175 BAB IV
PKL DI TENGAH PEMBANGUNAN KOTA SEMARANG
Dalam bagian ini akan dijelaskan tentang pembangunan kota Semarang baik secara fisik maupun nonfisik dan
bagaimana posisi pedagang kaki lima PKL di tengah-tengah hiruk pikuk pembangunan kota Semarang, khususnya
pembangunan infrastruktur kota yang diawali dari masa kepemimpinan
walikota Soekawi
Soetarip hingga
kepemimpinan Soemarno
HS. Sebelum
dideskripsikan bagaimana PKL berjuang mempertahankan hidup di tengah
kegiatan pembangunan yang dirancang pemerintah kota, berikut dikemukakan sejarah perkembangan kota Semarang,
faktor geografi dan demografinya, serta kebijakan pemerintah dalam hal industri, perdagangan dan jasa yang sedikit banyak
membawa pengaruh terhadap kebijakan pemerintah kota dalam melakukan penataan PKL.
A. Semarang sebagai Kota Dagang dan Jasa
Kota Semarang merupakan kota pelabuhan penting di pantai utara Jawa, selain Jakarta, Cirebon, Tegal, Jepara, dan
Surabaya. Semarang
berperan penting,
karena letak
geografisnya yang strategis, yakni berada di tengah-tengah kepulauan Indonesia. Kota Semarang juga unik dan indah.
Semarang secara geografis terletak pada posisi 6º.50´- 7º.10´ Lintang Selatan dan garis 109º.35´- 110º.50´ Bujur Timur.
Menurut van Bemmelen, kira-kira 500 tahun yang lalu, keadaan kota Semarang jauh berbeda dengan kondisi sekarang .
Di kala itu, garis pantai masih jauh menjorok ke dalam hingga ke bukit Gajahmungkur, Mugas, Mrican, Gunungsawo
Simongan, dan bukit-bukit kecil lainnya. Dalam proses
176
Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang
berjalannya waktu, terjadilah pendangkalan dan endapan lumpur, sehingga timbullah suatu dataran baru, yang di
kemudian hari dikenal kota bawah dan kota atas. Adanya kota atas dan kota bawah inilah yang membuat Semarang menjadi
unik dan indah.
Ketika seseorang memasuki kota Semarang, akan terlihat suatu pemandangan indah, suatu garis pantai dengan latar
belakang gedung-gedung dan bukit-bukit yang mengelilingi kota, ditambah lagi jika udara cerah akan tampak pula dari
kejauhan gunung Ungaran, gunung Merbabu, bahkan pula gunung Merapi dan Telomoyo jika seseorang berada di kota
atas.
Jika berkendaraan ke arah timur menuju Demak, dari kejauhan akan tampak pula gunung Muria dan apabila
bersepeda ke arah barat menuju Mijen atau Kendal akan tampak dari kejauhan gunung Sindoro. Keindahan kota
Semarang yang menakjubkan, maka tidak salah ketika kiranya orang Belanda menyebutnya sebagai Venesia dari timur Tio
t.th.:7. Rinkes menyebut
kota Semarang sebagai “de oude stat”. Pada zaman Hindu dahulu di daerah Gereja Blenduk sekarang
masih berupa lautan. Semarang memiliki sungai yang namanya unik, yaitu sungai Kaligarang.
Van Bemmelen menjelaskan bahwa secara geologis, muara sungai Kaligarang merupakan suatu pelabuhan alam bagi
daerah Semarang yang letaknya di belakang pulau terkenal yaitu bukit Bergota dan Mugas. Realitasnya, pulau tersebut
merupakan pulau Tirang yang merupakan satu kesatuan pulau di daerah perbukitan Bergota dan Mugas. Pada abad XV daerah
tersebut masih berupa jazirah. Mengapa pulau tersebut dinamakan pulau Tirang? Menurut perkiraan Tio t.th:7,
daerah tersebut merupakan rawa-rawa tempat bermuaranya sungai-sungai di daerah itu, dan akibatnya lumpur-lumpur yang
terbawa mengendap, terjadilah
beting-beting yang oleh para
177
PKL DI TENGAH PEMBANGUNAN KOTA SEMARANG
nelayan disebu t “Trang” atau “Tirangan” atau karena daerah
tersebut terdapat banyak tiram, yaitu sejenis spesies laut catrea
imbricata, sehingga pulau tersebut dinamakan pulau Tirang. Pada tahun 1678, seorang Belanda, Cornelis Speelman
mencatat betapa ramainya pelabuhan Semarang, melebihi pelabuhan Jepara yang terletak di sebelah timur Semarang.
