakar sampai ke titik dimana jumlah uap bahan bakar tersedia dalam jumlah cukup untuk menghasilkan pembakaran.

Sumber-sumber panas antara lain:  Arus listrik

Panas akibat arus listrik dapat terjadi karena adanya hambatan terhadap aliran arus listrik, kelebihan beban muatan, dan hubungan arus pendek

 Gaya mekanik

Panas yang dihasilkan oleh gaya mekanik biasanya berasal dari dua benda yang saling bergesek

 Reasi kimia  Reaksi nuklir  Radiasi matahari 3. Bahan bakar

Bahan kebakaran dalam istilah kebakaran adalah setiap benda, bahan, atau material yang dapat terbakar. Bahan bakar yang dapat menimbulkan kebakaran dapat berpa benda padat, cair, dan gas.

Tidak semua kebakaran dapat dipadamkan dengan air. Cara memadamkan kebakaran tergantung dari jenis bahan bakar penyebab kebakarannya. Ketidaksesuaian antara cara memadamkan kebakaran dengan jenis bahan bakar penyebab kebakaran dapat berakibat fatal. Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk


(20)

20

mengetahui jenis bahan bakar penyebab kebakaran. Berdasarkan penyebabnya, terdapat empat kelas kebakaran:

1. Kebakaran kelas A

Kebakaran kelas A disebabkan oleh benda-benda padat seperti kertas, kayu, plastik, karet, busa, sampah, dan pakaian. Sisa pembakaran api dari kelas A berupa abu. Bahan bakar api kelas A ini memiliki sifat mudah terbakar dan bukan terbuat dari logam. Media pemadam kebakaran untuk kelas A adalah air, pasir, karung goni yang dibasahi, dan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) atau racun api.

2. Kebakaran kelas B

Kebakaran kelas B disebabkan oleh bahan nonlogam dan berupa cairan, biasanya menimbulkan efek mendidih dan menimbulkan gelembung. Bahan bakar api kelas B adalah bensin, oli, minyak, spirtus, dan alkohol. Media pemadam kebakaran untuk kelas B adalah APAR. Kebakaran kelas B tidak boleh dipadamkan dengan menggunakan air karena berat jenis air lebih besar dari berat jenis penyebab kebakaran sehingga akan memperluas areal yang terbakar.

3. Kebakaran kelas C

Kebakaran kelas C disebabkan oleh bahan bakar alat-alat listrik yang masih beraliran dan masih terpasang. Media pemadam kebakaran untuk kelas C adalah APAR. Sebelum memadamkan api, sumber listrik sebaiknya dimatikan terlebih dahulu.

4. Kebakaran kelas D

Kebakaran kelas D disebabkan oleh bahan bakar logam seperti potassium, sodium, alumunium, dan magnesium. Bahan bakar jenis ini biasanya merupakan bahan bakar untuk laboratorium kimia. Kebakaran kelas D hanya dapat dipadamkan dengan alat pemadam khusus, seperti bahan kimia kering (dry chemical)


(21)

21

Untuk mencegah kebakaran, terdapat beberapa alat yang dapat digunakan yaitu:

1. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)/racun api

APAR (fire extinguisher) adalah peralatan reaksi cepat yang multiguna karena dapat digunakan untuk memadamkan jenis kebakaran A, B, dan C. Bahan yang ada di dalam tabung pemadam kebakaran terdiri atas bahan kimia kering (dry chemical), busa, dan CO2.

Bagian dari alat pemadam api ringan ini adalah:  Pengukur tekanan (Gauge)

 Kait pengaman (Pin)

 Corong penyemprot (Nozzle)  Selang (Hose)

 Label

 Tanda gambar (tag) 2. Hidran air

Terdapat tiga jenis hidran yaitu hidran gedung, hidran halaman, dan hidran kota. Hidran kota diletakkan pada beberapa titik yang memungkinkan Unit pemadam kebakaran suatu kota mengambil cadangan air.

3. Detektor asap (smoke detector)

Detektor asap merupakan alat yang berguna untuk mendeteksi keberadaan asap yang yang berlebihan dalam suatu ruangan. Jika jumlah asap berlebih, maka detektor asap akan berbunyi sebagai tanda peringatan bagi penghuni ruangan

4. Alarm kebakaran

Alarm kebakaran merupakan alat peringatan yang digunakan untuk memberitahu seluruh orang yang berada disekitar akan adanya bahaya kebakaran

5. Penyemprot air (springkler)

Springkler adalah alat yang digunakan khusus dalam gedung untuk memancarkan air secara otomatis apabila terjadi pemanasan pada suhu tertentu. Fungsi dari springkler adalah untuk memadamkan api kecil yang baru muncul


(22)

22

Menurut Suprapto (2008), kebakaran adalah adanya api yang tidak dikehendaki. Peristiwa kebakaran terjadi diawali dengan pembakaran kemudian api tersebut sudah tidak dapat terkendali dan mengancam keselamatan jiwa dan harta benda. Persitiwa kebakaran tersebut memiliki beberapa proses sampai api tersebut padam. Menurut Mantra (2005) terdapat beberapa proses perkembangan api pada saat kebakaran yang terdiri atas:

1. Tahap penyalaan/peletusan. Tahap ini ditandai dengan munculnya api yang disebabkan oleh energi panas yang mengenai material dalam ruang. 2. Tahap pertumbuhan Api sudah mulai berkembang sesuai dengan kuantitas

bahan bakar yang ada. Tahap ini adalah tahap yang paling baik untuk evakuasi.

3. Tahap Flashover. Merupakan tahap transisi dari tahap pertumbuhan menuju tahap pembakaran penuh. Tahap ini sangat cepat, suhunya biasanya berkisar antara 3000C – 6000C.

4. Tahap Pembakaran Penuh. Pada tahap ini kalor yang dilepaskan adalah yang paling besar karena api sudah menjalar ke seluruh ruang. Suhunya bisa mencapai 12000C.

5. Tahap Surut. Pada tahap ini seluruh material sudah habis terbakar dan temperatur sudah mulai turun serta laju pembakaran juga menurun

2.2.2 Mahasiswa

Pengertian Mahasiswa menurut Knopfemacher (dalam Suwono, 1978) adalah merupakan insan-insan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan perguruan tinggi (yang makin menyatu dengan masyarakat), di didik dan di harapkan menjadi calon-calon intelektual.

Mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Selanjutnya menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun.

Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu bentuk


(23)

23

perguruan tinggi yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas (Hartaji, 2012 : 5).

Dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBI), mahasiswa didefinisikan sebagai orang yang belajar di Perguruan Tinggi.

Menurut Siswoyo (2007: 121) mahasiswa dapat didefinisikan sebagai individu yang sedang menuntut ilmu di tingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam ber pikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling melengkapi.

Seorang mahasiswa dikategorikan pada tahap perkembangan yang usianya 18 sampai 25 tahun. Tahap ini dapat digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal dan dilihat dari segi perkembangan, tugas perkembangan pada usia mahasiswa ini ialah pemantapan pendirian hidup (Yusuf, 2012: 27).

