Islam memandang semua perbuatan manusia dalam kehidupan sehari- hari, termasuk aktivitas ekonominya sebagai investasi yang akan mendapatkan
hasil return. Investasi yang melanggar syariah akan mendapatkan balasan yang setimpal, begitu pula investasi yang sesuai dengan syariah. Return
investasi dalam Islam sesuai dengan besarnya sumber daya yang dikorbankan. Hasil yang akan didapatkan manusia dari investasinya di dunia bisa berlipat-
lipat ganda.
B. Sejarah Perkembangan Penanaman Modal
Pembicaraan tentang sejarah perkembangan penanaman modal tidak lepas dari pembicaraan tentang gelombang atau periodisasi penanaman modal,
yaitu periode kolonialisme kuno, dan pasca-kemerdekaan. Periode kolonialisme kuno dimulai pada abad ke-17 dan abad ke-18.
Melalui kebijaksanaan pemerintah Hindia-Belanda yang memperkenankan masuknya modal asing dari Eropa untuk menanamkan modalnya dalam bidang
perkebunan.
2
Kemudian adanya pengambilalihan kewajiban badan usaha VOC oleh pemerintah Belanda pada tahun 1799 sehingga memungkinkan pemerintah
Belanda mulai terjun langsung dalam pencarian dan perdagangan rempah- rempah seperti: kopi, pala, cengkeh, dan tebu serta memungkinkan pula
2
Jochen Roppke, Kebebasan yang Terhambat; Perkembangan Ekonomi dan Perilaku Kegiatan Usaha di Indonesia
, Jakarta: Gramedia, 1986, H. 157.
dilakukannya penanaman modal lainnya di daerah-daerah jajahan seperti Hindia-Belanda.
Di samping itu, pemerintah Belanda juga mulai membuka tanah-tanah pertanian di Indonesia dengan mengeluarkan aturan pertanahan yang dikenal
dengan “Agrarische Wet” pada tahun 1870. Dengan adanya peraturana ini, maka penanaman modal asing yang khususnya datang dari swasta Eropa dan
mempunyai hubungan dekat dengan pemerintah Belanda diizikna untuk melakukan usahanya di Indonesia, namun masih terbatas pada daerah-daerah
pertanian tertentu yang tidak diusahakan oleh pemerintah Belanda untuk usaha perkebunan dengan pengawasan yang sangat ketat oleh pemerintah daerah
jajahan. Sedangkan bidang usaha lain seperti pertambangan, perdagangan, dan sebagainya tetap dikuasai dan dijalankan oleh pemerintah Belanda.
Berbagai perkembangan terjadi dengan variasi yang berbeda lewat masuknya penanaman modal asing swasta Eropa ke Hindia-Belanda
diantaranya terjadi kenaikan produksi hasil bumi, adanya kewenangan bertindak bagi buruh untuk mendapatkan penghasilan meskipun kecil karena
bekarja sebagai buruh upahan di perkebunan swasta asing. Hal itu berbanding terbalik dengan perkebunan yang dikelola oleh pemerintah kolonial Belanda
dimana kondisi kerja buruh sangat memprihatinkan. Para buruh dipandang sebagai hewan kerja yang malas, lamban, dan pembohong.
3
Pesatnya penanaman modal asing yang dilakukan oleh swasta Eropa di Hindia-Belanda menunjukan bahwa perekonomian Hindia-Belanda sudah mulai
diperkenalkan dengan modal asing, oleh Boeke dalam buku Economics and Economic policy of Dual Societies
disebut sebagai ekonomi yang bersifat dualistis.