Bahkan berabad-abad yang lalu hingga abad ke XVI, di pantai utara Jawa terdapat beberapa pangkalan dagang penting yang
sering disinggahi kapal-kapal pedagang dari mancanegara. Salah satu pelabuhan penting yang disinggahi adalah pelabuhan
Jepara. Namun seiring berjalannya waktu, banyak pedagang dari Arab, Tiongkok dan India yang singgah di pelabuhan
Semarang, karena letaknya yang strategis, alami, indah, dan datarannya subur.
Pendapatan pajak yang diperoleh dari Semarang pada tahun 1677 melebihi pendapatan serupa yang diperoleh dari
pelabuhan Jepara, sehingga penguasa Belanda pada tahun 1708 menginstruksikan semua pejabat penting dan catatan-catatan
yang berkaitan dengan perdagangan pada waktu itu untuk dipindahkan ke Semarang. Dari catatan sejarah diketahui pula
bahwa pada zaman Mataram kuno kira-kira abad VIII, Semarang sudah dikenal sebagai kota pelabuhan penting, yang
jika dilihat sekarang kira-kira terletak di sekitar pasar Bulu di kaki bukit Bergota, yang terdiri dari beberapa bukit kecil,
seperti bukit Brintik kini masih bisa dilihat di perbukitan di belakang gereja Kathedral dan bukit Mugas, yang sekarang
terdapat gedung PTP dan gedung Unisbank di belakang pom bensin hingga ke daerah Telogobayem. Di sebelah selatan dan
barat Bergota terdapat bukit Candi dan Simongan, yakni daerah sekitar Gedong Batu sekarang dan pada waktu itu banyak
pendatang dari daratan Tiongkok yang singgah dan bermukim di sana.
178
Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang
Para urban dan warga asli kota Semarang pasti akan berusaha mencari tahu apa art
i atau makna “Semarang”. Ada beberapa versi mengenai asal mula nama Semarang.
Pertama, pada awal abad ke 16 pulau Tirang sudah dihuni oleh banyak penduduk dan di sana ada sedikit pohon asem.
Konon, karena pohon asem atau asam itu jarang atau arang, maka daerah yang ada pohon tersebut dinamakan Semarang.
Kedua, cikal bakal Semarang di pulau Tirang, diperkirakan kawasan tersebut terlerak di bukit Bergota dan Mugas, tumbuh
beberapa pohon asem asam+tirang = Semarang. Ketiga, ada seorang kiai bernama Ki Pandan Arang, tinggal
di suatu tempat di tepi pantai dekat bukit Bergota yang subur, pohonnya cukup banyak dan rindang. Di kemudian hari,
daerah itu disebut dengan Semarang.
Kedatangan Ki Pandan Arang di pulau Tirang ini, disebutkan dalam Serat Kandaning Ringgit Purwo SKRP
naskah KBG nomor 7 sebagai berikut. Sinigeg wau rumiyin
Kucapen pulo Tirang Ki Pandan Arang kang nami
Kalanya duk tinuding Dateng sunan Bonang iku
Kinen truko puniko Ing Tirang Amper anenggih
Duk semana akatah telukanira
Dalam bahasa Indonesia, artinya adalah sebagai berikut. Dipotong dahulu ceritera itu
Kisah pulau Tirang Ki Pandan Arang namanya
Pada waktu ditunjuk Oleh sunan Bonang
Disuruh membuak tanah itu
179
PKL DI TENGAH PEMBANGUNAN KOTA SEMARANG
Yaitu di Tirang Amper Pada waktu itu banyak orang
Yang takluk kepadanya.
