PENGARUH PEMBERIAN BANTUAN (SCAFFOLDING) PADA AKTIVITAS BELAJAR MENGGUNAKAN MODEL PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA SMA

(1)

PENGARUH PEMBERIAN BANTUAN (SCAFFOLDING) PADA AKTIVITAS BELAJAR MENGGUNAKAN MODEL

PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA SMA

Oleh

TRISIA AGUSTINA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Pendidikan MIPA

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRACT

INFLUENCE OF THE ASSISTANCE (SCAFFOLDING) IN LEARNING ACTIVITIES BY USING GUIDED DISCOVERY METHOD ON THE

STUDENTS’ SENIOR HIGH SCHOOL PHYSICS LEARNING ACHIEVEMENT

By Trisia Agustina

Physics is one of the lessons which the students are less preferred because it has a high degree of difficulty, this factor causes the students reluctant to learn physics independently and they only learn it when their teacher asks them to learn. This condition makes the students' physics learning activities becomes low. On other words, the lack of students’ independency in learning physics can lead them to the less developed and passive condition in learning activities. The low of the students learning physics activities is one of the factors that makes their learning achievement becomes low. Therefore, it is the reason why the researcher conducted this researcher by applying scaffolding in students' learning activities by using guided discovery method. This research was intended to investigate the influence of scaffolding in students' learning activities on their learning achievement by using guided discovery method. Scaffolding strategy is a strategy which is aided by the teacher to the students in a group in the classroom learning process, so that the students are able to interact with their group and also encourage them to be more active in their learning activities. The research was


(3)

conducted in X 8 class of Al-Azhar 3 Senior High School Bandar Lampung, which consisted of 35 students on the second semester of 2012/2013 academic year. The sample class was chosen by using purposive sampling, which is based on certain considerations. This research design was one-shot case study. In this research, the data were obtained from the students’ learning activities and learning achievement and then they were analyzed by using linear regression with SPSS 17.0. The result showed that both of the data were normal distributed and linear. Furthermore, in order to test the influence, it was done by using correlation and simple linear regression with SPSS 17.0. This results indicated that there was influence of scaffolding in the students’ learning activities on their learning achievement by using guided discovery, which was 30% of the value of the coefficient of determination and with a correlation coefficient of 0.55, which included in the medium category and the regression equation was Y ^ '= 32.22 +0.63 X, where the constants a and b were significant coefficients.\

Keywords: guided discovery method, learning achievement, learning activities, scaffolding.


(4)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN BANTUAN (SCAFFOLDING) PADA AKTIVITAS BELAJAR MENGGUNAKAN MODEL

PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA SMA

Oleh Trisia Agustina

Fisika merupakan salah satu pelajaran yang kurang disukai siswa karena dianggap memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, faktor inilah yang menyebabkan siswa enggan belajar fisika secara mandiri dan hanya menunggu perintah dari guru untuk belajar. Hal ini berdampak pada rendahnya aktivitas belajar fisika siswa. Dengan kata lain, kurangnya kemandirian belajar siswa terhadap fisika dapat menyebabkan siswa kurang berkembang dan pasif dalam kegiatan pembelajaran. Rendahnya aktivitas belajar fisika inilah merupakan salah satu faktor yang menyebabkan hasil belajar siswa menjadi rendah. Untuk itu dilakukan penelitian dengan menerapkan scaffolding pada aktivitas belajar siswa dengan menggunakan model penemuan terbimbing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh scaffolding pada aktivitas belajar siswa terhadap hasil belajar

menggunakan model penemuan terbimbing. Strategi scaffolding merupakan strategi berbantuan oleh guru kepada siswa secara berkelompok dalam proses pembelajaran di kelas sehingga siswa dapat saling berinteraksi dengan teman


(5)

sekelompok dan dapat mendorong aktivitas belajar siswa lebih aktif. Penelitian ini dilaksanakan di kelas X8 SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang berjumlah 35 siswa pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013. Pemilihan kelas sampel dengan menggunakan purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu. Penelitian ini menggunakan desain one-shot case study. Pada penelitian ini, diperoleh data aktivitas siswa dan hasil belajar yang kemudian dianalisis menggunakan metode regresi linear dengan bantuan SPSS 17.0. Hasil analisis menunjukkan bahwa kedua data berdistribusi normal dan linier. Selanjutnya untuk menguji pengaruh dilakukan dengan uji korelasi dan regresi linear sederhana dengan bantuan SPSS 17.0. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa ada pengaruh scaffolding pada aktivitas siswa menggunakan model penemuan terbimbing terhadap hasil belajar siswa sebesar 30% yang merupakan nilai koefisien determinasi dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,55 yang termasuk dalam kategori sedang dan persamaan regresi

dimana konstanta a dan b merupakan koefisien yang signifikan.

Kata kunci: scaffolding, aktivitas belajar, model penemuan terbimbing, hasil belajar.


(6)

MENGESAIIKAN

1. Tim Penguji

Ketua :

Drs.I

Dewa Putu Nyenen& M.Sc....

Sekretaris

Penguji

Bukan Pembimbing

: Viyanti, S.Pd., M.Pd.

: Dr. Abdurrahman, M.Si.

I tas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

. Bujang Rahman,

\IP

19600315 198503 1003


(7)

Judul Skripsi

Nama Mahasiswa No. Pokok Mahasiswa Program Studi

Jurusan

Fakultas

NrP 19s80603 198303

I

002

PENGARUII PEMBERIAI{ BANTUAN FOLDINEI PADA AKTIVITAS BELAJAR MENGGT]NAKAN

MODEL PENEMUAN TERBIMBING TERIIADAP

HASIL BTLAJAR FISIKA SISWA SMA

@isia

,{rgustina

a9fiazxfi

Pendidikan Fisika PendidikanMIPA

Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUT

l. Komisi Pembimbing

Viyanti, S.Pd, M.Pd.

NrP 19800330200501 2 001

2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

,l

Dr. Caswita, M.Si.

NrP 19671004 199303

I

004 l

li

fl

I

l

l-Y,?

r'

r-f/t//r

\ --r'"Z_\


(8)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah: lSma

\?M

FakultaslJurusan Program Studi Alamat

Trisia Agustina 091,3A22ll0 FKIPIP MIPA

Pendidikan Fisika

Jl. Rajabasa Raya Blok S No. 14 Perumnas Wayhalim

Bandar Lampung

Dffigan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah defrukm rmtuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruffi tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

dnrlis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yattg tertulis dalam acuan naskah

foii dan disebut dalam daftar pustaka

'lrisia Agustina


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ...xviii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis ... 6

1. Scaffolding ... 6

2. Aktivitas Belajar ... 10

3. Model Penemuan Terbimbing ... 14

4. Hasil Belajar ... 17

B.Kerangka Pemikiran ... 21

C.Hipotesis ... 23

III. METODE PENELITIAN A.Waktu dan Tempat Penelitian ... 24

B.Populasi dan Sampel Penelitian ... 24


(10)

xv

D.Variabel Penelitian ... 25

E. Instrumen Penelitian ... 25

F. Data Penelitian ... 26

G. Analisis Instrumen ... 26

1. Uji Validitas ... 26

2. Uji Reliabilitas ... 26

H. Teknik Pengumpulan Data ... 27

1. Data Aktivitas Siswa... 27

2. Data Hasil Belajar ... 30

I. Teknis Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 31

1. Analisis Data ... 31

2. Pengujian Hipotesis ... 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 37

1. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 38

a. Uji Validitas Hasil Belajar ... 38

b. Uji Reliabilitas Hasil Belajar ... 40

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 41

3. Data Hasil Penelitian ... 44

4. Hasil Uji Analisis Data ... 45

a. Hasil Uji Normalitas ... 45

b. Hasil Uji Linearitas ... 46

c. Hasil Uji Korelasi ... 47

d. Hasil Uji Regresi Linear Sederhana ... 48

e. Hasil Uji Hipotesis ... 49


(11)

xvi V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 59 B. Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA


(12)

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat menuntut sumber daya manusia yang berkualitas. Peningkatan sumber daya manusia juga merupakan syarat untuk mencapai tujuan pembangunan, salah satu wahana untuk

meningkatkan sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan yang berkualitas. Sebagai faktor penentu keberhasilan pembangunan, maka kualitas sumber daya manusia harus ditingkatkan melalui berbagai program pendidikan yang

dilaksanakan secara sistematis dan terarah berdasarkan kepentingan yang mengacu pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sebagaimana pendidikan umumnya, kita mengetahui bahwa pendidikan

merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Dimanapun di dunia ini terdapat masyarakat, dan disana pula terdapat pendidikan yang merupakan suatu gejala yang umum dalam setiap kehidupan masyarakat namun perbedaan filsafat dan pandangan hidup yang dianut oleh masing-masing bangsa atau masyarakat menyebabkan adanya perbedaan penyelenggaraan termasuk perbedaan sistem pendidikan tersebut. Dalam pencapaian tujuan pendidikan, pengajaran fisika tidaklah mungkin terlepas dari masalah. Fisika merupakan salah satu pelajaran yang kurang disukai siswa karena dianggap memiliki tingkat


(13)

kesulitan yang tinggi. Selain itu, kurangnya rasa ingin tahu siswa dan sikap kritis terhadap pelajaran fisika menjadi faktor lain yang menyebabkan siswa enggan belajar fisika secara mandiri dan hanya menunggu perintah dari guru untuk belajar. Hal ini berdampak pada rendahnya aktivitas belajar fisika siswa. Dengan kata lain, kurangnya kemandirian belajar siswa terhadap fisika dapat

menyebabkan siswa kurang berkembang dan pasif dalam kegiatan pembelajaran. Rendahnya aktivitas belajar fisika merupakan salah satu faktor yang menyebabkan hasil belajar siswa menjadi rendah. Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa selama proses pembelajaran siswa tampak pasif, aktivitas siswa hanya terbatas pada mendengarkan dan mencatat materi yang disampaikan oleh guru. Belum tampak aktivitas lain seperti berdiskusi, mengemukakan pendapat dan melakukan penyelidikan. Kesulitan-kesulitan tersebut harus segera mendapat penyelesaian secara tuntas sehingga diharapkan siswa dapat menyelesaikan belajarnya secara tuntas atau meminimalkan kesulitan yang dilakukan. Guru telah melakukan beberapa model dalam mengajar, tetapi siswa masih terlihat kurang aktif. Hal tersebut kemungkinan dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti sangat

terbatasnya keterlibatan siswa dalam pembelajaran dan pelajaran yang disampaikan cenderung teoritis dan jarang di kaitkan dengan dunia nyata.

Salah satu upaya yang dilaksanakan oleh peneliti adalah dengan menerapkan scaffolding pada aktivitas belajar siswa dengan menggunakan model penemuan terbimbing. Scaffolding merupakan strategi pembelajaran yang memberikan bantuan (scaffold) kepada siswa dalam memecahkan masalah yang diberikan. Dengan pertolongan orang dewasa, anak dapat melakukan dan memahami lebih


(14)

banyak hal dibandingkan dengan jika anak hanya belajar sendiri. Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat apa yang diterangkan guru, tetapi siswa harus berpartisipasi aktif misalnya bertanya, mengemukakan ide, dan maju kedepan kelas. Jika siswa aktif dalam kegiatan tersebut kemungkinan besar mereka akan dapat mengambil pengalaman-pengalaman tersebut. Sebaliknya jika siswa kurang aktif, maka siswa tidak akan mendapat pengalaman dari belajarnya. Model penemuan terbimbing merupakan suatu model pembelajaran yang

melibatkan aktivitas guru dan siswa secara maksimal. Siswa aktif melakukan penemuan dan guru aktif memberi bimbingan secara bertahap dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan siswa melakukan proses penemuan.yang terpusat pada siswa. Pada model ini peranan guru hanya sebagai fasilitator yang membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru yang diharapkan dapat memengaruhi hasil belajar siswa.

Berdasarkan permasalahan di atas, telah dilakukan penelitian yang berjudul

Pengaruh Pemberian Bantuan (Scaffolding) pada Aktivitas Belajar Menggunakan Model Penemuan Terbimbing Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa SMA.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh pemberian bantuan (scaffolding) pada aktivitas belajar menggunakan model penemuan terbimbing terhadap hasil belajar fisika siswa SMA ?


(15)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengaruh pemberian bantuan (scaffolding) pada aktivitas belajar menggunakan model penemuan terbimbing terhadap hasil belajar fisika siswa SMA ?

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pendidikan dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada dan dapat memberi gambaran mengenai pengaruh scaffolding pada aktivitas belajar terhadap hasil belajar fisika.

2. Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi khususnya kepada para orang tua, konselor sekolah dan guru dalam upaya membimbing dan memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai bantuan yang bisa dimanfaatkan.

3. Meningkatkan kreativitas dan pola pikir siswa dalam proses belajar.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Agar jelas arah penelitian yang dilaksanakan, maka batasan ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Scaffolding atau pemberian bantuan yang diberikan kepada siswa dapat berupa gambar, petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah – masalah kedalam langkah – langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri. Pemberian bantuan ini


(16)

bertujuan agar siswa mampu menyelesaikan masalah-masalah yang diberikan secara mandiri.

2. Aktivitas belajar siswa adalah kegiatan yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran meliputi aspek perilaku siswa yang relevan dengan kegiatan pembelajaran. Aktivitas yang diamati meliputi 2 aspek yaitu: (a) aktivitas siswa dalam melakukan eksperimen didalamnya terdapat visual activities, motor activities, writing activities, dan mental activities, (b) partisipasi siswa dalam pembelajaran didalamnya terdapat listening activities dan oral activities.

3. Model penemuan terbimbing merupakan suatu model pembelajaran dengan langkah-langkahnya sebagai berikut: (a) merumuskan masalah untuk

dipecahkan, (b) siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut, (c) siswa menyusun konjektur (prakiraan), (d) konjektur yang telah dibuat oleh siswa tersebut diatas diperiksa oleh guru, (e) verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya, dan (f) guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah penemuan itu benar.

4. Hasil belajar siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar berupa nilai yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar selama jangka waktu tertentu.

5. Materi yang dibelajarkan dalam penelitian ini adalah materi pokok Suhu dan Kalor

6. Subyek penelitian adalah siswa kelas X8 semester genap SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung.


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis

1. Scaffolding

Pengertian istilah scaffolding berasal dari istilah ilmu teknik sipil yaitu berupa bangunan kerangka sementara atau penyangga (biasanya terbuat dari bambu, kayu, atau batang besi) yang memudahkan pekerja membangun gedung. Metafora ini harus secara jelas dipahami agar kebermaknaan pembelajaran dapat tercapai. Sebagian pakar pendidikan mendefinisikan scaffolding berupa bimbingan yang diberikan oleh seorang pembelajar kepada peserta didik dalam proses

pembelajaran dengan persoalan-persoalan terfokus dan interaksi yang bersifat positif. Scaffolding diartikan ke dalam bahasa Indonesia “perancah”, yaitu bambu (balok dsb) yang dipasang untuk tumpuan ketika hendak mendirikan rumah, membuat tembok, dan sebagainya.

