terciptanya hubungan timbal balik dengan pihak-pihak diluar pesantren, masyarakat atau orang tua santri contohnya.
96
Interaksi yang baik akan menghasilkan pola relasi sosial yang baik pula bagi para komunitas yang berada dalam pesantren. Tetapi mengingat bahwa santri
adalah orang-orang yang datang dari beragam budaya dan adat istiadat serta kebiasaan yang berbeda, maka terkadang hal ini dapat memicu ketidakharmonisan
antara satu dengan yang lainnya didalam lingkungan pesantren. Biasanya ketidakharmonisan itu berangsur hilang dengan sendirinya dan tertutup oleh rasa
saling membutuhkan, rasa persaudaraan yang ditanamkan oleh pesantren, atau bisa juga karena keadaan yang memintanya.
97
Kontribusi yang akan penulis bahas dalam bab ini meliputi tiga bidang yaitu, bidang pendidikan, bidang sosial
kemasyarakatan dan bidang ekonomi, sebagai berikut:
A. Bidang Pendidikan
Secara etimologis, pendidikan berasal dari kata ‘didik’ mendapat awalan pe- dan akhiran –an, berarti proses perubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
98
Sebagai lembaga pendidikan, pesantren mempunyai otentisitas dan orisinilitasnya sebagai sebuah sistem pendidikan bangsa Indonesia, karena ia
lahir dari kultur yang sudah ada sejak lama di Indonesia. Pesantren mampu
96
Suyata, Pergulatan Dunia Pesantren, Membangun Dari Bawah, Jakarta: P3M, 1985, h. 16.
97
Ibid., h. 17.
98
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995, h. 232.
memberikan alternatif pendidikan yang tidak sekedar mengejar intelektualisme belaka, melainkan juga mampu mendidik para santri yang
berkarakter, bertanggung jawab, bermoral dan religius. Pesantren juga mulai terbuka dengan sistem baru yang biasa dipakai sekolah-sekolah umum
modern yakni dengan membuat perpaduan antara pesantren dengan madrasah.
99
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan
menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bagi masyarakat dan santri yang ada didalam lingkungan pondok pesantren.
Sebagai suatu lembaga pendidikan Islam, pondok pesantren dari sudut historis kultural dapat dikatakan sebagai pusat pembelajaran yang secara otomatis
menjadi pusat kebudayaan Islam yang disahkan atau dilembagakan oleh masyarakat, dan secara defacto keberadaannya tidak dapat diabaikan oleh
pemerintah.
100
Dalam kaitan dengan peran tradisionalnya, pondok pesantren kerap diidentifikasi memiliki tiga peran penting dalam masyarakat Indonesia
misalnya, satu, sebagai pusat berlangsungnya transmisi ilmu-ilmu ke-Islaman. Dua, sebagai penjaga dan pemelihara keberlangsungan Islam tradisional. Tiga,
sebagai pusat reproduksi ulama. Pada masa penjajahan, pondok pesantren menjadi satu-satunya lembaga pendidikan Islam yang menggembleng kader-
kader umat yang tangguh dan gigih dalam mensyiarkan nilai-nilai agama
99
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam, Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta: Kencana 2007, h. 36.
100
Said Aqil Siradj, Pesantren Masa Depan, Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren. Bandung: Pustaka Hidayah, 2004, h. 201-202.
Islam serta menentang segala bentuk penjajahan.
101
Di dalam pondok pesantren tertanam jiwa patriotisme serta fanatisme agama yang sangat
dibutuhkan oleh masyarakat pada saat itu. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang berusaha menciptakan kader-kader muballigh
yang diharapkan dapat meneruskan misinya dalam dakwah Islam, di samping itu juga diharapkan bahwa mereka yang berstudy di pesantren dapat
menguasai betul akan ilmu-ilmu ke-Islaman yang diajarkan oleh para kyai.