Kota Semarang merupakan kota lama. Kota ini diperkirakan sudah berdiri sejak zaman Hindia Belanda. Tio t.th.:8-9
dengan mengutip pandangan Amen Budiman, menyebutkan bahwa Semarang lahir pada tahun 1398 tahun saka atau tahun
1476 masehi, yakni diawali dengan kedatangan seorang pemuda di daerah Bergota yang pada waktu itu masih berupa jazirah
bernama Tirang. Pemuda yang di kemudian hari diketahui bernama Ki Pandan Arang bertugas mengislamkan penduduk
yang bermukim di daerah Tirang. Dengan berjalannya waktu, pengikut Ki Pandan Arang bertambah banyak hingga di daerah
Tirang makin banyak penduduk yang beragama Islam.
Ki Pandan Arang I yang nama lainnya adalah Ki Pandanaran diangkat sebagai penguasa pertama kota Semarang.
Ki Pandan Arang meninggal pada tahun 1496, dimakamkan di Karang Winara sekarang namanya Bubakan dan pada masa
pemerintahan kolonial Hindia Belanda makam tersebut dipindahkan ke Mugas hingga sekarang. Keturunan Ki Pandan
Arang, yaitu Kiai Pandan Arang II atau Sunan Tembayat ditunjuk oleh pemerintah kerajaan Demak sebagai Bupati
Semarang yang pertama pada tanggal 2 Mei 1547 dan meresmikan Tirang Amper menjadi pusat kegiatan penyiaran
agama Islam. Pada tanggal 29 April 1978, sidang paripurna DPRD kota Semarang menetapkan tanggal 2 Mei 1547 sebagai
hari jadi kota Semarang.
Dari legenda atau kisah di atas, diketahui bahwa pada zaman dahulu di Semarang banyak tumbuh pohon asam atau
asem. Pohon ini banyak manfaatnya. Buah, daun maupun batangnya, dapat digunakan untuk bumbu masak, obat, dan
keperluan rumah tangga lainnya. Pohon asem yang dahulu banyak tumbuh di jalan-jalan di kota Semarang seperti jalan
180
Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang
Pemuda, jalan Gajahmada, jalan Ahmad Yani, dan jalan MT. Haryono, sekarang mulai berkurang jumlahnya. Karena
tuntutan pembangunan, jalan-jalan harus dilebarkan dan pohon asem yang rindang tersebut diganti pohon lainnya, seperti
angsana yang tentu manfaatnya tidak sebanyak pohon asem, kecuali hanya sebagai pelindung dari sinar matahari ketika
musim panas. Hampir di ruas jalan-jalan utama di kota Semarang ditanami pohon angsana, padahal selain manfaatnya
kurang, pohon ini mudah patah ketika datang angin kencang.
Secara topografis, kota Semarang terdiri atas daerah perbukitan, dataran rendah dan daerah pantai. Daerah pantai
65,22 wilayahnya adalah dataran dengan kemiringan 25 dan 37,78 merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan
15-40. Kondisi lereng tanah kota Semarang dibagi menjadi empat jenis kelerengan.
Pertama, lereng I 0-2 meliputi kecamatan Genuk, Pedurungan, Gayamsari, Semarang Timur, Semarang Utara dan
Tugu, serta sebagian wilayah kecamatan Tembalang, Banyumanik, dan Mijen.
Kedua, lereng II 2-5, meliputi kecamatan Semarang Barat,
Semarang Selatan,
Candisari, Gajahmungkur,
Gunungpati, dan Ngaliyan. Ketiga, lereng III 15-40, meliputi area Kaligarang dan
kali Kreo yang berada di kecamatan Gunungpati, sebagian wilayah kecamatan Mijen daerah Wonoplumbon, dan
sebagian wilayah kecamatan Banyumanik, serta kecamatan Candisari.
Keempat, lereng IV lebih dari 50, meliputi sebagian wilayah kecamatan Banyumanik sebelah tenggara dan sebagian
wilayah kecamatan Gunungpati, terutama di sekitar Kali Garang dan Kali Kripik.
181
PKL DI TENGAH PEMBANGUNAN KOTA SEMARANG
Kota bawah yang berupa pantai dan dataran rendah, memiliki kemiringan antara 0 hingga 5. Kota bawah yang
sebagian besar tanahnya terdiri atas pasir dan lempung, banyak digunakan untuk jalan, pemukiman atau perumahan,
bangunan, halaman, kawasan industri, tambak, empang, dan persawahan.
