Pengembangan Kelembagaan Pesantren Sebagai Upaya Pengembangan Masyarakat (Studi Kasus Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Desa Kertajaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

(1)

PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PESANTREN SEBAGAI

UPAYA PENGEMBANGAN MASYARAKAT

(Studi Kasus Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Desa Kertajaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

Oleh:

DINI ANDRIANI A14204038

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(2)

DINI ANDRIANI. “PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PESANTREN SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN MASYARAKAT (Studi Kasus Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Desa Kertajaya Kecamatan

Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)” (di bawah bimbingan

FREDIAN TONNY NASDIAN”).

Peran pesantren selama ini dikenal terbatas pada lembaga pendidikan tradisional berbasis agama dengan kiai dan santri-santri sebagai komponen di dalamnya. Pesantren saat ini telah mengalami banyak kemajuan dalam berbagai bidang, tidak hanya lembaga pendidikan tradisional tetapi juga sebagai cikal bakal perubahan pada masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini penting sebagai media informasi terhadap pemerintah ataupun masyarakat luas bahwa pesantren memiliki peran dalam pembangunan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Bagaimana peran pesantren dalam pengembangan masyarakat? (2) Bagaimana profil komunitas Desa Kertajaya? (3) Bagaimana strategi dan bentuk yang dilakukan oleh pesantren dalam mengembangkan kelembagaannya dalam bidang ekonomi, sosial keagamaan dan pendidikan sebagai upaya pengembangan masyarakat? (4) Kendala apa saja yang dihadapi oleh pesantren dalam pengembangan kelembagaan tersebut dan (5) Bagaimana dampak pengembangan kelembagaan tersebut terhadap masyarakat?

Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’, Desa Kertajaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih karena Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ adalah salah satu pondok pesantren di Cianjur yang berbasis agribisnis dan memiliki biro khusus yang


(3)

berkonsentrasi pada perbaikan kualitas masyarakat yaitu Biro Hubungan Masyarakat. Biro ini menaruh perhatian pada masyarakat dengan berbagai macam upaya misalnya melalui pengajian dan pengembangan agribisnis dan juga memberikan kesempatan pada masyarakat untuk ikut serta dalam penggarapan lahan pertanian maupun memelihara hewan ternak milik pesantren.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan strategi penelitian studi kasus. Strategi studi kasus digunakan karena peneliti berusaha melakukan penelitian mendalam terhadap kasus yang diteliti yang dibatasi waktu, tempat, dan peristiwa tertentu. Waktu penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2008 sampai dengan Mei 2008.

Ada dua jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan melakukan triangulasi metode pengumpulan data kualitatif yaitu berupa wawancara mendalam, pengamatan berperanserta serta analisis dokumen. Data sekunder didapatkan melalui studi literatur tentang program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’.

Pesantren merupakan institusi pendidikan yang sudah sangat dekat dengan kehidupan masyarakat terutama masyarakat desa. Pesantren dianggap sebagai tempat pembentukan moral dan memiliki potensi untuk pengembangan sumberdaya manusia yang berlandaskan agama.

Seiring perkembangannya, pesantren mulai melebarkan sayap kepada masalah-masalah yang memberikan hal-hal yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi masyarakat. Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ meupakan salah satu pesantren yang menaruh perhatian pada perbaikan hidup masyarakatnya, upaya


(4)

kelembagaan yang ada dalam pesantren itu sendiri. Pengembangan kelembagaan itu meliputi bidang pendidikan, sosial keagamaan dan ekonomi.

Pengembangan kelembagaan pada bidang pendidikan dilakukan dengan program Wajar Dikdas 9 tahun yang juga ditunjang oleh fasilitas pendidikan yang memadai seperti fasilitas internet. Pengembagan kelembagaan ekonomi dilakukan pesantren melalui pengembagan dalam bidang agribisnis. Pesantren memiliki lahan yang sangat luas yang memungkinkan untuk dikembangkannya bidang agribisnis. Pengembangan kelembagaan sosial keagamaan dilakukan melalui pengajian-pengajian sebagai upaya pembinaan bagi masyarakat. Pengajian-pengajian ini dilakukan secara intensif setiap minggunya baik di mesjid pesantren maupun melalui penyebaran santri senior ke seluruh penjuru desa.

Pengembangan kelembagaan ekonomi yang melibatkan masyarakat turut serta membatu memperbaiki ekonomi masyarakat golongan menengah ke bawah. Pesantren memberikan prioritas pada masyarakat ini karena ingin turut serta memberantas kemiskinan. Pengembangan kelembagaan dalam hal sosial keagamaan, memberi dampak khususnya pada kehidupan masyarakat desa. Materi-materi yang diberikan dalam pengajian sedikit demi sedikit diaplikasikan oleh masyarakat pada kehidupan sehari-hari.

Dalam menjalankan berbagai program pengembangan kelembagaannya, Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ tidak luput dari kendala-kendala yang akan memperlambat bahkan menghambat berkembangnya kelembagaan tersebut. Oleh karena itu, pesantren membutuhkan dukungan dari berbagai pihak baik pemerintah maupun masyarakat itu sendiri.


(5)

PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PESANTREN SEBAGAI

UPAYA PENGEMBANGAN MASYARAKAT

(Studi Kasus Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Desa Kertajaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

Oleh:

Dini Andriani (14204038)

SKRIPSI

Sebagai Prasyarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor 2008


(6)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh:

Nama : Dini Andriani Nomor Pokok : A14204038

Judul : Pengembangan Kelembagaan Pesantren Sebagai Upaya Pengembangan Masyarakat (Studi Kasus Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Desa Kertajaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS. NIP. 131 475 577

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP. 131 124 019


(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PESANTREN SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN MASYARAKAT” (Studi Kasus Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Desa Kertajaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten

Cianjur, Jawa Barat) INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA

YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN DAN JUGA BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.

Bogor, Juni 2008


(8)

Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 28 Juli 1985, dari pasangan Djatmiko dan Entin Kartini. Penulis merupakan anak ke lima dari lima bersaudara, pendidikan formal yang pernah dijalani oleh penulis adalah:

1. SDN Pasir Impun II (1992-1998), di Bandung, Jawa Barat 2. SLTPN 17 Bandung (1998-2001), di Bandung, Jawa Barat 3. SMU Pasundan 1 Cianjur (2001-2004), di Cianjur, Jawa Barat

Pada tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur BUD (Beasiswa Utusan Daerah) pada program studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaaan diantaranya KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) tepatnya pada Departemen Kaderisasi dan juga HIMAT (Himpunan Mahasiswa Tjianjur). Pada kedua organisasi tersebut penulis menjabat sebagai Bendahara.


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu, baik secara langsung ataupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain:

1. Bapak Ir. Fredian Tonny MS, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan untuk kelancaran proses penulisan skripsi. 2. Bapak. Ir. Said Rusli MA, selaku dosen penguji utama, atas kesediaannya dan telah memberikan masukan dan arahan dalam perbaikan penulisan skripsi.

3. Bapak Ir. Dwi Sadono MSi, selaku dosen penguji komisi pendidikan, atas kesediaannya dan telah memberikan masukan dan arahan dalam perbaikan penulisan skripsi.

4. Responden dan Informan yang telah bersedia memberikan informasi sehingga skripsi ini bisa berjalan lancar.

5. Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Cianjur, yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menuntut ilmu dan membiayai seluruh keperluan penulis selama belajar di Institut Pertanian Bogor.

6. Keluarga di Cianjur, Papa, Mama, Kakek, Nenek, Teteh-tetehku dan Aaku yang telah memberikan semangat dan dukungan, nasihat yang sangat berarti untuk penulis tanpa mengenal lelah.


(10)

penulis dan selalu sabar untuk mendengarkan keluhan dari penulis sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih bersemangat.

8. Bapak Saiful Uyun Lc, yang telah mengijinkan saya melakukan penelitian di pesantren yang Beliau pimpin dan terima kasih ilmu yang sangat berharga yang diberikan.

9. Al-Kautsar Crew (A Ubed, Teh Rara, Mas Kholil, Mang Iwan, Kang Subhan, Mang Anang, Teh Lilis dan semuanya) yang telah memberikan semua informasi tentang responden dan informan yang saya perlukan. 10. Fauzia Herlin dan Ria Ariyanti, teman satu dosen pembimbing yang selalu

bersama dan saling mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Rekan-rekan KPM Angkatan 41 atas semangat dan dukungannya, terutama (Princess thanks to your spirit, coi the agresor love, depu you are the only one miss glamuor.... you are my best friend forever).

12. Rekan-rekan kost As-Sakinah, terutama (Longse, Ma’e dan Mie). Terima kasih atas dukungannya dan motivasinya.

13. Rekan satu perjuangan BUD, Ima dan Ade mudah-mudahan perjuangan kita membawa hasil yang diharapkan.

14. Mas Anton, makasih atas segala inspirasi dan kritikannya sehingga membuka wacana pemikiran penulis menjadi lebih terbuka.

15. Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.


(11)

PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PESANTREN SEBAGAI

UPAYA PENGEMBANGAN MASYARAKAT

(Studi Kasus Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Desa Kertajaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

Oleh:

DINI ANDRIANI A14204038

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(12)

DINI ANDRIANI. “PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PESANTREN SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN MASYARAKAT (Studi Kasus Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Desa Kertajaya Kecamatan

Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)” (di bawah bimbingan

FREDIAN TONNY NASDIAN”).

Peran pesantren selama ini dikenal terbatas pada lembaga pendidikan tradisional berbasis agama dengan kiai dan santri-santri sebagai komponen di dalamnya. Pesantren saat ini telah mengalami banyak kemajuan dalam berbagai bidang, tidak hanya lembaga pendidikan tradisional tetapi juga sebagai cikal bakal perubahan pada masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini penting sebagai media informasi terhadap pemerintah ataupun masyarakat luas bahwa pesantren memiliki peran dalam pembangunan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Bagaimana peran pesantren dalam pengembangan masyarakat? (2) Bagaimana profil komunitas Desa Kertajaya? (3) Bagaimana strategi dan bentuk yang dilakukan oleh pesantren dalam mengembangkan kelembagaannya dalam bidang ekonomi, sosial keagamaan dan pendidikan sebagai upaya pengembangan masyarakat? (4) Kendala apa saja yang dihadapi oleh pesantren dalam pengembangan kelembagaan tersebut dan (5) Bagaimana dampak pengembangan kelembagaan tersebut terhadap masyarakat?

Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’, Desa Kertajaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih karena Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ adalah salah satu pondok pesantren di Cianjur yang berbasis agribisnis dan memiliki biro khusus yang


(13)

berkonsentrasi pada perbaikan kualitas masyarakat yaitu Biro Hubungan Masyarakat. Biro ini menaruh perhatian pada masyarakat dengan berbagai macam upaya misalnya melalui pengajian dan pengembangan agribisnis dan juga memberikan kesempatan pada masyarakat untuk ikut serta dalam penggarapan lahan pertanian maupun memelihara hewan ternak milik pesantren.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan strategi penelitian studi kasus. Strategi studi kasus digunakan karena peneliti berusaha melakukan penelitian mendalam terhadap kasus yang diteliti yang dibatasi waktu, tempat, dan peristiwa tertentu. Waktu penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2008 sampai dengan Mei 2008.

Ada dua jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan melakukan triangulasi metode pengumpulan data kualitatif yaitu berupa wawancara mendalam, pengamatan berperanserta serta analisis dokumen. Data sekunder didapatkan melalui studi literatur tentang program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’.

Pesantren merupakan institusi pendidikan yang sudah sangat dekat dengan kehidupan masyarakat terutama masyarakat desa. Pesantren dianggap sebagai tempat pembentukan moral dan memiliki potensi untuk pengembangan sumberdaya manusia yang berlandaskan agama.

Seiring perkembangannya, pesantren mulai melebarkan sayap kepada masalah-masalah yang memberikan hal-hal yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi masyarakat. Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ meupakan salah satu pesantren yang menaruh perhatian pada perbaikan hidup masyarakatnya, upaya


(14)

kelembagaan yang ada dalam pesantren itu sendiri. Pengembangan kelembagaan itu meliputi bidang pendidikan, sosial keagamaan dan ekonomi.

Pengembangan kelembagaan pada bidang pendidikan dilakukan dengan program Wajar Dikdas 9 tahun yang juga ditunjang oleh fasilitas pendidikan yang memadai seperti fasilitas internet. Pengembagan kelembagaan ekonomi dilakukan pesantren melalui pengembagan dalam bidang agribisnis. Pesantren memiliki lahan yang sangat luas yang memungkinkan untuk dikembangkannya bidang agribisnis. Pengembangan kelembagaan sosial keagamaan dilakukan melalui pengajian-pengajian sebagai upaya pembinaan bagi masyarakat. Pengajian-pengajian ini dilakukan secara intensif setiap minggunya baik di mesjid pesantren maupun melalui penyebaran santri senior ke seluruh penjuru desa.

Pengembangan kelembagaan ekonomi yang melibatkan masyarakat turut serta membatu memperbaiki ekonomi masyarakat golongan menengah ke bawah. Pesantren memberikan prioritas pada masyarakat ini karena ingin turut serta memberantas kemiskinan. Pengembangan kelembagaan dalam hal sosial keagamaan, memberi dampak khususnya pada kehidupan masyarakat desa. Materi-materi yang diberikan dalam pengajian sedikit demi sedikit diaplikasikan oleh masyarakat pada kehidupan sehari-hari.

Dalam menjalankan berbagai program pengembangan kelembagaannya, Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ tidak luput dari kendala-kendala yang akan memperlambat bahkan menghambat berkembangnya kelembagaan tersebut. Oleh karena itu, pesantren membutuhkan dukungan dari berbagai pihak baik pemerintah maupun masyarakat itu sendiri.


(15)

PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PESANTREN SEBAGAI

UPAYA PENGEMBANGAN MASYARAKAT

(Studi Kasus Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Desa Kertajaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

Oleh:

Dini Andriani (14204038)

SKRIPSI

Sebagai Prasyarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor 2008


(16)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh:

Nama : Dini Andriani Nomor Pokok : A14204038

Judul : Pengembangan Kelembagaan Pesantren Sebagai Upaya Pengembangan Masyarakat (Studi Kasus Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Desa Kertajaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS. NIP. 131 475 577

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP. 131 124 019


(17)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PESANTREN SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN MASYARAKAT” (Studi Kasus Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Desa Kertajaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten

Cianjur, Jawa Barat) INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA

YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN DAN JUGA BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.

Bogor, Juni 2008


(18)

Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 28 Juli 1985, dari pasangan Djatmiko dan Entin Kartini. Penulis merupakan anak ke lima dari lima bersaudara, pendidikan formal yang pernah dijalani oleh penulis adalah:

1. SDN Pasir Impun II (1992-1998), di Bandung, Jawa Barat 2. SLTPN 17 Bandung (1998-2001), di Bandung, Jawa Barat 3. SMU Pasundan 1 Cianjur (2001-2004), di Cianjur, Jawa Barat

Pada tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur BUD (Beasiswa Utusan Daerah) pada program studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaaan diantaranya KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) tepatnya pada Departemen Kaderisasi dan juga HIMAT (Himpunan Mahasiswa Tjianjur). Pada kedua organisasi tersebut penulis menjabat sebagai Bendahara.


(19)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu, baik secara langsung ataupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain:

1. Bapak Ir. Fredian Tonny MS, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan untuk kelancaran proses penulisan skripsi. 2. Bapak. Ir. Said Rusli MA, selaku dosen penguji utama, atas kesediaannya dan telah memberikan masukan dan arahan dalam perbaikan penulisan skripsi.

3. Bapak Ir. Dwi Sadono MSi, selaku dosen penguji komisi pendidikan, atas kesediaannya dan telah memberikan masukan dan arahan dalam perbaikan penulisan skripsi.

4. Responden dan Informan yang telah bersedia memberikan informasi sehingga skripsi ini bisa berjalan lancar.

5. Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Cianjur, yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menuntut ilmu dan membiayai seluruh keperluan penulis selama belajar di Institut Pertanian Bogor.

6. Keluarga di Cianjur, Papa, Mama, Kakek, Nenek, Teteh-tetehku dan Aaku yang telah memberikan semangat dan dukungan, nasihat yang sangat berarti untuk penulis tanpa mengenal lelah.


(20)

penulis dan selalu sabar untuk mendengarkan keluhan dari penulis sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih bersemangat.

8. Bapak Saiful Uyun Lc, yang telah mengijinkan saya melakukan penelitian di pesantren yang Beliau pimpin dan terima kasih ilmu yang sangat berharga yang diberikan.

9. Al-Kautsar Crew (A Ubed, Teh Rara, Mas Kholil, Mang Iwan, Kang Subhan, Mang Anang, Teh Lilis dan semuanya) yang telah memberikan semua informasi tentang responden dan informan yang saya perlukan. 10. Fauzia Herlin dan Ria Ariyanti, teman satu dosen pembimbing yang selalu

bersama dan saling mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Rekan-rekan KPM Angkatan 41 atas semangat dan dukungannya, terutama (Princess thanks to your spirit, coi the agresor love, depu you are the only one miss glamuor.... you are my best friend forever).

12. Rekan-rekan kost As-Sakinah, terutama (Longse, Ma’e dan Mie). Terima kasih atas dukungannya dan motivasinya.

13. Rekan satu perjuangan BUD, Ima dan Ade mudah-mudahan perjuangan kita membawa hasil yang diharapkan.

14. Mas Anton, makasih atas segala inspirasi dan kritikannya sehingga membuka wacana pemikiran penulis menjadi lebih terbuka.

15. Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.


(21)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, petunjuk, dan nikmat-Nya dalam mengerjakan skripsi ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul ” PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PESANTREN SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN MASYARAKAT(Studi Kasus Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Desa Kertajaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

merupakan prasyarat kelulusan memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini memberikan gambaran bagaimana kontribusi pesantren dalam pengembangan masyarakat, mengingat saat ini pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan berbasis agama yang kental dengan aturan yang ketat dan kaku. Oleh karena itu kajian terhadap peran pesantren dalam pengembangan masyarakat sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Juni 2008


(22)

Halaman

DAFTAR ISI………... i

DAFTAR TABEL………... iii

DAFTAR GAMBAR………... iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………... 1 1.2 Perumusan Masalah………... 7 1.3 Tujuan Penelitian………... 10 1.4 Kegunaan Penelitian………... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dan Cakupan Pengembangan Masyarakat... 11 2.2 Model-Model Pengembangan Masyarakat... 12 2.3 Pemberdayaan... 16 2.4 Partisipasi... 20 2.5 Komunitas Desa... 22 2.6 Pembangunan Desa... 25 2.7 Pesantren... 28 2.8 Perubahan Sosial... 38 2.9 Lembaga Masyarakat... 41 2.10 Kerangka Pemikiran... 48 2.11 Hipotesis Pengarah... 50

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 51 3.2 Teknik Pengumpulan Data... 52 3.3 Teknik Analisis Data... 53


(23)

ii

BAB IV PROFIL KOMUNITAS DESA KERTAJAYA

4.1 Gambaran Umum Desa Kertajaya... 54 4.2 Karakteristik Komunitas Desa... 57 4.3 Kelembagaan Desa... 65 4.3 Ikhtisar... 67

BAB V BENTUK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PESANTREN

5.1 Gambaran Umum Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’... 69 5.2 Bentuk dan Strategi Pengembangan Kelembagaan... 81 5.3 Ikhtisar... 94

BAB VI KENDALA DAN DAMPAK PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN

6.1 Kendala Program Pesantren... 98 6.2 Dampak Program Pesantren... 102 6.3 Ikhtisar... 111

BAB VII PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PESANTREN SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN MASYARAKAT :

SUATU ANALISIS... 114

BAB VIII PENUTUP

8.1 Kesimpulan... 119 8.2 Saran... 121

DAFTAR PUSTAKA... 122


(24)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Lingkup Perubahan Sosial Menurut Tingkatan Struktur ... 40 Tabel 2. Tingkatan Norma Berdasarkan Sanksi Atas Pelanggarannya... 44 Tabel 3. Penggolongan Kelembagaan Berdasarkan Sektor Di Tingkat

Lokalitas... 47 Tabel 4. Jenis Pekerjaan Penduduk Desa Kertajaya... 55 Tabel 5. Tingkat Pendidikan Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’... 74 Tabel 6. Jadwal Kegiatan Harian Santri... 77 Tabel 7. Jadwal Kegiatan Mingguan... 79


(25)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Teks

Gambar 1. Kerangka Pemikiran ... 49

Lampiran

Gambar 2. Sketsa Lokasi Penelitian... 126 Gambar 3. Dokumentasi Penelitian... 127


(26)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengembangan masyarakat (community development) adalah konsep dasar yang menggaris bawahi sejumlah istilah yang digunakan sejak lama seperti community resourse development, rural areas development, community economic development, rural revitalisation dancommunity based development. Community development menggambarkan makna yang penting dari dua konsep community bermakna kualitas hubungan sosial dandevelopmentperubahan ke arah kemajuan yang bersifat terencana dan gradual, makna ini penting untuk arti pengembangan masyarakat yang sesungguhnya (Blackburn dalam Nasdian, 2003a). Pengembangan masyarakat digunakan sebagai cara untuk memperbaiki pelayanan dan fasilitas publik menciptakan tanggung jawab pemerintah lokal, meningkatkan partisipasi masyarakat, memperbaiki kepemimpinan, membangun kelembagaan baru, melaksanakan pembangunan ekonomi dan fisik dan mengembangkan perencanaan fisik dan lingkungan.

