Budaya Sekolah Kajian Pustaka

25 dijelaskan oleh Endah Sulistyowati 2012: 27 bahwa tujuan pendidikan karakter antara lain; 1 mengembangkan potensi kalbunurani dan afeksi sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai dalam ber budaya dan bernegara, 2 mengembangkan serta membiasakan perilaku peserta didik yang terpuji sejalan dengan budaya bangsa, 3 menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab kepada peserta didik, 4 mengembangkan kemampuan peserta didik agar menjadi manusia yang mandiri, aktif, kreatif dan berwawasan luas, dan 5 mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan yang kondusif untuk belajar peserta didik

3. Budaya Sekolah

Salah satu penentu penyelenggaraan pendidikan yang baik yaitu dengan melihat budaya yang berlaku di lingkungan lembaga atau organisasi pendidikan khususnya sekolah. Budaya sekolah merupakan identitas khas sebuah lembaga atau organisasi. Philip Selznick Hoy. W. K, Miskel. C. G, 2014: 269 memperluas analisis kehidupan organisasional dengan memandang “organisasi sebagai institusi, bukan semata-mata sebagai organisasi rasional. Institusi dijiwai oleh nilai di luar tuntutan teknis yang dihadapi. Peleburan penjiwaan nilai ini membuahkan identitas khas bagi organisasi; peleburan nilai menentukan karakter organisasi”. Berdasarkan pendapat tersebut peleburan nilai membuahkan identitas khas sebuah organisasi yang berarti menentukan karakter dalam organisasi. Rumusan organisasi sebagai institusi memiliki kompetensi dan karakter organisasional khasnya, yang memberikan landasan bagi analisis kontenporer organisasi sebagai budaya menurut Peter dan Waterman Hoy. W. K, Miskel. C. G, 2014: 269. “Budaya organisasi merupakan satu upaya untuk mewujudkan perasaan, kesan, atmosfer, karakter, atau 26 sosok sebuah organisasi. Perwujudan perasaan, kesan, atmosfer, karakter tersebut menjadi khas dan dapat dirasakan oleh setiap orang yang mengunjungi organisasi tersebut”. Hoy. W. K, Miskel. C. G 2014: 269 menambahkan organisasi yang efektif memiliki budaya korporat yang kuat dan unik dan bahwa fungsi dasar kepemimipinan eksekutif adalah bentuk budaya organisasi. Berdasarkan pendapat diatas dapat diartikan sekolah yang baik memiliki budaya atau karakter yang kuat dan unik serta kepala sekolah memiliki peran penting dalam keberlangsungan budaya sekolah. Berbeda dengan Schein. E Hoy. W. K, Miskel. C. G, 2014: 270 bahwa budaya seyogianya dikhususkan bagi “tingkat lebih dalam dari asumsi, nilai, dan kepercayaan dasar” yang menjadi milik bersama dan diterima apa adanya selagi organisasinya terus menuai sukses. Pengetian tersebut dapat diartikan bahwa nilai atau kepercayaan yang diinternalisasikan sebagai budaya organisasi atau sekolah tidak hanya dijalankan semata tetapi diresapi seluruh anggota sekolah atau bersama dan diterima tanpa digantikan selama sekolah tersebut dapat mempertahankan eksistensinya di dunia pendidikan. Budaya organisasi adalah sistem orientasi bersama yang mempersatukan unitnya dan memberikan identitas khusus. Pada dasarnya budaya sekolah merupakan seperangkat nilai, norma, karakter yang telah disepakati bersama dan telah menjadi identitas khas dari sekolah. Mowday, Porter, dan Steer Hoy. W. K, Miskel. C. G, 2014: 277 mengatakan bahwa “Meskipun mungkin tidak ada satu pun budaya terbaik, budaya yang kuat meningkatkan kerekatan, kesetiaan, dan komitmen, yang pada gilirannya mengurangi kecenderungan anggota untuk meninggalkan organisasinya”. Berdasarkan jabaran 27 tersebut berarti pentingnya karakter yang dimiliki oleh sekolah yang telah membudaya sebagai penguat komponen di dalamnya sekolah. Robbins Hoy. W. K, Miskel. C. G, 2014: 277-278 memperkuat fungsi budaya sekolahorganisasi, yaitu budaya memiliki fungsi penentu-batas; budaya menciptakan perbedaan diantara sekian organisasi; budaya membrikan rasa identitas kepada organisasi; budaya memudahkan pengembangan komitmen pada kelompok; budaya meningkatkan stabilitas di dalam sistem sosial; dan budaya merupakan lem sosial yang mengikat organisasi kuat-kuat; budaya memberikan standar yang tepat bagi perilaku. Berdasarkan fungsi budaya sekolah tersebut budaya berfungsi untuk memandu dan membentuk sikap sekaligus perilaku anggota organisasi. Sagala Supardi, 2013: 221 menyatakan bahwa budaya menggambarkan cara kita melakukan segala sesuatu, jadi budaya suatu konsep