Lahan yang ada di kota Semarang digunakan untuk kepentingan ekonomi maupun nonekonomi. Pola tata guna
lahan terdiri atas perumahan, tegalan, kebun campuran, sawah, tambak, hutan, perusahaan, jasa, industri, dan lainnya, dengan
sebaran perumahan sebesar 33,70, tegalan sebesar 15,77, kebun campuran 13,47, sawah 12,96, tambak 6,96, hutan
3,69, perusahaan 2,42, jasa 1,52, industri 1,26 dan penggunaan lainnya yang meliputi jalan, sungai, dan tanah
kosong sebesar 8,25 Bappeda dan BPS Kota Semarang 2010.
Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW kota Semarang tahun 2000-2010, telah ditetapkan kawasan yang
berfungsi sebagai kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung meliputi kawasan yang melindungi kawasan
di bawahnya, kawasan lindung setempat, dan kawasan rawan bencana. Kawasan yang melindungi kawasan di bawahnya
adalah kawasan dengan kemiringan lebih dari 40, yang tersebar di wilayah bagian selatan; kawasan lindung setempat
adalah kawasan sempadan pantai, sempadan sungai, sempadan waduk, dan sempadan mata air; dan kawasan lindung rawan
bencana adalah kawasan yang mempunyai kerentanan bencana longsor dan gerakan tanah.
Kawasan yang dikembangkan untuk kepentingan budidaya meliputi rencana kawasan perdagangan dan jasa, rencana
kawasan pemukiman, perdagangan dan jasa, rencana kawasan pendidikan, rencana kawasan pemerintahan dan perkantoran,
rencana kawasan industri, rencana kawasan olahraga, rencana kawasan wisata atau rekreasi, rencana kawasan perumahan dan
182
Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang
pemukiman, rencana kawasan pemakaman umum, rencana kawasan khusus Bappeda dan BPS Kota Semarang 2010.
Untuk kepentingan penelitian ini akan dijelaskan rencana kawasan perdagangan dan jasa, rencana kawasan pemukiman,
perdagangan dan jasa, dan rencana kawasan industri. Kawasan perdagangan dan jasa merupakan kawasan yang didominasi
pemanfaatan ruangnya untuk kegiatan komersial perdagangan dan jasa pelayanan. Pengembangan kawasan ini untuk
mendukung perwujudan kota Semarang sebagai sentra perdagangan dan jasa dalam skala regional dan nasional.
Kawasan perdagangan dan jasa ditetapkan tersebar pada setiap Bagian Wilayah Kota BWK, terutama di pusat-pusat
BWK guna mengurangi tingkat kepadatan dan beban pelayanan di pusat kota. Arahan pemanfaatan ruang kawasan perdagangan
dan jasa dapat dicermati pada tabel di bawah ini.
Tabel 7. Arahan Pemantapan Kawasan Perdagangan dan Jasa No. Bentuk
Fungsi Lokasi
Pemantapan Fungsi
1 .
Kawasan perdagan
gan dan
jasa modern
Kegiatan perdaga-
ngan dan jasa
dengan standar
regional nasional
interna- sional
Kawasan PETAWA-
NGI Rencana investasi
berskala besar dalam bentuk Kawasan Niaga
modern dan Taman Rekreasi Kota.
Pengembangan kawasan ini dilakukan tanpa
menghilangkan kantong pemukiman yang telah
ada
2 .
Kawasan perdagan
gan khusus
Kegiatan perdagan
gan dan
jasa dengan
karakter khusus
Kawasan Pasar
Johar, Kawasan
Pasar Agro
Kegiatan perdagangan dan jasa dengan karakter
khusus yang berada di pusat kota, dengan tetap
mempertahankan keberadaannya karena
merupakan ciri kota Semarang
3 .
Perdagan gan
dan jasa skala
subkota Kegiatan
perdaga- ngan dan
jasa Pusat-
pusat BWK
Pengembangan perdagangan dan jasa
baru skala subkota diarahkan untuk memacu
perkembangan daerah
183
PKL DI TENGAH PEMBANGUNAN KOTA SEMARANG
No. Bentuk Fungsi
Lokasi Pemantapan Fungsi
selatan, khususnya di daerah Pedurungan,
Tembalang, Banyumanik, Gunungpati, Mijen,
Ngaliyan, dan Tugu
4 .