2.2.2 Kampus FISIP UI

Dalam pengertian modern, kampus berarti, sebuah kompleks atau daerah tertutup yang merupakan kumpulan gedung-gedung universitas atau perguruan tinggi. Bisa pula berarti sebuah cabang daripada universitas sendiri. Misalkan Universitas Indonesia di Jakarta, memiliki beberapa lokasi yang fakultas yang terbagi sendiri sendiri untuk memiliki wilayah sendiri yang berupa fakultas-fakultas yang seluruhnya berada didalam wilayah Universitas.

Universitas Indonesia yang telah menjadi world class university menuntut semua fakultas yang ada untuk mengikuti persyaratan yang ada juga. Infrastruktur merupakan salah satu persyaratan penting yang harus dimiliki. Ketersediaan infrastruktur yang dapat menunjang kehidupan para mahasiswa yang yang berada di lingkungan kampus.

Kampus FISIP UI sebagai kampus world class university. Seiring berjalannya waktu, FISIP UI terus memperbaiki kualitas dari pelayanan kampus. Perbaikan tersebut berupa pembenahan sarana dan prasarana penunjang kegiatan


(24)

24

mahasiswa belajar. Salah satu yang menjadi perhatian yaitu penyediaan infrastruktur yang sesuai dengan standar. Lokasi gedung yang memiliki dua tangga di setiap sisi gedung yang berguna untuk jalan evakusai jika terjadi bencana. Alat-alat kebakaran seperti alat pemadam api ringan (apar)/racun api, hidran air, detektor asap (smoke detector), alarm kebakaran, penyemprot air (springkler), yang semua harus berfungsi dengan baik dan menunjang pencegahan kebakaran.

Keamanan dalam kampus memang menjadi tanggung jawab bersama untuk menjaga lingkungan kampus dapat dilakukan bersama oleh semua warga kampus FISIP UI agar meminimalisasi terjadinya bencana yang akan merugikan. Kampus FISIP UI harus menjadi lokasi yang aman dari bencana kebakaran dan meminimalisir resiko bencana kebakaran dengan adanya mitigasi bencana.

2.3. Mitigasi Bencana

Mitigasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dampak yang disebabkan oleh terjadinya bencana. Tahap mitigasi memfokuskan pada tindakan jangka panjang untuk mengurangi resiko bencana. Implementasi strategi mitigasi dapat dipandang sebagai bagian dari proses pemulihan jika tindakan mitigasi dilakukan setelah terjadinya bencana. Namun demikian, meskipun pelaksanaannya merupakan upaya pemulihan, tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi resiko pada masa mendatang dikategorikan sebagai tindakan mitigasi.

Pada tahap mitigasi, tindakan dilakukan untuk mencegah atau mengurangi dampak. Mitigasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dampak yang disebabkan oleh terjadinya bencana. Tahap mitigasi memfokuskan pada tindakan jangka panjang untuk mengurangi resiko bencana. Implementasi strategi mitigasi dapat dipandang sebagai bagian dari proses pemulihan jika tindakan mitigasi dilakukan setelah terjadinya bencana. Namun demikian, meskipun pelaksanaannya merupakan upaya pemulihan, tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi resiko pada masa mendatang dikategorikan sebagai tindakan mitigasi.


(25)

25

Menurut Coppola (2007) dalam Steven (2011), mitigasi (Mitigation), adalah sebuah upaya yang kita kenal dengan istilah pencegahan sebelum terjadinya bencana atau bersifat pelunakan resiko. Dalam artian, mitigasi merupakan sebuah upaya untuk meminimalisasi kemungkinan dampak terjadinya bencana baik bencana alam, bencana nonalam, ataupun bencana sosial.

Tindakan mitigasi terdiri atas mitigasi struktural dan mitigasi nonstruktural. Mitigasi struktural adalah tindakan untuk mengurangi atau menghindari kemungkinan dampak bencana secara fisik. Contoh tindakan mitigasi struktural adalah pembangunan rumah tahan gempa, pembangunan infrastruktur, pembangunan tanggul di bantaran sungai, dan lain sebagainya.

Mitigasi nonstruktural adalah tindakan terkait kebijakan, pembangunan kepedulian, pengembangan pengetahuan, komitmen publik, serta pelaksanaan metode dan operasional termasuk mekanisme partisipatif dan penyebarluasan informasi yang dilakukan untuk mengurangi resiko terkait dampak bencana. Mitigasi merupakan tindakan yang paling efisien untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh terjadinya bencana.

Jika dilihat dalam konteks bencana kebakaran, mitigasi bencana kebakaran adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana kebakaran. Tindakan mitigasi terdiri atas tindakan struktural dan nonstruktural. Tindakan mitigasi yang bersifat struktural contohnya adalah pemasangan instalasi listrik oleh orang yang profesional dan penggunaan bahan bangunan yang tidak mudah terbakar seperti kerangka baja ringan. Tindakan mitigasi yang bersifat nonstruktural misalnya pelatihan untuk membangun kepedulian masyarakat terhadap bahaya yang dihadapi dan pelatihan serta pengorganisasian sukarelawan bagi kegiatan bencana kebakaran.

2.4. Alur berpikir

Suatu bencana dapat mengancam keberfungsian sosial masyarakat dalam hal ini kesejahteraan sosial dalam masyarakat dapat terganggu. Seperti yang kita tahu, pekerja sosial memiliki peran yang besar dalam mengelola bencana salah satunya yaitu melakukan tindakan mitigasi bencana dalam usaha mencegah


(26)

26

dampak bencana yang lebih luas. Demi keberlangsungan kehidupan kampus dimana mahasiswa dan seluruh warga FISIP UI berada di dalamnya, perlu adanya suatu perlindungan terhadap potensi terjadinya bencana karena segala macam bencana dapat mungkin terjadi. Dilihat bahwa bencana merupakan sesuatu yang tidak terduga terjadinya maka diperlukan mitigasi bencana untuk pencegahan dan penanganan jika terjadi bencana sebagai bentuk kesiapan warga FISIP UI, khususnya mahasiswa, terhadap tindakan pencegahan dan mitigasi bencana.

Skema Alur Pemikiran

Pendidikan

Mitigasi

Bencana

Pengelolaan

bencana

Kebencanaan

Mitigasi Bencana

Nonstructural Mahasiswa

pengetahuan mahasiswa

pencegahan bencana

meminimalisir bencana Mitigasi Bencana


(27)

27 BAB 3

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berusaha memberikan gambaran lokasi penelitian secara menyeluruh dan bersifat deskriptif, maka diperlukan suatu deskripsi yang memadai terkait dengan informasi tempat. Pada bab ini akan dijelaskan kondisi geografis kampus FISIP UI, kondisi fisik lokasi FISIP UI, serta gambaran umum sivitas kampus FISIP UI.

a. Kondisi Geografis Kampus FISIP UI

Wilayah yang dijadikan lokasi penelitian adalah Kampus FISIP UI, salah satu dari 13 fakultas yang berdiri di UI. Kampus ini berada di wilayah depok, baik secara geografis maupun administratif. Ada beberapa moda transportasi yang dapat digunakan untuk mencapai kampus ini yaitu menggunakan moda transportasi KRL, kopaja, angkutan kota, bus deborah, patas mayasari, ojek, ataupun berjalan kaki.

