Bentuk dan jenis tindak pidana pencucian uang money laundry Kesimpulan

44 perumusan tindak pidana yang didakwakan yang dipadukan dengan unsur-unsur tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pidana yang bersangkutan, disertai uraian tentang waktu dan tempat tindak pidana dilakukan oleh terdakwa, surat mana menjadi dasar dan batas ruang lingkup pemeriksaan di siding pengadilan.” Pasal 191 ayat 1 KUHAP jika dihubungkan dengan pengertian surat dakwaan nampak adanya pembatasan kewenangan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara pidana, karena dari pengertian tersebut Hakim pada prinsipnya tidak dapat menjatuhkan hukuman kepada terdakwa apabila perbuatan tersebut tidak didakwakan oleh Penuntut Umum dalam surat dakwaannya. Meskipun sudah ada ketentuan larangan bagi Hakim untuk tidak boleh menjatuhkan hukuman kepada terdakwa apabila perbuatan tersebut tidak terbukti, atau tidak didakwakan oleh Penuntut Umum dalam surat dakwaannya, ternyata dalam praktek peradilan ada Hakim yang menjatuhkan putusan diluar dakwaan yang diajukan jaksa Penuntut Umum.

E. Bentuk dan jenis tindak pidana pencucian uang money laundry

Sebagaimana dituangkan dalam UU Nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, yang disebut dengan pencucian uang yakni; setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau Universitas Sumatera Utara 45 patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya. 65

F. Integritas Moral Aparat Penegak Hukum

Dalam UU tersebut, juga disebutkan, bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana pencucian uang diancam dengan hukuman penjara paling lama 20 tahun. Adapun jenis tindak pidana yang dikategorikan sebagai hasil pencucian uang diantaranya, korupsi, penyuapan, narkotika, penyelundupan tenaga kerja, kepabeanan, terorisme, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, perpajakan, lingkungan hidup dan lainnya. Sejak satu tahun terakhir, aksi tindak pidana pencucuian uang yang dilakukan baik oleh aparatur negara, maupun kalangan pengusaha, begitu akrab di telinga kita. Nyaris setiap hari media massa memberitakan seputar tindak pidana pencucian uang yang dilakukan sejumlah kalangan di negara ini. Berdasarkan UUD 1945 Indonesia merupakan Negara hukum. Semua rakyatnya memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Tetapi apakah dalam penerapannya sudah sesuai dengan UUD tersebut? Sepertinya amanat itu belum dapat terealisasikan bahkan setelah Indonesia telah lebih dari ½ abad memperoleh kemerdekaan. Sepertinya kita pun hanya berangan untuk mendapatkan keadilan yang setara di Indonesia. Apabila kita cermati hukum di Indonesia saat ini penuh dengan kebobrokan kalaupun hukum ditegakan unsur diskriminatif terlihat jelas dalam proses penegakan hukum tersebut. 65 http:www.haluankepri.comtajuk46822-tindak-pidana-pencucian-uang.html , diakses tanggal 19 September 2013 Universitas Sumatera Utara 46 Praktik-praktik penyelewengan dalam proses hukum seperti mafia peradilan, proses peradilan hukum yang diskriminatif, jual-beli putusan hakim, atau tebang pilih kasus merupakan realitas sehari-hari yang secara nyata dapat kita lihat dalam praktik penegakan hukum di Negara ini. Dampak dari penyelewangan hukum ini adalah kerusakan dan kehancuran di segala bidang politik, perekonomian, budaya dan social. Selain itu menyebabkan masyarakat kehilangan rasa hormat dan timbulnya ketidak percayaan terhadap aparat penegak hukum di negeri ini. Sehingga membuat masyarakat mencari keadilan sendiri. Oleh karena, itu praktik main hakim sendiri sangat terlihat di masyarakat kita. Contoh kasus upaya pembacokan seorang hakim yang terlibat kasus korupsi oleh seorang aktivis LSM karena sang pelaku geram dengan para pelaku korupsi yang merugikan Negara ini. Sebenarnya apakah masalah yang menyebabkan sulitnya penegakan hukum di Indonesia? Jika dikaji secara mendalam terdpat beberapa factor sulitanya penegakan hukum di Indonesia yaitu: 1. Lemahnya “politic will” dan “politic action” para pemimpin Negara. Dimana supermasi hukum masih sebatas retrorika dan jargo-jargon politik belaka yang berngaung ketika kampanye tanpa bukti yang pasti. 2. Campur tangan politik Banyak sekali kasus hukum di Indonesia yang terhambat karena adanya campur tangan politik didalamnya. Sebut saja kasus Bank Century yang berpotensi menyeret kalangan eksekutif ke jalur hukum, mudurnya Sri Mulyani dari mentri keuangan lantaran diduga terkait kasus ini. Serta kasus Universitas Sumatera Utara 47 yang terbaru penyalahgunaan dana wisma atlet yang menyeret Nazarudin sebagai tersangka dimana ia adalah salah seorang bendahara umum di salah satu partai yang tengah berkuasa di Indonesia dan walaupun masih dugaan kasus ini banyak melibatkan para penguasa di Negara ini. Seharusnya hukum tidak bisa dicampur adukan dengan politik. Hukum tidak bisa pandang bulu siapapun itu yang terlibat di dalamnya harus benar-benar diganjar hukuman sesuai perbuatannya tanpa melihat siapa dan apa kedudukannya di Negara ini. 3. Kedewasaan Berpolitik Berbagai sikap yang diperlihatkan oleh partai politik saat kadernya terkena kasus poltik sesungguhnya memperlihatkan ketidak dewasaan para elit politik di Negara hukum ini. Sikap saling sandera serta cenderung mengadvokasi para kader termasuk ketidakmauan untuk memberikan informasi kepada aparat penegak hukum terkait dengan beberapa kasus korupsi yang sedang berlangsung saat ini. Sikap kooperatif dan transparansi dalam penegakan hukum dianak tirikan, sedangkan politik pencitraan diutamakan agar tetap eksis di hadapan masyarakat. 4. Peraturan perundangan yang lebih berpihak kepada kepentingan penguasa dibandingkan kepentingan rakyat. Hal ini dapat terliahat jelas terhadap hukuman yang diberikan kepada para penguasa yang terjerat kasus korupsi hanya diberikan hukuman yang ringan padahal mereka sangat merugikan Negara sedangkan rakyat kecil yang melakukan kesalahan dikarenakan kemiskinan yang menjerat mereka dihukum dengan berat tanpa adanya perikemanusiaan. Universitas Sumatera Utara 48 5. Rendahnya integritas moral, kredibilitas, profesionalitas dan kesadaran hukum aparat penegak hukum dalam menegakan hukum. Moral yang ada di beberapa aparat penegak hukum di Indonesia saat ini bisa dikatakan sangat rendah. Mereka dapat dengan mudahnya disuap oleh para tersangka agar mereka bisa terbebas atau paling tidak mendapat hukuman yang rendah dari kasus hukum yang mereka hadapi. Padahal para aparat ini telah disumpah saat ia memangkuh jabatannya sebagai penegak hukum. Terjadi pelanggaran moral ini kerena kebutuhan ekonomi yang terlalu berlebihan dibanding kebutuhan psikis yang seharusnya sama. Hakikat manusia adalah makhluk budaya yang menyadari bahwa yang benar , yang indah dan yang baik adalah keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan kebutuhan psikhis dan inilah yang menjadi tujuan hidup manusia. Kebahagiaan jasmani dan kebahagiaan rohani tercapai dalam keadaan seimbang artinya perolehan dan pemanfaatan harta kekayaan terjadi dalam suasana tertib, damai dan serasi nilai etis, moral. 6. Faktor Sosial Masyrakat Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat mempunyai pengaruh dalam proses penegakan hukum. Tetapi masyarakat Indonesia cenderung menyerahkan semuanya terhadap para aparat tanpa adanya pengawasan. Akibatnya baik buruknya hukum selalu dikaitkan dengan pola perilaku para penegak hukum. Padahal proses peradilan bukan hanya tentang pasal-pasal melainkan proses perilaku masyarakat dan berlangsung dalam struktur social tertentu. Universitas Sumatera Utara 49 7. Ekonomi Faktor ekonomi juga sangat mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia, antara lain: a. Penghasilan kurang mencukupi kebutuhan hidup, b. Kebutuhan hidup yang mendesak, c. Gaya hidup konsumtif dan materialistis, tak dipungkiri, pola hidup seperti ini menghinggapi sebagian besar penduduk bumi. Dibenaknya yang terpikir hanya uang, d. Rendahnya gaji PNS, e. Sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal. Untuk bisa menegakan hukum sesuai dengan amanat UUD 1945 maka para aparat hukum haruslah taat terhadapa hukum dan berpegang pada nilai-nilai moral dan etika yang berlaku di masyarakat. Apabila kedua unsur ini terpenuhi maka diharapkan penegakan hukum secara adil juga dapat terjadi di Indonesia. Kejadian-kejadian yang selama ini terjadi diharapkan dapat menjadi proses mawas diri bagi para aparat hukum dalam penegakan hukum di Indonesia. Sikap mawas diri merupakan sifat terpuji yang dapat dilakukan oleh para aparat penegak hukum disertai upaya pembenahan dalam system pengakan hukum di Indonesia. Universitas Sumatera Utara 50

BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN SANKSI PIDANA

TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MONEY LAUDRY DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NO. 498KPIDSUS2009 C. Dasar Pertimbangan Hakim dalam dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencucian uang Money Laundry Putusan yang dijatuhkan oleh hakim memiliki tiga sifat. Yang pertama, pemidanaan apabila hakim berpendapat bahwa terdakwa secara sah dan meyakinkan menurut hukum terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan. Yang kedua, bebas apabila hakim berpendapat bahwa terdakwa tidak terbuti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang didakwakan. Yang ketiga, pelepasan dari segala tuntutan hukum apabila hakim berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana. Putusan yang dijatuhkan tergantung dari hasil musyawarah yang dilakukan oleh majelis hakim berdasarkan penilaian dari surat dakwaan dan fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan. Surat dakwaan sangat penting artinya dalam pemeriksaan perkara pidana, karena surat dakwaan menjadi dasar dan menentukan batas-batas bagi pemeriksaan hakim. Putusan yang diambil oleh hakim hanya boleh mengenai peristiwa-peristiwa yang terletak dalam batas-batas yang ditentukan dalam surat dakwaan. Bagi hakim manfaat surat dakwaan yaitu antara lain sebagai dasar Universitas Sumatera Utara 51 pemeriksaan di sidang pengadilan, sebagai dasar putusan yang akan dijatuhkan, dan sebagai dasar membuktikan terbukti atau tidaknya kesalahan terdakwa. 66 66 Darwan Prinst. Hukum Acara Pidana dalam Praktik. Jakarta: Djambatan, 1998 hal 115- 117 Oleh karena itu, dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum sangat mempengaruhi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Terkait dengan terbukti atau tidaknya unsur-unsur dalam surat dakwaan yang didakwakan kepada terdakwa. Selain itu tentunya aspek-aspek pertimbangan yuridis terhadap tindak pidana yang didakwakan tersebut juga berpengaruh terhadap amar putusan hakim. Dasar pertimbangan Hakim Pengadilan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam menjatuhkan putusan bebas terhadap Terdakwa Adis als. Iwan bin Abu dan Aswin als. Abdul Azis dalam perkara tindak pidana pencucian uang dengan cara menganalisis pertimbangan hakim Pengadilan Negeri terhadap unsur- unsur perbuatan yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum yang disusun secara kombinasi antara dakwaan alternatif dan dakwaan subsidairitas. Terdakwa Adis als. Iwan bin Abu dan Aswin als. Abdul Azis dalam dakwaan kesatu primair didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 12 a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Pasal 12 a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berbunyi sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 52 “Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan dipidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 satu milyar rupiah: pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.” Pasal 64 ayat 1 KUHAP berbunyi sebagai berikut: “Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut,…” Berdasarkan bunyi pasal-pasal tersebut di atas, maka unsur dakwaan kesatu primair adalah sebagai berikut: 1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara; 2. Menerima hadiah atau janji; 3. Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan yang bertentangan dengan kewajiban; 4. Perbuatan yang dilakukan secara berlanjut. Kemudian dalam dakwaan kesatu subsidair, Terdakwa Marthen Renouw didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 12 B ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Pasal 12 B ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berbunyi sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 53 “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,…” Pasal 64 ayat 1 KUHAP berbunyi sebagai berikut: “Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut,…” Berdasarkan bunyi pasal-pasal tersebut di atas, maka unsur dakwaan kesatu subsidair adalah sebagai berikut: 1. Setiap gratifikasi; 2. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara; 3. Dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya; 4. Perbuatan yang dilakukan secara berlanjut. Kemudian dalam dakwaan kesatu lebih subsidair, Terdakwa Adis als. Iwan bin Abu dan Aswin als. Abdul Azis didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berbunyi sebagai berikut: “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 5 lima tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 dua ratus lima puluh juta rupiah: pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut Universitas Sumatera Utara 54 diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.” Pasal 64 ayat 1 KUHAP berbunyi sebagai berikut: “Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut,…” Berdasarkan bunyi pasal-pasal tersebut di atas, maka unsur dakwaan kesatu lebih subsidair adalah sebagai berikut: 1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara; 2. Menerima hadiah atau janji; 3. Janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya; 4. Perbuatan yang dilakukan secara berlanjut. Terdakwa Adis als. Iwan bin Abu dan Aswin als. Abdul Azis dalam dakwaan kedua primair didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Pasal 3 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang berbunyi sebagai berikut: “Setiap orang yang dengan sengaja membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, Universitas Sumatera Utara 55 baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain, dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan.” Pasal 64 ayat 1 KUHAP berbunyi sebagai berikut: “Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut,…” Berdasarkan bunyi pasal-pasal di atas, maka unsur dakwaan kedua primair adalah sebagai berikut: 1. Setiap orang yang dengan sengaja membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan; 2. Yang diketahui atau patut diduganya harta kekayaan itu merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain; 3. Dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan; 4. Perbuatan yang dilakukan secara berlanjut. Kemudian dalam dakwaan kedua subsidair, Terdakwa didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Pasal 6 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang berbunyi sebagai berikut: “Setiap orang yang menerima atau menguasai pentransferan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.” Universitas Sumatera Utara 56 Pasal 64 ayat 1 KUHAP berbunyi sebagai berikut: “Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut,…” Berdasarkan bunyi pasal-pasal di atas, maka unsur dakwaan kedua subsidair adalah sebagai berikut: 1. Setiap orang yang menerima atau menguasai pentransferan harta kekayaan; 2. Yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana; 3. Dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan; 4. Yang dilakukan secara berlanjut Pertimbangan Hakim Pengadilan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam putusannya No. 498KPIDSUS2009 terhadap unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan adalah sebagai berikut: PRIMAIR : Bahwa ia Terdakwa I. Adis alias Iwan bin Abu bersama-sama dengan Terdakwa II. Aswin alias Abdul Azis alias Azis bin Abu serta saksi Hendra alias Hengky bin Abu Terdakwa dalam perkara terpisah dan Kahar DPO, pada hari dan tanggal yang tidak dapat diingat secara pasti dalam bulan Desember 2006 atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam kurun waktu antara tahun 2006 sampai dengan tahun 2007, bertempat di Mall Cimanggis Lantai Bawah Kota Depok, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Depok tetapi berdasarkan ketentuan Pasal 84 ayat 2 KUHAP Pengadilan Negeri Pontianak berwenang untuk memeriksa dan Universitas Sumatera Utara 57 mengadili perkara bersangkutan oleh karena tempat Terdakwa ditahan dan domisili saksi-saksi lebih banyak berada di wilayah Pengadilan Negeri Pontianak dari pada daerah hukum di mana tindak pidana tersebut dilakukan, baik bertindak sendiri-sendiri maupun bersekutu satu dengan yang lainnya sebagai yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan itu, menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana berupa uang tunai sebesar Rp. 840.000.000,- delapan ratus empat puluh juta rupiah, dilakukan Terdakwa dengan cara : - Berawal dari perkenalan Terdakwa I dengan Kahar di Lautan – Sulawesi Selatan dalam tahun 2006 hingga berlanjut pada bulan Januari 2007 Kahar menghubungi Terdakwa I melalui telepon bermaksud meminta bantuan kepada Terdakwa I untuk meminjam Rekening Tabungan untuk keperluan memintakan uang sebesar Rp. 840.000.000,- delapan ratus empat puluh juta rupiah dari Bank Muamalat, sehingga Terdakwa I atas permintaan Kahar tersebut kemudian memberikan Nomor Rekening Bank Internasional Indonesia Nomor Rekening 1044754403 atas nama Suryaman dan Nomor Rekening Bank Tabungan Negara BCA, BNI dan BRI ; - Bahwa pada sekitar akhir bulan Desember 2006 sampai dengan awal bulan Januari 2007 oleh Kahar uang sejumlah Rp. 840.000.000,- delapan ratus empat puluh juta rupiah tersebut di transfer melalui ATM ke beberapa Rekening yakni Rekening Bank Internasional Indonesia Nomor Rekening Universitas Sumatera Utara 58 1044754403 atas nama Suryaman, Rekening Bank Tabungan Negara, BCA, BNI dan BRI kemudian oleh Terdakwa I uang sejumlah Rp. 840.000.000,- delapan ratus empat puluh juta rupiah yang berada di beberapa Rekening Tabungan tersebut ditarik sebagian melalui ATM selanjutnya dipindahkan ke Rekening Bank Tabungan Negara BTN Nomor Rekening 0005 2015 00039362 atas nama Bagaskoro kemudian oleh Terdakwa I dan Terdakwa II serta saksi Hendra alias Hengky uang sejumlah Rp. 840.000.000,- delapan ratus empat puluh juta rupiah tersebut yang telah berada di dalam beberapa Rekening tersebut, ditarik kembali secara bertahap melalui ATM BII, ATM BCA, ATM BRI, ATM BNI di Mall Cimanggis Depok dan ATM BTN di Mall Cimanggis Depok untuk selanjutnya Terdakwa I kirimkan kepada Kahar melalui Rekening Bank Mandiri Cabang Sengkang – Sulawesi Selatan sebesar Rp. 150.000.000,- seratus lima puluh juta rupiah sedangkan sisanya Terdakwa serahkan kepada Kahar secara tunai di Cimanggis Depok dan dari hasil pekerjaan tersebut Terdakwa I memperoleh bagian sebesar Rp. 150.000.000,- seratus lima puluh juta rupiah dan oleh Terdakwa I uang sejumlah tersebut diberikan kepada Terdakwa II sebesar Rp. 500.000,- lima ratus ribu rupiah dan Terdakwa II juga menerima imbalan atas pekerjaannya tersebut dari Kahar sejumlah Rp. 2.000.000,- dua juta rupiah serta saksi Hendra alias Hengky memperoleh bagian sebesar Rp. 300.000,- tiga ratus ribu rupiah ; - Bahwa oleh Terdakwa I uang sejumlah Rp. 20.000.000,- dua puluh juta rupiah kemudian disimpan di Bank NISP Nomor Rekening 623130517024 Universitas Sumatera Utara 59 atas nama Wulan Sari dan pada sekitar bulan November 2007 uang tersebut diantaranya Terdakwa pergunakan untuk keperluan membeli 1 satu unit mobil Mitsubishi Lancer No. Pol. B 1018 warna silver, 2 dua unit Laptop, 2 dua unit Printer ; Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur melanggar Pasal 6 ayat 1 UU Nomor 25 Tahun 2003 jo. UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP ; SUBSIDIAIR : Bahwa ia Terdakwa I. Adis alias Iwan bin Abu bersama-sama dengan Terdakwa II. Aswin alias Abdul Azis alias Azis bin Abu serta saksi Hendra alias Hengky bin Abu Terdakwa dalam perkara terpisah dan Kahar DPO, pada hari dan tanggal serta waktu dan tempat sebagaimana telah diuraikan pada dakwaan Primair di atas, baik bertindak sendiri-sendiri maupun bersekutu satu dengan yang lainnya sebagai yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan itu, membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana berupa uang tunai sebesar Rp. 840.000.000,- delapan ratus empat puluh juta rupiah, dilakukan Terdakwa dengan cara : - Berawal dari perkenalan Terdakwa I dengan Kahar di Lautan – Sulawesi Selatan dalam tahun 2006 hingga berlanjut pada bulan Januari 2007 Kahar menghubungi Terdakwa I melalui telepon bermaksud meminta bantuan kepada Terdakwa I untuk meminjam Rekening Tabungan untuk keperluan memintakan uang sebesar Rp. 840.000.000,- delapan ratus empat puluh juta Universitas Sumatera Utara 60 rupiah dari Bank Muamalat, sehingga Terdakwa I atas permintaan Kahar tersebut kemudian memberikan Nomor Rekening Bank Internasional Indonesia Nomor Rekening 1044754403 atas nama Suryaman dan Nomor Rekening Bank Tabungan Negara BCA, BNI dan BRI ; - Bahwa pada sekitar akhir bulan Desember 2006 sampai dengan awal bulan Januari 2007 oleh Kahar uang sejumlah Rp. 840.000.000,- delapan ratus empat puluh juta rupiah tersebut di transfer melalui ATM ke beberapa Rekening yakni Rekening Bank Internasional Indonesia Nomor Rekening 1044754403 atas nama Suryaman, Rekening Bank Tabungan Negara, BCA, BNI dan BRI kemudian oleh Terdakwa I uang sejumlah Rp. 840.000.000,- delapan ratus empat puluh juta rupiah yang berada di beberapa Rekening Tabungan tersebut ditarik sebagian melalui ATM selanjutnya dipindahkan ke Rekening Bank Tabungan Negara BTN Nomor Rekening 0005 2015 00039362 atas nama Bagaskoro kemudian oleh Terdakwa I dan Terdakwa II serta saksi Hendra alias Hengky uang sejumlah Rp. 840.000.000,- delapan ratus empat puluh juta rupiah tersebut yang telah berada di dalam beberapa Rekening tersebut, ditarik kembali secara bertahap melalui ATM BII, ATM BCA, ATM BRI, ATM BNI di Mall Cimanggis Depok dan ATM BTN di Mall Cimanggis Depok untuk selanjutnya Terdakwa I kirimkan kepada Kahar melalui Rekening Bank Mandiri Cabang Sengkang – Sulawesi Selatan sebesar Rp. 150.000.000,- seratus lima puluh juta rupiah sedangkan sisanya Terdakwa serahkan kepada Kahar secara tunai di Cimanggis Depok dan dari hasil pekerjaan tersebut Terdakwa I memperoleh bagian sebesar Rp. Universitas Sumatera Utara 61 150.000.000,- seratus lima puluh juta rupiah dan oleh Terdakwa I uang sejumlah tersebut diberikan kepada Terdakwa II sebesar Rp. 500.000,- lima ratus ribu rupiah dan Terdakwa II juga menerima imbalan atas pekerjaannya tersebut dari Kahar sejumlah Rp. 2.000.000,- dua juta rupiah serta saksi Hendra alias Hengky memperoleh bagian sebesar Rp. 300.000,- tiga ratus ribu rupiah ; - Bahwa oleh Terdakwa I uang sejumlah Rp. 20.000.000,- dua puluh juta rupiah kemudian disimpan di Bank NISP Nomor Rekening 623130517024 atas nama Wulan Sari dan pada sekitar bulan November 2007 uang tersebut diantaranya Terdakwa pergunakan untuk keperluan membeli 1 satu unit mobil Mitsubishi Lancer No. Pol. B 1018 warna silver, 2 dua unit Laptop, 2 dua unit Printer ; Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur melanggar Pasal 3 ayat 1 huruf c UU Nomor 25 Tahun 2003 jo. UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP ; Mahkamah Agung tersebut ; Membaca tuntutan pidana JaksaPenuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Pontianak tanggal 1 September 2008 sebagai berikut : 1. Menyatakan Terdakwa I. Adis alias Iwan bin Abu dan Terdakwa II. Abdul Azis alias Aswin alias Azis bin Abu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama telah menerima atau menguasai pentransferan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana diatur melanggar Pasal Universitas Sumatera Utara 62 6 ayat 1 huruf b UU RI Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dalam dakwaan Primair ; 2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa I. Adis alias Iwan bin Abu dan Terdakwa II. Abdul Azis alias Aswin alias Azis bin Abu dengan pidana penjara selama 14 empat belas tahun dikurangi selama Terdakwa- Terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah agar Terdakwa-Terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp. 250.000.000,- dua ratus lima puluh juta rupiah subsidair 6 enam bulan kurungan ; 3. Menyatakan barang bukti berupa : - 1 satu unit mobil Lancer warna Silver No. Pol. B 1018 OD ; - 2 dua unit sepeda motor merk Honda No. Pol. B 3795 OI ; - 4 empat unit Laptop masing-masing merk ACCER, Travel Mate, - COMPAQ, Linspire dan AXIO ; Seluruhnya dirampas untuk Negara ; - 2 dua buah Kartu STM Anjungan Tunai Mandiri Bank BII masing- masing Nomor 6221 0000 1361 8962 Nomor Rekening 005 201500039362 ; - - dua unit Printer merk HP ; Seluruhnya dirampas untuk dimusnahkan ; 4. Membebankan biaya perkara kepada Para Terdakwa masing-masing sebesar Rp. 1.000,- seribu rupiah ; Membaca putusan Pengadilan Negeri Pontianak No. 285Pid.B- 2008PN.Ptk. tanggal 8 September 2008 yang amar lengkapnya sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 63 1. Menyatakan Terdakwa I. Adis alias Iwan bin Abu dan Terdakwa II. Abdul Azis alias Aswin alias Azis bin Abu tersebut di atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ Secara bersama-sama menerima pentransferan harta kekayaan yang diketahuinya merupakan hasil tindak pidana “ ; 2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu masing-masing kepada Terdakwa I dengan pidana penjara selama 9 sembilan tahun dan pidana denda sebesar Rp. 250.000.000,- dua ratus lima puluh juta rupiah, Terdakwa II dengan pidana penjara selama 8 delapan tahun dan pidana denda sebesar Rp. 250.000.000,- dua ratus lima puluh juta rupiah ; 3. Menyatakan bahwa apabila pidana denda itu tidak dibayar oleh Para Terdakwa, maka harus diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama 5 lima bulan ; 4. Menyatakan masa penahanan yang telah dijalani Para Terdakwa dikurangkan sepenuhnya dari pidana yang dijatuhkan ; 5. Memerintahkan agar Para Terdakwa tetap ditahan ; 6. Menyatakan barang bukti berupa : - 1 satu unit mobil Lancer warna Silver No. Pol. B 1018 OD ; - 2 dua unit sepeda motor merk Honda No. Pol. B 3795 OI ; - 4 empat unit Laptop masing-masing merk ACCER, TRAVEL MATE, COMPAQ, LINSPIRE dan AXIO beserta 2 dua buah Printer merk HP ; - 11 sebelas unit Hand Phone Nokia ; - 1 satu buah BPKB motor Honda No. Pol. B 3795 OI atas nama Burhan ; Universitas Sumatera Utara 64 Dikembalikan kepada Bank Muamalat Cabang Pontianak ; - 2 dua buah Kartu STM Anjungan Tunai Mandiri Bank BII masingmasing Nomor : 6221 0000 1361 8962 dan Nomor Rekening 0005 2015 0003 9362 ; Dirampas untuk dimusnahkan ; 7. Membebankan biaya perkara kepada Para Terdakwa masing-masing sebesar Rp. 1.000,- seribu rupiah ; Membaca putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Barat di Pontianak No. 226PID2008PT.PTK. tanggal 18 November 2008 yang amar lengkapnya sebagai berikut : - Menerima permintaan banding dari Terdakwa dan JaksaPenuntut Umum tersebut ; - Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Pontianak tanggal 8 September 2008 No. 285PID.B2008PN.PTK. yang dimintakan banding tersebut ; - Membebankan Terdakwa untuk membayar biaya perkara di kedua tingkat peradilan, yang untuk tingkat banding sebesar Rp. 2.500,- dua ribu lima ratus rupiah ; Mengingat akan akta tentang permohonan kasasi No. 285Akta.Pid- 2008PN.PTK. jo. No. 226PID2008PT.PTK.. yang dibuat oleh Panitera pada Pengadilan Negeri Pontianak yang menerangkan, bahwa pada tanggal 6 Januari 2009 Para Terdakwa mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Tinggi tersebut ; Memperhatikan memori kasasi tanggal 19 Januari 2009 dari Kuasa Para Terdakwa yang diajukan untuk dan atas nama Para Terdakwa juga sebagai Para Universitas Sumatera Utara 65 Pemohon Kasasi tersebut berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 5 Januari 2009 memori kasasi mana telah diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Pontianak pada tanggal 19 Januari 2009 ; Membaca surat-surat yang bersangkutan ; Menimbang, bahwa putusan Pengadilan Tinggi tersebut telah diberitahukan kepada Para Terdakwa pada tanggal 23 Desember 2008 dan Para Terdakwa mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 6 Januari 2009 serta memori kasasinya telah diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Pontianak pada tanggal 19 Januari 2009, dengan demikian permohonan kasasi beserta dengan alasan-alasannya telah diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara menurut undang-undang, oleh karena itu permohonan kasasi tersebut formal dapat diterima ; Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Para Pemohon KasasiParaTerdakwa pada pokoknya sebagai berikut : 1. Bahwa Hakim Pertama telah melampaui batas kewenangannya mengadili, hal ini tidak mempertimbangkannya mengenai tempos delectie dan locos delectie yang dilakukan oleh Para Terdakwa, sebagaimana diuraikan dalam dakwaan JaksaPenuntut Umum bertempat di Mall Cimanggis lantai bawah Kota Depok yang termasuk dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Depok . Sekalipun di dalam dakwaan menguraikan dihubungkan tempat Terdakwa ditahan dan domisili saksi-saksi lebih banyak berada di wilayah hukum Pengadilan Negeri Pontianak yang hal itu sesuai Pasal 84 ayat 2 KUHAP, namun hal yang demikian berdasarkan faktual saksi-saksi yang diajukan oleh Universitas Sumatera Utara 66 JaksaPenuntut Umum sama sekali tidak mengenal Terdakwa. Alasan lainnya mengenai penahanan Terdakwa sebenarnya dapat saja dipindahkan ke Rutan wilayah hukum Pengadilan Negeri Depok. Bilamana dilakukan penyidikan yang benar maka cukup jelas saksi-saksi lebih banyak berdomisli di wilayah hukum Pengadilan Negeri Depok Jawa Barat namun hal itu tidak dilakukan oleh Penyidik. Dan karenanya berdasarkan ketentuan Pasal 148 ayat 1 KUHAP seharusnya Pengadilan Pertama menyatakan perkara ini bukan kewenangan Pengadilan Negeri Pontianak untuk mengadili Terdakwa ; 2. Bahwa Hakim Pertama tidak menerapkan ketentuan Pasal 156 ayat 7 KUHAP, hal ini disebabkan sekalipun Terdakwa pada sidang pertama tidak mengajukan keberatan sebagaimana diatur dengan Pasal 156 ayat 1 KUHAP akan tetapi memperhatikan Pasal 156 ayat 7 KUHAP sudah seharusnya Pengadilan Negeri Pontianak menyatakan Pengadilan tidak berwenang mengadili Para Terdakwa. Proses hukum terhadap Terdakwa I dan Terdakwa II memang sejak di muka Penyidik, di muka Penuntut Umum sampai di muka Pengadilan tidak didampingi oleh Penasihat Hukum dan bahkan Majelis Hakim tidak menunjuk Penasihat Hukum untuk memberikan bantuan hukum kepada Para Terdakwa, sehingga hak-hak Para terdakwa mengajukan keberatan tidak mengetahui sepenuhnya dengan hukum tersebut. Dikarenakan perbuatan Para Terdakwa dilakukan di daerah Pengadilan Negeri Depok maka seharusnya saksi-saksi yang diajukan oleh JaksaPenuntut Umum adalah saksi di mana Bank