Dalam definisi formal menurut PBBdalam Nasdian (2003a) , ”community development is a process whereby the effort of Government are united with those of the people to improve the social, cultural, and economics conditions in communities” yaitu sebuah proses usaha bersama antara pemerintah dan masyarakat dalam upaya meningkatkan kondisi sosial, kultural, dan ekonomi masyarakat. Secara umum, pengembangan masyarakat adalah suatu konsep yang luas, yang mencakup berbagai bentuk dan upaya dengan mengaplikasikan teori


(27)

2

dan praktik berupa kepemimpinan lokal, aktivis, dan melibatkan warga dan kalangan profesional untuk meningkatkan berbagai sisi kehidupan dari komunitas. Dari berbagai macam definisi yang dikemukakan oleh berbagai ahli maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan masyarakat adalah suatu usaha yang dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang tidak berdaya menjadi lebih berdaya dalam rangka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dari berbagai segi kehidupan baik sosial, ekonomi, kultural dan struktural.

Pengembangan masyarakat dapat membantu menanggulangi masalah dan isu-isu penting untuk kesejahteraan komunitas baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh pihak lainnya. Pengembangan masyarakat merupakan upaya-upaya pembangunan ditingkat komunitas yang memfokuskan pada pemberdayaan warga komunitas dengan melakukan power sharing agar masyarakat memiliki kemampuan dan kesetaraan dengan beragam stakeholder lainnya (Nasdian, 2003b).

Pelaksanaan program pengembangan masyarakat tidak semata-mata dilakukan oleh pemerintah tetapi juga merupakan tanggung jawab semua pihak. Jika selama ini program pengembangan masyarakat lebih banyak dilakukan oleh berbagai macam perusahaan sebagai bentuk tanggungjawab sosial terhadap masyarakat (corporate social responsibility/CSR), maka pada saat ini lembaga pendidikan pun telah turut serta dalam upaya-upaya pengembangan masyarakat

Di berbagai negara termasuk Indonesia lembaga pendidikan memainkan peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran anggota masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada masyarakat yang bisa bertahan


(28)

tanpa pendidikan. Dengan pendidikan setiap individu diharapkan dapat mencapai pembinaan pribadinya sebagai manusia dalam perspektif tujuan terakhirnya dan demi kesejahteraan kelompok-kelompok masyarakat. Setiap lembaga pendidikan harus bisa mengembangkan pendekatan ekonomis tanpa mengorbankan kualitas akademis agar mendapatkan partisipasi yang paripurna dan lengkap.

Setiap lembaga harus tetap memberikan kesempatan pada anak-anak berbakat dari keluarga tidak mampu untuk mengikuti pendidikan dengan kualitas prima hal ini dilakukan untuk menggali potensi yang ada sehingga mereka bisa menjadi agen perubahan pada masa yang akan datang. Dunia kini dan masa depan adalah dunia yang dikuasai oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Siapapun yang menguasai keduanya, secara lahiriah akan menguasai dunia. Bila dikatakan ilmu pengetahuan merupakan infrastruktur, maka keduanya merupakan suprastruktur dunia internasional, termasuk kebudayaan, moral, hukum dan juga perilaku keagamaan (Hafidhudin, 1998).

Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan yang memiliki kontribusi yang sangat besar dalam pembangunan khususnya di pedesaan. Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang telah diakui eksistensinya dan melekat kuat dalam sejarah bangsa. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena pesantren berperan dalam sejarah perjuangan bangsa melawan penjajah pada masa kolonial (Nandika, 2005).

Menurut Assa (2007) Pesantren sebagai tempat pendidikan agama memiliki basis sosial yang jelas, karena keberadaannya menyatu dengan masyarakat. Pada umumnya, pesantren hidup dari, oleh, dan untuk masyarakat. Visi ini menuntut adanya peran dan fungsi pondok pesantren yang sejalan dengan situasi dan


(29)

4

kondisi masyarakat, bangsa, dan negara yang terus berkembang. Sementara itu, sebagai suatu komunitas, pesantren dapat berperan menjadi penggerak bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat mengingat pesantren merupakan kekuatan sosial yang jumlahnya cukup besar.

Menurut Saefurrohman (2005) kelahiran pondok pesantren di tanah air, tidak dapat dipisahkan dari sejarah masuknya Islam ke Indonesia. Kehadiran pondok pesantren sampai saat ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi umat Islam. Pada awal berdirinya, pondok pesantren umumnya sangat sederhana. Sistem yang lazim digunakan dalam proses pembelajaran adalah wetonan, sorogan dan bandongan. Akan tetapi, sejak 1970-an bersamaan dengan program modernisasi pondok pesantren, mulai membuka diri untuk mempelajari pelajaran umum. Pada mulanya, tujuan utama pondok pesantren adalah menyiapkan santri untuk mendalami ilmu pengetahuan agama(tafaqqul fi al-din).

Pada saat ini peran pesantren tidak lagi sebagai lembaga pendidikan yang mengkaji agama secara klasik tetapi juga menaruh perhatian kepada masalah sosial khususnya masyarakat sekitar pesantren. Pada saat ini banyak pesantren yang telah maju dalam bidang ekonomi, mereka memiliki lembaga keuangan yang disebut sebagai Kopontren (Koperasi Pondok Pesantren). Lembaga ini telah dikelola dengan baik sehingga dapat mendorong kemajuan ekonomi pesantren dan masyarakat sekitar. Pesantren juga sangat berperan dalam pembangunan sumber daya manusia dalam membangun kualitas kehidupan keagamaan sehingga mencetak lulusan yang berkualitas dan siap berkompetisi dengan lulusan yang menuntut ilmu pada lembaga pendidikan formal.


(30)

Peran pesantren berada pada garis depan dalam melawan penjajahan yang dimulai dengan penanaman akan nasionalisme yang kuat melalui sistem pendidikan. Bagaimanapun keadaannya sampai saat ini pesantren sangat memegang peranan penting terutama bagi masyarakat pedesaan. Sistem pendidikan pesantren pada saat ini semakin memperbaharui diri untuk mengisi berbagai tugas yang penting dalam kelanjutan hidup berbangsa dan bernegara.

Pondok pesantren yang sudah terbukti mencetak lulusan terbaik adalah Pondok Pesantren Gontor dimana para siswanya dituntut memiliki kemampuan bahasa asing yaitu bahasa Inggris dan Arab. Pesantren sebagai lembaga kemasyarakatan merupakan salah satu saluran berjalannya proses perubahan sosial dan kebudayaan. Perubahan pada lembaga kemasyarakatan dalam hal ini pesantren akan membawa akibat pada lembaga-lembaga lainnya. Hal ini dikarenakan lembaga kemasyarakatan merupakan sistem yang terintegrasi. Pesantren sebagai tempat pendidikan agama memiliki basis sosial yang jelas, karena keberadaannya menyatu dengan masyarakat. Pada umumnya, pesantren hidup dari, oleh, dan untuk masyarakat.

Berbagai penelitian sudah membuktikan bahwa pesantren tidak hanya sebagai lembaga yang kaku dan melulu mengkaji kitab-kitab klasik. Pesantren saat ini turut serta membangun kehidupan masyarakat sekitar, tidak hanya dalam bidang keagamaan tapi juga hal lain misalnya ekonomi, sosial, pendidikan maupun politik.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Siregar (1995) di Pondok Pesantren Darunnajah Cipining Bogor, dalam rangka membantu perekonomian masyarakat, pesantren membuka lapangan pekerjaan dengan menawarkan masyarakat menjadi


(31)

6

karyawan pesantren, baik itu untuk bekerja di bidang bangunan, pertanian maupun lahan peternakan yang dimiliki oleh pesantren. Untuk menambah pendapatan masyarakat desa pesantren ini menerima hasil-hasil pertanian dari masyarakat setempat. Selain itu salah satu upaya melibatkan masyarakat untuk lebih mengembangkan potensinya adalah bahwa pesantren Darunnajah membentuk kelompok tani pelopor di Desa Argapura.

Sistem pendidikan pesantren pada masa sekarang lebih bervariasi sehingga santri-santri yang dihasilkan tidak kalah dengan murid-murid yang belajar pada sekolah formal. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Anwar dan Matahari di Pesantren Al-Basyariyah menunjukan bahwa santri-santri Pesantren Al-Basyariyah memiliki kemampuan yang patut dibanggakan mengingat banyak santri-santri yang berhasil masuk ke perguruan tinggi negeri diantaranya Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Universitas Padjajaran (UNPAD), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan perguruan tinggi swasta bahkan ada yang melanjutkan sampai keluar negeri yaitu ke Yordania dan Mesir.

Dewasa ini, pertumbuhan dan penyebaran pesantren sangat pesat. Dengan menjamurnya pondok pesantren yang menyuguhkan spesialisasi kajian baik tradisional ataupun modern, membawa dampak positif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Kehadiran pondok pesantren telah nyata membantu pemerintah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Di samping itu, pesantren telah menawarkan jenis pendidikan alternatif bagi pengembangan pendidikan nasional. Sejak awal berdirinya pondok pesantren dikenal sebagai lembaga pengkaderan ulama, tempat pengajaran ilmu agama, dan


(32)

memelihara tradisi Islam. Fungsi ini semakin berkembang akibat tuntutan pembangunan nasional yang mengharuskan pesantren terlibat di dalamnya.

Perkembangan pesantren yang begitu pesat dan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap masyarakat sehingga mendapatkan perhatian dari pemerintah untuk dijadikan sebagai agen perubahan masyarakat (agent of social change). Di samping itu juga diarahkan untuk fungsionalisasi pesantren sebagai salah satu pusat penting bagi pembangunan masyarakat secara keseluruhan, baik pembangunan jasmani maupun rohani.

Melihat berbagai fungsi dan peran pesantren yang semakin beragam dalam pengembangan masyarakat, oleh karena itulah dalam penelitian ini ingin dikaji lebih jauh mengenai bagaimana peran pesantren dalam pengembangan masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah

Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tradisional yang sudah tumbuh dan berkembang sejak beberapa abad yang lalu. Pesantren memiliki kontribusi terhadap pembangunan nasional. Pembangunan yang memberdayakan masyarakat di pedesaan harus menjadi pusat perhatian dan tanggung jawab bersama, membangun masyarakat pedesaan berarti pula membangun sebagian besar penduduk Indonesia.

Pesantren sebagai lembaga yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat telah turut serta membangun masyarakat pedesaan melalui berbagai metode yang digunakan. Salah satunya adalah melalui pengembangan kelembagaan yang tumbuh seiring dengan perkembangan pesantren itu sendiri.


