Patofisiologi Gejala Klinis KERANGKA TEORI

manifestasi dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar ultraviolet terjadi kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra Viso, Gude Rodriguez-Ares, 2011. Pemisahan fibroblast dari jaringan pterigium menunjukkan perubahan phenotype, pertumbuhanlebih baik pada media mengandung serum dengan konsentrasi rendah dibanding dengan fibroblast konjungtiva normal. Lapisan fibroblast pada bagian pterigium menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan.Pada fibroblast pterigium menunjukkan matrix metalloproteinase, dimana matriks ekstraselluler berfungsi untuk jaringan yang rusak, penyembuhan luka, mengubah bentuk. Hal ini menjelaskan mengapa pterigium cenderung terus bertumbuh, invasi ke stroma kornea, dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi Zaki, 2011.

2.1.4. Patofisiologi

Pterigium ini biasanya bilateral karena kedua mata mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan kekeringan. Semua kotoran pada konjungtiva akan menuju ke bagian nasal kemudian melalui pungtum lakrimalis dialirkan ke meatus nasi inferior Ilyas, 2011. Daerah nasal konjungtiva juga relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain, karena disamping kontak langsung,bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultraviolet secara tidak langsung akibat pantulan dari hidung, karena itu pada bagian nasal konjungtiva lebih sering didapatkan pterigium dibandingkan dengan bagian temporal Bag. SMF Ilmu Penyakit Mata, 2007. Patofisiologi pterigium ditandai dengan degenerasi elastotikkolagen dan proliferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epitel. Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan daerah basofilia Universitas Sumatera Utara bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untukjaringan elastik akan tetapi bukan jaringan elastik yang sebenarnya karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase Fisher, 2013. Histologi pterigium merupakan akumulasi dari jaringan degenerasi subepitel yang basofilik dengan karakteristik keabu-abuan pada pewarnaan hematoksin dan eosin. Berbentuk seperti ulat atau degenerasi elastotik dengan penampilan seperti cacing bergelombang dari jaringan yang degenerasi. Pemusnahan lapisan Bowman oleh jaringan fibrovaskular sangat khas. Epitel diatasnya biasanya normal, tetapi mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan displastik dan sering menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet Fisher, 2013. Gambar 2.1 Histologi Pterigium dengan Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin Zaki, 2011

2.1.5. Gejala Klinis

Pada fase awal, pterigiumtidak memberikan keluhan atau hanya menimbulkan keluhan mata merah, iritatif, dan keluhan kosmetik Ilyas, 2011. Pterigium memperlihatkan gambaran yang sama seperti pingekula. Bedanya, pada pterigium lapisan Bowman dirusak. Destruksi lapisan Bowman panah 1 oleh jaringan fibrovaskular menghasilkan sebuah luka di kornea. Terdapat juga formasi pannus panah 2 dan inflamasi kronik panah 3 Universitas Sumatera Utara Gangguan terjadi ketika pterigiummencapai daerah pupil atau menyebabkan astigmatisma karena pertumbuhan fibrosis pada tahap regresi. Kadang terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata Stephen Antony, 2004. Pterigium lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja di luar rumah. Bisa unilateral atau bilateral. Kira-kira 90 terletak di daerah nasal. Pterigium yang terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara bersamaan walaupun pterigium di daerah temporal jarang ditemukan. Kedua mata sering terlibat tetapi jarang simetris.Perluasan pterigium dapat sampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi sumbu penglihatan yang menyebabkan penglihatan kabur Zaki, 2011. Secara klinis pterigiummuncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah fissura interpalpebra. Biasanya pada bagian nasal tetapi dapat juga terjadi pada bagian temporal. Deposit besi dapat dijumpai pada bagian epitel kornea anterior dari kepala pterigiumstokers lineKanski, 2003. Pterigiumdibagi menjadi tiga bagian yaitu: body, apex head dan cap. Bagian segitiga yang meninggi pada pterigiumdengan dasarnya ke arah kantus disebut body, sedangkan bagian atasnya disebut apex dan ke belakang disebut cap. A subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir pterigiumKhurana, 2007. Keterangan gambar: Universitas Sumatera Utara A = Cap B = Whitish C = Badan Gambar 2.2 Tiga Bagian Pterigium Gondhowiardjo,2006 Pembagianpterigiumberdasarkan perjalanan penyakit dibagi atas 2 tipe, yaitu progresif dan regresif Fisher,2013. - Progresifpterigium: tebal dan banyak pembuluh darah dengan beberapa infiltrat di depan kepala pterigiumdisebut cap pterigium. Universitas Sumatera Utara - Regresifpterigium: tipis, atrofi, sedikit pembuluh darah. Akhirnya membentuk membrane, tetapi tidak pernah hilang. Menurut Fisher2013, jika dari tampilan klinisnya, pterigium bisa dibedakan menjadi dua kategori umum, yaitu: 1. Pasien dengan proliferasi minimal dan tampilan atrofik. Pterigium pada grup ini tambah lebih datar dan tumbuh.lambat. Memiliki insidensi kekambuhan yang lebih rendah setelah dieksisi. 2. Pasien dengan riwayat pertumbuhan cepat dan komponen fibrovaskular yang meninggi secara signifikan. Pterigium pada grup ini tumbuh lebih cepat dan memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi setelah dieksisi. Sementara itu, menurut Kanski 2007, pembagian lain pterigiumyaitu: 1. Tipe I: meluas kurang 2 mm dari kornea. Stokers line atau deposit besi dapat dijumpai pada epitel kornea dan kepala pterigium. Lesi sering asimptomatis meskipun sering mengalami inflamasi ringan. Pasien dengan pemakaian lensa kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat. 2. Type II: menutupi kornea sampai 4 mm, bias primer atau rekuren setelah operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmatisma. 3. Type III: mengenai kornea lebih 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang luas terutama yang rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke fornik dan biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata. Universitas Sumatera Utara Tipe I Tipe II Tipe III Gambar 2.3 Tipe Pterigium James,ChewBron,2006 Menurut Donald, Sao-BingJessica 2005, berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera di pterigium dan harus diperiksa dengan slit lamp, pterigium dibagi menjadi 3 yaitu: 1. T1 atrofi :pembuluh darah episklera jelas terlihat 2. T2 intermediet :pembuluh darah episklera sebagian terlihat 3. T3 fleshy, opaque :pembuluh darah tidak jelas terlihat Dari beberapa jenis pembagian pterigium, yang lebih umum digunakan adalah pembagian berdasarkan derajat pterigium. Pterigium juga dapat dibagi menjadi 4 Fisher, 2013. 1. Derajat 1 Jika pterigiumbelum melewati limbus, hanya terbatas pada limbus kornea. 2. Derajat 2 Jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea. Pterigium belum mencapai pupil. 3. Derajat 3 Universitas Sumatera Utara Sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupilmata dalam keadaan cahaya normal pupil dalam keadaan normal sekitar 3– 4mm 4. Derajat 4 Pertumbuhan pterigiummelewati pupil sehingga mengganggupenglihatan. Universitas Sumatera Utara Pterigium derajat 1 Pterigium derajat 2 Pterigium derajat 3 Pterigium derajat 4 Gambar 2.4 Derajat Ptrerigium Ghondhowiardjo,2006

2.1.6. Diagnosis