C. Tokoh Pendiri dan Penerus Pondok Pesantren Tanwiriyyah
1. K.H. Muhsin Tanwiri
K.H. Muhsin Tanwiri adalah anak dari K.H. Hasan Mukri ayah dan Hj. Kulsum ibu, lahir pada hari minggu tanggal 14 oktober 1911.
Sejak usia 17 bulan beliau diasuh dan dipelihara oleh pamannya yang bernama H. Muhidin, dan bibinya Hj. Tita Sopiah. Masa kecil K.H.
Muhsin Tanwiri dipergunakannya untuk belajar dalam lingkungan keluarga yang taat beragama. Sejak kecil beliau senang bermain
sebagaimana layaknya anak-anak kecil lainnya pada masa itu.
65
Akan tetapi beliau tidak terus menghabiskan waktunya begitu saja, beliau pun mempelajari ilmu-ilmu agama dari ayahnya K.H. Hasan Mukri
khususnya pengajian-pengajian Al-Qur’an. Saat berusia tujuh tahun beliau disekolahkan ke verwooleg setingkat dengan sekolah rakyat SR selama
tiga tahun, untuk belajar membaca, menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Kemudian pada usia 10 tahun, beliau melanjutkan sekolahnya ke Holand
Internasional School HIS yang diselenggarakan oleh syarikat Islam di daerah Cianjur untuk mempelajari bahasa Arab dan bahasa Belanda.
66
Pada usia 14 tahun beliau belajar kitab-kitab kuning pada ayahnya, dalam waktu yang relatif singkat, tercatat selama tiga tahun beliau mampu
menyelesaikan kitab syariah fiqih sebanyak 10 kitab. Ini merupakan prestasi yang sungguh luar biasa, yang tidak dimiliki manusia pada
umumnya. Meski demikian, dari hasil wawancara penulis dengan anaknya
65
K.H. Deden Jauhar Tanwiri, Direktori Pondok Pesantren Tanwiriyyah, Cianjur: 1997, h. 2.
66
Ibid., h. 3.
K.H. Deden Jauhar Tanwiri tidak menyebutkan adanya unsur laduni kecerdasan alamiah dalam sosok K.H. Muhsin Tanwiri.
67
Sebagaimana masa kecilnya, K.H. Muhsin Tanwiri saat berusia 17 tahun banyak menghabiskan waktunya dalam lingkungan pesantren.
Beliau belajar di Pondok Pesantren daerah Garut yang terletak di Desa Sukaraja kabupaten Garut, pada saat usianya masih relatif muda, beliau
mampu menyelesaikan kitab Al-fiyah. Kemudian beliau melanjutkan belajar ke Pondok Pesantren yang berada di daerah Malangbong Garut
untuk belajar ilmu Nahwu dan Shorof selama satu tahun. Perjalanan hidup beliau dari masa kecil sampai menginjak masa remaja tidak pernah di sia-
siakan, untuk terus menuntut ilmu-ilmu agama di lingkungan pesantren.
68
Dan pada usia 18 tahun, beliau menikah dengan Siti Maryam, seorang putri dari kyai Jambudipa, namun pernikahan ini hanya
berlangsung lima bulan. Dan setelah satu tahun menduda, beliau melangsungkan pernikahan yang kedua kalinya dengan Siti Khodijah,
seorang putri dari H. Syarqowi. Dari pernikahan yang kedua ini beliau dikaruniai dua orang putri yang pertama bernama Siti Saodah, dan yang
kedua bernama Siti Habibah, namun keduanya menghadap Allah sewaktu kecil, tidak lama kemudian ibunya meninggal dunia pada tahun 1353 H.
69
Dua bulan dari wafat putri dan istrinya yang kedua, beliau memanfaatkan waktunya untuk mengamalkan ilmu yang telah
67
Ibid., h. 4.
68
K.H. Deden Jauhar Tanwiri, Direktori Pondok Pesantren Tanwiriyyah, Cianjur: 1997, h. 3.