Strategi scaffolding didasarkan pada teori Vygotsky. Menurut Vygotsky dalam Trianto (2010: 76) bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas tersebut berada dalam Zone of Proximal Development (ZPD) yaitu perkembangan sedikit di atas perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada


(18)

umumnya muncul dalam percakapan atau kerjasama antar individu, sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut.

Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky dalam Adinegara (2010:1) yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding. Adinegara menjelaskan

mengenai “gagasan Vigotsky tentang zona perkembangan proksimal ini

mendasari perkembangan teori belajar dan pembelajaran untuk meningkatkan

kualitas dan mengoptimalkan perkembangan kognitif anak”. Beberapa konsep

kunci yang perlu dicatat adalah bahwa perkembangan dan belajar bersifat saling terkait, perkembangan kemampuan seseorang tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, dan sebagai bentuk fundamental dalam belajar adalah partisipasi dalam kegiatan sosial.

Adinegara (2010:1) mengemukakan, ide penting lain yang diturunkan dari Vygotsky adalah scaffolding. Scaffolding berarti memberikan sejumlah besar bantuan kepada seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran kemudian anak tersebut mengambil alih tangung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan,

dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pembelajaran, memberikan contoh ataupun yang lain sehinggga memungkinkan siswa tumbuh mandiri.

Menurut pendapat para ahli diatas, dapat dijelaskan bahwa pendekatan scaffolding perlu digunakan sebagai upaya peningkatan proses belajar mengajar, sehingga siswa memiliki kemampuan dalam memahami konsep materi, sikap positif juga keterampilan. Dalam pelaksanaan pembelajaran scaffolding, siswa akan diberikan


(19)

tugas kompleks, sulit dan pemberian bantuan kepada siswa hanya pada tahap -tahap awal pembelajaran. Kemudian mengurangi bantuan dan memberi

kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya.

Vygotsky dalam Budiningsih (2005:107) menjelaskan bahwa dalam kegiatan pembelajaran hendaknya anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proksimalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang. Guru perlu menyediakan berbagai jenis dan tingkat bantuan (helps / cognitive scaffolding) yang dapat memfasilitasi anak agar mereka dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.

Menurut Wood (2011: 166-167) scaffolding diartikan sebagai dukungan pembelajaran kepada peserta didik untuk membantunya menyelesaikan proses belajar yang tidak dapat diselesaikan sendiri.

Menurut pendapat di atas, scaffolding dapat diartikan memberikan sebuah bantuan untuk menyelesaikan proses belajar yang tidak dapat diselasaikan sendiri oleh peserta didik, peserta didik juga tergantung pada dukungan pembelajaran untuk mendapat pemahaman.

Menurut Ibrahim dan Nur (2000: 19) Vigotsky meyakini bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan mempercayai

perkembangan intelektual siswa. Bruner juga menggunakan konsep scaffolding adalah suatu proses untuk membantu siswa menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan guru, teman atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih.


(20)

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa dukungan terhadap peserta didik dalam menyelesaikan proses belajar dapat berupa keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran, strategi pembelajaran, keragaman model

pembelajaran, bimbingan pengalaman dari pembelajar, fasilitas belajar, dan iklim belajar peserta didik dari orang tua di rumah dan pembelajar di sekolah.

Dukungan belajar yang dimaksud di sini adalah dukungan yang bersifat konkrit dan abstrak sehingga tercipta kebermaknaan proses belajar peserta didik. Di samping penguasaan materi, pembelajar juga dituntut memiliki keragaman model atau strategi pembelajaran, karena tidak ada satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan belajar dari topik-topik yang beragam. Apabila konsep pembelajaran tersebut dipahami oleh para pembelajar, maka upaya mendesain pembelajaran bukan menjadi beban, tetapi menjadi pekerjaan yang menantang.

Menurut Gasong (2007:1) ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan. Pertama, adalah perlunya tatanan kelas dan bentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi disekitar tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing-masing ZPD mereka. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pengajaran menekankan scaffolding, dengan semakin lama siswa semakin

bertanggung jawab terhadap pembelajaran sendiri. Ringkasnya, menurut Vygotsky, siswa perlu belajar dan bekerja secara berkelompok sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan diperlukan bantuan guru terhadap siswa dalam kegiatan pembelajaran.


(21)

Secara umum, Gasong (2007: 1) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran scaffolding dapat dilihat pada tabel berikut 2.1

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Scaffolding Pembelajaran Strategi Scaffolding

a. Menjelaskan materi pembelajaran.

b. Menentukan Zone Of Proximal Development (ZPD) atau level perkembangan siswa

berdasarkan tingkat kognitifnya dengan melihat nilai hasil belajar sebelumnya.

c. Mengelompokkan siswa menurut ZPD-nya.

d. Memberikan tugas belajar berupa soal-soal berjenjang yang berkaitan dengan materi

pembelajaran.

e. Mendorong siswa untuk bekerja dan belajar menyelesaikan soal-soal secara mandiri dengan

berkelompok.

f. Memberikan bantuan berupa bimbingan, motivasi, pemberian contoh, kata kunci atau hal

lain yang dapat memancing siswa ke arah kemandirian belajar.

g. Mengarahkan siswa yang memiliki ZPD yang tinggi untuk membantu siswa yang memilki

ZPD yang rendah.

h. Menyimpulkan pelajaran dan memberikan tugas-tugas.

Dari definisi yang telah dijelaskan di atas dapat dijelaskan bahwa scaffolding merupakan bantuan, dukungan (support) kepada siswa dari orang yang lebih dewasa atau lebih kompeten khususnya guru yang memungkinkan penggunaan fungsi kognitif yang lebih tinggi dan memungkinkan berkembangnya kemampuan belajar sehingga terdapat tingkat penguasaan materi yang lebih tinggi.

2. Aktivitas Belajar

Proses belajar seseorang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah pembelajaran yang digunakan guru dalam kelas, namun aktivitas yang dilakukan oleh siswa itu juga mempengaruhi hasil belajarnya. Aktivitas guru dan siswa ini menggambarkan kadar aktivitas yang dilakukan guru dan siswa selama kegiatan pembelajaran. Aktivitas belajar merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar, dalam belajar perlu ada aktivitas sebab pada


(22)

prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku melalui kegiatan. (Sardiman, 2001: 95).

Peran serta siswa dan guru sangat mendukung terciptanya belajar bermakna, artinya siswa dibimbing, diajar, dilatih mempertanyakan sesuatu dan

menyampaikan hasil yang diperoleh dari belajar yang dialami secara komunikatif (Pannen, 2001: 6). Guru juga sebagai fasilitator untuk membantu siswa agar mampu membangun pengetahuan yang sesuai dengan situasi yang konkret, dengan demikian selain penguasaan bahan yang luas dan mendalam, guru juga dituntut untuk memiliki beragam strategi pembelajaran sehingga dapat

disesuaikan dengan kebutuhan dari situasi siswa dikelas, sehingga siswa mampu mengaitkan antara pengetahuan yang baru dengan yang pernah diperoleh

sebelumnya. Aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar tidak hanya

mengenai aktivitas fisik siswa tetapi juga berkaitan dengan aktivitas mental siswa (Sardiman, 2001:101).