102
Sistem yang ditampilkan pondok pesantren mempunyai keunikan dibandingkan dengan sistem yang diterapkan dalam pendidikan pada
umumnya, contohnya; satu, pondok pesantren memakai sistem tradisional yang mempunyai kebebasan penuh dibandingkan dengan sekolah modern,
sehingga terjadi hubungan dua arah antara santri dengan kyainya. Dua, kehidupan pesantren menampakan semangat demokrasi, karena mereka secara
praktis bekerjasama mengatasi problema nonkurikuler mereka. Tiga, para santri tidak berambisi untuk memperoleh gelar, karena sebagian besar pondok
pesantren tidak mengeluarkan Ijasah bagi kelulusan para santrinya. Hal itu Karena tujuan utama mereka semata-mata hanya ingin mendapatkan rhido
Allah SWT. Empat, sistem pendidikan di pondok pesantren mengutamakan ksederhanaan, idealisme, persaudaraan, persamaan, rasa percaya diri dan
keberanian hidup.
103
Lembaga pendidikan pondok pesantren mempunyai unsur-unsur pokok yang membedakannya dengan model pendidikan sekolah-
sekolah umum, diantaranya, ada kyai yang mengajar dan mendidik, ada santri
101
Sulton Masyhud, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2002, h. 1.
102
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996, h. 39.
103
Sulton Masyhud, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2002, h. 1.
yang belajar dari kyai, ada masjid sebagai tempat ibadah dan pusat kegiatan bagi santri dan masyarakat, ada pondok asrama tempat para santri menginap,
ada kitab kuning yang diajarkan oleh kyai terhadap santri, cara yang digunakan adalah dengan metode model pendidikan dan pengajaran yang
umum digunakan di pesantren.
104
Dalam sejarah perkembangan pondok pesantren memiliki sistem pendidikan dan pengajaran non klasikal yang
dikenal dengan nama bandongan dan sorogan.
105
Sistem bandongan ini sering disebut halaqah, dimana dalam pengajian, kitab yang dibaca oleh kyai hanya
satu, sedangkan para santrinya membawa kitab yang sama, lalu santri mendengarkan dan menyimak apa yang dibacakan oleh kyai. Sedangkan
sorogan adalah, kata sorogan berasal dari bahasa Jawa, yang berarti sosodoran atau yang disodorkan, maksudnya suatu sistem belajarnya secara bergantian
satu persatu. Seorang santri berhadapan langsung dengan kyai untuk belajar mengaji.
106
Konsep tentang pencarian dan penguasaan ilmu di pesantren dalam beberapa hal berbeda dengan konsep yang berlaku di luar pendidikan
pondok pesantren. Ilmu pengetahuan dan ilmu pendidikan di pondok pesantren diperoleh dan dikuasai bukan hanya dengan melalui proses
pembelajaran, tetapi juga dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan banyak melakukan dzikir, shalawat, tahmid dan tasbih, bahkan melalui
keberkahan kyai tersebut. Untuk memberikan gambaran tentang peran serta Pondok Pesantren Tanwiriyyah dalam bidang pendidikan terhadap kemajuan
dan perkembangan masyarakat sekitar, berikut jenis kegiatan majelis taklim
104
Armai Arief, Reformasi Pendidikan, Jakarta: CRSD, 2004, h. 40.
105
Edi Setiady, Sejarah Pendidikan di Indonesia Sebelum Datang Bangsa-Bangsa Eropa, Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan, 1991, h. 59.
106
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam, Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2007, h. 37.
yang dilakukan Pesantren Tanwiriyyah di bawah pimpinan K.H Deden Jauhar Tanwiri.
Majelis Taklim
Dari segi etimologis, perkataan majelis taklim berasal dari bahasa Arab, yang terdiri dari dua kata yaitu majelis dan taklim. Majelis artinya
tempat duduk, tempat sidang dewan, sedangkan taklim artinya pengajaran. Dengan demikian secara linguistik majelis taklim adalah tempat untuk
melaksanakan pengajaran atau pengajian agama Islam secara bersama- sama.