69
Ibid., h. 4.
dipelajarinya dipesantren, dengan mengadakan pegajian-pengajian, dakwah-dakwah keberbagai tempat dalam setiap kesempatan, serta lebih
mendekatkan diri terhadap Allah SWT.
70
Selanjutnya, pernikahan yang ketiga Allah SWT menjodohkannya dengan seorang wanita bernama Siti Hafsah, seorang putri dari H. Sadili,
dan dikaruniai 14 orang anak yaitu: Siti Sa’adah 1936 sudah almarhum, Muhammad Maqinuddin 1937 sudah almarhum, Muhammad Ja’far Baqi
1938 sudah almarhum, Muhammad Abdul jamil 1939 sudah almarhum, Siti Robi’ah Luluiyah 1940, Siti Nurhayati 1943, Muhammad Sya’ban
Fuadi 1945, Siti Faridah Yaqutiyah 1948 sudah almarhum, Siti Jawahir 1949 sudah almarhum, Siti Anisah Muniroh 1951, Siti Tatat Salma
Nafiati 1954 sudah almarhum, Ahmad Jauhar Ratumanggala 1956, Siti Rosyidah Hayatun Nufus 1957, dan Siti Cucu Sa’diyah 1958 sudah
almarhum. Dari 14 putra-putrinya, yang sampai sekarang ada hanya enam. Terdiri dari empat orang putri dan dua orang putra, yang sampai saat ini
berkontribusi penuh dalam mengembangkan dan memajukan Pondok Pesantren Tanwiriyyah.
71
K.H. Muhsin Tanwiri dimata masyarakat dikenal sebagai seorang kyai yang kharismatik, santun dalam setiap ucapan dan perbuatannya.
Berikut prestasi kerja dan karya nyata yang didirikan beliau sewaktu masih ada. Pertama, pada tanggal 1 jumadil akhir 1367 H mendirikan Pondok
Pesantren Tanwiriyyah. Kedua, pada tanggal 8 Rabiul Awal 1368 H
70
Ibid., h. 5.
71
Ibid., h. 4.
mendirikan, a. Sekolah Agama Madrasah Diniyah Tanwiriyyah b. Pengajian Al-Qur’an mingguan selasa pagi bapak-bapak dan sabtu pagi
ibu-ibu, dan c. Pengajian umum setiap ba’da jum’at diperuntukan bagi bapak-bapak dan ulama. Ketiga, pada tanggal 10 Mei 1963 mendirikan
Yayasan Madrasah Tanwiriyyah dengan anggota badan pendiri: Raden Oetjoe Sarbini, Raden Acep Kurtobi dan Raden Damanhuri, dengan
pengurus sebagai berikut: Raden Damanhuri sebagai ketua, Muhammad Owi Suwandi sebagai sekertaris dan raden Mukarrom sebagai bendahara.
Keempat, pada tanggal 5 Agustus 1946 mendirikan Taman Kanak-kanak Raudhatul Atfhal Tanwiriyyah. Kelima, pada tanggal 1 Agustus 1965
mendirikan sekolah pertama Islam. Keenam, pada tanggal 10 september 1960 diangkat sebagai penasehat MUI Majelis Ulama Indonesia
kecamatan Karangtengah. Ketujuh, pada tanggal 13 Oktober 1950 diangkat menjadi kepala seksi pendidikan MUI kabupaten Cianjur.
Kedelapan, pada tahun 1962 beliau menunaikan ibadah haji yang kedua bersama istrinya.
72
Sebagai seorang kyai yang hidup ditengah-tengah masyarakat desa Sindanglaka, beliau terus menerus mengajak warganya untuk selalu
mengajak kepada kebaikan dan menjauhi segala larangan-larangan yang telah diperintahkan oleh agama. Itulah sebagian kiprah dan kontribusi
beliau ditengah-tengah masyarakat, disamping membina, mendidik dan melatih para santri yang belajar pada beliau. K.H. Muhsin Tanwiri banyak
72
Ibid., h. 5.
belajar ilmu-ilmu agama dari para kyai terdahulu yang diantaranya: K.H Toha, K.H. Rusain, K.H. Hasanudin, K. Muhammad Muchtar, K.H.