Nasution (2004: 9), membuat suatu daftar kegiatan (aktivitas siswa), antara lain: a. Visual activities seperti membaca, memperhatikan: gambar,

demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain dan sebagainya. b. Oral activities seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi

saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan interview, diskusi, interupsi dan sebagainya.

c. Listening activities seperti mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, dan sebagainya.

d. Writing activities seperti menulis karangan, laporan, tes, angket, menyalin, dan sebagainya.

e. Drawing activities seperti menggambar, membuat grafik, peta program, pola dan sebagainya.

f. Motor activities seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, dan sebagainya.

g. Mental activties seperti menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan, dan sebagainya.


(23)

h. Emotional activities seperti menaruh minat, gembira, berani, tenang, dan sebagainya.

Berdasarkan pengertian aktivitas belajar diatas dapat dijelaskan bahwa aktivitas belajar merupakan kegiatan belajar yang harus dilaksanakan dengan giat, rajin, selalu berusaha dengan sungguh-sungguh melibatkan fisik maupun mental secara optimal yang meliputi Visual activities, Oral activities, Listening activities, Writing activities, Drawing activities, Motor activities, dan Emotional activities agar mendapat prestasi yang gemilang.

Aktivitas belajar seperti diatas dapat dialami seorang siswa disekolah maupun pada waktu belajar dirumah. Bentuk aktivitas belajar yang lain adalah diskusi diantara teman, mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru, dan lain sebagainya dimana semua aktivitas itu bertujuan untuk memberikan peran aktif kepada siswa dalam proses pembelajarannya. Oleh sebab itu, besar harapannya seorang siswa yang benar-benar aktif akan memperoleh hasil belajar yang baik. Kegiatan pembelajaran yang melibatkan siswa untuk aktif dalam pembelajaran akan berdampak baik pada hasil belajarnya. Seperti yang dikemukakan oleh Djamarah (2000: 67) bahwa belajar sambil melakukan aktivitas lebih banyak mendatangkan hasil bagi anak didik, sebab kesan yang didapatkan oleh anak didik lebih tahan lama tersimpan didalam benak anak didik. Sedangkan John dalam Dimyati (2002: 44) mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka insiatif harus datang dari siswa sendiri, guru sekedar pembimbing dan pengarah.


(24)

Hamalik (2002: 171) mengatakan bahwa pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan

aktivitas sendiri. Di lain pihak, Rohani (2004: 96) menyatakan bahwa belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivititas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik ialah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan, membuat suatu bermain atau bekerja, tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Kegiatan fisik tersebut sebagai kegiatan yang tampak, yaitu pada saat peserta didik melakukan percobaan, membuat konstruksi model dan lain-lain. Sedangkan peserta yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) terjadi jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam pengajaran. Peserta didik mendengarkan, mengamati, menyelidiki, mengingat, dan sebagainya. Kegiatan psikis tersebut tampak bila ia sedang mengamati dengan teliti, memecahkan persoalan, mengambil keputusan, dan sebagainya.

Berdasarkan beberapa pandangan diatas, jelas bahwa dalam aktivitas belajar merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa selama proses pembelajaran. Dengan melakukan berbagai aktivitas dalam kegiatan pembelajaran diharapkan siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri tentang konsep-konsep pembelajaran dengan bantuan guru. Subjek didik atau siswa harus aktif berbuat. Dengan kata lain, bahwa dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas. Tanpa aktivitas, belajar tidak akan berlangsung dengan baik.


(25)

3. Model Penemuan Terbimbing

Encyclopedia Education Research mendefinisikan bahwa penemuan merupakan suatu strategi yang unik dapat dibeikan bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk mengajarkan keterampilan menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. (Suryosubroto, 2002:4) Dalam model pembelajaran penemuan terbimbing, menempatkan guru sebagai fasilitator, guru membimbing siswa dimana ia diperlukan. Dalam model ini, siswa didorong untuk berpikir sendiri, menganalisis sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang telah disediakan oleh guru. Menurut Hamalik (2002: 136) untuk melaksanakan guide discovery guru harus memiliki sejumlah kompetensi dan tingkah laku yang diamati, yaitu: (a) mengorganisasikan satuan fisik dalam daerah pengajaran agar mendorong timbulnya urutan ide-ide pada diri siswa yang terlibat dalam belajar, (b) membantu siswa memperjelas peranan-peranan yang perlu dilakukan melalui pembahasan bersama atau diskusi, (c) memberi siswa kesempatan melakukan pengumpulan dan pengguna-an data secara aktif dalam menganalisis data, (d) mendengarkan dan menyediakan pemahaman belajar yang memungkinkan siswa mengembangkan respon-responnya sendiri, (e) memberikan sambutan secara tegas dan akurat berdasarkan data dan informasi kepada siswa yang bertanya dan memerlukan bantuan dalam pembelajaran, (f) membimbing siswa menganalisis sendiri konversasi dan eksplorasi dengan bantuan secara terbatas, dan (g) mengajarkan ketrampilan belajar sesuai dengan kebutuhan siswa.


(26)

Dari pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa model penemuan terbimbing adalah suatu model dimana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswa untuk menemukan sendiri informasi yang telah ada dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat dengan diskusi dan mencoba sendiri memecahkan masalah.

Markaban (2006:15) juga menyatakan bahwa dalam model penemuan terbimbing peran siswa cukup besar, karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru, melainkan pada siswa. Agar pelaksanaan model pembelajaran penemuan terbimbing ini berjalan dengan efektif, beberapa langkah yang mesti ditempuh oleh guru adalah sebagai berikut: (a) merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, (b) siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut, (c) siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya, (d) konjektur yang telah dibuat oleh siswa tersebut diatas diperiksa oleh guru, (e) apabila telah diperoleh

kepastian tentang kebenaran konjektur, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya, (f) setelah siswa menemukan apa yang dicari hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah penemuan itu benar.

Dari pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa model penemuan terbimbing adalah suatu model mengajar dimana siswa diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri atau secara terbimbing siswa menemukan fakta atau relasi IPA Fisika seperti dasar-dasar, macam, hubungan, sifat atau ciri-ciri tertentu.


(27)

Menurut Krismanto (2003: 4), dalam menggunakan model penemuan terbimbing, peranan guru adalah menyatakan persoalan, kemudian membimbing siswa untuk menemukan penyelesaian dari persoalan, kemudan membimbing siswa untuk menemukan penyelesaian dari persoalan itu dengan perintah-perintah atau lembar kerja. Dimana lembar kerja siswa dibimbing menemukan konsep terutama prinsip (rumus, sifat) dan penyusunan lembar kerja ini biasanya diawali dari guru

menyiapkan secara lengkap tahap demi tahap dalam menjelaskan adanya suatu sifat prinsif atau rumus.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa model penemuan terbimbing adalah suatu model pembelajaran yang menghendaki siswa

menemukan ide-ide misalnya: aturan, pola, hubungan, atau cara menyelesaikan suatu masalah melalui keterlibatannya secara aktif dalam pembelajaran yang didasarkan pada serentetan pengalaman-pengalaman belajar yang lampau.

Keterlibatan secara aktif dapat berupa kegiatan mengadakan percobaan/penemuan sebelum membuat kesimpulan, atau memanipulasi, membuat struktur, dan

mentransfer informasi sehingga menemukan informasi baru yang berupa kebenaran. Selama proses penemuan, siswa mendapat bimbingan guru baik berupa petunjuk secara lisan maupun petunjuk tertulis yang dituangkan dalam bentuk lembar kerja siswa. Guru menciptakan lingkungan atau cara yang memungkinkan siswa melakukan penyelidikan dan menemukan sesuatu.