Pasar tradisional
Kegiatan perdagan
gan di
kawasan perkampu
ngan nonurban
Mijen dan Gunungp
ati Pasar formal ditingkatkan
kualitasnya, terutama dalam hal sarana pasar,
bidang pemasaran, keuangan, serta
peningkatan kapasitas pasar dan renovasi pasar.
Pasar formal diharapkan juga mampu menampung
dan berperan dalam memecahkan
permasalahan pedagang informal. Selain itu, juga
diharapkan mampu menertibkan pasar-
pasar informal agar menunjang pengisian
pasar-pasar formal yang ada.
5 .
Pasar loak
Kegiatan perdagan
gan Pasar
Barito dan Kokroson
o Pasar ini perlu dicarikan
lokasi yang legal dengan tetap mempertimbangkan
kekhasan kegiatan yang ada.
Sumber: Bappeda dan BPS Kota Semarang 2010.
Dari arahan pemantapan kawasan perdagangan dan jasa sebagaimana terdapat dalam tabel di atas, tampak bahwa
perhatian pemerintah kota Semarang terhadap eksistensi, pertumbuhan, dan perkembangan sektor informal masih
kurang. Kalau ada, masih terbatas pada penataan sektor informal, khususnya pedagang kaki lima yang berada di sentra
PKL Barito dan Kokrosono, yang sehari-harinya menjual barang-barang bekas, seperti onderdil mobil dan sepeda motor,
tape recorder, dongkrak, dan lain-lain, meskipun di beberapa kios juga menjual barang-barang baru.
184
Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang
Demikian pula, pasar-pasar krempyeng yang zaman dahulu terkenal dengan tradisi bazaar ditertibkan agar bisa masuk
mengisi kios di pasar tradisional. Orientasi pemerintah kota Semarang adalah mengintegrasikan pasar-pasar informal,
termasuk para pedagangnya ke dalam struktur pasar tradisional yang sudah ada. Contoh yang paling riil adalah penertiban
pedagang pasar informal yang berdagang di sekitar pasar Bulu. Mereka
ditertibkan karena
dianggap menimbulkan
kekumuhan dan kelancaran lalu lintas. Kini pasar Bulu sudah bersih dari pedagang pasar informal. Pasar krempyeng yang
berada di belakang pasar Bulu juga ditertibkan. Para pedagang diharapkan sebisa mungkin bergabung dengan para pedagang
yang sudah berjualan di pasar Bulu.
Perhatian kepada pedagang kaki lima PKL liar yang jumlahnya dari waktu ke waktu makin meningkat, tampaknya
masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya rencana kota dalam membuatkan sentra PKL sesuai dengan kekhasan
mereka, kecuali dibuatnya sentra PKL baru itu pun bersifat relokasi dan renovasi di jalan Menteri Soepeno. Pemerintah
kota Semarang memang telah membuatkan tempat untuk berdagang atau menjual jasa bagi para PKL, yaitu di Kokrosono
dan pasar Waru, hanya saja di dua lokasi ini tempatnya tidak memadai bagi para pedagang. Selain kedua tempat ini kumuh
dan kotor, sentra PKL ini ibarat sungai, apa pun bisa ditampung, padahal PKL memiliki karakteristik sendiri-sendiri,
yang tidak mungkin ditempatkan dalam satu wadah, seperti halnya sampah yang dibuang ke sungai.
Selain mengembangkan kawasan perdagangan dan jasa, Pemerintah kota Semarang juga mengembangkan fungsi
rencana kawasan permukiman, perdagangan dan jasa secara komprehensif, sebagai berikut.
Pertama, pengembangan
fungsi rencana
kawasan permukiman, perdagangan dan jasa dilakukan di kawasan pusat
185
PKL DI TENGAH PEMBANGUNAN KOTA SEMARANG
kota Central Bussiness DistricCBD Peterongan-Tawang-
Siliwangi atau PETAWANGI. Kedua, pengembangan jenis kegiatan di kawasan
PETAWANGI ditujukan untuk mendukung terwujudnya kawasan PETAWANGI sebagai kawasan perdagangan dan jasa
skala pelayanan regional, nasional, dan internasional.
