Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Suaka politik merupakan gagasan yuridiksi di mana seseorang yang dianiaya untuk opini politik di negerinya sendiri dapat dilindungi oleh
pemerintah berdaulat lain, negara asing, atau perlindungan gereja di Abad Pertengahan. Suaka politik merupakan salah satu hak asasi manusia, dan
aturan hukum internasional. Seluruh negara yang menerima Konvensi Terkait Status Pengungsi PBB wajib mengizinkan orang yang benar-benar
berkualifikasi datang ke negerinya.
3
Suaka merupakan perlindungan yang diberikan oleh suatu negara kepada warga negara asing. Normalnya suaka diberikan terhadap warga
negara asing yang di negara asalnya mengalami penindasan, ketakutan atau menghadapi kemungkinan akan disiksa karena alasan ras, agama, anggota
kelompok minoritas, ideologi atau keyakinan politiknya.
Namun, permintaan suaka politik ke negara lain hanya dapat dibenarkan jika dilakukan untuk alasan-alasan yang sifatnya politik. Dengan
demikian, suaka politik layak diberikan kepada mereka yang meminta perlindungan, dan permintaan tersebut didasari motivasi atau dalam konteks
3
http:id.wikipedia.orgwikisuaka_politik, di unduh pada hari rabu,9 maret 2011. Jam 16.49 WIB
perjuangan politik. Oleh karena itu, permintaan suaka yang didasari oleh motif lain selain karena alasan politik, kiranya pantas dipertanyakan.
4
Di samping itu harus diingat bahwa hak suaka merupakan hak Negara sebagai atribut dari kemerdekaan dan kedaulatan teritorial negara yang
bersangkutan. Individu berhak mengajukan permintaan suaka, tetapi permintaan tersebut akan dikabulkan atau ditolak merupakan kewenangan
sepenuhnya dari negara yang diminta.
Dalam hal ini Islam juga membahas mengenai hak-hak para penerima suaka politik sehingga Islam sangat menghargai eksistensi manusia, sehingga
seseorang atau sebuah negara muslim berkewajiban untuk memberi perlindungan kepada orang lain yang minta perlindungan darinya, yang dalam
fiqh disebut musta’min atau jiwâr. Ia pun berkewajiban memperlalukan
mereka yang mengungsi atau meminta suaka politik al- lujû’ al-siyâsî
dengan baik dan tanpa diskriminasi, Nabi Muhammad telah mempraktikkan perlindungan semacam ini, yang didasarkan antara lain pada Q.S. surat At-
Taubah ayat 6:
4
http:www.library.ohiou.eduindopubs199511280002.html, Diunduh pada hari senin, tanggal 14 maret 2011 Jam 15.48 WIB
“Dan jika seseorang dari kaum musyrik meminta perlindungan kepadamu untuk memahami Islam, maka berilah perlindungan kepadanya
sehingga ia sempat mendengar keterangan-keterangan Allah tentang hakikat Islam itu, kemudian hantarlah Dia ke mana-mana tempat Yang ia beroleh
aman. perintah Yang tersebut ialah kerana mereka itu kaum Yang tidak mengetahui hakikat Islam.”
Nabi Muhmmad berserta para sahabatnya juga pernah menjalani pengungsian ini yang disebut “hijrah” untuk menghindari gangguan dan
penindasan orang-orang kafir Mekah. Bahkan hijrah ini menjadi wajib jika seseorang tidak bisa mendapatkan hidup bebas dan sebaliknya mendapatkan
penindasan dari pemerintah atau penduduk setempat, terutama kebebasan melaksanakan agama. Perintah hijrah ini disebutkan antara lain dalam Q.S.
AN- Nisa’ ayat 97:
“ Sesungguhnya orang-orang Yang diambil nyawanya oleh malaikat semasa mereka sedang menganiaya diri sendiri kerana enggan berhijrah
untuk membela Islam dan rela ditindas oleh kaum kafir musyrik, mereka ditanya oleh malaikat Dengan berkata: Apakah Yang kamu telah lakukan
mengenai agama kamu? mereka menjawab: Kami dahulu adalah orang- orang Yang tertindas di bumi. malaikat bertanya lagi: Tidakkah bumi Allah
itu luas, Yang membolehkan kamu berhijrah Dengan bebas padanya? maka orang-orang Yang sedemikian itu keadaannya, tempat akhir mereka ialah
neraka jahanam, dan neraka jahanam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.”
Kedua ayat di atas mengandung pengertian, bahwa jika yang meminta perlindungan atau suaka itu adalah pihak luar non-Muslim, permintaan ini
disebut amân, dan orangnya disebut musta’min. Namun jika yang meminta
perlindungan mengungsi, berpindah itu orang muslim, pengungsian ini disebut hijrah, dan orangnya disebut muhâjir. Dengan terjadinya
perkembangan dunia pada saat ini, kedua bentuk pengungsian tersebut tidak lagi dipergunakan secara resmi. Istilah baru yang dipakai adalah pengungsi
refugee, al- lâji’ dan suaka politik asylum, al-lujû’ al-siyâsî. Karena
motivasi atau latar belakang terjadinya pengungsian atau perpindahan itu
sama, yakni ada penindasan, maka hukum fiqh klasik itu bisa dipergunakan untuk hukum pengungsi dan suaka pada saat ini.