107
Secara istilah, pengertian majelis taklim sebagaimana dirumuskan pada Musyawarah Majelis Taklim se DKI Jakarta pada tahun 1980 adalah, lembaga
pendidikan nonformal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur dan diikuti oleh jama’ah yang
relative banyak dengan tujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah SWT, antara manusia
dengan sesamanya, serta antara manusia dengan lingkungannya, dalam rangka membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.
108
Dari pengertian tersebut diatas, tampak bahwa majelis taklim diselenggarakan berbeda dengan lembaga pendidikan Islam lainnya, seperti
pesantren dan madrasah, baik menyangkut sistem, materi maupun tujuannya. Pada majelis taklim terdapat hal-hal yang cukup membedakan dengan yang
107
Ahmad Warson Munawir, al’Munawir, Kamus Indonesia, Surabaya: Arkola, 1994, h. 1038.
108
Nurul Huda, dkk, Pedoman Majelis Taklim, Proyek Penerangan Bimbingan Dakwah Khotbah Agama Islam Pusat, Jakarta, 1984, h. 5.
lain diantaranya, a. majelis taklim adalah lembaga pendidikan nonformal Islam. b. waktu belajarnya berkala tapi teratur, tidak setiap hari sebagaimana
halnya sekolah atau madrasah. c. pengikut atau pesertanya disebut jama’ah orang banyak, bukan pelajar atau santri. Hal ini bukan merupakan kewajiban
sebagaimana dengan kewajiban murid menghadiri sekolah atau madrasah. d. tujuannya yaitu memasyarakatkan ajaran Islam.
109
Dari sejarah kelahirannya, majelis taklim merupakan lembaga pendidikan tertua dalam Islam, sebab sudah dilaksanakan sejak zaman
Rasulullah SAW. Meskipun tidak disebut dengan majelis taklim, namun pengajian Nabi Muhammad SAW yang berlangsung secara sembunyi-
sembunyi di rumah Arqam bin Abil Arqam dapat dianggap sebagai majelis taklim dalam konteks pengertian sekarang. Kemudian setelah adanya perintah
Allah SWT untuk menyiarkan Islam secara terang-terangan, pengajian seperti itu segera berkembang di tempat-tempat lain yang diselengarakan secara
terbuka dan tidak lagi diselenggarakan secara sembunyi-sembunyi.
110
Majelis taklim merupakan salah satu kegiatan yang dibina intensif oleh Pondok Pesantren Tanwiriyyah terutama dibawah pengasuhnya K.H. Deden
Jauhar Tanwiri atau yang akrab disapa Ustadz Deden oleh masyarakat sekitar. Dari pengajian-pengajian yang dibina itu diharapkan akan membentuk sebuah
masyarakat yang baik dengan diawali terciptanya keluarga-keluarga yang damai, tentram dan bahagia. Untuk memberikan sedikit gambaran tentang
sistem dan pola pengajaran serta orientasi yang dicita-citakan dari pengajian-
109
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996, h. 95.
110
Ibid., h. 96.
pengajian tersebut, berikut hasil pembicaraan penulis dengan Ustadz Deden. “pengajian-pengajian yang dilaksanakan oleh Pondok Pesantren Tanwiriyyah
yaitu pengajian yang diperuntukan bagi bapak-bapak dengan maksud agar mereka dapat menjadi sosok yang dapat memimpin keluarga mereka dan
menjadi teladan bagi istri dan anak-anaknya. Begitu juga kaum ibu yang aktif di pengajian ini diharapkan mereka menjadi sosok istri yang shalehah. Dengan
begitu maka dapat tecipta suatu keharmonisan di dalam keluarga”. Dari paparan singkat ini dapat diketahui harapan pengasuh dari keberadaan majelis
taklim ini bagi pola dan sikap pengembangan keberagamaan masyarakat setempat.