(33)

8

Pengembangan kelembagaan dalam pesantren adalah penting mengingat kini peran pesantren tidak melulu terbatas pada pengkajian terhadap agama tetapi juga telah meluas pada pengembangan ekonomi, sosial, politik, dan lainnya namun tetap berlandaskan pada nilai-nilai agama. Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ merupakan salah satu pondok pesantren yang sudah lama memberikan perhatian terhadap masyarakat sekitar melalui berbagai macam program yang disusun namun terdapat hal-hal yag harus diperhatikan pesantren dalam setiap programnya yaitu program tersebut harus merupakan program yang dibutuhkan dan sesuai dengan masyarakat sekitar pesantren oleh karena itu dalam upaya pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh pesantren terlebih perlu diketahui

bagaimana profil komunitas Desa Kertajaya?.

Profil komunitas merupakan hal yang penting untuk diketahui terlebih dahulu karena nantinya akan dijadikan bahan acuan untuk mengetahuibagaimana strategi dan bentuk pengembangan kelembagaan yang dilakukan oleh pesantren dalam bidang ekonomi, pertanian, sosial keagamaan dan pendidikan sebagai upaya pengembangan masyarakat?. Pesantren merupakan lembaga mandiri yang memenuhi kebutuhannya secara otonom dengan berbagai potensi yang dimilikinya. Pada jaman penjajahan pesantren adalah lembaga yang merupakan pusat aktivitas kegiatan masyarakat disaat lembaga lain belum berfungsi secara penuh. Dengan demikian dapat ketahui bahwa pesantren telah memiliki kedekatan dengan masyarakat sejak jaman dahulu dan sampai saat ini fungsinya sebagai pusat pendidikan berbasis agama belum tergantikan oleh lembaga lain.


(34)

Terlepas dari berbagai macam kelebihan yang dimiliki selama ini, pesantren juga tidak lepas dari hal-hal yang bisa menghambat upaya pengembangan masyarakat yang selama ini dilakukan, oleh karena itu lebih lanjut dalam penelitian ini ingin diketahui kendala apa saja yang dihadapi oleh pesantren dalam pengembangan kelembagaan tersebut?. Kendala-kendala tersebut dapat muncul baik dari dalam diri pesantren itu sendiri maupun datang dari faktor lain yang datangnya dari luar pesantren.

Program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh pesantren harus dirasakan oleh semua pihak, upaya pengembangan masyarakat akan sia-sia jika hanya menguntungkan salah satu pihak saja. Keterlibatan masyarakat dalam setiap program yang disusun merupakan salah satu indikator yang dapat menjadikan program tersebut berhasil. Masyarakat harus benar-benar merasakan manfaat secara langsung dari setiap program yang disusun. Oleh karena itu untuk mengukur keberhasilan program yang disusun oleh Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ perlu diketahui bagaimana dampak pengembangan kelembagaan tersebut terhadap masyarakat?.

Kajian mengenai kontribusi pesantren terhadap pengembangan masyarakat saat ini masih sedikit dilakukan, oleh karena itu penelitian ini berupaya menampilkan ”sisi lain” dari pesantren yang selama ini dikenal terbatas pada lembaga pendidikan yang berbasis agama dengan berbagai macam aturan ketat yang mengikat. Dengan demikian, masyarakat luas dapat mengetahui bahwa pesantren merupakan salah satu komponen yang memiliki kontribusi yang cukup besar dalam membangun dan memperbaiki kualitas masyarakat baik skala lokal maupun skala nasional.


(35)

10

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis peran pesantren dalam pengembangan masyarakat 2. Menganalisis profil masyarakat Desa Kertajaya

3. Menganalisis strategi dan bentuk pengembangan kelembagaan yang dilakukan pondok pesantren sebagai upaya pengembangan masyarakat (ekonomi, pertanian, sosial keagamaan dan pendidikan).

4. Menganalisis kendala yang dihadapi oleh pesantren dalam pengembangan kelembagaan (ekonomi, pertanian, sosial keagamaan dan pendidikan). 5. Menganalisis dampak pengembangan kelembagaan (ekonomi, pertanian,

sosial keagamaan, dan pendidikan).

1.4 Manfaat Penelitian

1. Peneliti ingin mengkaji lebih jauh mengenai program pengembangan masyarakat berbasis pesantren.

2. Memberi informasi baik kepada pemerintah maupun masyarakat luas bahwa pesantren memiliki kontribusi terhadap pengembangan masyarakat.


(36)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dan Cakupan Pengembangan Masyarakat

Menurut Suharto (2005) Pengembangan masyarakat adalah salah satu metode pekerjaan sosial yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial. Pengembangan masyarakat merupakan suatu proses swadaya masyarakat yang tujuannya adalah untuk meningkatkan kondisi masyarakat pada bidang sosial, politik, kultural dan ekonomi. Sebagai suatu metode, pengembangan masyarakat menekankan adanya proses pemberdayaan, partisipasi dan peranan langsung dari warga komunitas. Istilah pengembangan masyarakat dapat berarti untuk beragam orang. Sander dalam Nasdian (2003) mengatakan bahwa pengembangan masyarakat dapat dipandang sebagai suatu proses, metode, program atau gerakan.

Pengembangan masyarakat sebagai suatu proses bergerak dalam tahapan-tahapan dari suatu kondisi-kondisi atau keadaan tertentu ketahap berikutnya, yakni mencakup kemajuan dan perubahan dalam artian kriteria terspesifikasi. Pengembangan masyarakat sebagai suatu metode merupakan cara untuk mencapai tujuan dengan cara sedemikian rupa sehingga beberapa tujuan dapat dicapai. Sebagai suatu program pengembangan masyarakat dinyatakan sebagai gugus prosedur dan isinya dinyatakan sebagai suatu daftar kegiatan. Program pengembangan masyarakat sebagai suatu gerakan merupakan suatu perjuangan sehingga menjadi alasan sehingga membuat orang-orang mengabdi. Pengembangan masyarakat dalam arti ini cenderung melembaga dan membangun


(37)

12

struktur organisasinya sendiri, menerima prosedur dan praktisi profesional dengan demikian fokusnya adalah mendorong gagasan-gagasan pengembangan masyarakat.

Definisi pengembangan masyarakat yang dikemukakan oleh PBB (1960) adalah“community development is the processes by which the effort of the people themselves are united with those of governmental authorities to improve the economy, sosial, and cultural conditions of communities, to integrate the communities into the life of the nation and enhance the contribute fully to nation progress” yaitu sebuah proses usaha bersama antara pemerintah dan masyarakat dalam upaya meningkatkan kondisi sosial, kultural, dan ekonomi masyarakat.

Dengan demikian setiap program pengembangan masyarakat harus mampu menanggulangi masalah dan isu-isu penting untuk kesejahteraan komunitas secara konvensional oleh pemerintah ataupun pihak lainnya secara efektif.

2.2 Model-Model Pengembangan Masyarakat

Menurut Suharto (2005) terdapat tiga model yang berguna dalam memahami konsepsi tentang pengembangan masyarakat yaitu (1) pengembangan masyarakat lokal (locality development) (2) perencanaan sosial (sosial planning) (3) aksi sosial (sosial action).

a. Pengembangan masyarakat lokal

Pengembangan masyarakat lokal adalah proses yang ditunjukkan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Anggota masyarakat dipandang bukan sebagai sistem klien yang bermasalah melainkan sebagai masyarakat yang


(38)

unik dan memiliki potensi, hanya saja potensi tersebut belum sepenuhnya dikembangkan.

Pengembangan masyarakat lokal pada dasarnya merupakan proses interaksi antara anggota masyarakat setempat yang difasilitasi oleh pekerja sosial. Pekerja sosial membantu meningkatkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan mereka dalam mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan. Pengembangan masyarakat lokal lebih berorientasi pada “tujuan proses”(process goal) daripada tujuan tugas atau tujuan hasil (task or product goal). Setiap anggota masyarakat bertanggung jawab untuk menentukan tujuan dan memilih strategi yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Pengembangan kepemimpinan lokal, peningkatan strategi kemandirian, peningkatan informasi, komunikasi, relasi dan keterlibatan anggota masyarakat merupakan inti dari proses pengembangan masyarakat yang bernuansa bottom up.

b. Perencanaan sosial

Perencanaan sosial menunjuk pada proses pragmatis untuk menentukan keputusan dan menetapkan tindakan dalam memecahkan masalah sosial tertentu seperti kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja, buta huruf, kesehatan dan lain-lain. Berbeda dengan pengembangan masyarakat lokal, perencanaan sosial lebih berorientasi pada “tujuan tugas”(task goal).Sistem klien perencanaan sosial umumnya adalah kelompok-kelompok yang kurang beruntung (disadvantage groups)atau kelompok rawan sosial ekonomi seperti para lanjut usia, orang cacat, janda, yatim piatu bahkan wanita tuna sosial.


(39)

14

Pekerja sosial berperan sebagai perencana sosial yang memandang mereka sebagai “konsumen” atau “penerima pelayanan” (beneficiaris). Keterlibatan para penerima pelayanan dalam proses pembuat kebijakan, penentuan tujuan dan pemecahan masalah bukan merupakan prioritas karena pengambilan keputusan dilakukan oleh para pekerja sosial di lembaga-lembaga formal. Para perencana sosial dipandang sebagai ahli (expert) dalam melakukan penelitian, menganalisis masalah dan kebutuhan masyarakat serta dalam mengidentifikasi, melaksanakan dan mengevaluasi program-program pelayanan kemanusiaan.

c. Aksi sosial

Tujuan dan sasaran utama aksi sosial adalah perubahan-perubahan fundamental dalam kelembagaan dan struktur masyarakat melalui proses pendistribusian kekuasaan, pendistribusian sumber, dan pengambilan keputusan. Pendekatan aksi sosial didasari suatu pandangan bahwa masyarakat adalah sistem klien yang seringkali menjadi “korban” ketidakadilan struktur. Mereka miskin karena dimiskinkan, mereka lemah karena dilemahkan, dan tidak berdaya karena tidak diberdayakan, oleh kelompok elit masyarakat yang menguasai sumber-sumber politik dan kemasyarakatan. Aksi sosial berorientasi baik pada tujuan proses maupun hasil. Masyarakat diorganisir melalui proses penyadaran, pemberdayaan, dan tindakan-tindakan aktual untuk mengubah struktur kekuasaan agar lebih memenuhi prinsip demokrasi, kemelaratan dan keadilan.