Terkait dengan kondisi fisik kampus FISIP UI, bisa dibilang bahwa sebagian besar areanya didominasi oleh gedung bertingkat sebagai tempat perkuliahan, perkantoran, serta administrasi fakultas. Sedangkan sebagian sisanya terdiri atas lahan terbuka. Lahan terbuka yang ada digunakan untuk taman serta tempat perkir bagi dosen, karyawan, serta tamu. Sedangkan lahan parkir untuk mahasiswa berada di sebelah timur jalan utama dengan posisi berseberangan dengan wilayah kampus FISIP UI.

Secara geografis, wilayah kampus FISIP UI berbatasan langsung dengan wilayah lain diantaranya:

Batas Utara : Lapangan parkir dan futsal

Batas Barat : Pusat Studi Jepang dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Batas Timur : Fakultas Psikologi dan Fakultas Hukum


(28)

28

Letak Kampus FISIP UI bisa dibilang berada pada lokasi yang strategis. FISIP UI bersebelahan dengan beberapa fasilitas seperti Pusat Studi Jepang, Lembaga Bahasa Internasional FIB UI, Lapangan Futsal, serta Perpustakaan Pusat UI. Selain itu, kampus FISIP UI berjarak cukup dekat dengan Masjid Ukhuwah Islamiyah dan Stasiun UI. Letak kampus ini juga berada pada deretan awal fakultas bila dilihat dari Gerbang Utama UI.

b. Kondisi Fisik Kampus FISIP UI

Bila kita melihat kondisi fisik dari wilayah kampus FISIP UI, dapat kita lihat bahwa kampus ini terdiri atas berbagai macam gedung yang berjumlah 11 gedung yang memiliki berbagai fungsi yang berbeda di setiap gedungnya. Gedung A digunakan sebagai gedung Dekanat. Gedung F digunakan untuk keperluan administrasi dari berbagai aspek seperti akademik, kemahasiswaan, alumni, ataupun infrastruktur. Gedung B, E, H, G, N, M, serta komunikasi digunakan untuk keperluan perkuliahan, administrasi, kajian, serta kantor dosen. Gedung Koenjaraningrat digunakan sebagai kantor dosen. Gedung D, yang memiliki nama lain Miriam Budiardjo Research Center (MBRC), digunakan sebagai perpustakaan fakultas dan tempat mengerjakan tugas kuliah mahasiswa. Sedangkan Taman Korea digunakan sebagai kantin. Selain untuk peruntukan kuliah, kampus FISIP UI juga memiliki mushola untuk menunjang kebutuhan ibadah sivitas akademika yang beragama Islam.

Selain gedung, kampus FISIP UI juga dilengkapi dengan taman yang tersebar di beberapa tempat. Terdapat taman teletubies di belakang taman korea, serta taman penjara yang berada di sebelah gedung E. Fungsi taman itu selain digunakan untuk resapan air juga digunakan sebagai tempat berkumpulnya mahasiswa.

Kondisi masing masing gedung secara keseluruhan berada dalam kondisi yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari keadaan cat, plafon, pintu, serta aspek material krusial lainnya yang memiliki tingkat kerusakan yang minim. Akan tetapi bila dilihat lebih lanjut masing masing gedung memiliki berbagai komponen kerusakan di dalamnya. Contohnya adalah kerusakan pendingin ruangan serta proyektor.


(29)

29

Sedangkan untuk lahan yang sifatnya terbuka, kondisinya berada dalam level yang cukup terawat. Hal ini ditandai dengan aktivitas penyapu serta pemotong rumput yang membersihkan area terbuka secara berkala. Sealin itu pada beberapa lokasi terdapat tong sampah untuk mengantisipasi sampah yang muncul setelah aktivitas sivitas akademika.

Di masing masing gedung terdapat elemen K3 seperti Hydrant. Sedangkan elemen lainnya seperti tombol alarm ataupun poster tidak rterdapat di setiap gedung FISIP UI secara merata. Fasilitas poster K3 baru dijumpai di gedung H dan F. Tombol alarm dijumpai di gedung H. Springkler terdapat di beberapa gedung seperti gedung H dan A. Bisa dibilang, gedung H memiliki fasilitas K3 paling lengkap dibandingkan dengan gedung yang lain.

Gambar 3.1. Tangga Darurat Gedung H FISIP UI


(30)

30

Gambar 3.3. Poster K3 Gedung H FISIP UI

c. Gambaran Umum Sivitas Akademika

Kampus FISIP UI Memiliki berbagai status terkait dengan sivitas akademikanya. Terdapat tiga status besar yang melekat pada sivitas akademika FISIP UI. Ketiga status tersebut adalah dosen, karyawan, dan mahasiswa.

Mahasiswa dalam posisinya sebagai sivitas akademika FISIP UI memiliki massa yang besar. Hal ini bisa dilihat dari jumlah mahasiswa FISIP UI yang berkisar pada angka 4000 mahasiswa. Setiap tahunnya, FISIP UI menerima mahasiswa dengan jumlah kisaran 800 orang. Hal ini jauh melampaui jumlah dosen serta karyawan.

Peran yang dijalankan oleh masing masing status sivitas akademika tentu saja berbeda. Karyawan memiliki fungsi sebagai eksekutor lapangan dalam beberapa aspek seperti administrasi, ventura, infrastruktur, ataupun keamanan. Status mereka berdasarkan tingkat kepegawaian juga berbeda. Ada yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), non-PNS, ataupun outsourching.

Dosen merupakan elemen yang menjalankan peran sebagai fasilitator pembelajaran kepada mahasiswa. Selain sebagai fasilitator pembelajaran, beberapa dosen memiliki jabatan struktural dalam lingkungan dekanat dan departemen. Jabatan struktural ini memengaruhi wewenang dan fungsi tambahan


(31)

31

yang dimiliki, yaitu perumus dan pemutus kebijakan sesuai dengan lingkup amanah yang diemban.

Sedangkan mahasiswa sebagai entitas massa yang terbesar memiliki peran sebagai subjek pembelajaran. Hal ini ditandai dengan aktivitas mahasiswa yang mengikuti proses pembelajaran di dalam kelas. Selain itu, mahasiswa juga memiliki aktivitas masing-masing sesuai dengan bidang yang dijalani. Ada yang berperan dalam ranah keorganisasian resmi, komunitas pemikiran, komunitas seni, komunitas olahraga, badan legislatif mahasiswa, ataupun peran lainnya.


(32)

32 BAB 4

TEMUAN LAPANGAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dijelaskan berbagai temuan lapangan yang telah berhasil didapatkan. Bab ini akan memberikan hasil temuan lapangan berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan pertama penelitian berusaha menggambarkan lebih dalam mengenai upaya yang telah dilakukan pihak kampus FISIP dalam memberikan pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa FISIP UI. Tujuan penelitian yang kedua adalah menjelaskan mengenai proses pemberian pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa FISIP UI. Sedangkan tujuan penelitian yang ketiga adalah berusaha mengetahui seberapa jauh pengetahuan mahasiswa FISIP UI dalam usaha-usaha mitigasi bencana.

