Tinjauan Pustaka Sistematika Penulisan

BAB ketiga membahas tentang hak-hak penerima suaka politik dalam hukum internasional dan positif. BAB keempat membahas tinjauan hukum Islam terhadap Hak-hak penerima suaka politik dalam hukum internasional dan positif. BAB kelima sebagai penutup yang membahas dua hal yaitu kesimpulan dari hasil penelitian dan dilengkapi dengan saran-saran. 17

BAB II SUAKA POLITIK MENURUT HUKUM INTERNASIONAL DAN

HUKUM ISLAM DAN BENTUK-BENTUKNYA

A. Pengertian Suaka Politik

Suaka berasal dari bahasa Yunani yaitu “Asylon” atau “Asylum” dalam bahasa latin, yang artinya tempat yang tidak dapat dilanggar dimana seseorang yang dikejar-kejar mencari tempat berlindung. Masalah permintaan suaka ini dan pemberian suaka bukanlah muncul pada beberapa tahun ini saja. 9 Masalah ini sama tuanya dengan kata lain praktek permintaan dan pemberian suaka ini sudah ada sejak ratusan tahun bahkan ribuan tahun yang lalu. Jadi tidak hanya ada pada zaman sekarang, tetapi di zaman primitif pun suaka ini sudah dikenal dimana-mana. Kadang-kadang dikalangan suku primitive ada seseorang meninggalkan sukunya atau kampung halamannya untuk memohon perlindungan pada suku yang lain. Enny Soeprapto mengatakan: Masyarakat Yunani purba telah mengenal lembaga yang disebut “asylia” walapun agak berbeda maksud dan pengertiannya dengan “suaka” yang kita kenal sekarang. Pada masa Yunani Purba itu, agar seseorang, terutama pedagang, yang berkunjung ke Negara- 9 Sulaiman Hamid, lembaga suaka dalam hukum internasional, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002,h. 42 negara lainnya, mendapat perlindungan, maka antara sesama Negara kota di negeri itu diadakan perjanjian-perjanjian untuk maksud demikian. Lembaga “Asylia” itu kemudian dilengkapi dengan lembaga yang disebut “asphalia” yang tujuannya melindungi benda-benda milik orang yang dilindungi menurut lembaga “asylia”. Dalam perkembangan sejarah kemudian mengenal kebiasaan dimana rumah-rumah ibadat seperti gereja, merupakan tempat-tempat suaka. Demikian pula rumah-rumah sakit sering dipandang sebagai tempat suaka. Dimasa-masa awal masehi, suaka berarti suatu tempat pengungsian atau perlindungan terhadap orang yang peribadatannya dihina. 10 Untuk waktu yang lama, suaka diberikan kepada pelarian pada umumnya, terlepas dari sifat perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan oleh pencari suaka yang menyebabkannya dikejar-kejar. Dalam waktu yang lama pelaku tindak pidana biasa pun, yang mendapat suaka di negara lain, tidak di ekstradisikan. Keadaan ini baru berubah pada abad ke-17, di mana berbagai pakar hukum, termasuk seorang juris belanda yang terkenal Grotius, menggariskan perbedaan antara tindak pidana politik dan tindak pidana biasa dan menyatakan bahwa suaka hanya dapat diklaim oleh mereka yang mengalami tuntutan prosecution politis atau keagamaan. 10 Sulaiman Hamid, lembaga suaka dalam hukum internasional,.h. 43 Sejak pertengahan abad ke-19 bagian besar perjanjian ekstradisi mengakui prinsip non ekstradisi bagi tindak pidana politik, kecuali yang dilakukan terhadap kepala negara. 11 Secara definitiv belum ditemui adanya ketentuan-ketentuan Hukum Internasional yang bersifat universal yan g menentukan status “pesuaka” asylee. Tidak ada yang menentukan secara hukum pengertian tentang “suaka” dan atau “pesuaka”. Demikian pula dengan batasan “pencari Suaka” asylum-seeker tidak diketemui dalam ketentuan-ketentuan Hukum Internasional yang bersifat universal atau regional yang berkaitan dengan masalah lembaga suaka. Seb agai pedoman kita dapat berpegang kepada “pasal 1 paragraf 3 deklarasi tentang suaka Territorial 1967 bahkan secara tegas menyatakan bahwa penilaian alasan-alasan bagi pemberi suaka diserahkan kepada negara pemberi suaka. Dr. Kwan Sik,SH, mengatakan suaka adalah perlindungan yang diberikan kepada individu oleh kekuasaan lain atau oleh kekuasaan dari negara lain negara yang memberikan suaka. Oppenheim Lauterpacht mengatakan bahwa suaka adalah dalam hubungan dengan wewenang suatu negara mempunyai kedaulatan di atas territorialnya untuk memperbolehkan seorang asing memasuki dan tinggal di dalam wilayahnya dan atas perlindungannya. 11 Ibid., h.44.