Marzuqi, K.H. Daruttahsin, K.H. Muhammad Isa, K.H. Abdullah, K. Muhammad Bandi. K.H. Abdullah Apandi.
73
Beliau lebih cenderung mengutamakan tujuan agama Islam, dan mengesampingkan kepentingan-kepentingan politik yang mengkotak-
kotakan agama hingga dapat menimbulkan ketegangan-ketegangan pendapat sesama umat Islam itu sendiri. Beliau pun secara rutin
memberikan ceramah-ceramah kepada pejabat dan aparat pemerintahan yang ada di wilayah kecamatan Karangtengah Cianjur.
74
Selama hidupnya K.H. Muhsin Tanwiri selalu mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk terus belajar dan dakwah. Berikut hasil karya
penulisan dan penerjemahan yang dilakukan beliau. Tanbihat autobiografi, Adabiyat kata-kata mutiara, Majmu Atutthariqoh,
Nadzmul Urusy Sunda, terjemah Aqidathul Awwam Sunda, Majmuatul Aurod, Adabutta’alum Sunda, Fadhilatuttolabil’ilmi Sunda, Nadzmul
Khotmi Sunda, Hidayatussibyan, Hikayat, Azhariyah nahwu, Al- Arqom, Matsanul Aqoidi As-Syufiiyah dan, Kaimanan Sunda.
75
Jiwa ikhlasnya terpancar dalam setiap sikap dan perilakunya yang senantiasa giat berhadiah dan bertahanus menyendiri sambil membaca
wirid, dan dzikir. Begitulah beliau lakukan dengan penuh istiqomah
73
K.H. Deden Jauhar Tanwiri, Pimpinan Pondok Pesantren Tanwiriyyah, Wawancara Pribadi, Cianjur, 10 Maret 2008.
74
K.H. Deden Jauhar Tanwiri, Direktori Pondok Pesantren Tanwiriyyah, Cianjur: 1997, h. 2.
75
Ibid., h. 2.
sampai akhir hayatnya yang diakhiri dengan ungkapan-ungkapan amanat atau wasiat kepada putra-putrinya, madrasah…, madrasah…, madrasah…,
Allahu Akbar. K.H. Muhsin Tanwiri meninggal pada 17 Sya’ban 1968. Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan anaknya K.H.
Deden Jauhar Tanwiri, bahwa almarhum tidak pernah mengeluarkan fatwa yang memicu konflik dengan kyai-kyai lainnya. Lebih lanjut K.H.
Deden Jauhar Tanwiri menyebutkan bahwa, sesungguhnya ajaran-ajaran Islam telah tercantum dalam kitab suci Al-qur’an dan Hadist, adapun
ketika permasalahan itu ada, maka jalan tengahnya adalah mengadakan Ijtihad dan Qiyas, yang hanya boleh dilakukan oleh para ulama dan kyai
yang telah ahli dalam bidangnya. Mengenai fatwa, menurut anaknya K.H. Deden Jauhar Tanwiri, bahwa almarhum tidak pernah mengeluarkan
fatwa, hanya sifatnya kata-kata wasiat yang disampaikan kepada anak- anaknya seperti, kalau ada dana untuk membangun jangan dikurangin,
bahkan jika ada ditambahkan. Kata-kata wasiat dari almarhum inilah yang sering kali dijadikan motivasi bagi anak-anaknya untuk dapat meneruskan
perjuangan almarhum dalam mengembangkan dan memajukan Pondok Pesantren Tanwiriyyah, baik dengan cara memperluas gedung-gedung
pendidikan, memperbanyak santri, memperbaiki kurikulum, serta menyiapkan tenaga-tenaga pengajar yang professional di bidangnya
masing-masing.
76
76
K.H. Deden Jauhar Tanwiri, Pimpinan Pondok Pesantren Tanwiriyyah, Wawancara Pribadi, Cianjur, 10 Maret 2008.
2. K.H. Deden Jauhar Tanwiri