Pembahasan merupakan perbandingan fakta empiris berupa data dari temuan lapangan dengan konteks teoritis yang telah dicantumkan pada BAB 2.

4.1 Temuan Lapangan

4.1.1 Gambaran upaya yang telah dilakukan pihak kampus FISIP dalam memberikan pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa FISIP UI

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan sejumlah informan, maka diperoleh hasil temuan lapangan mengenai berbagai upaya pendidikan mitigasi bencana yang dilakukan oleh pihak kampus FISIP UI. Menurut penuturan dari informan pejabat FISIP, pihak kampus telah melakukan upaya pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa dalam bentuk simulasi bencana kebakaran kepada warga FISIP.

...“ejauh i i ya g sudah dilakuka , si ulasi u tuk warga FI“IP Terkait ke akara . Kita ada APAR di setiap gedung. Ada tangga darurat juga di gedung M, H, dan F. Dulu tangga daruratnya jadi gudang tapi sekara g di ersihka . (K3, Pejabat FISIP, 4 Mei 2015)


(33)

33

Selain melakukan simulasi bencana kebakaran kepada warga FISIP, pihak kampus juga telah mengupayakan pengadaan fasilitas tanggap darurat dalam bentuk penambahan anggaran perbaikan dan peremajaan fasilitas di tiap gedung serta terus melakukan kontrol yang tepat. Hal tersebut seperti yang terdapat dalam pernyataan dari informan kami yang mengatakan bahwa upaya-upaya telah dilakukan pihak kampus dalam memberikan pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa FISIP UI.

...Langkah yang dilakukan pihak infrastruktur adalah identifikasi masalah dan berusaha untuk memetakan semua permasalahan baik itu dari sisi sarana yang ada dan melakukan penambahan anggaran agar bisa dilakukan perbaikan dan peremajaan pada kondisi panel induk setiap gedung juga terus melakukan kontrol yang tepat agar jangan sampai terjadi hal serupa dimasa yang akan datang, bekerjama dengan petugas K3 fisip dan PAU. Sudah pernah ada sosialisasi untuk program tanggap darurat ini namun frekuensi kegiatan yang lebih sering dan terpadu yang memang masih perlu dijalankan agar program ini lebih efektif dan bisa berjalan dengan baik sebagaimana mestinya . (MI, Pejabat FISIP, 6 Mei 2015)

Informan yang berasal dari pejabat FISIP mengatakan bahwa dalam mengupayakan pemberian pendidikan mitigasi bencana, pihak kampus telah melakukan pengadaan berbagai fasilitas tanggap darurat di setiap gedung seperti APAR. Berdasarkan penuturan dari informan yang lain juga disebutkan bahwa pihak kampus telah mengusahakan penambahan anggaran perbaikan dan peremajaan fasilitas di tiap gedung serta terus melakukan kontrol yang tepat.

Dalam hal upaya pendidikan mitigasi bencana di masa yang akan datang, pihak kampus berencana akan melakukan sosialisasi terkait keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan untuk seluruh warga FISIP UI termasuk mahasiswa.

...Re a a ya uka tahu i i u gki . Kita aka ada sosialisasi K u tuk seluruh warga FI“IP . (K3, Pejabat FISIP, 4 Mei 2015)


(34)

34

Selain itu, dalam mempersiapkan kapasitas dan kemampuan merespon bencana yang lebih tanggap, pihak kampus juga melakukan pemetaan masalah terkait pengadaan sarana serta fasilitas tanggap darurat di setiap gedung dan juga melakukan penambahan anggaran agar segala operasional terkait respon tanggap bencana dapat dilakukan.

...Langkah yang dilakukan pihak infrastruktur adalah identifikasi masalah dan berusaha untuk memetakan semua permasalahan baik itu dari sisi sarana yang ada dan melakukan penambahan anggaran agar bisa dilakukan perbaikan dan peremajaan pada kondisi panel induk setiap gedung juga terus melakukan kontrol yang tepat agar jangan sampai terjadi hal serupa dimasa yang akan datang bekerjama dengan petugas K3 fisip dan PAU . (MI, Pejabat FISIP, 6 Mei 2015)

Informan MI mengaku bahwa pihaknya sebagai unit infrastruktur yang berfungsi dalam pengadaan fasilitas dan sarana respon tanggap darurat melakukan penambahan anggaran terkait operasionalisasi dan perbaikan fasilitas di setiap gedung dan juga melakukan kontrol, selain itu juga dilakukan kerja sama dengan unit lainnya di FISIP yaitu unit K3 dan PAU. Di sisi lain, pemberian pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa dilakukan oleh pihak kampus secara langsung melalui materi perkuliahan. Sebagaimana pernyataan dari AB sebagai informan mahasiswa, pendidikan mitigasi bencana dimasukan ke dalam materi perkuliahan salah satu mata kuliah wajib Universitas.

...Pernah, waktu MPKT B. Hmmm, ga tau poin – poin nya, ya intinya itu supaya bisa selamat dari bencana, Si. Ku lupa, kalau aku ada di keadaan bencana, aku improvisasi sih . (AB, mahasiswa, 3 Mei 2015)

Berdasarkan pernyataan Informan mahasiswa, mereka mendapatkan pendidikan mitigasi bencana dari materi perkuliahan MPKTB. Pendidikan mitigasi bencana yang di dapat berupa teori-teori mengenai kebencanaan. Selain mendapatkan teori dari amteri perkuliahan, beberapa informan mahasiswa juga menyebutkan bahwa mereka pernah mendapatkan pelatihan mitigasi bencana


(35)

35

namun tidak semuanya tersosialisasi dengan baik sehingga jalannya simulasi menjadi tidak efektif.

...iya walaupun sudah ada alat yang tersedia tetep mahasiswa itu perlu untuk menggunakannya dan bersikap ketika terjadi kebakaran kayak gitu . (RN, mahasiswa, 02 Mei 2015)

...Katanya waktu itu di gedung H itu pernah latihan mitigasi bencana gitu ya, tapi katanya ga semuanya jalanin itu dengan serius jadi kayak apa sih kayak ganggu waktu belajar aja . (YG, mahasiswa, 03 Mei 2015)

Berdasarkan pernyataan informan karyawan FISIP, pemberian pendidikan mitigasi bencana tidak hanya diberikan kepada mahasiswa, melainkan juga kepada para cleaning service dan pedagang kantin. Menurut penuturan dari informan kami yaitu pedagang takor, pada masa kepemimpinan Dekan FISIP sebelumnya telah dilakukan penyuluhan mengenai bencana kebakaran.