Pengembangan masyarakat (community development) sebagai perencanaan sosial perlu berlandaskan pada azas-azas : (1) komunitas dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan (2) mensinerjikan strategi komprenhensif pemerintah, pihak-pihak terkait dan partisipasi warga (3) membuka akses warga


(40)

atas bantuan profesional, teknis, fasilitas, serta insentif lainnya agar meningkatkan partisipasi warga dan (4) mengubah perilaku profesional agar lebih peka pada kebutuhan, perhatian, dan gagasan warga komunitas (Ife, 1995 dalam Nasdian , 2003).

Konsep dan prinsip pengembangan masyarakat antara lain adalah sebagai berikut :

1) Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan harus berhubungan dengan kebutuhan dasar dari masyarakat

2) Pengembangan masyarakat yang penuh seimbang menuntut tindakan bersama dan penyusunan program-program multi tujuan

3) Perubahan sikap orang-orang adalah sama pentingnya dengan pencapaian kemajuan material dari program-program masyarakat selama tahap-tahap awal pembangunan;

4) Pengembangan masyarakat mengarah pada partisipasi orang-orang yang meningkat dan lebih baik dalam masalah-masalah masyarakat

5) Identifikasi, dorongan semangat dan pelatihan pemimpin lokal harus menjadi tujuan dasar setiap program;

6) Kepercayaan yang lebih besar pada partisipasi wanita dan kaum muda dalam proyek-proyek pengembangan masyarakat akan memperkuat program-program pembangunan, memapankannya dalam basis yang luas dan menjamin ekspansi jangka panjang;

7) Proyek-proyek swadaya masyarakat memerlukan dukungan intensif dan ekstensif dari pemerintah


(41)

16

8) Penerapan program-program pengembangan masyarakat dalam skala nasional mamerlukan pengadopsian kebijakan yang konsisten, pengaturan administratrif yang spesifik, perekrutan dan pelatihan personil, mobilisasi sumberdaya lokal dan nasional, dan organisasi penelitian, eksperimen dan evaluasi

9) Sumberdaya dalam bentuk organisasi-organisasi non pemerintah harus dimanfaatkan penuh dalam program-program pengembangan masyarakat pada tingkat lokal, nasional maupun internasional

10) Kemajuan ekonomi dan sosial pada tingkat lokal mensyaratkan pembangunan yang paralel di tingkat nasional

2.3 Pemberdayaan

Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Pada dasarnya pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial. Menurut Rappaport (1987) dalam Hikmat (2001) pemberdayaan diartikan sebagai pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu terhadap keadaan sosial, kekuatan politik, dan hak-haknya menurut undang-undang. Masih dalam Hikmat (2001), McArdle (1989) mengartikan pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang-orang yang selalu konsekuen melaksanakan keputusan tersebut. Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan mereka tanpa bergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal. Namun demikian, McArdle


(42)

mengimplikasikan hal tersebut bukan untuk mencapai tujuan, melainkan makna pentingnya proses pengambilan keputusan.

Aziz (2005) mengemukakan konsep pendekatan sosio kultural dalam pemberdayaan. Menurutnya Pendekatan sosio kultural adalah salah satu pendekatan yang dilakukan sebagai upaya melakukan upaya perubahan ke arah yang lebih baik, yaitu terciptanya keadilan dan kesejahteraan sosial bagi masyarakat dengan memperhatikan berbagai aspek yang mempengaruhinya. Disamping pendekatan sosio kultural ini, sering kali perubahan itu dilakukan dengan menggunakan pendekatan struktural, yaitu pendekatan dari atas kebawah.

Aspek-aspek yang mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat itu adalah agama, budaya, pendidikan, adat istiadat, ekonomi, politik, hukum dan lain sebagainya. Aspek-aspek itulah yang dalam proses perubahan sosial sering disebut dengan dimensi sosio kultural. Diantara berbagai aspek tersebut setiap komunitas memiliki aspek yang dominan yang mempengaruhinya hal ini disebabkan oleh sistem nilai yang dipegang oleh masing-masing masyarakat. Misalnya pada masyarakat perkotaan yang paling berpengaruh adalah dimensi ekonomi dan pendidikan, sedangkan pada masyarakat desa biasanya adalah adat istiadat atau budaya setempat dan agama. Sedangkan pada masyarakat santri nilai yang paling dominan berpengaruh adalah agama.

Istilah perubahan sosial sesungguhnya mempunyai arti yang sama dengan pembangunan dan pemberdayaan. Hanya saja istilah pembangunan biasanya bersifattop down yang berarti masyarakat hanyalah sebagai objek dan sasaran dari pembangunan itu, sedangkan pemberdayaan biasanya menggunakan strategi bottom up. Artinya masyarakat sejak awal dilibatkan dalam proses perencanaan


(43)

18

sampai pada saat pelaksanaan dan pemeliharaan hasil-hasil pembangunan itu. Dengan demikian disamping menjadi objek dan pelaku pembangunan, masyarakat juga menjadi subjek dan pelaku pembangunan. Antara pembangunan dan pemberdayaan itu, keduanya merupakan bagian dari proses perubahan sosial.

Menurut Azis (2005) Ada beberapa tahapan yang seharusnya dilalui dalam melakukan pemberdayaan antara lain:

1. Membantu masyarakat dalam menentukan masalahnya

2. Melakukan analisa atau kajian terhadap permasalahan tersebut secara mandiri (partisipatif)

3. Menentukan skala prioritas masalah, dalam arti memilah dan memilih masalah yang paling mendesak untuk diselesaikan

4. Mencari cara penyelesaian masalah yang sedang dihadapi, antara lain dengan pendekatan sosio kultural yang ada dalam msyarakat

5. Melaksanakan tindakan nyata untuk menyelesaikan tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi

6. Mengevaluasi seluruh rangkaian dan proses pemberdayaan itu untuk dinilai sejauh mana keberhasilan dan kegagalannya

Oleh karena masyarakat sendiri yang paling mengerti kebutuhannya, sehingga agen-agen perubahan itu harus berasal dari masyarakat itu sendiri. Pihak luar hanya berfungsi sebagai fasilitator dan motivator dalam proses perubahan dan pemberdayaan tersebut.

Proses pemberdayaan dapat berupa menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kemampuan agar individu menjadi lebih berdaya. Selain itu proses pemberdayaan masyarakat lainnya adalah menekankan proses


(44)

menstimuli, mendorong, atau memotivasi individu agar lebih mempunyai kemampuan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya. Konsep keberdayaan ini ditinjau dari segi sosial dan ekonomi yang berarti kemampuan dalam menjalin pola-pola hubungan sosial yang mencakup hubungan antara individu-induvidu di dalam kelompok ataupun antar kelompok itu sendiri serta kemampuan untuk membebaskan diri dari ketergantungan pihak luar, mampu meraih, memanfaatkan dan mengembangkan diri dari sektor sosial ekonomi yang tersedia.

Strategi pemberdayaan masyarakat digunakan dalam pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat. Pendekatan ini menyadari tentang betapa pentingnya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal yang ditempuh melalui kesanggupan melakukan kontrol internal atas sumberdaya materi dan non material yang penting melalui redistribusi modal atau kepemilikan. Pranarka dan Vidyandika (1996) dalam Hikmat (2001) menyatakan bahwa dalam pergeseran aliran pembangunan, pusat perhatian bertumpu pada manusia dan kebutuhan menurut ukuran mereka sendiri, bukan sebagaimana yang diperkirakan para praktisi pembangunan pada masa lampau.

Untuk mengetahui fokus dan tujuan pemberdayaan secara operasional, maka perlu diketahui berbagai indikator keberdayaan yang dapat menunjukkan seseorang itu berdaya atau tidak, sehingga ketika sebuah program pemberdayaan sosial diberikan, segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada spek-aspek apa saja dari sasaran perubahan yang perlu dioptimalkan. Keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan dan kemampuan kultural


(45)

20

politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu : kekuasaan di dalam (power within), kekuasaan untuk(power to), kekuasaan atas (power over)dan kekuasaan dengan(power with).

2.4 Partisipasi

Nasdian (2003) mengemukakan bahwa konsep partisipasi berasal dari bahasa inggris yaitu “participation” yang berarti turut ambil bagian. Partisipasi berarti proses aktif, inisiatif yang diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara mereka sendiri dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Partisipasi tersebut dapat dikategorikan: (1) warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah difikirkan atau dirancang oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain (2) partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri. Titik tolak partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut sebagai subyek yang sadar.

Sasmita (2006) mengemukakan bahwa partisipasi anggota masyarakat adalah keterlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program/proyek pembagunan yang dikerjakan di dalam masyarakat lokal. Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan pedesaan merupakan aktualisasi dari kesediaan dan kemampuan anggota masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi dalam implementasi program/proyek yang dilaksanakan.


(46)

Secara umum, sisi positif dari partisipasi adalah program yang dijalankan akan lebih respon terhadap kebutuhan dasar yang sesungguhnya. Ini merupakan suatu cara penting untuk menjamin keberlanjutan program, akan lebih efisien karena membantu mengidentifikasi strategi dan teknik yang tepat serta meringankan beban pusat baik sisi dana, tenaga maupun materi. Namun sisi negatifnya, partisipasi akan melonggarkan kewenangan pihak atas sehingga akuntabilitas pihak atas akan sulit diukur, proses pembuatan keputusan menjadi lambat demikian pula pelaksanaannya, serta bentuk program yang berbeda-beda karena masyarakat yang beragam. Di luar itu, program juga berpeluang untuk diselewengkan oleh pihak tertentu untuk kepentingan kelompoknya sendiri.

Jika dicermati, konsep partisipasi berbeda-beda menurut mereka yang terlibat. Para ahli telah mengklasifikasikan beberapa model partisipasi, Syahyuti (2005) mengemukakan beberapa model partisipasi yaitu sebagai berikut :

1. Partisipasi pasif atau manipulatif. Ini merupakan bentuk partisipasi yang paling lemah. Karakteristiknya adalah masyarakat menerima pemberitahuan apa yang sedang dan telah terjadi. Pengumuman sepihak oleh pelaksana proyek tidak memperhatikan tanggapan masyarakat sebagai sasaran program. Informasi terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran belaka

2. Partisipasi informatif. Disini masyarakat hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan untuk proyek, namun tidak berkesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses keputusan

3. Partisipasi konsultatif. Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, sedangkan orang luar mendengarkan, serta menganalisa masalah dan


(47)

22

pemecahannya. Dalam pola ini belum ada peluang untuk pengambilan keputusan bersama.

4. Partisipasi insentif. Masyarakat memberikan korbanan dan jasa untuk memperoleh imbalan berupa insentif berupa upah, walau tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran atau eksperimen yang dilakukan.

5. Partisipasi fungsional. Masyarakat membentuk kelompok sebagai bagian proyek, setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati. Pada tahap awal masyarakat tergantung pada pihak luar, tetapi secara bertahap kemudian menunjukkan kemandiriannya.