tempat Para Terdakwa menggunakan Anjungan Tunai Mandiri ATM sedangkan saksi korban yang berada di Pontianak hanyalah ada Universitas Sumatera Utara 67 hubungan dengan Tersangka Kahar masih DPO dan bukan untuk membuktikan perbuatan Para Terdakwa. Dan karena itu Hakim Pertama dan Hakim Banding tidak menerapkan Pasal 156 ayat 7 KUHAP dan tentunya salah dalam penerapan hukum acara pidana untuk mengadili Para Terdakwa ; 3. Bahwa Hakim Pertama tidak menerapkan ketentuan Pasal 56 ayat 1 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tTentang Kitab Hukum Acara Pidana. Padahal memperhatikan ancaman pidana sebagaimana dimaksudkan Pasal 6 ayat 1 UU Nomor 25 Tahun 2003 jo. UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang adalah dengan pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun. Dengan ancaman pidana yang didakwakan kepada Para Terdakwa tersebut diwajibkan Pejabat Penyidik pada saat pemeriksaan Tersangka menunjuk Penasihat Hukum untuk mendampingi Para Terdakwa. Dikarenakan pada saat Penyidikan tidak ada Penasihat Hukum yang ditunjuk atau disediakan maka berakibat dakwaan JaksaPenuntut Umum menjadi batal demi hukum atau tidak dapat diterima. Dikarenakan pada tingkat Pengadilan Pertama dan Pengadilan Tingkat Banding tidak dijadikan keberatan maka oleh karena itu Majelis Hakim Agung atas kewenangan dapat menyatakan dakwaan JaksaPenuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Pontianak dinyatakan batal demi hukum atau tidak dapat diterima demi rasa keadilan dan kepastian hukum ; 4. Bahwa Hakim Banding dan Hakim Pertama tidak menerapkan ketentuan hukum sebagaimana mestinya sebab dengan amar putusan yang berbunyi Menyatakan Terdakwa I : ADIS alias IWAN bin ABU dan Terdakwa II : Universitas Sumatera Utara 68 ASWIN alias ABDUL AZIS bin ABU tersebut di atas telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersamasama menerima pentransferan harta kekayaan yang diketahuinya merupakan hasil tindak pidana . Hal ini bilamana diartikan maka membuktikan yang dimaksudkan dalam putusan tersebut bukanlah masalah perbuatan turut serta dalam hal tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksudkan dalam dakwaan Primair Pasal 6 ayat 1 huruf b UU No. 25 Tahun 2003 jo. Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sebab adanya perbuatan dilakukan secara bersama-sama dalam hal tindak pidana penipuan dilakukan oleh Kahar dan perbuatan Para Terdakwa tidak pernah menerima transfer uang. Apalagi berdasarkan pengakuan Para Terdakwa hanya mengakui adanya kata-kata Kahar uang yang ditarik tersebut dari pembobolan Bank namun Para Terdakwa tidak tahu istilah perbuatan tindak pidana pencucian uang, dan karenanya unsur ke-2 dan unsur ke-3 Pasal 6 ayat 1 huruf b UU No. 25 Tahun 2003 tersebut sekalipun dapat dibuktikan adanya perbuatan transfer antara Bank akan tetapi hal tersebut bukanlah dilakukan oleh Terdakwa I dan Terdakwa II. Berdasarkan keterangan saksi Hendra alias Hengky bin Abu saksi mahkota menerangkan Terdakwa I Adis hanya mengatakan minta tolong menarikan uang di ATM, kemudian saksi pergi ke Depok. Kemudian keterangan saksi- saksi lainya tidak ada yang mengetahui bahwa Para Terdakwa menerima transfer uang atau menguasai uang. Dalam hal ini hanyalah pengakuan Para Terdakwa hanya melakukan menarik uang di ATM, perbuatan tersebut sama Universitas Sumatera Utara 69 sakali tidak termasuk dalam unsur ke-2 dan unsur ke-3. Dan karenanya cukup jelas Hakim Pertama dalam mengadili terdapat kekeliruan penerapan hukum. Oleh karena itu beralasan Para Terdakwa dinyatakan tidak dapat dipidana ; 5. Bahwa Hakim Pertama dan Hakim Banding telah keliru dalam hal menerapkan hukum pembuktian perbuatan pidana, hal ini dikarenakan dalam pemeriksaan saksi 1. H. Suparmanto Salim, saksi 2. Dewi Rieke Imaryati, saksi 3. Syahrika Fitriyani, SE.AK.MM., saksi 4. Tati Ernawati, saksi 5. Karmini tidak pernah dipertayakan apakah saksi mengenal Terdakwa dan apakah mempunyai hubungan keluarga atau pekerjaan dengan Terdakwa ? Hal ini perlu dipertayakan sebab kalau para saksi tidak mengenal Para Terdakwa maka semua keterangannya di muka persidangan tidak ada hubungannya dengan apa yang dilakukan oleh Para Terdakwa, kemudian bilamana para saksi mempunyai hubungan keluarga maka tidak dapat dibenarkan menurut hukum ; 6. Bahwa Hakim Pertama dan Hakim Banding telah salah menerapkan hukum dan atau menerapkan hukum tidak sebagaimana yang dimaksudkan oleh undang undang, sebab telah keliru bilamana Terdakwa I dan Terdakwa II dinyatakan bersalah melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf b UU No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dakwaan Primair ; 7. Bahwa unsur-unsurnya Pasal 6 ayat 1 huruf b UU No. 25 Tahun 2003 adalah : Universitas Sumatera Utara 70 - Setiap orang ; - Yang menerima atau menguasai ; - Pentrasferan ; - Harta kekayaan ; - Diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil kejahatan ; Unsur setiap orang adalah setiap subyek yang dapat mendukung hak dan kewajiban, unsur ini dapat dibuktikan ; Unsur menerima atau menguasai pentrasferan harta kekayaan dimaksudkan adalah adanya sesuatu barang bersifat ekonomis yang diterima atau dikuasai dengan cara transfer atau pengiriman berupa uang dari suatu Bank ke Rekening milik seseorang yang ada pada suatu Bank ; Bilamana memperhatikan dari keterangan saksi H. Suparmanto Salim, Dewi Rieke Imaryati, Syahrika Fitriyani, SE.AK.MM., Tati Ernawati, diyakini sejumlah uang sebanyak Rp. 1.162.510.000,- satu milyar seratus enam puluh dua juta lima ratus sepuluh ribu rupiah yang semula tersimpan di dalam Rekening Tati Ernawati pada Bank Muamalat Cabang Pontianak ternyata saldonya masih tersisa sebanyak Rp. 62.510.000,- enam puluh dua juta lima rartus sepuluh ribu rupiah dan sudah diyakini adanya pembobolan uang dengan cara mengunakan PIN melalui SMS Phone Banking yang dilakukan oleh seseorang yang belum tertangkap sehingga kerugian saksi Tati Ernawati atau kerugian Bank Muamalat Cabang Pontianak sebesar Rp. 1.100.000.000,- satu milyar seratus juta rupiah ; Adanya perbuatan pentransferan dengan cara Phone Banking bukan dilakukan oleh Terdakwa I dan Terdakwa II sebab Para Terdakwa memang tidak pernah Universitas Sumatera Utara 71 melakukan hal tersebut dan dari keterangan saksi juga tidak ditemukan keterangan adanya perbuatan Para Terdakwa melakukan transfer uang tersebut, dan Para Terdakwa juga tidak pernah menyediakan Rekening Bank untuk menerima tranfer dari Bank Muamalat atau dari Tersangka berinisial Kahar. Sekalipun adanya pengakuan Terdakwa I bahwa pernah mendengar kata-kata Kahar teman satu kampong menerangkan uang yang diminta tolong menarik dari ATM tersebut adalah hasil membobol Bank akan tetapi tidak ada bukti lain yang memperkuat keterangan tersebut. Dari fakta-fakta ini diyakini unsur membantu atau turut serta melakukan pentrasferan uang dari Bank Muamalat tersebut yang dilakukan Terdakwa I sama sekali tidak dapat dibuktikan, hanya saja Terdakwa I diminta tolong menarik atau menggunakan ATM pada suatu Bank yang berada di wilayah hukum Pengadilan Negeri Depok. Dikarenakan fakta adanya perbuatan Para Terdakwa hanya dimintakan untuk menggunakan ATM menarik uang maka hal yang demikian belum diatur di dalam Pasal 6 ayat 1 UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Kecuali Terdakwa I berperan membuka Rekening pada suatu Bank dan kemudian menarik uang tersebut dari hasil pembobolan Bank maka sangat beralasan Terdakwa dapat dipersalahkan turut membantu menerima pentransferan uang hasil kejahatan. Bilamana memperhatikan dari keterangan saksi-saksi maka benar adanya suatu tipu daya dari seseorang berinisial Kahar untuk mendapatkan Nomor Rekening atas nama saksi Tati Ernawati dan kemudian dengan dibantu oleh saksi