...Waktu itu pernah sih waktu pak gumilar jadi dekan fakultas. Pedagang takor dikumpulin gitu buat ada penyuluhan. Kayak gimana cara menanggulangi kebakaran, ciri ciri kebakaran, ya gitu gitu lah. Sudah pernah ada sosialisasi untuk itu. Tapi semenjak pak gumilar ditarik jadi rektor udah ga ada yang kaya gitu.Jadi dari pak bambang sampai sekarang pak ary udah ga ada pelatihan lagi buat pedagang takor. Semenjak tahun 1982 pas saya masih jaga kantin di rawamangun, belum ada sih pelatihan kebakaran. Ya pas masa pak gumilar itu baru ada . (PT, pedagang kantin, 11 Mei 2015)

Pada masa kepemimpinan Pak Goemilar sebagai Dekan FISIP, telah dilakukan penyuluhan mengenai bencana kebakaran seperti bagaimana cara untuk menanggulangi bencana kebakaran hingga bagaimana ciri-ciri terjadinya kebakaran. Pihak kampus telah melakukan upaya pendidikan mitigasi bencana kepada para pedagang kantin. Namun ketika Dekan tersebut tidak lagi menjabat, belum ada lagi pelatihan terkait bencana kebakaran kepada para pedagang kantin. Ketika pedagang ditanya mengenai apakah ada rencana pihak kampus FISIP UI


(36)

36

dalam memberikan pendidikan mitigasi bencana, dia menjawab hingga sekarang masih belum ada kegiatan yang serupa.

...Sudah pernah ada sosialisasi untuk itu. Tapi semenjak pak gumilar ditarik jadi rektor udah ga ada yang kaya gitu.Jadi dari pak bambang sampai sekarang pak ary udah ga ada pelatihan lagi buat pedagang takor . (PT, pedagang kantin, 11 Mei 2015)

Berdasarkan pernyataan informan pedagang kantin tersebut, untuk pendidikan mitigasi bencana terkait sosialisasi dan pelatihan kepada para pedagang kantin belum pernah dilakukan lagi semenjak Pak Goemilar tidak menjabat menjadi Dekan FISIP lagi.

4.1.2 Proses pemberian pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa FISIP UI

Pemberian Pendidikan Mitigasi Bencana yang dilakukan oleh pihak kampus FISIP UI berawal dari penandatanganan Komitmen Kebijakan Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan atau (K3L) oleh Bapak Gumilar Soemantri Rektor UI kala itu yang diikuti oleh seluruh fakultas di Universitas Indonesia. Informasi tersebut diperoleh berdasarkan penuturan informan pejabat kampus FISIP UI yang menangani perihal infrastruktur kampus serta dari pegawai FISIP UI dan Pedagang Kantin FISIP UI.

Isu ta ggap darurat aupu pe a ggulangan bencana di lingkungan fisip UI adalah bentuk dan peran serta kita semua selaku civitas akademik untuk concern dan peduli menjadi agenda utama di fisip ui adalah semenjak mantan rektor Gumilar soemantri menandatangani kebijakan K3L untuk UI dan diikuti oleh seluruh fakultas . (MI, 6 Mei 2015)

..Waktu itu per ah sih waktu pak Gu ilar jadi deka fakultas. Pedaga g takor dikumpulin gitu buat ada penyuluhan. Kayak gimana cara menanggulangii kebakaran, ciri- iri ke akara , ya gitu gitu lah . (PT, 11 Mei 2015)


(37)

37 Per ah, waktu MPKT B . (AB, 3 Mei 2015)

Pernyataan yang diutarakan oleh bapak MI dan bapak PT memiliki kesamaan, Namun terdapat perbedaan informasi yang ditemukan sewaktu proses wawancara kepada responden OB FISIP UI. Pada responden mahasiswa pendidikan mitigasi bencana baru pada mata kuliah MPKT B namun pelatihan dari penerapan implementasi belum diterapkan.

4.1.2.1 Perbedaan pendapat Informan

Dalam pencarian data melalui metode wawancara mendalam peneliti menemui perbedaan informasi dari informan terkait awal mula adanya pendidikan mitigasi bencana di FISIP UI.

Per ah sih waktu itu kita offi e oy diku puli di gedu g H. Kegiata ya dilaksanakan beberapa lama abis gedung C kebakaran. Pelatihannya hanya sekali waktu itu. Waktu itu pelatihannya Cuma diajarin dua hal, yaitu cara make hidran dan evakuasi penghuni gedung. Pelatihannya diikuti oleh beberapa OB. Ga wajib. Tempatnya pelatihannya dipusatkan di gedung H (OB, 18 Juni 2015)

“e e jak deka ya Pak Gu ilar, ka i elu per ah ada tuh pelatihan kebencanaan. Dari masa mas Gumilar ataupun mas Bambang. Tapi sejak deka ya Pak Arie, aru ada pelatiha . (OB, 18 Juni 2015)

Berdasarkan pernyataan dari OB tersebut menyatakan bahwa pelatihan mengenai pendidikan mitigasi bencana baru ada pada saat dekan pak Arie, sedangkan dua dekan sebelumnya belum pernah diadakan. Berbeda dengan hasil wawancara dari pernyataan dua responden sebelumnya.

4.1.2.2 Hambatan yang dialami FISIP UI dalam Pendidikan Mitigasi Bencana kepada Mahasiswa FISIP UI

Dalam proses pengadaan pendidikan mitigasi bencana mengalami hambatan pada pelaksanaannya akibat dari pergantian kepemimpinan di FISIP UI


(38)

38

serta tidak meratanya proses sosialisasi pemberian pendidikan Mitigasi Bencana kepada warga FISIP UI. Seperti tidak melibatkan keseluruhan mahasiswa, hanya Dosen, pegawai FISIP UI, pegawai kantin dan OB yang diikutsertakan dan itu pun tidak wajib bagi peserta.

“ejauh i i ya g sudah dilakuka , si ulasi u tuk warga FI“IP Terkait ke akara . Tidak secara menyeluruh. Hanya beberapa stakeholder yang sudah dilatih seperti karyawan dan beberapa dosen. Dosen sendiri waktu itu sedikit yang datang. Mahasiswa sih belum kita libatkan banget. Masih belum ada sosialisasi. Tapi saya yakin mahasiswa banyak yang aware. Apalagi mahasiswa kan stakeholder yang paling banyak dan vital. Rencananya bukan tahun ini mungkin. Kita akan ada sosialisasi K u tuk seluruh warga FI“IP . (K3, 4 Mei 2015)

“udah per ah ada sosialisasi u tuk itu. Tapi se e jak pak Gu ilar ditarik jadi rektor udah ga ada yang kaya gitu. Jadi dari pak Bambang sampai sekarang pak Arie udah ga ada pelatihan lagi buat pedagang takor. Semenjak tahun 1982 pas saya masih jaga kantin di rawamangun, belum ada sih pelatihan kebakaran. Ya pas masa pak Gumilar itu baru ada. Waktu itu pernah sih waktu pak Gumilar jadi dekan fakultas. Pedagang takor dikumpulin gitu buat ada penyuluhan. Kayak gi a a ara e a ggula gi ke akara , iri iri ke akara , ya gitu gitu lah . (PT, 11 Mei 2015)

Kemudian selain hambatan pada proses pemberian pendidikan mitigasi bencana, peneliti memperoleh informasi terkait masih kurangnya fasilitas keamanan pada bencana kebakaran dan maintaining dari pelayanan kampus FISIP UI