Ketiga, pengembangan kawasan permukiman, perdagangan, dan jasa di kawasan PETAWANGI dilaksanakan dengan tetap
mempertahankan Kampung
Heritage sebagai
kawasan permukiman dan pariwisata.
Keempat, pengembangan kegiatan permukiman di kawasan ini dilakukan secara vertikal dengan pola rumah susun,
apartemen, atau kondominium. Sejalan dengan cita-cita menjadikan Semarang sebagai kota
perdagangan dan jasa, pemerintah kota juga mengembangkan kawasan industri. Kawasan industri ini merupakan kawasan
yang didominasi pemanfaatan ruangnya untuk kegiatan- kegiatan di bidang industri, seperti pabrik dan pergudangan.
Meskipun demikian, sesuai dengan RTRW kota Semarang 2010-2030, pengembangan kawasan industri dibatasi agar visi
kota Semarang yang lebih mengembangkan sektor tersier, yaitu perdagangan dan jasa dapat terwujud.
Kawasan industri di Semarang dibagi dalam enam kawasan, yaitu kawasan industri Genuk, kawasan industri Tugu, kawasan
industri Candi, kawasan industri dan pergudangan Tanjung Emas, kawasan industri Mijen, dan kawasan industri
Pedurungan. Kawasan industri ini dilakukan secara terpadu dengan lingkungan sekitarnya, dengan memperhatikan radius
atau jarak dan tingkat pencemaran yang dapat ditimbulkan serta upaya pencegahan pencemaran terhadap kawasan di
sekitarnya.
186
Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang
Dari waktu ke waktu, penduduk kota Semarang bertambah. Tahun 2009 sudah mencapai angka 1.506.924 orang dengan
tingkat pertumbuhan 1,71. Kota dengan penduduk satu juta lebih, seperti kota Semarang, dikategorikan sebagai kota besar
Sisk 2002:54. Data perkembangan penduduk kota Semarang dari tahun 2005 hingga tahun 2009 dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 8. Jumlah Penduduk Kota Semarang Tahun 2005-2009 No.
Tahun Jumlah Penduduk
Pertumbuhan
Laki-laki Perempuan
Jumlah 1.
2005 705.627
713.851 1.419.478
1,45 2.
2006 711.755
722.270 1.434.025
1,06 3.
2007 722.026
732.568 1.454.594
1,43 4.
2008 735.457
746.183 1.481.640
1,86 5.
2009 748.515
758.409 1.506.924
1,71 Sumber: Bappeda dan BPS Kota Semarang 2010.
Peningkatan jumlah penduduk kota Semarang tersebut dipengaruhi oleh jumlah kelahiran, kematian, dan migrasi.
Pada tahun 2009, penduduk yang lahir sebanyak 25.262 orang, penduduk yang meninggal 10.373 orang, penduduk yang
pindah atau keluar 34.172, dan penduduk yang datang atau masuk ke kota Semarang sebanyak 38.518 orang. Data
selengkapnya mengenai perkembangan penduduk kota Semarang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 9. Perkembangan Penduduk Kota Semarang tahun 2005-2009
No. Tahun
Penduduk jiwa Lahir
Mati Datang
Pindah 1.
2005 19.504
8.172 38.910
29.107 2.
2006 21.445
9.023 42.714
32.557 3.
2007 22.838
10.018 43.151
35.180 4.
2008 24.472
10.018 44.187
37.128 5.
2009 25.262
10.373 35.518
34.172 Sumber: Bappeda dan BPS Kota Semarang 2010:26
Dari data statistik penduduk di atas, terlihat bahwa dari kategori penduduk yang lahir, mati, datang, dan pindah, yang
paling banyak adalah penduduk yang datang atau bermigrasi ke kota Semarang; sedangkan yang paling sedikit adalah yang
meninggal dunia atau mati. Banyaknya penduduk yang datang
187
PKL DI TENGAH PEMBANGUNAN KOTA SEMARANG
ke kota Semarang dapat dipahami, karena Semarang sebagai ibukota Jawa Tengah, yang juga merupakan kota perdagangan
dan jasa, menjanjikan “gula-gula” berupa pekerjaan yang
bervariasi yang dapat dimasuki oleh para pendatang. Sebagaimana analisis yang dibuat oleh BPS kota Semarang
2009, daya tarik kota Semarang bagi pendatang di antaranya karena kota Semarang merupakan kota perdagangan, jasa,
industri, dan pendidikan. Kebanyakan para urban ini datang dari kota-kota di sekitar provinsi Jawa Tengah, yang dahulunya
mengambil kuliah di perguruan tinggi yang ada di kota Semarang yang kemudian tidak kembali ke kota asalnya atau
para warga desa dari kota-kota di Jawa Tengah yang ingin mengubah nasib atau mungkin sebagian karena habis masa
tanam, lalu mengisi waktu luang dengan bekerja sebagai pedagang bakso dan mie ayam di kota Semarang.