Pemberian bimbingan dimaksudkan untuk membangkitkan perhatian pada tugas yang sedang dihadapi, mengurangi pemborosan waktu, dan menghindari


(28)

Dari beberapa pendapat diatas, tentang langkah-langkah pembelajaran penemuan terbimbing, langkah-langkah yang dikembangkan oleh peneliti adalah pendapat Markaban (2006:15). Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

(a) merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data

secukupnya, (b) siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini bimbingan sebaiknya melalui pertanyaan-pertanyaan atau LKS, (c) siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya, (d) konjektur yang telah dibuat oleh siswa tersebut diatas diperiksa oleh guru, (e) apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya, dan (f) setelah siswa menemukan apa yang dicari hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah penemuan itu benar.

4. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan suatu hal yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu materi yang disampaikan. Hasil belajar siswa diperoleh setelah berakhirnya proses pembelajaran. Proses belajar terjadi setelah siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Menurut Gagne dalam Dimyati (2002:10) belajar terdiri dari tiga komponen penting yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar. Menurut Sukardi (2008: 2) hasil belajar merupakan pencapaian pertumbuhan siswa dalam proses belajar mengajar. Pencapaian belajar ini dapat dievaluasi dengan menggunakan pengukuran. Hal ini berarti hasil belajar diperoleh setelah melakukan kegiatan pembelajaran. Hasil


(29)

belajar dapat ditunjukkan dengan huruf atau kata atau simbol setelah siswa tersebut melakukan kegiatan pembelajaran. Hasil belajar ini merupakan suatu ukuran bahwa siswa tersebut sudah melakukan kegiatan pembelajaran. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 3) berpendapat bahwa:

Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi dari tindak belajar dan tindak mengajar. Bagi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya puncak proses belajar. Sedangkan dari sisi guru hasil belajar merupakan suatu pencapaian tujuan pengajaran.

Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Sebagaimana pendapat Djamarah dan Zain (2006:1) bahwa interaksi antara guru dengan anak didik pada kegiatan belajar mengajar, diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Tujuan pembelajaran sesungguhnya adalah sejauh mana tingkat keberhasilan belajar yang diperoleh siswa. Sehingga, dapat dikatakan bahwa hasil belajar adalah representasi proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.

Keberhasilan proses belajar yang dilakukan dapat diukur dengan tolak ukur hasil belajar yang diperoleh oleh siswa. Hal tersebut didukung oleh pendapat Djamarah dan Zain (2006 : 107):

Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar, dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan akhir atau puncak dari proses belajar. Akhir dari kegiatan inilah yang menjadi tolak ukur tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar.

Siswa dengan kemampuan analisis mampu memecahkan suatu permasalahan teori tertentu dengan menganalisis pengetahuan yang dilambangkan dengan kata-kata menjadi gagasan-gagasan untuk dikonstruk.


(30)

Bagi siswa, bukti hasil belajar dapat diperoleh setelah tes dilakukan. Hal tersebut didukung oleh pendapat Hamalik (2002: 19):

Hasil belajar merupakan suatu kemampuan yang didapat dari kegiatan belajar yang merupakan kegiatan kompleks. Dengan memiliki hasil belajar, seseorang akan mampu mengartikan dan menganalisis ilmu pengetahuan yang dilambangkan dengan kata-kata menjadi suatu buah pikiran dalam memecahkan suatu permasalahan tertentu.

Menurut Kingsley dalam Indra (2009: 1) membagi hasil belajar, yaitu:

(a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, serta (c) sikap dan cita-cita.

Pendapat dari Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut.

Ada tiga taksonomi yang dipakai untuk mempelajari jenis perilaku dan

kemampuan internal akibat belajar. Menurut Bloom dalam Sukardi (2008: 75), yaitu: (a) ranah kognitif yang terdiri dari enam jenis prilaku, yaitu: pengetahuan pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi, (b) ranah afektif yang terdiri dari lima prilaku, yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup, serta (c) ranah psikomotor yang terdiri dari tujuh prilaku, yaitu persepi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian gerakan dan kreativitas.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang telah diperoleh setelah siswa menerima pengetahuan dari


(31)

pembelajaran yang telah dilaksanakan. Selain itu, hasil belajar mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam penelitian ini, dari tiga ranah yang ada pada hasil belajar akan diambil satu ranah saja yaitu pada ranah kognitif.

Hasil belajar yang diidentifikasi dalam hal ini adalah semua ranah yang ada. Dalam kaitan ini Sodjarto dalam Abdullah ( 2007: 5) mengemukakan pula bahwa hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti program pembelajaran.

Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat dikatakan bahwa hasil belajar

merupakan hasil yang diperoleh setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Hasil belajar menunjukkan berhasil tidaknya suatu kegiatan pembelajaran yang dicerminkan melalui angka atau skor setelah melakukan tes maupun non tes. Kriteria hasil belajar siswa pada penelitian ini menggunakan kriteria dari Arikunto seperti pada Tabel 2.3

Tabel 2.2 Kriteria hasil belajar siswa

Nilai Siswa Kualifikasi Nilai

80,1 – 100 Tinggi

60,1 - 80 Sangat Tinggi

40,1 - 60 Sedang

20,1 - 40 Rendah

0,0 - 20 Sangat Rendah


(32)

B. Kerangka Pemikiran

Keberhasilan siswa dalam mencapai suatu hasil belajar sangat ditentukan oleh pembelajaran yang diterapkan oleh guru di dalam kelas. Pembelajaran tersebut tentu saja harus ada interaksi timbal balik antara siswa dengan guru , siswa dengan siswa dan interaksi antara siswa dengan sumber belajar. Interaksi yang baik juga menghendaki suasana pembelajaran yang tidak membosankan dan memicu keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga hasil belajarnya baik pula.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menerapkan scaffolding pada interaksi siswa dalam pembelajaran. Interaksi timbal balik antara siswa dengan guru terjadi ketika guru memberikan tugas kepada siswa, kemudian siswa berdiskusi, mencari, menemukan dan memutuskan jawabannya secara individual dan didiskusikan dalam kelompoknya. Guru disini hanya berfungsi sebagai

fasilitator yang bertugas membimbing dan mengarahkan siswa di dalam kelompok belajarnya. Sesuai dengan teori scaffolding, guru memberikan bantuan pada awal-awal penyelesaian tugas untuk memancing kemandirian siswa yang selanjutnya tugas tersebut akan diambil alih oleh siswa dan menjadi tanggung jawab siswa sepenuhnya.

Dalam interaksi sosial dikelas, ketika terjadi saling tukar pendapat antar siswa dalam memecahkan suatu masalah, siswa yang lebih pandai memberi bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan berupa petunjuk bagaimana cara

memecahkan masalah tersebut, maka terjadi scaffolding. Siswa yang mengalami kesulitan tersebut terbantu oleh teman yang lebih pandai. Ketika guru membantu


(33)

secukupnya kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya, maka terjadi scaffolding.

Wujud interaksi antara siswa dengan sumber belajar dapat bermacam macam. Siswa harus secara aktif melakukan interaksi dengan berbagai sumber belajar. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar hanya mungkin terjadi jika ada interaksi antara siswa dengan sumber sumber belajar. Inilah yang seharusnya diusahakan oleh setiap pengajar dalam kegiatan pembelajaran. Peran guru adalah menyediakan, menunjukkan, membimbing dan memotivasi siswa agar mereka dapat berinteraksi dengan berbagai sumber belajar yang ada.