“elai itu, a yak fasilitas ya g gga berfungsi. Sejauh ini baru APAR yang ada di setiap gedung. Sisanya kayak sirine, itu mati. Sama kayak detektor asap. Mati juga. Tau tuh kalo di gedung ada sirine atau detektor asap. Apa ada salurannya atau


(39)

39

Kejadia ke akara ja uari le ih diaki atka oleh faktor kura g ya concern pimpinan yang terdahulu untuk meremajakan instalasi listrik gedung yang semestinya sudah harus diganti dikarenakan beban yang semakin tinggi pula terlepas itu memang menjadi tanggung jawab kita bersama untuk saling menjaga da e gi gatka . (MI, 6 Mei 2015)

“e e ar ya, ka i e dapatka araha dari “u Dit K L UI. Mereka e eri arahannya. Sedangkan kami merupakan pelaksana tingkat fakultas. Awalnya petugas K3L di FISIP UI ada dua orang. Tetapi sekarang saya tinggal sendiri karena partner saya mundur. Jadi kita hanya menyesuaikan kebijakan K3L UI sesuai dengan kondisi FISIP. Sejauh ini yang sudah dilakukan, simulasi untuk warga FISIP Terkait kebakaran. Kita ada APAR di setiap gedung. Ada tangga darurat juga di gedung M, H, dan F. Dulu tangga daruratnya jadi gudang tapi sekarang di ersihka . Tapi sekara g asih ditaro uat ara g lagi . (K3, 4 Mei 2015)

Kurangnya fasilitas keamanan untuk bencana kebakaran terbukti dari kutipan verbatim berikut ini.

Di takor e a g ahaya sih. Ko struksi ya aja kayu. Ma a ga ada alat alat pemadam kebakaran ataupun alat kebencanaan satupun di sini. Listriknya juga udah pada tua belum ada perbaikan. Waktu itu kan pernah kantor BPM nyaris kebakaran. Itu arena kondisi listrik yang sudah tua. Untung bisa ditanggulangi. Nah ya g kaya gitu tuh per ah terjadi. (PT, 11 Mei 2015)

Ya kita e ga dalka ko disi sekitar aja lah ya. Misal ada toilet. Nah di situ kita ambil air buat pemadaman. Atau pake air kolam. Kita ga pake lah alat alat gitu. Ka ga ada. (PT, 11 Mei 2015)

Berdasarkan apa yang telah dijelaskan, maka berikut ini ditampilkan tabel ringkasan dari proses pemberian pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa FISIP UI.


(40)

40

Tabel 4.1 Ringkasan Proses pemberian pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa FISIP UI

Pendidikan Mitigasi Bencana Penjelasana Substantif Awal mula pemberian pendidikan

mitigasi bencana

Adanya upaya dan proses pendidikan bencana setelah penandatangan K3L oleh bapak Gumilar Soemantri Rektor UI kala itu yang otomatis diikuti seluruh fakutas di Universitas Indonesia.

Proses pemberian mitigasi bencana Pada proses pemberian mitigasi bencana pihak kampus FISIP UI tidak secara menyeluruh. Hanya beberapa stakeholder yang sudah dilatih seperti karyawan dan beberapa dosen.

Dari tiga dekade kepemimpinan Dekan dari Pak Gumilar, Pak Bambang, dan Pak Arie berbeda sasaran sosialisasi pemberian pelatihan pendidikan mitigasi bencana.

Hambatan yang dialami pihak kampus FISIP UI dalam Mitigasi Bencana Kebakaran

Pergantian kepemimpinan dekan mempengaruhi kebijakan yang diterapkan di kampus FISIP UI.

Kurangnya fasilitas yang memadai mengenai hidran, sprinkler, pendeteksi asap, sirine di lokasi seperti kantin, kemudian beberapa fasilitas yang sudah tidak berfungsi. Keamanan gedung dari Alat-alat kebencanaan kebakaran masih sangat minim


(41)

41

4.1.3 Pengetahuan mahasiswa FISIP UI dalam usaha-usaha mitigasi bencana

Keselamatan utama dari diri seseorang juga dipengaruhi oleh dirinya sendiri. FISIP UI yang pernah mengalami kejadian kebakaran pada beberapa waktu yang lalu menjadi perhatian kembali bahwa bencana dapat terjadi dimana saja. Bagaimana mahasiswa memahami tentang mitigasi bencana sangat mempengaruhi seberapa besarnya kerentanan bencana yang mungkin akan terjadi. Sebagaimana yang dijelaskan oleh para informan dalam kutipan pernyataan berikut ini :

“tau sedikit sih itu cara pencegahan apa yang dilakukan ketika bencana dan tindakan-tindakannya gitu juga pencegahan nggak pencegahan bencananya tapi menggurangi koraban yang jatuh gitu.” (YG, 03 Mei 2015)

...Kalau ya g gede itu, ka kita atii alira listrik, a il ara g-barang berharga yang mudah di ambil, lalu keluar rumah secepatnya, sampai nanti ada pemadam kebakaran atau warga sekitar yang akan

e ada ka api ya hehehe . (AL, 3 Mei 2015) .

Berdasarkan informasi yang ada, para informan mengatakan bahwa mereka telah melakukan tindakan-tindakan pencegahan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat mereka lakukan untuk mencegah kebakaran. Tindakan sehari-hari yang mereka lakukan tercermin bahwa mereka telah sadar untuk dapat menghindari bahaya terjadinya bencana kebakaran.

kalo u tuk e egah kita harus e persiapka dulu kita harus apa sih saklarnya harus udah pada dicabutin, secringnya harus di matiin. Terus kompor juga harus di pastiin udah bener-bener mati. Terutama yang berhubungan sama listrik dan kompor yang tabung gasnya harus dipastiin. Kita harus mastiin tabung gasnya masih bagus sih n slangnya gitu . (YG, 03 Mei 2015 )


(42)

42

...pasti pa ik lah kalo e er-benr kejadian. Waktu itu posisi sedang tidur kan dan apinya cukup banyak. Tapi waktu itu pada akhirnya ibu aku yang gercep ngambil air terus langsung disiram giru tapi. Tapi emang setau aku kalo emang ada kebakaran gitu emang kita harus make lap basah gitu kan biar g terlali bahaya gitu atau terus kenak tangan kita gitu. Tapi pokok ya ja ga pa ik . (RN, 02 Mei 2015)

....H , e o a keluar gedu g. Kalau isal ga isa, erli du g di bawah atau di dalam benda yang tidak mudah terbakar atau bahkan tidak isa ter akar, “i . (AB, 3 Mei 2015)

Mahasiswa juga mengatakan mereka masih memerlukan pendidikan mitigasi bencana yang dapat memudahkan mereka untuk mengimplementasikan ketika kebakaran terjadi. Informan juga menjelaskan bahwa peralatan dan infrastruktur yang ada di FISIP UI sebagai alat-alat mitigasi bencana belum dibarengi dengan pemahaman untuk penggunaannya.