Pada periode pasca kemerdekaan secara yuridis Indonesia telah memulai babak baru dalam mengelola secara mandiri perekonomian negara guna
melaksanakan pembangunan nasional, meskipun penanaman modal tetap mengalami kemandekan karena penjajahan Belanda dan lebih parah lagi pada
masa penjajahan Jepang. Bahkan selama 17 tahun berikutnya Indonesia hanya menjadi negara pengimpor barang modal dan teknologi, tidak satupun dalam
bentuk penanaman modal asing secara langsung. Sampai dengan tahun 1949 setelah Indonesia mendapatkan pengakuan kedaulatan dari Belanda, keadaan
penanaman modal terutama asing yang masuk ke Indonesia masih tetap mengalami kemandekan dan hanya penanaman modal asing warisan pemerintah
Belanda saja yang sudah mulai kembali beroperasi. Pada tahun 1953 pemerintah menyusun suatu rencana Undang-Undang
Penanaman Modal Asing PMA yang dirancang untuk berbagai persyaratan
3
Yahya A. Muhaimin, Bisnis dan Politik, Jakarta: LP3ES, 1990, h. 56.
minimum sambil mendorong penanaman modal asing pada beberapa bidang usaha tertentu. Oleh Pauw
4
dikemukakan bahwa undang-undang tersebut tidak banyak memberikan kemudahan, membatasi para penanam modal asing untuk
bergerak pada beberapa bidang usaha tertentu diantaranya jasa pelayanan umum dan pertambangan, namun menguntungkan penanam modal dalam
negeri pada beberapa bidang usaha yang biasanya dijalankan oleh orang Indonesia.
Belum cukup dua tahun setelah berlakunya undang-undang tersebut, prospek masuknya penanaman modal asing dengan dibentuknya undang-
undang tersebut menjadi sirna setelah pemerintah melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda pada Desember tahun 1957. Sudah dapat
diduga setelah tahun 1957 industri mengami stagnan seperti halnya seluruh sektor perekonomian nasional.
Tanggal 5 Juli 1959 Presiden mengeluarkan dekrit untuk kembali kepada UUD 1945 setelah terjadinya krisis politik dunia, mengakhiri sistem
demokrasi parlemen, mencabut UUDS 1950, menciptakan demokrasi terpimpin, dan ekonomi terpimpin. Banyak proyek-proyek baru yang dilahirkan
seperti pembangunan pabrik baja di Cilegon Jawa Barat, pabrik superfosfat di Cilacap Jawa Tengah, dan pekerjaan awal PLTA dan pabrik peleburan
alumunium di Asahan Sumatera Utara.
4
Ibid .
Menjelang akhir tahun 1965 proyek-proyek ini tidak satupun dapat diselesaikan sehingga kemerosotan ekonomi semakin parah, laju inflasi
mencapai 20-30 perbulan. Pernyataan Hamengku Buwono IX selaku menteri perekonomian pada saat itu mengatakan bahwa pada tahun 1965 harga-harga
pada umumnya naik lebih dari 500 , bahkan haga beras melonjak dengan lebih dari 900 .
5
Pada tahun 1966 tepatnya tanggal 11 Maret 1966 peralihan kekuasaan terjadi dari rezim Orde Lama kepada Orde Baru di bawah kepemimpinan
Soeharto selaku pengemban Surat Perintah Sebelas Maret Supersemar yang mewarisi keadaan politik dan ekonomi yang sudah hampir ambruk dari
pemerintahan sebelumnya. Upaya yang paling awal dilaksanakan pada masa orde baru adalah dengan menggunakan cara pendekatan pragmatis sebagai
konsep utama dalam melakukan perbaikan ekonomi yakni dengan mengatur kembali jadwal pelunasan utang luar negeri yang jumlahnya sudah melebihi
2.400 juta. Kemudian menciptakan mekanisme untuk menanggulangi inflasi, merehabilitasi infrastruktur, mendorong pertumbuhan perbaikan sarana dan
prasarana ekonomi, dan memperbaiki hubungan dengan luar negeri. Oleh Muhammad Sadli
6
disebut sebagai pendekatan yang sepenuhnya onpelitik atau sebagai suatu versi teknoratis.
5
Ibid, h. 51.
6
Ibid.