111
Majelis taklim ini mendapat sambutan yang positif dari masyrakat Desa Sindanglaka. Artinya bahwa berbagai kegiatan yang bernuansa
keagamaan yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren Tanwiriyyah benar- benar memberikan kontribusi positif bagi masyarakat setempat.
112
Dengan tujuan agar masyarakat dapat memperoleh pengetahuan yang bermanfaat bagi
kehidupan sehari-hari. Dampak positif lainnya dari kegiatan majelis taklim yang diadakan oleh Pondok Pesantren Tanwiriyyah ini adalah untuk perbaikan
moral dan etika dari para remaja sekitar yang ada disekitar Pondok Pesantren Tanwiriyyah.
113
Keberadaan dan perkembangan majelis taklim ini tidak terlepas dari kewibawaan seorang pengasuhnya K.H. Deden Jauhar Tanwiri. Menurutnya,
111
K.H. Deden Jauhar Tanwiri, Pimpinan Pondok Pesantren Tanwiriyyah, Wawancara Pribadi, Cianjur, 1 Juni 2008.
112
Agung Prasetyo, Warga Desa Sindanglaka, Wawancara Pribadi, Cianjur, 1 Juni 2008.
113
Ibid
adanya kegiatan ini merupakan dakwah Islamiyah yang harus terus disampaikan kepada masyarakat sekitar. Model pembinaan masyarakat
melalui majelis taklim ini merupakan cara pembelajaran terhadap masyarakat, yang memiliki unsur pendidikan dan pengetahuan demi terciptanya kerukunan
hidup bermasyarakat. Di lain pihak dapat dilihat dari perilaku masyarakat sekitarnya agar mampu menyesuaikan dirinya terhadap keberadaan sebuah
pondok pesantren. Begitu pula dengan pemerintah setempat dari tingkat kelurahan sampai tingkat walikota yang sering berkunjung untuk berkonsultasi
seputar kaeagamaan dengan pihak pondok pesantren. Masyarakat Desa Sindanglaka mencerminkan kehidupan Islami, ini
telihat dari ucapan dan perbuatannya, meskipun terkadang ada beberapa yang menyimpang, hal ini lumrah di kehidupan masyarakat manapun. Bentuk
aktifitas sehari-hari yang dilakukan pimpinan Pondok Pesantren Tanwiriyyah, selain berkonsentrasi dalam bidang pendidikan terhadap santrinya, beliau juga
memimpin majelis taklim mingguan berupa pengajian khusus yang diadakan setiap ba’da jum’at yang dihadiri oleh sekitar 30 orang jama’ah bapak-bapak,
serta majels taklim yang diadakan setiap hari senin yang dihadiri oleh sekitar 120 orang ibu-ibu, baik dari desa Sindanglaka maupun dari desa yang ada
disekitarnya.
114
Selain beberapa pengajian yang dilakukan oleh pengasuh Pondok Pesantren Tanwirriyah yang diadakan terhadap masyarakat Desa Sindanglaka,
beliau juga memimpin majelis taklim yang diadakan di luar daerah tersebut. Dengan demikian tidak tertutup kemungkinan bahwa pengajian-pengajian
114
Unang Huri, Sekertaris Desa, Wawancara Pribadi, Cianjur, 1 Juni 2008.
tersebut mampu menjadi wadah dalam upaya perngembangan masyarakat yang berada diluar Desa Sindanglaka.