Cara semacam ini dapat membantu siswa untuk dapat berperan aktif dan dapat mengembangkan rasa ingin tahu serta terhadap suatu permasalahan. Semakin besar peran aktif siswa dalam berbagai kegiatan diskusi, akan mempengaruhi hasil belajar fisika yang baik pula.

Model pembelajaran yang digunakan hendaknya senantiasa merangsang siswa untuk berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran sehingga turut meningkatkan hasil belajar fisika siswa. Pembelajaran penemuan terbimbing merupakan salah satu bagian dari pembelajaran penemuan yang banyak melibatkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar, namun dalam proses penemuan siswa mendapat bantuan atau bimbingan dari guru, agar mereka lebih terarah sehingga baik proses pelaksanaan pembelajaran maupun tujuan yang dicapai terlaksana dengan baik. Bimbingan yang dimaksud adalah memberikan bantuan agar siswa dapat

memahami tujuan kegiatan yang dilakukan dan berupa arahan prosedur kerja yang perlu dilakukan dalam kegiatan pembelajaran.


(34)

Pada penelitian ini terdapat tiga bentuk variabel yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variable moderator. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah aktivitas belajar dengan pemberian bantuan (scaffolding) ( X), variabel terikatnya adalah hasil belajar fisika siswa (Y), sedangkan variabel moderatornya adalah model pembelajaran penemuan terbimbing (M).

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, maka dapat dijelaskan dengan paradigma pemikiran seperti berikut ini:

M

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Keterangan : X = Aktivitas belajar dengan scaffolding Y = Hasil belajar fisika siswa

M = Model pembelajaran penemuan terbimbing

C. Hipotesis

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah:

Ada Pengaruh Pemberian Bantuan (Scaffolding) pada Menggunakan Model Penemuan Terbimbing Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa SMA .

Y X


(35)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013 pada bulan April 2013 di SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X semester genap SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung pada tahun pelajaran 2012/2013. Teknik

pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu, kemudian yang terambil sebagai sampel dalam penelitian. Berdasarkan populasi yang terdiri dari 8 kelas diambil 1 kelas berdasarkan pertimbangan peneliti sebagai sampel. Sampel yang diperoleh adalah kelas X8 yang terdiri dari 35 siswa.

C. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan desain one-shot case study. Pada desain ini, terdapat suatu kelompok yang diberi perlakuan dan posttest setelah diberikan perlakuan. Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat karena dapat mengetahui pengaruh dari perlakuan tersebut.


(36)

Secara bagan desain penelitian yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Desain One shot case study Keterangan :

X : Aktivitas Belajar Menggunakan Pemberian Bantuan (scaffolding) O : Posstest Hasil Belajar

(Sugiyono, 2010: 110) D. Variabel Penelitian

Adapun variabel dalam penelitian ini antara lain variabel bebas adalah aktivitas belajar dengan scaffolding (X), variabel terikat adalah hasil belajar (Y), dan variabel moderatornya adalah model pembelajaran penemuan terbimbing (M). E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah: 1. Lembar observasi aktivitas siswa

Lembar observasi aktivitas siswa berupa seluruh kegiatan dan aktualisasi yang dilakukan oleh siswa selama pembelajaran berlangsung.

2. Lembar tes soal hasil akhir untuk mengetahui hasil belajar siswa yang berbentuk soal essay.


(37)

F. Data Penelitian

Data yang diperoleh adalah data primer berupa data kuantitatif dan kualitatif yang bersumber dari siswa dan tim peneliti, terdiri dari:

1. Data lembar observasi aktivitas siswa 2. Data soal hasil belajar

G. Analisis Instrumen 1. Uji Validitas

Instrumen atau alat untuk mengevaluasi harus valid agar data yang diperoleh juga valid. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (ketepatan). Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium. Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan kriterium uji bila correlated item-total correlation lebih besar dibandingkan dengan 0,33 maka data merupakan construct yang kuat (valid).

2. Uji Reliabilitas

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Untuk mencapai hal tersebut, dilakukan uji


(38)

reliabilitas dengan menggunakan SPSS 17.0 dengan model Alpha Cronbach’s yang diukur berdasarkan skala Alpha Cronbach’s 0 sampai 1. Kuesioner

dinyatakan reliabel jika mempunyai nilai koefisien alpha, maka digunakan ukuran kemantapan alpha yang diinterprestasikan sesuai dengan pendapat Sayuti dalam Saputri (2010:30) yang diinterpretasikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Koefisien Alpha Croconbach’s

Alpha Cronbach’s Keterangan

0,00 - 0,20 Kurang Reliabel

0,21 - 0,40 Agak Reliabel

0,41 - 0,60 Cukup Reliabel

0,61 - 0,80 Reliabel

0,81 - 1,00 Sangat Reliabel

H. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Aktivitas Siswa

Observasi dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran berlangsung. Aktivitas yang diamati meliputi 2 aspek yaitu:

A. Aktivitas siswa dalam melakukan eksperimen didalamnya terdapat visual activities, motor activities, writing activities, dan mental activities.

B. Partisipasi siswa dalam pembelajaran didalamnya terdapat listening activities dan oral activities.

Data aktivitas diambil dari lembar observasi aktivitas siswa dengan cara memberi angka 1, 2, 3, 4 untuk setiap indikator aspek yang teramati. Aspek aktivitas yang


(39)

diamati berupa perilaku siswa yang relevan saat pembelajaran dan mencakup ranah efektif dan psikomotorik, penjabarannya sebagai berikut:

A. Aktivitas siswa dalam melakukan eksperimen Indikator:

1. Aktivitas siswa dalam merangkai alat percobaan (motor activities). Deskriptor:

a. Merangkai alat sesuai dengan prosedur, teliti dan tepat waktu diberi skor 4.

b. Merangkai alat sesuai dengan prosedur, teliti tapi tidak tepat waktu diberi skor 3.

c. Merangkai alat sesuai dengan prosedur, tapi kurang teliti diberi skor 2. d. Merangkai alat tidak sesuai dengan prosedur diberi skor 1.

2. Aktivitas siswa dalam menggunakan alat-alat percobaan (visual activities). Deskriptor:

a. Sesuai dengan fungsi dan cara kerja hati-hati dalam menggunakan alat.diberi skor 4.

b. Sesuai dengan fungsi dan cara kerja kurang hati-hati dalam menggunakan alat diberi skor 3.

c. Sesuai dengan fungsi dan cara kerja tidak hati-hati dalam menggunakan.alat diberi skor 2.

d. Tidak sesuai dengan fungsi dan cara kerja tidak hati-hati dalam menggunakan alat diberi skor 1.


(40)

3. Aktivitas siswa dalam mengambil data hasil percobaan (writing.activities). Deskriptor:

a. Mengambil data dengan benar, tepat dan teliti diberi skor 4. b. Mengambil data dengan benar, teliti tapi tidak tepat diberi skor 3. c. Mengambil data dengan benar, tapi kurang teliti diberi skor 2. d. Tidak benar dalam mengambil data diberi skor 1.