6. Partisipasi interaktif. Masyarakat berperan dalam proses analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan atau penguatan kelembagaan. Pola ini cenderung melibatkan metoda indisipliner yang mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematis. Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas pelaksanaan keputusan-keputusan mereka, sehingga memiliki andil dalam keseluruhan proses kegiatan.

7. Mandiri (self mobilization). Masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara sistematis secara bebas (tidak dipengaruhi pihak luar) untuk merubah sistem atau nilai-nilai yang mereka junjung.

2.5 Komunitas Desa

Menurut Soekanto (2002) komunitas ialah suatu unit atau kesatuan sosial yang terorganisasikan dalam kelompok-kelompok dengan kepentingan bersama (communities of common interest), baik yang bersifat fungsional maupun yang mempunyai teritorial. Istilahcommunitydapat diterjemahkan sebagai ”masyarakat


(48)

setempat” dan dalam batas-batas tertentu dapat menunjuk pada dusun (dukuh atau kampung), desa, kota, suku, atau bangsa. Apabila anggota-anggota suatu kelompok, baik kelompok besar maupun kecil hidup bersama sedemikian rupa sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentinga-kepentingan hidup yang utama.

Masyarakat-masyarakat setempat yang mempunyai tempat tinggal tetap dan permanen, biasanya mempunyai ikatan solidaritas yang kuat sebagai pengaruh kesatuan tempat tinggalnya. Masyarakat setempat berfungsi sebagai ukuran untuk menggaris bawahi hubungan antara hubungan-hubungan sosial dengan suatu wilayah geografis tertentu. Selain itu harus ada perasaan diantara anggota bahwa mereka saling memerlukan dan bahwa tanah yang mereka tinggali memberikan kehidupan kepada semuanya. Perasaan demikian pada hakikatnya merupakan identifikasi dengan tempat tinggal, dinamakan perasaan komuniti (community sentiment)yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

1. Seperasaan: Unsur seperasaan akibat seseorang berusaha untuk mnegidentifikasi dirinya dengan sebanyak mungkin orang dalam kelompok tersebut, sehingga kesemuanya dapat menyebutkan dirinya sebagai ”kelompok kami”, ”perasaan kami” dan sebagainya. Perasaan demikian timbul apabila orang-orang tersebut mempunyai kepentingan yang sama di dalam memenuhi kebutuhan hidup. Unsur seperasaan harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan kehidupan dengan ”altruism” yang lebih menekankan pada perasaan solider dengan orang lain.

2. Sepenanggungan: Setiap individu sadar akan perannya dalam kelompok dan keadaan masyarakat sendiri yang memungkinkan perannya, dalam


(49)

24

kelompok dijalankan, sehingga dia mempunyai kedudukan yang pasti dalam darah dagingnya sendiri.

3. Saling memerlukan: Individu yang tergabung dalam masyarakat setempat merasakan dirinya tergantung pada ”komuniiti”-nya yang meliputi kebutuhan fisik maupun psikologis.

Dalam mengklasifikasikan masyarakat setempat, dapat digunakan empat kriteria yang saling berpautan, yaitu:

a. Jumlah penduduk

b. Luas, kekayaan dan kepadatan penduduk daerah pedalaman

c. Fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat d. Organisasi setempat yang saling bersangkutan

Kriteria tersebut di atas dapat digunakan untuk membedakan antara bermacam-macam jenis masyarakat yang sederhana dan modern, serta antara masyarakat pedesaan dan perkotaan. Masyarakat yang sederhana apabila dibandingkan dengan masyarakat yang sudah kompleks, terlihat kecil, organisasinya sederhana, sedangkan penduduknya tersebar. Kecilnya masyarakat dan belum berkembangnya masyarakat disebabkan karena perkembangan teknologi yang lambat. Pengangkutan dan hubungan yang lambat, memperkecil ruang lingkup hubungan dengan masyarakat lain.

Warga masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan. Penduduk pedesaan umumnya hidup dari pertanian, kalaupun ada pekerjaan di luar pertanian biasanya pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan


(50)

sambilan saja sehingga jika tiba musim menanam atau masa panen pekerjaan tersebut akan ditinggalkan.

2.6 Pembangunan Pedesaan

Julius Nyerere dalam Syahyuti (2006) mendefinisikan pembangunan pedesaan (rural development)sebagai“…the participation of people in a natural learning experience involving themselves, their local resources, external change agents, and ouside resources”. Pembangunan desa bertolak dari proposisi bahwa mereka tidak dapat membangun diri sendiri dan mereka hanya akan berkembang bila mau berpartisipasi dengan aktivitas yang akan mempengaruhi kesejahteraan mereka sendiri. Membicarakan pembangunan desa akan sampai kepada seluruh masalah yang ada di desa mulai dari masalah kemiskinan, pengembangan pertanian dengan memproduksi berbagai komoditas, pembangunan subsektor, kehutanan, gender, keagrariaan dan permasalahan sumberdaya air.

Istilah “rural” dan “rurality” merupakan pendekatan geografis yang mendefinisikan lokasi dalam hubungannya dengan jarak secara fisik yang jauh dari pusat keramaian, yaitu kota. Jarak fisik menyebabkan timbulnya jarak untuk lalu lintas barang dan jasa serta kesempatan untuk melakukan interaksi sosial. Rural merupakan suatu masyarakat yang heterogen dan berbeda-beda dalam berbagai dimensinya mulai dari aspek demografi, kemampuan ekonomi, pola pasar tenaga kerja, jasa-jasa yang disediakan, kesehatan lingkungan dan berbagai pengukuran subyektif lain seperti kesejateraan (community wellbeing) dan keterkaitannya(connectedness) secara internal maupun eksternal.


(51)

26

Terdapat empat strategi pembangunan pedesaan yang dapat diterapkan yaitu strategi modernisasi pertanian, strategi anti kemiskinan, strategi pola baru pertumbuhan dan strategi land reform. Namun, kemudian digulirkan pula konsep pembangunan desa yang baru dengan pendekatan terbalik dibandingkan dengan yang sudah lazim dilakukan selama ini. Hal-hal yang ditempatkan diurutan terakhir, justru didahulukan atau “memulai dari belakang”.

Pembangunan pedesaan, menurut sebagian kalangan merupakan bagian dari ilmu “pembangunan wilayah”. Pembangunan wilayah adalah usaha untuk mengembangkan dan meningkatkan hubungan interdepedensi dan interaksi antara sistem ekonomi, manusia dan lingkungan hidup serta sumberdaya alamnya. Hal ini diterjemahkan dalam bentuk-bentuk pembangunan ekonomi, sosial, politik, budaya maupun pertahanan keamanan yang seharusnya berada dalam konteks keseimbangan, keselarasan, dan kesesuaian. Konsepsi pembangunan regional, selain menjamin keserasian pembangunan antar daerah bertujuan pula untuk menjembatani hubungan rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah.

Norman Uphoff dan Milton dalam Syahyuti (2006) mengemukakan empat jenis pembangunan pedesaan yaitu (1) yang berdasarkan kepada potensi pertanian (2) yang multi sektoral (3) yang memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan dan yang (4) mengandalkan kepada pelayanan jasa-jasa sosial berupa kesehatan, pendidikan dan lain-lain.

Pada hakikatnya pembangunan pedesaan berdiri atas paradigma untuk mengurangi kesenjangan dan kemiskinan. Tujuannya adalah untuk kesejahteraan berupa peningkatan pendapatan atau pengeluaran riil rumah tangga maupun


(52)

perkapita. Ada lima tahap pembangunan ekonomi pedesaan desa yaitu (1) pelajari kondisi atau karakteristik dasarnya berkenaan dengan sumberdaya alam, pasar, pendapatan, dan politik yang eksis (2) identifikasi teknologi apa yang sudah dimiliki mereka (3) komoditas atau sektor apa yang berpotensi dikembangkan (4) identifikasi sifat dan mekanisme keterkaitan ekonomi atau jenis kegiatan serta (5) pelajari kelembagaan masyarakat yang ada dan berpotensi dikembangkan.

Menurut Sasmita (2006) pembangunan pedesaan harus diletakkan dalam konteks (1) sebagai upaya mempercepat pembangunan untuk memberdayakan masyarakat dan (2) sebagai upaya mempercepat dan memperkokoh pembangunan ekonomi daerah dalam arti luas secara efektif dan kokoh. Rencana pembangunan daerah harus disusun berdasarkan pada potensi yang dimiliki dan kondisi sekarang Penentuan program pembangunan oleh masyarakat yang bersangkutan merupakan bentuk perencanaan dari bawah, dari akar rumput bawah atau sering disebut sebagai bottom up planning. Peningkatan partisipasi masyarakat merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat (social empowering) secara nyata dan terarah.

Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan pedesaan merupakan aktualisasi dari kepedulian, kesediaan dan kemauan masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi terhadap implementasi program–program yang dilaksanakan di daerahnya. Bentuk partisipasi masyarakat tersebut antara lain mereka bersedia menyerahkan sebagian lahan/tanahnya tanpa pembayaran, kerjasama tanpa mengharap imbalan dan sebagainya.


(53)

28

Pembangunan pedesaan menggunakan pendekatan partisipasi masyarakat adalah sangat tepat dan relevan. Masyarakat pedesaan tidak hanya sebagai penonton tetapi mereka harus secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan menikmati hasil pembangunan.

2.7 Pesantren

Sistem pendidikan nasional pada hakikatnya mencari nilai tambah melalui pembinaan dan pengembangan SDM atau kualitas manusia secara utuh : jasmani dan rohani, ia juga harus secara terus menerus dikembangkan agar mampu melayani kebutuhan pembangunan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi atau dengan kata lain agar mampu menghadapi tantangan zaman. Upaya pengembangan sistem pendidikan nasional harus adil dilaksanakan dari kandungan nilai–nilai sosial budaya bangsa terutama dari realita kependidikan yang telah hidup membudaya dalam kehidupan bangsa Indonesia agar tidak tercabut dari akarnya dengan demikian terdapat kesinambungan antara tradisional dan modern sebagai satu kesatuan dan berkelanjutan.

Menurut Mastuhu, (1994) pesantren merupakan salah satu realita kependidikan yang telah membudaya dikalangan sebagian bangsa Indonesia. Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam Indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam. Pesantren telah diakui sebagai lembaga pendidikan yang telah ikut serta mencerdaskan bangsa.

Amir (2005) pesantren memberikan pengertian bahwa pesantren merupakan tempat pendidikan agama memiliki basis sosial yang jelas karena keberadaannya telah menyatu dengan masyarakat. Ketika lembaga-lembaga sosial yang lain


(54)

belum berjalan secara fungsional, pesantren telah menjadi pusat aktivitas sosial masyarakat mulai dari belajar agama sampai tempat untuk menyusun perlawanan terhadap musuh. Sebagai lembaga sosial, pada umumnya pesantren hidup dari, oleh, dan untuk masyarakat. Visi ini menuntut adanya peran dan fungsi pondok pesantren yang sejalan dengan kondisi dan situasi masyarakat, bangsa dan negara yang terus berkembang. Sementara itu sebagai komunitas pesantren dapat berperan menjadi penggerak upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat mengingat pesantren merupakan kekuatan sosial yang jumlahnya cukup besar.

Sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang pendidikan, keberadaan dan pengembang pesantren harus terus didorong oleh berbagai pihak (Amir, 2005). Namun ada beberapa hal yang dihadapi oleh pesantren pada masa sekarang yaitu :

1. Imagepesantren sebagai lembaga tradisional, tidak modern, informal dan bahkan teropinikan sebagai lembaga yang banyak melahirkan terorisme telah mempengaruhi masyarakat untuk meninggalkan pesantren.

2. Sarana dan prasarana penunjang yang terlihat masih kurang memadai. 3. Sumberdaya manusia. Sekalipun sumberdaya manusia dalam bidang

keagamaan tidak dapat diragukan lagi, tetapi dalam rangka meningkatkan eksistensi dan peran pondok pesantren dalam kehidupan sosial masyarakat diperlukan perhatian yang serius.

4. Aksesibilitas dan networking. Peningkatan akses dan networking merupakan salah satu kebutuhan untuk pengembangan pesantren. Peningkatan dalam kedua hal ini sangat dibutuhkan terutama oleh pesantren yang berada di daerah pelosok.


(55)

30

5. Manajemen kelembagaan. Manajemen kelembagaan merupakan unsur penting dalam pengelolaan pesantren. Pada saat ini masih terlihat bahwa pondok pesantren dikelola secara tradisional apalagi dalam penguasaan informasi dan teknologi yang belum optimal.

6. Kemandirian ekonomi kelembagaan. Kebutuhan keuangan selalu menjadi kendala dalam melakukan aktivitas pesantren.

7. Kurikulum yang berorientasi life skill santri dan masyarakat. Apabila melihat tantangan kedepan yang semakin berat, peningkatan kapasitas santri dan masyarakat tidak hanya cukup dalam bidang keagamaan semata tetapi juga ditunjang oleh kemampuan yang bersifat keahlian.

Nandika (2005) memiliki pandangan bahwa pesantren sebagai institusi pendidikan milik masyarakat, sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat pengembangan sumberdaya manusia (SDM) menuju terwujudnya kecerdasan dan kesejahteraan bangsa. Pesantren dipandang memiliki grounded nature dan pranata sosial yang tangguh dan mewakili aspirasi sebagian besar masyarakat sekitarnya. Pesantren dipandang sangat potensial untuk berperan sebagai basis pembangunan wilayah yang strategis.

Seiring dengan kuatnya modernisasi pondok pesantren, maka rekonstruksi peran pondok pesantren yang tadinya hanya mempelajari kitab-kitab Islam klasik kiranya dapat diberdayakan secara maksimal sebagai agen dalam pembangunan wilayah. Melalui pendekatan ini, sumberdaya atau unsur-unsur pondok pesantren termasuk kyai, mesjid, santri, kitab hingga ilmu yang baru dapat didayagunakan dalam proses pendidikan life skill secara berkelanjutan untuk membangun manusia yang memiliki pemahaman ilmu pengetahuan, potensi kemasyarakatan,


(56)

dan pembagunan wilayah. Dengan demikian diharapkan pondok pesantren tidak hanya menjadi penempa nilai-nilai spiritual saja tetapi juga mampu meningkatkan kecerdasan sosial dan keterampilan dalam membangun wilayah.

Pengembangan program dan kegiatan pesantren agar berperan sebagai basis pembangunan wilayah pada dasarnya dimulai dari kemampuan pesantren tersebut untuk memberdayakan potensi-potensi yang ada di lingkunganya oleh sumberdaya manusia yang ada di pesantren. Sumberdaya di pesantren diberikan kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan masyarakatnya, sehingga dapat berperan sebagai driving force masyarakatnya. Dengan demikian pembangunan pendidikan dikalangan pesantren memerlukan keterlibatan elemen masyarakat, pemerintah daerah (pemda), baik provinsi maupun kabupaten.

Keberhasilan pembangunan nasional sangat tergantung pada partisipasi seluruh lapisan masyarakat. Partisipasi akan muncul berkembang apabila rakyat mengerti dan merasakan manfaat dalam hidup keseharian. Suatu lembaga pendidikan akan berhasil menyelenggarakan kegiatan jika ia dapat mengintegrasikan dirinya ke dalam kehidupan masyarakat yang melingkarinya. Dalam hal ini pesantren telah terbukti mampu hidup menyatu dengan masyarakat sekitar bahkan menjadi rujukan bagi masyarakat sekitar dalam bidang moral.

1. Arti Pesantren

Menurut Mankred Ziemek dikutip Wahjoetomo (1997) menyatakan bahwa pondok berasal dari katafunduk (Arab) yang berarti ruang tidur atau wisma yang sederhana, karena pondok merupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari tempat asalnya. Kata pesantren berasal dari kata “santri”


(57)

32

yang diimbuhi “pe” dan akhiran “an” yang berarti menunjukkan tempat, maka dapat disimpulkan pesantren memiliki arti “tempat para santri”. Kata pesantren juga dianggap sebagai gabungan kata sant (manusia baik) dengan suku kata “tra” (suka menolong). Sehingga kata pesantren tepat berarti “tempat pendidikan manusia lebih baik”. Mastuhu (1994) memberikan definisi pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan mengajarkan agama islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari –hari.

Pengertian “tradisional “ dalam batasan ini menunjuk bahwa lembaga ini hidup sejak ratusan tahun (300-400 tahun) yang lalu telah menjadi bagian yang mendalam dari sistem kehidupan sebagian umat Islam di Indonesia yang merupakan golongan mayoritas bangsa Indonesia yang telah mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perjalanan hidup umat bukan “tradisional‘ dalam arti tetap tanpa mengalami penyesuaian.

Merujuk dua pengertian mengenai pesantren yang telah dikemukakan di atas, maka sebenarnya kedua pendapat tersebut mengarah pada satu pemahaman bahwa inti dari pengajaran di pesantren menekankan pada pendidikan dan ibadah.

2. Tujuan Pesantren

Menurut Mastuhu (1994) tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan dan mengambangkan kepribadian muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmat kepada Tuhan. Bermanfaat bagi masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti sunnah nabi) mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam


(58)

kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di tengah–tengah masyarakat dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian indonesia. Menurut Dohfier (1982), tujuan pesantren bukanlah untuk mengejar kepentingan kekuasaan, uang, dan keagungan duniawi tetapi ditanamkan kepada mereka bahwa belajar adalah semata-mata merupakan kewajiban dan pengabdian pada Tuhan.

3. Model Pesantren

Pada garis besarnya, pesantren meliputi dua model, yaitu model pesantren salaf dan pesantren khalaf. Menurut Zamaksyari Dhofier, yang dikutip Wahyoetomo (1997) mengemukakan bahwa pesantren salaf adalah lembaga pesantren yang mempertahankan pengajaran kitab-kitab klasik (salaf) sebagai inti pendidikan, sedangkan sistem madrasah ditetapkan hanya untuk memudahkan sistem sorogan yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama. Sebaliknya pesantren khalaf adalah lembaga pesantren yang memasukkan atau pesantren yang menyelenggarakan tipe-tipe sekolah umum seperti SD, SMP, SMU bahkan perguruan tinggi dalam lingkungannya.

Kedua model di atas memberi batasan jelas bahwa pesantren salaf senantiasa mempertahankan terhadap tradisi-tradisi yang lama, sehingga sistem pengajaran salaf sering menerapkan sistem sorogan dan bandungan. Sebaliknya kedudukan pesantren khalaf dapat dikatakan lebih bersifat modern, karena tidak hanya menitikberatkan pada permasalahan klasik saja, akan tetapi diikuti ilmu yang bersifat umum.


(59)

34

4. Komponen Pesantren

Pesantren merupakan suatu komunitas tersendiri dimana kyai, ustadz, santri dan pengurus pesantren hidup bersama dalam satu kampus, berlandaskan nilai– nilai agama Islam lengkap dengan norma–norma dan kebiasaan–kebiasaannya tersendiri yang secara eksklusif berbeda dengan masyarakat apa umumya. Ia merupakan suatu keluarga besar dibawah asuhan seorang kyai atau ulama dibantu beberapa ustadz.

Semua rambu-rambu yang mengatur kegiatan dan batas-batas perbuatan semua dipulangkan kepada hukum agama dan semua kegiatan dipandang dan dilaksanakan sebagai bagian ibadah keagamaan dengan kata lain semua kegiatan kehidupan selalu dipandang dalam struktur relevansi dengan hukum agama.

Pesantren dengan segala kekhasannya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Pondok, sebagai tempat tinggal atau tempat asrama para santri untuk

mengikuti dengan baik pelajaran yang diberikan oleh kiainya, tetapi juga sebagai tempat latihan bagi santri agar mampu hidup mandiri dalam masyarakat. Kebanyakan pesantren dahulu seluruhnya adalah milik kiai, tetapi sekarang tidak semata-mata milik kiai tetapi juga milik masyarakat dan banyak pula yang berstatus wakaf yang berasal dari orang-orang kaya. 2. Masjid, merupakan pusat aktivitas, pertemuan, pendidikan, administrasi dan

kultural. Mesjid dijadikan sebagai pusat kegiatana karena untuk mendidik santri agar selalu dalam kondisi selalu beribadah pada Allah, menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan dan solidaritas sosial, menyadarkan hak-hak dan kewajiban manusia sebagi insan pribadi dan sosial, serta memberikan nuansa yang penuh ketentraman.


(60)

3. Kiai, adanya kiai dalam sebuah pesantren merupakan suatu kemutlakan, sebab kiai merupakan tokoh sentral yang memberikan pengajaran dan pendidikan kepada santri. Kiai merupakan figur yang disegani dan menjadi tempat untuk menyelesaikan masalah yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan kemantapan dan kualitas keilmuan yang dimilikinya tidak heran jika kiai menjadi figur yang berperan dalam memacu perubahan di dalam pondok dan masyarakat.

4. Santri, merupakan unsur pokok dari pesantren karena seorang alim belumlah dikatakan sebagi kiai jika belum mempunyai pondok dan santri yang tinggal di pesantren.

5. Program pendidikan Islam, tidak hanya sebatas pada bentuk pengajaran yang diterapkan di pesantren, baik memakai sistem sorogan, bandongan atau wetonan. Melainkan lebih dari itu pendidikan harus berjalan selama 24 jam sebagai bentuk pembinaan.