5
Dalam hubungan internasional suaka politik dapat dibedakan menjadi suaka wilayah territorial asylum dan suaka diplomatik diplomatic asylum.
Dalam penyerahan pelarian politik ini, juga terdapat perbedaan antara penyerahan ke dar al-islam dan dar al-harb. Kalau yang memohon ekstradisi
adalah Negara islam juga maka ia dapat diserahkan kembali kenegara asalnya. Penyerahan ini tidak memandang apakah pelarian itu muslim atau bukan.
Akan tetapi kalau Negara yang memohon adalah dar al-harb, maka pelarian tersebut tidak boleh dikembalikan di dar al-harb. Hal ini ditegaskan sendiri
oleh Al- Qura’an surat Al-Mumtahanah, 60:10 yang melarang umat islam
mengembalikan wanita-wanita muslimah yang meminta suaka kepada dar al- islam Negara madinah ke dar al-harb walaupun mereka memiliki keluarga
disana.
6
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji
keimanan mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka, maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka benar-benar beriman maka
5
Masykuri abdillah, artikel “kontribusi hukum islam bagi solusi atas problematika pencari suaka dan pengungsi di Indonesia
,” Makalah disampaikan dalam, Seminar tentang Promosi Pengajaran Hukum Pengungsi Internasional dan Hak Azasi Manusia, diselenggarakan oleh UNHCR dan Fakultas Syariah UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta,
6
Muhammad iqbal, fiqh siyasah, kontekstualisasi doktrin politik islam, Jakarta: Gaya media pratama, 2007, h.266-267.
janganlah kamu kembalikan mereka kepada suami-suami mereka orang- orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang
kafir tiada halal pula bagi mereka ……. QS. Al-Mumtahanah : 10
Dalam ajaran islam hak-hak yang diberikan kepada umat muslim terkait dengan filosofi hukum islam yang disebut teori maqâshid al-
syari’ah, yang mengandung pengertian perlindungan terhadap hal-hal yang bersifat
keniscayaan dharûriyyât , yang menurut Ibn „Asyur meliputi:
7
a perlindungan terhadap agama hifzh al-din,
b perlindungan terhadap jiwa hifzh al-nafs,
c perlindungan terhadap akal hifzh al-‘aql,
d perlindungan terhadap harta hafizh al-mal,,
e perlindungan terhadap nasab hifzh al-nasab,
f perlindungan terhadap kehormatan hifzh al-‘irdh,
Teori maqashid al- syari’ah diatas menunjukan bahwa dalam islam
memperhatikan perlindungan bagi individu setiap muslim, hal ini terkait dengan ham yang didalam undang-undangnya juga terdapat hak-hak bagi
setiap manusia, begitu pun dengan para pencari suaka mereka berhak mendapatkan hak perlindungan seperti yang terdapat dalam UUD 1945 pasal
28 G, yakni: “… Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau
7
Fathurrrahman Djamil, filsafat hukum islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997, h. 126.
perlakuan yang merendahkan derajat martabat menusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain”.
Dalam hal perlindungan terhadap pencari suaka dan pengungsi, Islam memberikan perlindungan bagi setiap kalangan, maupun untuk non-muslim,
karna sebagaimana firman Allah SWT, untuk memberikan perlindungan kepada kaum musyrik sehingga ia sempat mendengar keterangan-keterangan
Allah tentang hakikat Islam itu. Hal ini tidak seperti perlindungan yang diberikan melalui hukum internasional, karna menurut hukum internasional
pemberian perlindungan tergantung oleh Negara itu sendiri. Sayangnya sampai saat ini secara umum hak-hak para pengungsi dan
pencari suaka itu tidak atau kurang terlindungi, baik karena masih ada negara- negara yang belum meratifikasi Konvensi tersebut, tiadanya political will dari
pemerintah di sejumlah negara, atau karena masih ada rasisnya atau xenofobia di sejumlah Negara, maka dari itu hak-hak para pencari suaka yang terdapat
dalam hukum positif maupun hukum islam terdapat keterkaitannya yaitu memberikan perlindungan kepada penerima suaka politik, namun hak-hak apa
saja yang harus diberikan kepada mereka, dan bagaimana hak-hak penerima suaka politik menurut tinjauan hukum islam dalam hukum internasional,
selain itu penulis juga ingin memberikan pengetahuan mengenai suaka politik, maka diadakan analisis data-data yaitu dengan cara mendalami data-data
mengenai suaka politik dan melakukan penelitian dari buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan tersebut.
Berangkat dari pemasalahan itulah penulis bermaksud untuk menulis skripsi yang berjudul :
“ Tinjaun Hukum Islam Terhadap Hak-Hak Penerima Suaka Politik Dalam Hukum Internasional
”.