Model pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dianut oleh pemerintah Orde Baru dengan dukungan elit angkatan darat menekankan pada
pembentukan modal yang harus melebihi pertumbuhan penduduk dengan jalan mengadakan pinjaman atau utang luar negeri ataupun mendorong penanaman
modal asing. Yahya A. Muhaimin
7
menguraikan bahwa dengan menggunakan satu versi yang dinamis dari model tersebut, maka pertumbuhan ekonomi akan
dipercepat jika pertumbuhan modal dipercepat melalui berbagai jenis program tabungan dan investasi atau penanaman modal asing langsung dalam lingkup
negara ataupun swasta melebihi hasil produksi dan pertumbuhan penduduk. Model itu juga menekankan pentingnya pengendalian pertumbuhan penduduk
dengan jalan menekan angka kelahiran. Muhammad Sadli
8
salah seorang penasihat ekonomi pemerintahan Orde Baru menegaskan bahwa keberadaan perusahaan-perusahaan asing yang
menanamkan modalnya di Indonesia akan mempunyai efek katalisator atas pertumbuhan selanjutnya dari perekonomian nasional. Tuduhan yang sering
sekali terdengar dalam perekonomian bekas kolonial bahwa perusahaan- perusahaan penanaman modal asing menghambat pertumbuhan perusahaan-
perusahaan pribumi akan dapat dihindarkan. Beliau juga mengemukakan bahwa
7
Ibid., hal. 19.
8
Muhammad Sadli, “Indonesian Economic Development”, Board Record ed. vol., 6 November 1969 Jakarta: Board Record, 1969, hal. 40.
proses pembangunan ekonomi pada akhirnya akan menuju kepada industrialisasi, dimana industrialisasi merupakan hasil pembangunan.
9
Pada masa orde baru juga ditandai dengan diundangkannya Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Pada masa ini menghasilkan arus investasi meningkat, terbukti bahwa pada tahun
1996 FDI mengalami pertumbuhan positif dan mencapai puncaknya sebesar US 6,2 miliar.
Pada masa Orde Reformasi tahun 1998-2004 arus penanaman modal di Indonesia mengalami penurunan. Tahun 1997 menjadi awal bagi pertumbuhan
negatif investasi terutama asing. Kemudian pada tahun 1999 menorehkan catatan buruk bagi investasi dengan terjadinya defisit investasi yang terus
berlanjut hingga tahun 2003. Defisit FDI tahun 2002 tercatat sebesar –US 1,5 miliar.
Berdasarkan data BKPM, laporan persetujuan investasi menunjukan data yang besar. Akan tetapi, hanya sedikit dari persetujuan itu yang terealisasi.
Data BKPM menunjukan pada tahun 2001 persetujuan investasi asing mencapai 1334 proyek, namun yang direalisasikan hanya 376 proyek dengan nilai
investasi sebesar US 2,79 miliar. Sedangkan realisasi investasi dalam negeri
9
Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia Jakarta: Kencana, 2004, h. 30-31.
hanya sebanyak 145 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp 7,54 triliun. Pada tahun 2002, persetujuan investasi asing menurun menjadi 1151 proyek,
sedangkan proyek yang terealisasi naik menjadi 425 proyek dengan nilai investasi sebesar US 9,25 miliar. Persetujuan investasi dalam negeri sebesar
188 proyek dan realisasi sebesar 105 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp 11,04 triliun. Pada tahun 2003, persetujuan investasi asing hanya mencapai 773
proyek, sedangkan realisasinya hanya mencapai 338 proyek dengan nilai investasi sebesar US 2,03 miliar. Persetujuan investasi dalam negeri sebesar
143 proyek dan realisasi 76 proyek senilai Rp 5,64 triliun. Faktor penyebab utama rendahnya investasi yang masuk ke Indonesia
adalah adanya anggapan dari para penanam modal bahwa Indonesia merupakan negara yang belum aman dalam menanamkan investasinya karena belum
stabilnya seluruh ruang lingkup kehidupan bangsa Indonesia.
C. Manfaat Penanaman Modal