PDRB kota Semarang berdasarkan harga yang berlaku dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup
signifikan, yakni berturut-turut dari tahun 2005, 2006, 2007, 2008,
dan 2009
adalah Rp23.208.224.000.000,00;
Rp26.624.244.000.000,00; Rp30.515.737.000.000,00;
Rp34.540.949.000.000,00; dan Rp38.459.815.000.000,00 BPS 2009.
Dari angka PDRB kota Semarang tersebut, sumbangan sektor perdagangan, jasa dan perhotelan paling besar, yaitu
Rp10.884.995.000.000,00 pada tahun 2009 atau 28,30; disusul industri pengolahan sebesar Rp9.483.637.000.000,00 atau
24,66 dan sektor bangunan sebesar Rp7.453.706.000.000,00 atau 19,38. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi
masyarakat kota Semarang didominasi oleh sektor perdagangan, jasa, dan perhotelan; sektor industri pengolahan, dan sektor
bangunan. Tidak salah kiranya ketika pemerintah memiliki visi menjadikan kota Semarang sebagai pusat perdagangan dan jasa.
188
Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang
Seiring dengan PDRB kota Semarang, laju pertumbuhan ekonomi kota Semarang mengalami peningkatan sejak tahun
2005 hingga 2008, hanya saja pada tahun 2009 mengalami penurunan.
Angka-angka pertumbuhan
ekonomi kota
Semarang dari tahun 2005 hingga 2009 berturut-turut adalah 5,14, 5,71, 5,98, 6,03 dan 5,47. Penurunan laju
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 dapat dipahami, karena pada tahun tersebut banyak peristiwa yang
memengaruhi kinerja ekonomi kota Semarang, di antaranya adanya krisis finansial global pada tahun 2008 akhir yang
membawa dampak pada kinerja ekonomi tahun 2009, dan juga adanya kebijakan pemerintah pusat menaikkan tarif dasar
listrik TDL dan bahan bakar minyak BBM.
Berkaitan dengan masalah peningkatan kesejahteraan masyarakat kota Semarang, terdapat data menarik tentang
kemiskinan penduduk. Meskipun kota Semarang terkenal sebagai ibukota provinsi Jawa Tengah dan pusat perdagangan
dan jasa, bukan berarti tidak mengidap penyakit kronis yang disebut kemiskinan. Meskipun banyak program pengentasan
kemiskinan yang digulirkan pemerintah, kemiskinan di kota Semarang dari waktu ke waktu mengalami peningkatan, hanya
tahun 2009 saja yang turun angkanya. Data kemiskinan penduduk Semarang dari tahun 2005 hingga 2009 selengkapnya
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 10. Rasio Penduduk Miskin terhadap Jumlah Penduduk Kota Semarang
Uraian Tahun
2005 2006
2007 2008
2009 Penduduk
Miskin 94.246 246.448 306.700 491.747 398.009
Jumlah Penduduk
1.419.478 1.434.025 1.454.594 1.481.640 1.506.924 Rasio
6,64 17,19
21,08 33,19
26,41 Sumber: Bappeda dan BPS Kota Semarang 2010.
Kota Semarang memiliki luas wilayah 373,70 km². Secara administratif, kota Semarang terbagi menjadi 16 kecamatan dan
189
PKL DI TENGAH PEMBANGUNAN KOTA SEMARANG
177 kelurahan BPS 2009:1. Dari 16 kecamatan tersebut, terdapat 2 kecamatan yang mempunyai wilayah terluas, yaitu
kecamatan Mijen dan kecamatan Gunungpati. Mijen memiliki luas 57,55 km², sedangkan Gunungpati mempunyai luas 54,11
km². Kedua kecamatan tersebut terletak di bagian selatan yang merupakan daerah perbukitan, sebagian besar wilayahnya
masih memiliki potensi pertanian dan perkebunan. Kedua kecamatan ini, terutama Gunungpati terkenal sebagai tempat
penghasil buah durian berkualitas. Jika musim durian tiba, banyak warga kota bawah berbondong-bondong datang ke
Gunungpati untuk mencicipi nikmatnya buah durian.