yang membangkitkan minat dan berkenaan dengan cara manusia hidup, belajar berfikir, merasa, memercayai, dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Karakter yang telah diterapkan di suatu lembaga pendidikan atau dalam hal ini di sekolah seyogyanya harus dipertahan dan benar benar diinternalisasika kepada seluruh warga sekolah, tidak hanya peserta didik saja dari peserta didik, guru, kepala sekolah komite atau yayasan yang menaungi sekolah tersebut. Nursyam Sudrajat. A., 2011: 7 menyatakan bahwa tiga budaya yang perlu dikembangkan di sekolah, yaitu kultur akademik, kultur budaya, dan kultur demokratis. Pertama, kultur akademik memiliki ciri pada setiap tindakan, keputusan, kebijakan dan opini didukung dengan dasar akademik yang dapat 28 dipertanggung jawabkan. Kultur akademik berlandaskan pada teori yang ada dan dapat tercermin pada kedisiplinan dalam bertindak, kearifan dalam bersikap, serta kepiawaian dalam berfikir dan berargumentasi. Kedua, kultur budaya dapat dilihat dari pengembangan sekolah dari memelihara, membangun, dan mengembangkan budaya bangsa yang positif. Kultur budaya menjadi garda terdepan dunia pendidikan dalam menghadapi kultur budaya asing yang mulai gencar di masyarakat. Kultur budaya juga mengajarkan kepada peserta didik dalam menjaga dam lelestarikan budaya yang sudah ada, membenahi kekurangannya dan menambah jika dibutuhkan. Kultuh budaya juga mengajarkan kepada peserta didik bahwa budaya yang selama ini di pegang oleh peserta didik dan nenek moyang merupakan budaya yang selaras dengan budaya bangsa. Ketiga, kultur demokratis yaitu kultur yang mementingkan aspek bersama tanpa memunculkan rasa diskriminasi antar anggotanya. Kultur demokrasi mengakomodir semua perbedaan menjadi sebuah kerjasama yang kuat. Kultur demokrasi mengajarkan peserta didik untuk bebas dalam berpendapat tanpa meninggalkan tanggung jawab dari pendapat tersebut. Kultur demokrasi dapat langsung diterapkan pada peserta didik khususnya di sekolah dasar. Arief Effendy 2016: 47 menyatakan bahwa dimensi budayakultur sekolah adalah kepemimpinan kepala sekolah, komite, guru, siswa, proses belajar, dan hasil belajar, memiliki tujuan, materi, media, metode, dan evaluasi. Kelima dimensi tersebut dijelaskan dalam gambar sebagai berikut: 29 Gambar 3. Dimensi Budaya Sekolah menurut Arief Effendy 2016 Stolp dan Smith Moerdiyanto, 2012: 7 menjelaskan bahwa kultur sekolah memiliki tiga lapisan kultur yaitu: 1 artifak di permukaan, 2 nilai-nilai dan keyakinan di tengah, dan 3 asumsi yang berada di lapisan dasar. Artifak adalah lapisan kultur sekolah yang paling mudah diamati seperti aneka ritual sehari-hari di sekolah,benda-benda simbolik di sekolah, dan aneka kebiasaan yang berlangsung di sekolah. Lapisan ke dua atau lapisan yang lebih dalam di sekolah yaitu nilai dan keyakinan yang ada di sekolah. Berupa norma-norma dan perilaku yang diinginkan, menjadi patokan warga sekolah dalam bertindak dan berperilaku,dan dapat diterapkan sebagai lapisan yang menjadi khas dari sekolah atau sering disebut sebagai budaya sekolah. Lapisan yang paling dalam adalah asumsi atau simbol- simbol. Asumsi atau simbol-simbol ini berupa nilai dan keyakinan yang tidak dapat dikenali tetapi berdampak pada perilaku warga sekolah. Tiga lapisan kultur sekolah dapat digambarkan dalam tabel berikut: Guru Budaya Organisasi Sekolah Budaya lainnya siswa PBM Hasil belajar Budaya komite Sekolah 30 Tabel 1. Lapisan Kultur Sekolah Lapisan Kultur Keterangan Bentuk Perwujudan Keterangan Artifak Fisik A. Taman dan halaman yang rapi B. Gedung yang rapi dan bagus C. Interior ruang yang selaras D. Sarana ruang yang bersih dan tertata Nyata dan dapat diamati Perilaku 1. Upacara keagamaan 2. Kesenian yang berhasil 3. Membersihkan lingkungan Nilai dan Keyakinan 1. Lingkungan yang bersih, indah dan rapi 2. Suasana area belajar yang nyaman dan menyenangkan 3. Menjunjung nilai kejujuran dan kemandirian Abstrak dan tersembunyi Asumsi 1. Harmoni dalam hubungan 2. Kerja keras pasti berhasil 3. Sekolah bermutu adalah hasil kerjasama Kultur atau budaya sekolah selalu didasari dengan asumsi, nilai dan keyakinan yang bersifat abstrak. Asumsi, nilai, keyakinan yang berlaku tersebut terwujud dalam artifak yang berwujud dan dapat diamati dengan panca indera baik secara perilaku maupun fisik.

4. Pendidikan Karakter di Sekolah Alam