Syahrika Fitriyani, SE.AK.MM. diperolehlah Nomor PIN dan akhirnya dengan cara SMS Phone Banking terjadilah perpindahan pembukuan ; Universitas Sumatera Utara 72 8. Bahwa Hakim Pertama dan Hakim Banding telah keliru dalam hal menerapkan hukum pembuktian untuk menyatakan kesalahan Terdakwa II sebab disamping tidak sesuai dengan apa yang dimaksudkan Pasal 183 jo. 184 ayat 1 KUHAP UU No. 8 Tahun 1981 , disisi lain penerapan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo. Pasal 6 ayat 1 huruf b UU No. 25 Tahun 2003 juga terdapat kesalahan yang normatif. Dari segi bukti hanya ada bukti pengakuan Terdakwa II menerangkan pernah mengenal Sdr. Kahar dan sekitar bulan Desember 2006 Sdr. Kahar pernah datang ke tempat tinggalnya di Depok Jawa Barat dan meminta tolong mengambilkan uang dengan menggunakan ATM di Bank BCA dan Bank Pertama yang hasilnya mendapatkan Rp. 20.000.000,- dan uang tersebut diserahkan kepada Terdakwa Adis bukan kepada Sdr. Kahar. Pengakuan ini hanyalah satu alat bukti sedangkan bukti keterangan saksi tidak ada dalam persidangan sehingga tidak pernah ditemukan adanya unsur perbuatan menerima atau menguasai pentransferan harta kekayaan sekalipun diketahui dari hasil kejahatan. Apalagi dari kehidupan Terdakwa II hanya seorang petani yang tidak mengerti dalam masalah perbankkan maka dinyakini Terdakwa tidak ada niat untuk membantu Terdakwa Kahar dalam hal menyiapkan transfer di suatu Bank, sehingga patut beralasan salah satu unsur Pasal 6 ayat 1 UU No. 25 Tahun 2003 jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tidak dapat dipertahankan lagi dan beralasan menyataka khusus Terdakwa II tidak terbukti melanggar dakwaan Primair dan dakwaan Subsidair ; Universitas Sumatera Utara 73 9. Bahwa dengan diyakini tidak terbuktinya Terdakwa I dan Terdakwa II melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf b UU No. 25 Tahun 2003 jo. UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dakwaan Primair, beralasan untuk membuktikan dengan dakwaan Subsidair sebagaimana dimaksudkan Pasal 3 ayat 1 huruf c UU No. 25 Tahun 2003 jo. UU No.1 5 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dari pengakuan Terdakwa memang benar pernah bertemu dengan Sdr. Kahar untuk diminta mengambil uang di beberapa Bank di wilayah hukum Pengadilan Negeri Depok dengan menggunakan ATM, namun Terdakwa I dan Terdakwa II mengakui di muka persidangan tidak mengetahui perbuatan Tindak Pidana Pencucian Uang yang dilakukan oleh Sdr. Kahar dan sekalipun Terdakwa I dan Terdakwa II menarik uang dari Anjungan Tunai Mandiri, akan tetapi belum menjadi alasan untuk membuktian bahwa patut Para Terdakwa mengatahui uang yang ditarik dengan menarik di beberapa ATM tersebut hasil kejahatan. Apalagi memperhatikan keadaan Para Terdakwa tersebut diyakini hanyalah diperdaya dan dikendalikan oleh seseorang bertugas menarik di ATM saja, sekalipun Para Terdakwa ada mendapatkan imbalan tersebut namun hal yang demikian bukanlah sebagaimana dimaksudkan turut serta dalam kejahatan Pasal 3 ayat 1 huruf c UU No. 25 Tahun 2003. Dan karena itu terhadap dakwaan Subsidair ini secara sah dan menyakinkan tidak terbukti pula, dan karenanya Terdakwa I dan Terdakwa II beralasan dinyatakan dibebaskan dari dakwaan Subsidair ; Universitas Sumatera Utara 74 10. Bahwa menurut Peter J. Quirk dalam tulisannya : Money Laundering; Muddying the Macroeconomy, 1997 mengatakan Money Laundering, permintaan uang yang sering berpindah-pindah dari suatu negara ke negara lain, yang dapat mengacaukan statistik jumlah mata uang yang dikeluarkan suatu negara, membuat data moneter tidak benar dan dapat menimbulkan konsekwensi sebaliknya bagi volatilitas terutama terhadap dollarrizet economies yang menjadi tidak pasti atas gerakan agregetagregat moneter . Kemudian berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UU No. 25 Tahun 2003 yang dimaksud dengan pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah Disisi lain berdasarkan Keputusan Kepala Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor : 21KEP.PPATK2003 tanggal 9 Mei 2003 tentang Pedoman Umum Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Bagi Penyedia Jasa Keuangan, pada bagian pendahuluan diuraikan sebagaimana halnya dengan negara-negara lain, Indonesia juga member perhatian besar terhadap tindak pidana lintas negara yang terorganisir seperti pencucian uang Money Laundering dan terorisme. Dengan mengutip beberapa pengertian tersebut di atas berarti perbuatan pidana pencucian uang tersebut adalah sesuatu perbuatan seseorang yang Universitas Sumatera Utara 75 mendapatkan harta kekayaan dari hasil perbuatan melawan hokum misalnya korupsi dan kemudian diuangkan untuk ditempatkan di suatu Bank atau Badan Keuangan, atau dengan cara lain seperti mentransfer ke negara lain atau dengan cara membuat yayasan atau dengan cara menghibahkan kepada Badan Hukum sehingga uangharta kekayaan tersebut terselubung seolah-olah menjadi sah atau didapatkan seseorang dengan tidak melawan hukum, akibat perbuatan tersebut berdampak kepada peredaran ekonomi suatu negara. Dengan demikian jumlah uang yang dilakukan tersebut cukup besar dan bukan dengan perbuatan seseorang yang menarik dari dana dari Rekening Bank milik orang lain yang kemudian di transfer kepada Rekening milik orang lain. Bilamana dihubungkan dengan dakwaan JaksaPenuntut Umum dan dengan pertimbangan hukum Hakim Pertama dan Hakim Banding maka terdapat kekeliruan yuridis formil, dan karena itu baik Para Terdakwa yang masih dalam pencarian orang DPO maupun terhadap Terdakwa I dan Terdakwa II didakwa sebagai turut serta sama sekali tidak ada fakta-fakta yang dapat dijadikan untuk memenuhi unsur-unsur Pasal 6 ayat 1 huruf b UU No. 25Tahun 2003 jo. UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian uang jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagai dakwaan Primair dan Pasal 3 ayat 1 huruf c UU No. 25 Tahun 2003 jo. UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagai dakwaan Subsidair ; 11. Bahwa peroses hukum dalam hal tindak pidana pencucian uang sebagaimana didakwakan kepada Terdakwa I dan Terdakwa II tidak pernah terungkap Universitas Sumatera Utara 76 melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 10 jo. Pasal 18 ayat 2 UU No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, sehingga proses penyidikan dalam pemeriksaan berakibat dakwaan tersebut tidak sempurna dan proses pemeriksaan di muka persidangan juga menjadi batal demi hukum. Dan karena itu bilamana memperhatikan berkas perkara yang dilimpahkan JaksaPenuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Pontianak maka perkara ini hanyalah berhubungan dengan tindak pidana penipuan sebagaimana dimaksudkan Pasal 480 KUHP. Dikarenakan tidak pernah didakwakan maka berarti Terdakwa I dan Terdakwa II tidak dapat dinyatakan bersalah dan karenanya Terdakwa I dan Terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan dan tuntutan hukum ; Menimbang, bahwa atas alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat : Mengenai alasan ad. 1 : Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena Pengadilan Negeri Pontianak berwenang mengadili sebab Para Terdakwa ditahan di Pontianak dan sebagian besar bukti dan saksi berada di Pontianak ; Mengenai alasan-alasan ad. 2 dan 3 : Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena tidak relevan sebab Terdakwa tidak menggunakan haknya untuk tidak didampingi Penasehat Hukum ; Mengenai alasan-alasan ad. 