4. Aktivitas siswa dalam menarik kesimpulan (mental activities). Deskriptor:

a. Kalimatnya logis, jelas dan benar diberi skor 4. b. Kalimatnya logis tapi kurang jelas diberi skor 3. c. Kalimatnya logis tapi tidak benar diberi skor 2. d. Kalimatnya tidak logis dan kurang jelas diberi skor 1. B. Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran

Indikator:

1. Interaksi siswa dalam menerima materi selama proses pembelajaran (listening activities).

Deskriptor:

a. Memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru, mengikuti petunjuk guru dan berinteraksi dengan teman secara baik diberi skor 4.

b. Memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru, mengikuti petunjuk guru tapi kurang berinteraksi dengan teman secara baik diberi skor 3. c. Memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru, mengikuti petunjuk


(41)

d. Tidak memperhatikan dan tidak mengikuti petunjuk guru diberi skor 1 2. Interaksi siswa dalam kelompok (oral activities).

Deskriptor:

a. Berdiskusi, bekerja sama dengan baik dan menghargai pendapat teman diberi skor 4.

b. Berdiskusi, bekerja sama dengan baik tapi kurang menghargai pendapat teman diberi skor 3.

c. Berdiskusi, bekerja sama dengan baik tapi tidak menghargai pendapat teman diberi skor 2.

d. Tidak melakukan diskusi diberi skor 1. 2. Data Hasil Belajar

Tes diberikan kepada siswa pada akhir pembelajaran untuk mendapatkan data hasil belajar fisika siswa, dengan memberikan tes berupa soal essay. Dengan tes bentuk essay ini maka akan menuntut kemampuan siswa untuk dapat

mengorganisir, menginterprestasikan, menghubungkan pengertian-pengertian yang telah dimiliki, sehingga sangat cocok untuk menguji hasil belajar fisika siswa. Hasil data tes tersebut ditulis dalam bentuk tabel.


(42)

I. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Analisis Data

Teknik analisis data pada penelitian ini adalah : a. Data Aktivitas Siswa

Data ini diambil setiap pertemuan dengan menggunakan lembar observasi terhadap aktivitas siswa.

Data aktivitas dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

a. Skor yang diperoleh dari masing-masing siswa adalah skor dari setiap aspek aktivitas.

b. Presentase dari tiap siswa diperoleh dengan rumus: Aktivitas siswa =

c. Nilai aktivitas setiap siswa = aktivitas (dihilangkan ) Nilai rata-rata aktivitas siswa diperoleh dengan rumus:

Rata-rata aktivitas siswa = ∑

Selanjutnya menentukan kategori hasil belajar siswa disajikan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Kategori Aktivitas Belajar

Nilai Kategori

90 - 100

75 - 90 50 - 75 < 50

Sangat aktif Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif


(43)

b. Data Hasil Belajar Siswa

Data ini diambil dengan menggunakan lembar pengumpulan data hasil belajar siswa berupa soal tes kemampuan hasil belajar fisika siswa yang berbentuk soal essay

Proses analisis untuk hasil belajar siswa adalah sebagai berikut:

a) Skor yang diperoleh dari masing-masing siswa adalah jumlah skor dari tiap soal.

b) Presentase pencapaian hasil belajar siswa diperoleh dengan rumus: Pencapaian Hasil Belajar =

Nilai hasil belajar siswa adalah:

Nilai hasil belajar siswa = hasil belajar siswa (dihilangkan ) c) Nilai rata-rata hasil belajar siswa diperoleh dengan rumus:

Rata-rata Hasil Belajar Siswa = ∑

Adapun kategori hasil belajar siswa disajikan pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Kategori Hasil Belajar

Nilai Kategori

80,1-100 60,1- 80 40,1- 60 20,1- 40 0,0- 20

Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah


(44)

2. Pengujian Hipotesis

Data hasil penelitian dianalisis dengan melakukan uji sebagai berikut: a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan terhadap hasil tes akhir dari hasil data aktivitas belajar belajar dan data hasil belajar siswa, menggunakan program komputer. Pada penelitian ini uji normalitas digunakan dengan uji kolmogorov smirnov. Dasar dari pengambilan keputusan uji normalitas, dihitung menggunakan program komputer dengan metode kolmogorov smirnov berdasarkan pada besaran probabilitas atau nilai signifikasi. Caranya adalah menentukan terlebih dahulu hipotesis pengujiannya yaitu:

O

H : data terdistribusi secara normal

1

H : data tidak terdistribusi secara normal Pedoman pengambilan keputusan:

1. Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka distribusinya adalah tidak normal.

2. Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka distribusinya adalah normal.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear. Pengujian dilakukan


(45)

dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan metode Test for Linearity pada taraf signifikan 0,05. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (Linearity) < 0,05. (Priyatno, 2010: 73)

c. Uji Korelasi

Jika data berdistibusi normal, maka untuk menguji hipotesis dapat digunakan uji Korelasi Product-Moment, dengan menggunakan persamaan berikut ini:

∑ ∑ ∑

√{ ∑ ∑ }{ ∑ ∑ }

(Sugiyono, 2010: 255) Ketentuannya bila rhitung lebih kecil dari rtabel, maka Ho diterima, dan H1 ditolak. Tetapi sebaliknya bila rhitung lebih besar dari rtabel (rh > rt) maka H1 diterima. (Sugiyono, 2010: 261)

Pada penelitian ini, untuk memudahkan dalam menguji hubungan antara variabel dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan uji Korelasi

Bivariate jika data berdistribusi normal. Namun jika tidak berdistribusi normal, dapat menggunakan Korelasi Rho Spearman.

Untuk dapat memberi interpretasi terhadap kuatnya hubungan itu, maka dapat digunakan pedoman seperti pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Tingkat hubungan berdasarkan interval korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan


(46)

Lanjutan Tabel 3.4 Tingkat hubungan berdasarkan interval korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000

Rendah Sedang Kuat Sangat Kuat

(Sugiyono, 2010: 257) Analisis korelasi dapat dilanjutkan dengan menghitung koefisien determinasi, dengan cara mengkuadratkan koefisien yang ditemukan, untuk melihat pengaruh dalam bentuk persentase.

d. Uji Regresi Linier Sederhana

Uji regresi linier sederhana dilakukan untuk menghitung persamaan regresinya. Dengan menghitung persamaan regresinya maka dapat diprediksi seberapa tinggi nilai variabel terikat jika nilai variabel bebas diubah-ubah serta untuk mengetahui arah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat apakah positif atau negatif.

Dengan:

∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑

(Priyatno, 2010: 55) Untuk memudahkan dalam menguji hubungan antara variabel dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan uji Reggression Linear.


(47)

e. Uji Hipotesis

Adapun hipotesis penelitian yang akan diuji adalah sebagai berikut

Ho : Tidak Ada Pengaruh Pemberian Bantuan (Scaffolding) pada Aktivitas Belajar Menggunakan Model Penemuan Terbimbing Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa.

H1 : Ada Pengaruh Pemberian Bantuan (Scaffolding) pada Aktivitas Belajar Menggunakan Model Penemuan Terbimbing Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa.

Kriteria pengujian:

Jika rhitung lebih kecil dari rtabel, maka Ho diterima, dan H1 ditolak,dan jika rhitung lebih besar dari rtabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima.

Berdasarkan tingkat signifikansi: Jika nilai sig > (0,05) maka terima H0 Jika nilai sig < (0,05) maka tolak H0


(48)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

Ada pengaruh strategi scaffolding pada aktivitas siswa terhadap hasil belajar siswa dengan model penemuan terbimbing yaitu sebesar 30% yang merupakan nilai koefisien determinasi dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,55 yang termasuk dalam kategori sedang dan persamaan regresi .

B.Saran

Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk memperoleh hasil yang lebih komprehensif, maka peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Bagi guru, pembelajaran scaffolding pada aktivitas siswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran fisika yang dikombinasikan dengan berbagai model atau metode pembelajaran lainnya guna mencapai hasil belajar yang optimal.