...kalo menurut aku sih kurang ya kenapa kayak setiap gedung pun juga ga ada alat-alat pemadam kebakaran, tapi entah di situ ada alat kebakaran cuma dibeberapa gedung juga dan entah itu ada atau enggak mahasiswa belom pernah mendapatkan sosialisasi tentang bagaimana cara menggunakannya. Jikapun ada bencana kepanikan pasti ada, kare a kita ggak tau harus gi a a . (RN, 02 Mei 2015)

...iya walaupun sudah ada alat yang tersedia tetep mahasiswa itu perlu untuk menggunakannya dan bersikap ketika terjadi kebakaran kayak gitu . (RN, 02 Mei 2015)

Informan menyebutkan bahwa mereka pernah mengikuti simulasi mitigasi bencana dan ada juga yang belum. Tetapi beberapa menjelaskan bahwa mereka juga tahu bahwa pernah diadakannya simulasi kebakaran di FISIP UI. Tetapi belum semua mahasiswa turut serta dalam simulasi


(43)

43

kebakaran tersebut. Sedangkan mengenai pengetahuan tentang mitigasi bencana, secara teori, pernah mereka dapatkan di kelas dari kegiatan perkuliahan.

“..Katanya waktu itu di gedung H itu pernah latihan mitigasi bencana gitu ya, tapi katanya ga semuanya jalanin itu dengan serius jadi kayak apa sih kayak nganggu waktu belajar aja”. (YG, 03 Mei 2015 )

“...waktu itu nggak ada kuliah di gedung H soalnya, ya jadi kalo pendidikan mitigasi bencana udah diajarin sejak kita SD gitu seenggaknya udah ngenal nih kita nganggap main-main simulasi bencana gitu”. (YG, 03 Mei 2015 )

“...kalo pelatihan belum, tapi ada pembelajaran kayak yang dijelasin di kelas gitu kayak pendidikan mitigasi bencana yang di Jepang gitu”. (YG, 03 Mei 2015 )

4.2 Pembahasan

4.2.1 Upaya pihak kampus FISIP UI dalam memberikan pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa FISIP UI.

Bencana tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikurangi dampak negatif atau resiko bencananya. Pengurangan resiko bencana perlu dilakukan dengan cara mengelola resiko bencana. Pengelolaan bencana merupakan ilmu pengetahuan yang terkait dengan upaya untuk mengurangi resiko yang meliputi tindakan persiapan, dukungan, dan membangun kembali masyarakat saat bencana terjadi.

Dalam upaya mengurangi dan mencegah terjadinya bencana terdapat satu konsep yaitu mitigasi bencana. Mitigasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dampak yang disebabkan oleh terjadinya bencana. Tahap mitigasi memfokuskan pada tindakan jangka panjang untuk mengurangi resiko bencana.


(1)

49

telah tersedia. Mahasiswa dapat memahami cara-cara yang dilakukan ketika bencana terjadi. (poin temuan lapangan 4.1.3).

Sejauh ini pemahaman mereka tentang mitigasi bencana meliputi pemahaman secara teoritis. Tetapi ketika terjadi kebakaran masih terjadi kepanikan dan kurang melakukan tindakan cepat tanggap. Walaupun secara pemahaman mereka telah tahu tindakan mitigasi yang harus dilakukan.

Sosialisasi yang mereka dapatkan selama ini berupa sosialisasi cara-cara untuk menghindari bencana kebakaran jika terjadi berupa perlindungan diri, cara memadamkan api dengan alat sederhana, dan upaya-upaya untuk mencegah kebakaran agar tidak terjadi kebakaran. (poin temuan lapangan 4.1.3).

Perlunya pemahaman tentang kebakaran memang hal yang penting karena tidak semua kebakaran dapat dipadamkan dengan air. Cara memadamkan kebakaran tergantung dari jenis bahan bakar penyebab kebakarannya. Ketidaksesuaian antara cara memadamkan kebakaran dengan jenis bahan bakar penyebab kebakaran dapat berakibat fatal. Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk mengetahui jenis bahan bakar penyebab kebakaran. Berdasarkan penyebabnya, terdapat empat kelas kebakaran yaitu kebakaran kelas A,B,C,D. Dari jenis kebakaran yang paling ringan hingga kebakaran yang berat. (Bab 2, Sub-Bab Bencana Kebakaran 2.2.1).

Terdapat juga simulasi bencana yang diadakan oleh pihak FISIP UI pada tahun 2014 lalu. Tetapi belum semua mahasiswa FISIP UI mengetahui dan mengikuti kegiatan simulasi tersebut. Dalam simulasi itupun tidak adanya himbauan untuk berkumpul di safe meet point yang ada. Himbauan yang ada mengajak semua mahasiswa untuk berkumpul di ruang lapang di sekitar gedung FISIP UI.

Mahasiswa juga mengatakan mereka masih memerlukan pendidikan mitigasi bencana yang dapat memudahkan mereka untuk mengimplementasikan tindakan-tindakan dalam keadaan darurat ketika kebakaran terjadi. Informan juga menjelaskan bahwa peralatan dan infrastruktur yang ada di FISIP UI sebagai alat-alat mitigasi bencana belum dibarengi dengan pemahaman untuk penggunaannya. (poin temuan lapangan 4.1.3).


(2)

50 BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini berusaha untuk menggali dan menggambarkan dengan jelas serta eksplisit mengenai upaya mitigasi bencana kebakaran di wilayah FISIP UI dengan pendidikan kepada mahasiswa sebagai fokus utama. Langkah langkah yang berkaitan dengan hal tersebut sudah diambil oleh pihak yang berwenang, dalam hal ini dekanat FISIP UI. Konsep yang diutarakan dekanat dibantu oleh beberapa bagian seperti bagian infrastruktur dalam tataran implementasinya. Terkait dengan hal tersebut, maka poin yang harus diperhatikan adalah sudah sejauh mana pendidkan mitigasi bencana disosialisasikan dan diterapkan kepada mahasiswa FISIP UI.

5.1.1 Upaya pendidikan mitigasi bencana pada mahasiswa FISIP UI

Tindakan mitigasi bencana terdiri atas mitigasi struktural dan mitigasi nonstruktural. Mitigasi struktural adalah tindakan untuk mengurangi atau menghindari kemungkinan dampak bencana secara fisik Mitigasi nonstruktural adalah tindakan terkait kebijakan, pembangunan kepedulian, pengembangan pengetahuan, komitmen publik, serta pelaksanaan metode dan operasional termasuk mekanisme partisipatif dan penyebarluasan informasi yang dilakukan untuk mengurangi resiko terkait dampak bencana.