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 dan 11 : Universitas Sumatera Utara 77 Bahwa alasan-alasan tersebut juga tidak dapat dibenarkan, karena Judex Facti tidak salah menerapkan hukum, lagi pula alasan-alasan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan kesalahan penerapan hukum, pelanggaran hukum yang berlaku, kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila Pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 30 Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 serta perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 ; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum danatau undang-undang, maka permohonan kasasi tersebut harus ditolak ; Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Para Pemohon KasasiPara Terdakwa ditolak, maka Para Pemohon KasasiPara Terdakwa harus dibebani untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini ; Memperhatikan Pasal 6 ayat 1 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2003, Undang- Undang No. 4 Tahun 2004, Undang- Undang No. 8 Tahun 1981, Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004, dan perubahan kedua dengan Undang- Universitas Sumatera Utara 78 Undang No. 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan ; M E N G A D I L I : Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon KasasiPara Terdakwa : I. ADIS alias IWAN bin ABU dan II. ASWIN alias ABDUL AZIS alias AZIS bin ABU tersebut ; Membebankan Para Pemohon KasasiPara Terdakwa tersebut untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini masing-masing sebesar Rp. 2.500,- dua ribu lima ratus rupiah ; Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin tanggal 30 Maret 2009 oleh Moegihardjo, SH. Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Prof. DR. Komariah E. Sapardjaja, SH. dan Suwardi, SH. Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota tersebut, dan dibantu oleh Rahayuningsih, SH.MH. Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh Para Pemohon KasasiPara Terdakwa dan JaksaPenuntut Umum ; Berdasarkan uraian tersebut di atas jelas sekali bahwa kebebasan hakim dalam kewenangannya memeriksa dan memutus perkara sangat luar biasa. Padahal terdapat hal-hal yang patut diduga oleh hakim bahwa hal-hal tersebut mengarah kepada tindak pidana yang didakwakan. Hakim tidak hanya memiliki kewenangan yang luar biasa dalam memeriksa dan memutus perkara, tetapi juga didukung dengan asas ius curia novit yaitu asas yang menyatakan bahwa hakim Universitas Sumatera Utara 79 dianggap tahu hukumnya. Dalam hal ini hakim dianggap mengetahui dan memahami sepenuhnya mengenai perkara hukum yang ditanganinya, sehingga hakim dianggap dapat memberikan putusan yang tepat sesuai dengan keadilan agar kepastian hukum tercapai. Dalam perkara tindak pidana pencucian uang oleh Terdakwa Adis als. Iwan bin Abu dan Aswin als. Abdul Azis dengan kewenangan dan didukung asas yang dimiliki hakim menjatuhkan putusan bebas terhadap Terdakwa Marthen Renouw. Putusan tersebut tentunya menimbulkan dampak negatif terhadap posisi hakim itu sendiri di mata masyarakat karena pada hakihatnya tugas hakim adalah menegakkan hukum dan keadilan melalui perkara- perkara yang dihadapkan kepadanya dengan memutus perkara-perkara tersebut seadil-adilnya sesuai hukum yang berlaku dengan pertimbangan aspek-aspek yang ada. Yang paling menonjol dalam pertimbangan putusan adalah penilaian keyakinan hakim tanpa menguji dan mengaitkan keyakinan itu dengan alat-alat bukti yang sah. Begitu juga dengan sering dijumpainya pertimbangan putusan yang mendasarkan pada penilaian salah atau tidaknya terdakwa semata-mata pada sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif agar keadilan dapat dicapai. Pada dasarnya tugas hakim adalah mengemban amanah. Amanah untuk menegakkan keadilan yang seharusnya tidak hanya sekedar menjalankan sistem hukum acara yang mengejar aspek kepastian hukum, tetapi hakim harus mampu Universitas Sumatera Utara 80 menyelesaikan persoalan hukum dengan jaminan mendapatkan keadilan bagi pencari keadilan. 67 Hakim dalam putusannya harus objektif dengan mempertimbangkan fakta- fakta yang ada, tidak boleh hanya karena pangkat, jabatan, hubungan keluarga, atau lainnya sehingga menyebabkan putusan menjadi tidak objektif. Apabila Amanah tersebut harus dilaksanakan hakim melalui putusan-putusan yang dibuatnya dalam menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Tidak hanya menjalankan hukum acara, hakim juga harus mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat melalui putusan yang dijatuhkannya. Perlu diingat bahwa hakim dalam memeriksa dan memutus perkara memiliki kebebasan, tetapi harus disertai alasan yang objektif dan logis. Hakim harus benar-benar sadar dan cermat dalam menilai dan mempertimbangkan fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan. Jika Majelis Hakim hendak meletakkan kebenaran yang ditemukan dalam putusan yang dijatuhkan, kebenaran tersebut harus diuji dengan alat-alat bukti yang telah ditentukan oleh undang-undang. Dalam hal ini seharusnya hakim memperhatikan Pasal 185 ayat 6 KUHAP yang berbunyi bahwa “Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain, persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti yang lain, alasan lain yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan tertentu, cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya”. 67 Sidik Sunaryo. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. Malang: UMM Press. 2004, hal 29 Universitas Sumatera Utara 81 dalam suatu perkara yang sedang diperiksa ada kepentingan pribadi hakim di dalamnya, maka sudah dapat dipastikan putusan yang dihasilkan akan jauh dari rasa keadilan yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan asas nemo iudex idoneus in propia causa tiada seorang pun dapat menjadi hakim yang baik di dalam kepentingannya sendiri. Apabila hakim memiliki kepentingan dalam perkara yang ditanganinya, misalnya karena hubungan kekerabatan, dijanjikan sesuatu yang menguntungkan, tekanan dari pihak-pihak lain, atau pengaruh luar lainnya, maka sudah dapat dipastikan tidak akan ada kebaikan-kebaikan dalam pribadi hakim. Ini dikarenakan faktor kepentingan sudah menguasai pribadi hakim sehingga mengabaikan fakta-fakta di dalam persidangan dan rasa keadilan dalam masyarakat. Fakta-fakta di dalam persidangan yang menunjukkan bahwa hakim mempunyai kepentingan untuk membebaskan Adis als. Iwan bin Abu dan Aswin als. Abdul Azis dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum salah satunya dengan dalih “hutang-piutang”.Padahal kalau saja hakim lebih cermat, maka hakim tentunya akan dapat bersikap adil. Misalnya uraian hakim yang menyatakan perkara tersebut masuk ke dalam lingkup hukum perdata terlihat tidak logis. Tidak logis apabila seorang yang statusnya pegawai negeri sipil meminjam uang sebesar Rp. 1.065.000.000,00 satu milyar enam puluh lima juta rupiah. Seharusnya hakim menggunakan logikanya untuk lebih luas mencermati perkara ini secara objektif bahwa dengan apa Terdakwa melunasi hutang yang sedemikian besarnya. Walaupun Terdakwa menggunakan seluruh gajinya, tidak akan cukup untuk melunasi hutang sebesar itu. Kemudian logika apa yang digunakan Majelis Hakim Universitas Sumatera Utara 82 bahwa Terdakwa Adis als. Iwan bin Abu dan Aswin als. Abdul Azis meminjam uang dari M. Yudi Firmansyah untuk kepentingan negara, tetapi dibayar dengan uang pribadi. Sama halnya putusan Majelis Hakim yang membebaskan Terdakwa Marthen Renouw, jelas sesuatu yang tidak masuk akal, tidak objektif dan tidak logis. Terlihat sekali adanya faktor kepentingan di dalam putusan bebas tersebut. Dengan demikian, kewenangan yang dimiliki hakim dalam memeriksa dan memutus perkara yang ditanganinya tidak berarti kewenangan mutlak secara tidak terbatas, meskipun hakim didukung asas ius curia novit. Hal ini untuk menghasilkan putusan yang adil menurut hukum dan rasa keadilan masyarakat karena putusan itu harus dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan, negara, masyarakat dan terhadap dirinya sendiri.