6. Dukungan dari masyarakat, bagaimana pun juga pesantren tidak akan pernah lepas dari intervensi masyarakat sekitar. Pesantren ada karena tuntutan dari masyarakat dan misinya pun untuk masyarakat juga. Bahkan eksistensi suatu pesantren hingga saat ini adalah karena masyarakat membutuhkannya. Karena pesantren pada hakekatnya adalah bagian dari masyarakat itu sendiri, maka pesantren harus selalu memberikan yang terbaik untuk masyarakat guna membangun tatanan masyarakat


(61)

36

5. Nilai Pesantren

Nilai–nilai yang mendasari pesantren dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu (1) nilai–nilai agama yang memiliki kebenaran mutlak dalam hal ini bercorak fikih sufistik dan berorientasi kepada kehidupan ukhrowi (2) nilai-nilai agama yang memiliki kebenaran relatif bercorak empiris dan pragmatis untuk memecahkan masalah kehidupan sehari–hari menurut hukum agama.

6. Fungsi Pesantren

Keberadaan pesantren memiliki berbagai macam fungsi antara lain adalah sebagai berikut :

1. Sebagai lembaga pendidikan pesantren menyelenggarakan pendidikan formal (madrasah, sekolah umum dan perguruan tinggi) dan pendidikan non formal yang secara khusus mengajarkan agama yang sangat kuat dipengaruhi oleh pikiran – pikiran fikih, hadist, tauhid dan tasawuf yang hidup antara abad ke 7–13 M.

2. Sebagai lembaga sosial pesantren menampung anak dari segala lapisan masyarakat muslim tanpa membeda–bedakan tingkat sosial ekonomi.

3. Sebagai lembaga penyiaran agama, mesjid pesantren juga berfungsi sebagai mesjid umum yaitu sebagai tempat belajar agama dan ibadah bagi masyarakat umum.

Sehubungan dengan ketiga fungsi pesantren tersebut maka pesantren memiliki tingkat integritas yang tinggi dengan masyarakat sekitar dan menjadi rujukan moral bagi kehidupan masyarakat umum. Pesantren dianggap sebagai komunitas khusus yang ideal terutama dalam bidang kehidupan moral keagamaan.


(1)

responden terlibat dalam bidang pengembangan ekonomi)

9 Apakah ada hal-hal yang memberatkan Ibu/Bapak selama mengikuti program pengembangan masyarakat yang dilakukan Hubungan Masyarakat yayasan Miftahulhuda Al-Musri’?

Warga binaan.

10 Apakah keberadaan pesantren membawa perubahan terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat?

Warga binaan, aparat desa

11 Apakah pesantren menjalin hubungan baik baik dengan masyarakat maupun aparat desa?

Warga binaan, aparat desa

12 Bagaimana bentuk hubungan tersebut? Tokoh masyarakat, warga binaan, aparat desa

13 Bagaimana keadaan desa sebelum dan sesudah ada pesantren?

Tokoh masyarakat, aparat desa

14 Hal apa yang mendasari penyusunan suatu program?

Pengurus HUMAS 15 Apakah yayasan Miftahulhuda

Al-Musri’melaporkan setiap program yang telah disusun kepada aparat desa?

Aparat desa, pengurus HUMAS


(2)

Lampiran 4

Teknik Pengumpulan Data

No Kebutuhan

Data/Informasi

Sumber data/Informasi Teknik Pengumpulan

Data 1 Profil lokasi

•Administrasi geografi dan topografi desa

•Karakteristik masyarakat

Data sekunder: Potensi desa dan data monografi

Data primer: Aparat desa, tokoh masyarakat, masyarakat desa •Analisis dokumen •Wawancara mendalam 2 Sejarah desa

•Asal-usul nama desa •Waktu terbentuknya Desa

Kertajaya

Data primer : Aparat desa, tokoh masyarakat

Wawancara mendalam 3 Sejarah pesantren

•Pendiri pesantren •Alasan berdiri Pesantren •Jumlah santri dan

pengajar

Data sekunder : Direktori Pesantren

Data primer : pimpinan pondok pesantren, sesepuh pesantren, tokoh masyarakat.

•Analisis dokumen •Wawancara

mendalam 4 Sistem pendidikan

pesantren

•Metode pengajaran •Aktivitas rutin

•Hubungan santri dengan ustadz dan kiai

Data sekunder : Direktori Pesantren

Data primer : pimpinan pondok pesantren, sesepuh pesantren, santri. •Analisis dokumen •Wawancara mendalam •Pengamatan berperan serta 5 Peran pesantren

•Ekonomi •Pendidikan •Sosial

Data primer : pimpinan pondok pesantren, sesepuh pesantren, pengurus BIRO HUMAS, santri, tokoh masyarakat, warga binaan

•Wawancara mendalam •Pengamatan

berperan serta 6 Program pengembangan

masyarakat oleh pesantren •Alasan pembentukan •Program yang disusun •Sasaran program •Target program

Data sekunder : Direktori Pesantren

Data primer : pimpinan pondok pesantren, pengurus BIRO HUMAS, sesepuh pesantren, tokoh masyarakat, warga binaan •Analisis dokumen •Wawancara mendalam •Pengamatan berperan serta 7 Perkembangan desa

•Kebiasaan masyarakat yang tidak berubah •Kebiasaan masyarakat

yang berubah •Hal-hal yang

menyebabkan perubahan

Data primer : pimpinan pesantren, sesepuh

pesantren, aparat desa, tokoh masyarakat

Wawancara mendalam

8 Perubahan kehidupan masyarakat (pendidikan, sosial, ekonomi)

•Perubahan ekonomi

Data primer : pengurus BIRO HUMAS, aparat desa, warga binaan, tokoh

masyarakat, pimpinan

Wawancara mendalam


(3)

•Tingkat pendidikan masyarakat desa •Perubahan nilai-nilai

masyarakat •Faktor yang

menyebabkan perubahan 9 Partisipasi masyarakat

•Tingkat keterlibatan masyarakat dalam penyusunan program •Tingkat keterlibatan

masyarakat dalam pengambilan keputusan

Data primer: pengurus BIRO HUMAS, pimpinan

pesantren, warga binaan.

•Wawancara mendalam •Pengamatan

berperan serta

10 Kendala program •Faktor penghambat

program

•Upaya mengatasi faktor penghambat

Data primer : pengurus BIRO HUMAS, pimpinan pesantren

Wawancara mendalam


(4)

Lampiran 5

Daftar Responden dan Informan

No

Nama Responden/Informan

Status Sosial

1

Bpk. SUY

Pimpinan pondok pesantren

2

Bpk. JND

Kepala Desa Kertajaya

3

Bpk. STN

Sekretaris Desa Kertajaya

4

Bpk. MUB

Manajer pertanian pesantren

5

Bpk. ZLR

Kepala biro perkebunan pesantren

6

Bpk. AM

Kepala biro peternakan pesantren

7

Bpk. DA

Santri mukim

8

Bpk. NNG

Buruh/Warga binaan pesantren

9

Bpk. AJM

Tokoh masyarakat

10

Bpk. MHM

Kepala biro perikanan pesantren

11

Bpk. AS

Ketua RW

12

KHL

Santri

13

SBH

Santri

14

RR

Santri


(5)

PEDOMAN PENGAMATAN BERPERAN SERTA

A. Petunjuk

: Pengamatan berperan serta dilakukan oleh peneliti secara

langsung

di lokasi kajian, selanjutnya peneliti diharuskan

melakukan pencatatan hasil pengamatan dengan alat pencatatan

manual maupun alat bantu yang dapat merekam serta memotret

kajian yang berkaitan dengan substansi penelitian yang

dilakukan. Catatan singkat ditulis dalam ruangan kosong

dibawah aspek yang dikaji untuk dikembangkan kemudian

menjadi laporan.

B. Contoh Pengamatan Berperan serta

Nama kegiatan: Tasrifan

Hari/tanggal

: Sabtu/ 26 April 2008

Waktu

: 16.00-17.40

Tempat

: Al-kautsar

Tasrifan adalah mengkaji asal muasal tata bahasa arab. Santri duduk

melingkar mengelilingi ustadz. Dalam tasrifan, ustadz membacakan kemudian

santri mengikuti apa yang dikatakan oleh ustadz. Setelah itu ustadz menyuruh

santri untuk menghafal pelajaran yang telah diberikan kemudian mengetes santri

satu persatu.

Selama tasrifan berlangsung dapat dilihat kalau santri berusaha keras

menghafal pelajaran yang telah diberikan. Pada saat mengetes santri, sesekali

ustadz membetulkan hafalan santri.


(6)

Lampiran 7

SUSUNAN KEPENGURUSAN

PONDOK PESANTREN MIFTAHULHUDA AL-MUSRI’

1. Pendiri utama

: a. KH. Ahmad Fakih (alm)

b. KH. Zaenal Mustofa (alm)

2. Penasihat

: a. KH. Ijudin Tamliho

b. KH. Zaenal Arifin

c. KH. Solihin

3. Sesepuh

: KH. Mamal M. Murtadlo Lc.

4. Pimpinan

: KH.Saeful Uyun Lc.

5. Sekretaris 1

: K. Burhan Rosyidi

6. Sekretaris 2

: M. Anang Suryana

7. Bendahara Umum

: KH. Mahmud Munawar

Biro-biro :

1. Biro Pendidikan

: KH. Ade Moh. Mansur

2. Biro Keamanan

: K. Ayi Mahdi

3. Biro Kesantrian

: KH. Muhtar Gozali

4. Biro Pemuqiman dan nikah: Hj. Siti Maryam

5. Biro Akomodasi

: KH. Hilman Abdurrahman

6. Biro Lingkungan Hidup

: a. Hj. Azizah

b. H. Saepudin Furqon

c. Ustdz. Neng Nuraidah

7. Kaur Majelis Ta’lim

: a. Ustdz. Cucu Nurjanah

b. Ustdz Cucu A

8. Kaur Perijinan Pulang

: Hj. Yayah

9. Kaur Humas

: a. KH. Maman Abdurrahman

b. Drs. Wawan Rodibillah Aziz

PENGURUS KOPONTREN

Ketua

: KH.Saeful Uyun Lc.

Sekretaris 1

: Drs. Wawan Rodibillah Aziz

Sekretaris 2

: M. Anang Suryana

Bendahara

: KH. Mahmud Munawar

Manajer Kantin

: KH. Mahmud Munawar

Manajer Waserda

: Hj. Ifah Atiroh

Manajer USP

: KH. Mamal M. Murtadlo Lc.

Manajer Perikanan

: K. Mahmud LK

Manajer Pertanian

: Moh. Ubeidillah

Manajer Peternakan

: Ustd. Ariful Kholiq Zaelani

Manajer Konveksi

: Ustdz. Cucu