Kecamatan yang memiliki luas wilayah terkecil adalah kecamatan Semarang Selatan, dengan luas 5,93 km², diikuti
kecamatan Semarang Tengah dengan luas 6,14 km². Kota Semarang secara administratif berbatasan dengan kabupaten
Kendal di sebelah barat, di sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Demak, di sebelah selatan berbatasan dengan
kabupaten Semarang, dan di sebelah utara dibatasi oleh laut Jawa dengan garis pantai sepanjang 13,6 kilometer.
Kota Semarang mempunyai posisi geostrategi yang bagus, karena berada pada jalur lalu lintas ekonomi pulau Jawa dan
merupakan koridor pembangunan Jawa Tengah, yang terdiri dari empat simpul utama pintu gerbang, yaitu koridor pantai
utara, koridor selatan ke arah kota-kota dinamis, seperti Magelang dan Surakarta yang dikenal dengan koridor Merapi-
Merbabu, koridor timur ke arah Demak dan Grobogan, dan koridor barat menuju kabupaten Kendal.
Dalam perkembangannya, kota Semarang berkembang menjadi kota yang memfokuskan pada perdagangan dan jasa.
Berdasarkan lokasinya, kawasan perdagangan dan jasa di kota Semarang menyebar dan pada umumnya berada di sepanjang
jalan utama. Kawasan perdagangan modern, terutama terdapat di kawasan Simpanglima, yang merupakan urat nadi
190
Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang
perekonomian kota Semarang. Di kawasan tersebut, terdapat tiga pusat perbelanjaan modern, yaitu Matahari, Living Plaza
eks Ramayana dan Mall Ciputra, serta pedagang kaki lima yang berada di bibir bundaran Simpang hingga ujung jalan
Pandanaran, jalan Pahlawan tahun 2010 dipindahkan ke jalan Menteri Soepeno dan sebagian dipindahkan kembali ke sekitar
bundaran Simpang Lima, jalan Gajahmada, jalan Ahmad Dahlan menuju rumah sakit Telogorejo, dan jalan Ahmad Yani.
Selain itu, kawasan perdagangan dan jasa juga terdapat di sepanjang jalan Pandanaran yang terkenal sebagai pusat jajan
dan oleh-oleh khas Semarang.
Kawasan perdagangan dan jasa lainnya terdapat di sepanjang jalan Gajahmada, yang dikenal dengan pusat kuliner;
sepanjang jalan Pemuda dengan DP Mall, Paragon City, dan Pasaraya Sri Ratu sebagai pusat perbelanjaannya; sepanjang
jalan MT Haryono yang dipenuhi toko-toko besar elektronik, mebel, mobil, sepeda motor, dan lain-lain hingga ke arah
selatan terdapat pusat perbelanjaan Java Supermall.
Di jalan Pahlawan ke arah selatan terdapat bank-bank nasional dan kantor pemerintah, termasuk di antaranya kantor
Gubernur Jawa Tengah, tempat berkantornya anggota DPRD provinsi Jawa Tengah, kantor Kejaksaan Tinggi, dan Kepolisian
Daerah Jawa Tengah.
Pusat perdagangan dan jasa juga terdapat di pasar-pasar tradisional, seperti pasar Johar, pasar Bulu, pasar Peterongan,
dan pasar Kobong. Pusat perdagangan dan jasa juga meluber hingga ke pinggir kota, seperti Banyumanik dan Ngaliyan.
Kedua kecamatan ini sudah berkembang menjadi pusat perekonomian baru di luar sentrum ekonomi di kota bawah
yang berada di Simpanglima dan sekitarnya.
191
PKL DI TENGAH PEMBANGUNAN KOTA SEMARANG
B. Kondisi PKL Sampangan, Basudewo, dan Kokrosono