D. Sanksi Pidana Tindak Pidana Pencucian Uang Money Laundry

Melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang disahkan pada tanggal 25 Maret 2002, yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang inilah ditetapkan legalitas pencucian uang sebagai tindak pidana perbuatan kriminal. Kriminalisasi pencucian uang in dipercepat oleh desakan IMF International Monetary Fund dan FATF The Financial Action Task Force on Money Laundering dimana Letter of Intent antara IMF dan Indonesia mensyaratkan adanya undang-undang anti pencucian uang sebagai prasyarat pencairan dana pinjaman, serta desakan FATF dengan menetapkan Indonesia Universitas Sumatera Utara 83 dalam daftar hitam sebagai Non Cooperatives Countries and Territories NCCT pada bulan Juni 2001 bersama sejumlah negara. Artinya memenuhi syarat kriminalisasi pada umumnya yaitu: a. adanya korban; b. kriminalisasi bukan semata-mata ditujukan untuk pembalasan; c. harus berdasarkan asas ratio-principle; d. adanya kesepakatan sosial public support. Terkait tentang adanya korban berarti pencucian uang harus menimbulkan sesuatu yang buruk atau menimbulkan kerugian, setelah melalui perdebatan panjang disepakati bahwa pencucian uang itu tidak merugikan individu secara langsung tetapi berdampak pada munculnya kerugian keuangan nasional bahkan membahayakan keuangan global. 68 Kembali pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 3 telah memenuhi standar yang pada umumnya dipakai dalam kriminalisasi pencucian uang, yaitu meliputi: 1. A financial transaction transaksi keuangan; 2. Proceed hasil-hasil kejahatan; 3. Unlawful activity tindakan kejahatan; 4. Knowledge mengetahui atau patut mengetahui; 5. Intent maksud. 69 Sebagai catatan berkenaan dengan definisi tindak pidana umumnya, maka masalah definisi tindak pidana pencucian uang menjadi sesuatu yang sangat penting. Pentingnya menentukan definisi dalam tindak pidana antara lain berkaitan dengan asas lex certa, yaitu nullum crimen sine lege stricta atau tiada suatu kejahatan tanpa peraturan yang jelas dan terbatas. Hal ini juga menyiratkan 68 Muladi, “Pembaruan Hukum Pidana Yang Berkualitas Indonesia”, Makalah Dalam rangka HUT FH UNDIP, 11 Januari 1998, hal., 22-23, dikutip dalam Yenti Ganarsih, ibid., hal 71. 69 United Nation Convention Against Illicit Traffic in Narcotic, Drugs and Psycotropic Substances, 1988. Universitas Sumatera Utara 84 bahwa ketentuan tindak pidana harus dirumuskan secara jelas dan limitatif atau terbatas, tidak bersifat karet, untuk menjaga kepastian hukum. Implikasinya akan menunjukkan rumusan delik, siapa yang dimaksud sebagai pelaku, lalu apa saja yang dimaksud unsur objektif dan subjektif. 70 Tindak pidana atau delik secara singkat berarti, “suatu kelakuan manusia yang oleh peraturan perundang- undangan diberikan sanksi pidana, atau merupakan perilaku manusia yang pada umumnya dilarang dan diancam pidana.” 71 Kebijakan pidana atau kriminal adalah upaya rasional dari suatu negara untuk menanggulangi kejahatan. Kebijakan ini merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat social defence planning atau protection of society yang tujuannya untuk mencapai kesejahteraan. Dikutip oleh Yenti Ganarsih 72 Kriminalisasi pencucian uang mendapatkan azas legalitasnya melalui UU Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, sekarang menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sebelumnya pada tahun 1997 Indonesia sudah tentang perumusan tujuan kebijakan kriminal dari suatu laporan kursus pelatihan ke-34 yang dilaksanakan UNAFEI di Tokyo 1973, bahwa: “Most of group members agreed some discussion that protection of the society could be accepted as the final goal or criminal policy, although not the ultimate aim of society, which might perhaps be describeds by terms like ‘happiness of citizen”, “a wholesome and cultural living”, “social welfare or equality”. 70 Ibid 71 H.B.Vos. Leebook van Nederlands Strafrech, Haarlem: H.D. Tjeenk Willink Zonon N.V., 1950, hal.25 dikutip dalam Ganarsih, ibid, hal.194. 72 Ganarsih, Yenti, op.cit., hal. 12 Universitas Sumatera Utara 85 meratifikasi United Nation Convention Against Illicit Traffic in narcotic, Drugs and Psycotropic Substances of 1988 yang mengharuskan negara yang meratifikasi Konvensi tersebut untuk melakukan kriminalisasi pencucian uang. Pada tahun 1977 Indonesia juga bergabung dengan Asia Pacific Group on Money Laundering APG yang terdiri atas 22 negara di Asia Pasifik, termasuk Amerika Serikat. Namun tahun 2001 Indonesia dimasukkan dalam daftar hitam oleh Financial Action Task Force FATF sebagai Non Cooperatives Countries and Territories NCCT dalam memberantas pencucian uang, bersama 17 negara lainnya dinyatakan sebagai negara tempat pencucian uang oleh FATF. 73 Dalam ketentuan Pasal 54 RKUHP Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana disebutkan pada Pasal 54 ayat 1: “Pemidanaan bertujuan: a. mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat; b. memsyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna; c. menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; d. membebaskan rasa bersalah pada terpidana; e. memaafkan terpidana.” Sedangkan pada Pasal 54 ayat 2 RKUHP disebutkan, “Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat manusia.” 74 73 “Indonesia Termasuk Daftar Hitam”, Suara Pembaruan, Jakarta, 21 Juni 2001, hal.6. Ke 17 negara itu adalh Rusia, Filipina, Kepulauan Nauru, Kepulauan Cook, Dominika, Mesir, Guatemala, Hongaria, Indonesia, Israel, Lebanon, Kepulauan Marshall, Myanmar, Nigeria, Niue, St.Kitt and Nevis, St. Vincent and Granadies. Dikutip dalam Ganarsih, ibid., hal.9. Lihat: Yunus Husein, Upaya Indonesia Keluar Dari Daftar NCCTs: Kerja Keras yang Berkelanjutan, hal.128. 74 Zulfa, Eva Achjani, Pergeseran Paradigma Pemidanaan, Bandung: Lubuk Agung, 2012, hal. 178 Jelas sekali bahwa ketidakcermatan atau ketidaktepatan dalam melakukan kriminalisasi akan menimbulkan permasalah Universitas Sumatera Utara 86 baik over criminalization maupun sebaliknya. Kalau kedua hal ini terjadi maka akan timbul keragu-raguan bagi penegak hukum pidana untuk melakukan full enforcement dan diskresi justru akan banyak digunakan. 75 Untuk memperjelas apa yang dimaksud dengan Transaksi Keuangan Mencurigakan maka Pasal 1 ayat 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ini menyebutkan: a. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan; b. Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; c. Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Lalu ayat 3 menyatakan, “Transaksi adalah seluruh kegiatan yang menimbulkan hak danatau kewajiban atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih,” lalu ayat 4 menegaskan, “Transaksi Keuangan adalah Transaksi untuk melakukan atau menerima penempatan, penyetoran, penarikan, pemindahbukuan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, danatau penukaran atas sejumlah uang atau tindakan danatau kegiatan lain yang berhubungan dengan uang.” 75 Ibid Universitas Sumatera Utara 87 Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau d. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana. Darimana uang kotor yang akan dicuci ke dalam Perbankan dan Lembaga Keuangan serta kegiatan bisnis lainnya itu? Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ini menegaskan dalam Pasal 2 ayat 1 yang berbunyi, “Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a, korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; penyelundupan tenanga kerja; penyelundupan migrant; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l. perdagagangan orang; m. perdagagangan senjata gelap; n.terorisme; o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan uang; t.perjudian; u. prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup; y. di bidang kelautan dan perikanan; z. atau tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun atau lebih, yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.” Selain itu ditekankan secara langsung terhadap kejahatan terorisme, sebuah perkembangan politik nasional dan internasional baru, terutama pasca peledakan gedung World Trade Center di New York, Amerika Serikat pada Universitas Sumatera Utara 88 1192001 yang menewaskan sekitar 3.000 orang, dan di Indonesia pasca Bom Bali I dan II. Hemat penulis ini sebagian raison d’etre dimunculkan Pasal 2 ayat 2 untuk melengkapi pemahaman tentang pencucian uang dengan menegaskan dalam ayat tersendiri bahwa, “Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan danatau digunakan secara langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf n. 76 76 Ibid Universitas Sumatera Utara 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

C. Kesimpulan

1. Pelaku kejahatan dapat memanfaatkan bank untuk kegiatan pencucian uang karena jasa dan produk perbankan memungkinkan terjadinya lalu lintas atau perpindahan dana dari satu bank ke bank atau lembaga keuangan lainnya, sehingga asal usul uang tersebut sulit dilacak oleh penegak hukum. 2. Praktik-praktik penyelewengan dalam proses hukum seperti mafia peradilan, proses peradilan hukum yang diskriminatif, jual-beli putusan hakim, atau tebang pilih kasus merupakan realitas sehari-hari yang secara nyata dapat kita lihat dalam praktik penegakan hukum di Negara ini. Dampak dari penyelewangan hukum ini adalah kerusakan dan kehancuran di segala bidang politik, perekonomian, budaya dan social. Selain itu menyebabkan masyarakat kehilangan rasa hormat dan timbulnya ketidak percayaan terhadap aparat penegak hukum di negeri ini. Sehingga membuat masyarakat mencari keadilan sendiri. Oleh karena, itu praktik main hakim sendiri sangat terlihat di masyarakat kita. Contoh kasus upaya pembacokan seorang hakim yang terlibat kasus korupsi oleh seorang aktivis LSM karena sang pelaku geram dengan para pelaku korupsi yang merugikan Negara ini. 3. Dasar pertimbangan hakim bahwa unsur-unsur perbuatan yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan kesatu maupun dakwaan kedua tidak terbukti. Yang mana dalam dakwaan kesatu primair yang terpenuhi dan Universitas Sumatera Utara 90 dinyatakan terbukti adalah unsur “pegawai negeri atau penyelenggara negara”, dalam dakwaan kesatu subsidair yang terpenuhi dan dinyatakan terbukti adalah unsur “setiap gratifikasi” dan unsur “kepada pegawai negeri dan penyelenggara negara”, dan dalam dakwaan kesatu lebih subsidair yang terpenuhi dan dinyatakan terbukti adalah unsur “pegawai negeri atau penyelenggara negara”. Dalam dakwaan kedua primair yang terpenuhi dan dinyatakan terbukti adalah unsur “setiap orang yang dengan sengaja membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan” dan dalam dakwaan kedua subsidair yang terpenuhi dan dinyatakan terbukti adalah unsur “setiap orang yang menerima atau menguasai pentransferan harta kekayaan”. Sedangkan empat belas unsur lainnya dalam dakwaan kesatu dan kedua tidak terpenuhi dan dinyatakan tidak terbukti oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pontianak

D. Saran