115
Kegiatan lainnya yaitu seni baca Al-qur’an, yang dilaksanakan sekali dalam seminggu. Tujuan dari seni baca Al-qur’an ini adalah, satu, untuk
menumbuhkan minat terhadap pengkajian ilmu-ilmu Islam yang terkandung dalam kitab suci Al-qur’an. Dua, agar dapat membaca Al-qur’an dengan baik
dan benar. Tiga, agar mempunyai kemampuan olah suara dalam membaca Al- qur’an dan dapat membacanya dengan bik dan benar sesuai dengan kaidah-
kaidah yang ada. Kegiatan seni baca Al-qur’an ini diikuti oleh anak-anak. Dari adanya kegiatan ini diharapkan anak-anak mempunyai bekal pengetahuan dan
pemahaman keagamaan yang tidak proporsional dianggap menjadi salah satu penyebab kemerosotan moral, akhlak, dan budi pekerti para remaja yang
luntur oleh nilai-nilai modernisme. Peran inilah yang dijalankan Pondok Pesantren Tanwiriyyah dalam menanggulangi kenakalan remaja di desa
Sindanglaka, memberikan pengetahuan sejak mereka kecil, agar tidak terjerumus dalam arus kenakalan.
116
Jenis kegiatan lainnya yaitu program beasiswa yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren Tanwiriyyah. Beasiswa ini diberikan kepada santri
agar mereka tetap bisa melanjutkan pendidikannya melalui program beasiswa yang dikeluarkan pesantren. Dari informasi yang penulis dapat, beasiswa ini
tercatat dalam tiga kategori, satu, beasiswa penuh, artinya, segala keperluan pendidikan santri ditanggung sepenuhnya oleh pesantren. Mulai dari biaya
115
Ibid
116
Ibid
pendidikan, biaya hidup hingga penyediaan asrama. Dua, beasiswa biaya hidup, artinya, dalam program beasiswa kategori ini, semua keperluan santri
yang menyangkut biaya hidup ditanggung pesantren. Tetapi tidak dengan biaya pendidikan dan biaya asrama. Tiga, beasiswa pendidikan, artinya, dalam
pemberian beasiswa kategori ini, santri yang bersangkutan tidak ditarik biaya pendidikan. Tetapi biaya hidup dan biaya operasional tinggal di asrama tetap
dikenakan. Mengenai tiga kategori beasiswa ini diberikan sesuai dengan kemampuan ekonomi santri yang bersangkutan. Untuk pelajar yang
menginginkan beasiswa biaya hidup dan beasiswa asrama diperlukan dialog terlebih dahulu dengan orang tua mereka. Akan tetapi bagi santri yang tidak
memiliki ayah dan ibu secara otomatis akan mendapatkan beasiswa penuh tanpa surat keterangan apapun.
117
Disamping itu, program pengadaan beasiswa pendidikan ini juga diorientasikan untuk menanggulangi problem sosial masyarakat setempat
dengan memberikan beasiswa dari pihak pesantren untuk anak-anak pribumi yang secara ekonomi mempunyai keterbatasan sehingga tidak dapat
melanjutkan sekolahnya. Jika anak-anak tersebut dibiarkan tidak sekolah tentunya akan berdampak pada kurangnya sumber daya manusia dari
masyarakat desa Sindanglaka, karenanya pihak pesantren memberikan beasiswa ini dengan tujuan memajukan desa Sindanglaka dengan
memfasilitasi sarana dan prasarana dalam bidang pendidikan. Dengan demikian menjadi jelas, apabila dibandingkan dengan pendidikan diluar
117
Ibid
sekolah telah memberikan manfaat yang tidak kalah penting bagi pengembangan masyarakat dalam bidang nilai, ilmu pengetahuan dan
keterampilan. Semakin terbukanya alam pikiran masyarakat desa Sindanglaka terhadap dunia pendidikan, maka antusiasme anak-anak usia sekolah untuk
mengikuti kursus-kursus bahasa Inggris dan komputer semakin bertambah. Kegiatan ini berlangsung diluar jam sekolah dan merupakan kegiatan
ekstrakurikuler bagi anak-anak dari orang tua masyarakat desa Sindanglaka. Hal ini dinilai bagi mereka karena lebih menjanjikan untuk memasuki
lapangan pekerjaan ketika beliau besar kelak.
118
B. Bidang Sosial Kemasyarakatan