2. Bagi sekolah, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam penerapan strategi pembelajaran di SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung karena pembelajaran menggunakan strategi scaffolding dapat membantu siswa untuk aktif dalam pembelajaran sehingga dapat mempengaruhi hasil belajar.


(49)

60 3. Bagi peneliti, diharapkan peneliti berikutnya dapat melakukan penelitian

menggunakan strategi scaffolding dengan materi lain dan tidak hanya mengukur variabel hasil belajar dan aktivitas belajar siswa saja.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. 2007. IPA Terpadu Untuk SMP dan MTS. Jakarta: Esis

Adinegara. 2010. Vygotskian Perspective: Proses Scaffolding untuk Mencapai Zone of Proximal Development (ZPD). [On line] tersedia: Error!

Hyperlink reference not valid. Maret 2010.

Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Dimyati. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Djamarah, B.S. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Djamarah dan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Fajrin, Rizki Amalia. 2011. Penerapan Pendekatan Pembelajaran Scaffolding

pada Mata Pelajaran Ekonomi Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sma Brawijaya Smart School Malang (Studi Kasus pada Siswa Kelas X-5 SMA Brawijaya Smart School Malang). Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: FE Universitas Negeri Malang.

Gasong, D. 2007. Model Pemelajaran Konstruktivistik Sebagai Alternatif Mengatasi Masalah Pembelajaran. [On line] tersedia:

http://www.muhfida.com/konstruktivistik.doc. Diunduh 5 November 2012.

Hamalik, Oemar. 2002. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Ibrahim dan Nur. 2000. Model-model Pembelajaran Mengembangkan


(51)

http://indramunawar.blogspot.com/2009/06/hasil-belajar-pengertian-dan-definisi.html.Diunduh pada 09/01/2012.

Krismanto, Al. 2003. Beberapa Teknik, Model, dan Strategi dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika.

Markaban. (2006). Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Matematika.

Masruroh, Rahmawati. 2009. Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Dengan Strategi Scaffolding dan Problem Based Learning Ditinjau Dari Aktivitas Siswa. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: FE Universitas Negeri Malang. Nasution, S. 2004. Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

Pannen, Paulina dkk. 2001. Knstruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisis Statistik Data dengan SPSS. Yogyakarta:

Media Kom.

Putra, Bayu Permana. 2009. Penerapan Pembelajaran dengan Pendekatan

Scaffolding pada Pembelajaran Ekonomi untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X-2 SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: FE Universitas Negeri Malang.

Rohani HM, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarata: Rineka Cipta. Saputri, Novika. 2010. Pengaruh Fasilitas di Rumah dan Motivasi Belajar pada

Pembelajaran Fisika. Jakarta: Bumi Aksara.

Sardiman, A.M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar: Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sukardi, H.M. 2008. Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara.

Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarata: Rineka Cipta.


(52)

Yogyakarta: Dirjen Dikdasmen PPPG Matematika.

Wood. 2011. Penerapan Strategi Scaffolding. FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. [On line ]: http://file.upi, 17/3/2012.


(1)

36 e. Uji Hipotesis

Adapun hipotesis penelitian yang akan diuji adalah sebagai berikut

Ho : Tidak Ada Pengaruh Pemberian Bantuan (Scaffolding) pada Aktivitas Belajar Menggunakan Model Penemuan Terbimbing Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa.

H1 : Ada Pengaruh Pemberian Bantuan (Scaffolding) pada Aktivitas Belajar Menggunakan Model Penemuan Terbimbing Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa.

Kriteria pengujian:

Jika rhitung lebih kecil dari rtabel, maka Ho diterima, dan H1 ditolak,dan jika rhitung lebih besar dari rtabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima.

Berdasarkan tingkat signifikansi: Jika nilai sig > (0,05) maka terima H0 Jika nilai sig < (0,05) maka tolak H0


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

Ada pengaruh strategi scaffolding pada aktivitas siswa terhadap hasil belajar siswa dengan model penemuan terbimbing yaitu sebesar 30% yang merupakan nilai koefisien determinasi dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,55 yang termasuk dalam kategori sedang dan persamaan regresi .

B.Saran

Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk memperoleh hasil yang lebih komprehensif, maka peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Bagi guru, pembelajaran scaffolding pada aktivitas siswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran fisika yang dikombinasikan dengan berbagai model atau metode pembelajaran lainnya guna mencapai hasil belajar yang optimal.

2. Bagi sekolah, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam penerapan strategi pembelajaran di SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung karena pembelajaran menggunakan strategi scaffolding dapat membantu siswa untuk aktif dalam pembelajaran sehingga dapat mempengaruhi hasil belajar.


(3)

60 3. Bagi peneliti, diharapkan peneliti berikutnya dapat melakukan penelitian

menggunakan strategi scaffolding dengan materi lain dan tidak hanya mengukur variabel hasil belajar dan aktivitas belajar siswa saja.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. 2007. IPA Terpadu Untuk SMP dan MTS. Jakarta: Esis

Adinegara. 2010. Vygotskian Perspective: Proses Scaffolding untuk Mencapai Zone of Proximal Development (ZPD). [On line] tersedia: Error!

Hyperlink reference not valid. Maret 2010.

Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Dimyati. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Djamarah, B.S. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Djamarah dan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Fajrin, Rizki Amalia. 2011. Penerapan Pendekatan Pembelajaran Scaffolding

pada Mata Pelajaran Ekonomi Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sma Brawijaya Smart School Malang (Studi Kasus pada Siswa Kelas X-5 SMA Brawijaya Smart School Malang). Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: FE Universitas Negeri Malang.

Gasong, D. 2007. Model Pemelajaran Konstruktivistik Sebagai Alternatif Mengatasi Masalah Pembelajaran. [On line] tersedia:

http://www.muhfida.com/konstruktivistik.doc. Diunduh 5 November 2012.

Hamalik, Oemar. 2002. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Ibrahim dan Nur. 2000. Model-model Pembelajaran Mengembangkan


(5)

Indra. 2009. Pengertian Hasil Belajar. [On line] tersedia

http://indramunawar.blogspot.com/2009/06/hasil-belajar-pengertian-dan-definisi.html.Diunduh pada 09/01/2012.

Krismanto, Al. 2003. Beberapa Teknik, Model, dan Strategi dalamPembelajaran

Matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika.

Markaban. (2006). Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan

Penemuan Terbimbing. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional,

Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Matematika.

Masruroh, Rahmawati. 2009. Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Dengan Strategi Scaffolding dan Problem Based Learning Ditinjau Dari Aktivitas Siswa. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: FE Universitas Negeri Malang. Nasution, S. 2004. Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

Pannen, Paulina dkk. 2001. Knstruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisis Statistik Data dengan SPSS. Yogyakarta:

Media Kom.

Putra, Bayu Permana. 2009. Penerapan Pembelajaran dengan Pendekatan

Scaffolding pada Pembelajaran Ekonomi untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X-2 SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: FE Universitas Negeri Malang.

Rohani HM, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarata: Rineka Cipta. Saputri, Novika. 2010. Pengaruh Fasilitas di Rumah dan Motivasi Belajar pada

Pembelajaran Fisika. Jakarta: Bumi Aksara.

Sardiman, A.M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar: Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sukardi, H.M. 2008. Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara.

Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarata: Rineka Cipta.


(6)

Widdiharto, Rahmadi. 2004. Model-Model Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: Dirjen Dikdasmen PPPG Matematika.

Wood. 2011. Penerapan Strategi Scaffolding. FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. [On line ]: http://file.upi, 17/3/2012.