Terkait upaya mitigasi struktural, pihak kampus FISIP UI telah berupaya mengadakan fasilitas tanggap darurat seperti springkler, hidran, APAR, pendeteksi asap, sirine, dan alarm. Sedangkan upaya mitigasi nonstruktural yang telah dilakukan pihak kampus FISIP UI meliputi pengembangan pengetahuan mahasiswa terkait kebencanaan. Berdasarkan penuturan informan mahasiswa, mereka mendapatkan materi terkait kebencanaan pada salah satu mata kuliah wajib Universitas. Selain itu, pihak kampus FISIP UI juga memberikan pendidikan mitigasi bencana kepada para OB dan pedagang kantin melalui sosialisasi dan penyuluhan mengenai cara menanggulangi kebakaran. Pihak kampus FISIP juga telah melakukan latihan simulasi bencana kebakaran pada


(3)

51 FISIP.

5.1.2 Proses Pemberian Pendidikan Mitigasi Bencana kepada Mahasiswa FISIP UI

Proses pemberian pendidikan mitigasi bencana di FISIP UI berdasarkan temuan lapangan oleh peneliti dalam tiga dekade kepemimpinan baru sebatas sosialisasi ke beberapa stakeholder saja diantaranya yaitu pihak pegawai FISIP UI, Penjaga Kantin, dan Dosen. Sedangkan keterlibatan mahasiswa dalam hal ini belum diutamakan dalam implementasi program. Peserta pelatihan pun tidak diwajibkan untuk mengikuti agenda pemberian pelatihan tersebut. Sehingga proses pemberian pendidikan mitigasi bencana tidak tersalurkan dengan sempurna kepada warga FISIP UI. Tertera dalam pernyataan temuan lapangan masih banyak peserta yang belum mengetahui secara pasti penggunaan peralatan pemadam kebakaran dengan efesien dan baik.

Selain itu, dalam hal pengadaan fasilitas tanggap darurat yang telah disebutkan dalam temuan lapangan, pihak kampus FISIP UI masih sangat kurang dalam pengamanan kebencanaan kebakaran karena masih banyaknya bangunan gedung yang tidak memiliki standarisasi alat pemadam kebakaran. Alat-alat kebencanaan yang disediakan oleh pihak kampus tidak semuanya berfungsi dengan baik karena kurangnya perawatan dan kontrol terhadap alat-alat tersebut.

Kurangnya proses pemberian pendidikan mitigasi bencana selain karena kebijakan kampus FISIP UI yang belum sepenuhnya melibatkan seluruh komponen warga FISIP, kemudian dari fasilitas pengamanan kebakaran yang kurang lengkap di setiap gedung. Pihak kampus FISIP UI masih belum menempatkan prioritas keamanan kebencanaan kebakaran, dengan Sumber Daya Manusia pegawai K3L yang kurang mencukupi, (berdasarkan temuan lapangan hanya satu orang petugas K3L di FISIP).


(4)

52

5.1.3 Pengetahuan Mahasiswa FISIP UI dalam Usaha-Usaha Mitigasi Bencana

Seperti yang disebutkan di atas bahwa upaya mitigasi bencana meliputi upaya mitigasi nonstruktural yang terkait dengan pengembangan pengetahuan dalam bentuk sosialisasi, edukasi, dan simulasi. Berdasarkan temuan lapangan pada penelitian ini, upaya pemberian pendidikan mitigasi bencana oleh pihak kampus FISIP UI masih belum maksimal. Sejauh ini pemahaman mereka tentang mitigasi bencana meliputi pemahaman secara teoritis, tetapi ketika terjadi kebakaran masih terjadi kepanikan dan kurang melakukan tindakan cepat tanggap. Walaupun secara pemahaman mereka telah tahu tindakan mitigasi yang harus dilakukan. Sosialisasi yang mereka dapatkan selama ini berupa sosialisasi cara-cara untuk menghindari bencana kebakaran jika terjadi berupa perlindungan diri, cara memadamkan api dengan alat sederhana, dan upaya-upaya untuk mencegah kebakaran agar tidak terjadi kebakaran.

Mahasiswa juga mengatakan mereka masih memerlukan pendidikan mitigasi bencana yang dapat memudahkan mereka untuk mengimplementasikan tindakan-tindakan dalam keadaan darurat ketika kebakaran terjadi. Informan juga menjelaskan bahwa peralatan dan infrastruktur yang ada di FISIP UI sebagai alat-alat mitigasi bencana belum dibarengi dengan pemahaman untuk penggunaannya.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil temuan lapangan yang di dapat, penelitian ini merekomendasikan beberapa hal terkait dengan tujuan penelitian, dalam hal ini adalah pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa FISIP UI. Saran-saran tersebut adalah:

5.2.1 Saran bagi Pihak Kampus FISIP UI

Berdasarkan hasil kesimpulan yang di dapat, upaya pemberian mitigasi bencana, baik upaya mitigasi struktural maupun nonstruktural yang telah dilakukan oleh pihak kampus FISIP UI masih belum maksimal. Kebijakan dekanat atau pihak kampus yang masih belum berfokus pada penanganan mitigasi bencana menyebabkan pengadaan fasilitas yang


(5)

53

maksimal. Saran dari penelitian ini adalah agar pihak kampus dapat memasukan agenda penanganan mitigasi bencana ke dalam program kerja utama dari Dekanat sehingga penanganan dan pelaksanaan upaya mitigasi bencana di kampus FISIP UI dapat terlaksana secara menyeluruh.

5.2.2 Saran bagi Mahasiswa

Mahasiswa sebagai unsur pendukung dalam pelaksanaan upaya mitigasi bencana di kampus FISIP UI sangat besar perannya dalam menentukan keberhasilan kebijakan dan upaya yang telah dilakukan pihak kampus. Mahasiswa dituntut agar terus proaktif dalam berpartisipasi dalam setiap upaya mitigasi bencana yang dilakukan oleh pihak kampus FISIP UI agar pelaksanaan upaya mitigasi bencana dapat secara menyeluruh dan efektif.

5.2.3 Saran Bagi Penelitian Lanjutan

Penelitian ini merupakan studi penelitian kualitatif yang dapat terus berkembang, oleh karena itu pada penelitian ini disertakan saran yang dapat menjadi masukan bagi penelitian lainnya yang mengambil fokus penelitian mengenai mitigasi bencana di kampus. Adapun saran bagi penelitian lanjutan adalah sebagai berikut:

1. Penelitian yang akan datang dapat mengambil topik kebencanaan dengan fokus kajian kebijakan dan perencanaan mitigasi bencana di kampus agar pembahasan mengenai upaya mitigasi bencana dapat lebih komprehensif.

2. Pada penelitian yang akan datang dapat melakukan prinsip evaluasi manajemen penanggulangan bencana sebagai dasar bagi kajian kebijakan yang akan dilakukan tersebut sehingga saran yang diberikan memang benar-benar ditujukan untuk konteks praktis penanganan mitigasi bencana di kampus


(6)

54

Daftar Pustaka

Buku Pegangan Guru Pendidikan Siaga Bencana. Pusat Mitigasi Bencana-Institut Teknologi Bandung, 2008.

American Red Cross, Are You Ready for a Fire?, 1998.

IDEP, Panduan Umum Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat, Yayasan IDEP, Bali, 2005.

Pribadi, Krishna Suryanto, Konsep Pengelolaan Bencana, Modul ToT Bagi Guru dan Fasilitator Lokal Program CDASC Muhammadiyah, Pusat Mitigasi Bencana, ITB, Bandung, 2006.

Yusman, Edwin, Kebakaran di Daerah Tropika, Burning Issues, Project Fire Fight South East Asia, Bogor, 2003.

http://oxfamblogs.org/indonesia/menjadikan-mahasiswa-sebagai-pionir-penanggulangan-bencana/