Aspek Hukum Internasional Dalam Perlindungan Hak-Hak Anak.

(1)

ASPEK HUKUM INTERNASIONAL DALAM PERLINDUNGAN HAK-HAK ANAK

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dalam memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum

Oleh

J E Gunarso Pasaribu Nim: 040200067

Departemen Hukum Internasional

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dalam memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum

Oleh

J E Gunarso Pasaribu Nim: 040200067

Departemen Hukum Internasional Ketua departemen Hukum Internasional

( Arif, SH, MH ) NIP: 196403301993031002

Pembimbing I Pembimbing II

( Arif, SH, MH ) (Chairul Bariah, SH, M.Hum) NIP: 196403301993031002 NIP: 195612101986012001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

 

i

ABSTRAK

Anak merupakan bagian yang sangat penting dalam kelangsungan kehidupan suatu bangsa. Anak merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan suatu bangsa, penentu masa depan dan penerus generasi. Namun demikian kita sadari bahwa kondisi anak masih banyak yang memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat bahwa belum semua anak mempunyai akta kelahiran; belum semua anak diasuh oleh orang tua kandungnya, keluarga maupun orang tua asuh atau wali dengan baik; masih belum semua anak mendapatkan pendidikan yang memadai; masih belum semua anak mempunyai kesehatan optimal; masih belum semua anak dalam pengungsian, daerah konflik, korban bencana alam, anak-anak korban eksploitasi, kelompok minoritas dan anak-anak yang berhadapan dengan hukum seharusnya mendapatkan perlindungan khusus. Kondisi ini lebih diperparah lagi dengan adanya berbagai krisis ekonomi dan juga terjadinya berbagai bencana alam termasuk gempa bumi di hampir semua belahan dunia, yang mengakibatkan banyaknya permasalahan-permasalahan yang terkait dengan kependudukan termasuk permasalahan-permasalahan di dalam perlindungan hak-hak anak.

Bertolak dari latar belakang tersebut, permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini adalah mengenai pengaturan hukum perlindungan hak-hak anak baik secara internasional maupun nasional di Indonesia; apa sajakah yang merupakan hak-hak anak; siapa sajakah pihak-pihak yang pantas dimintai pertanggungjawaban atas perlindungan hak-hak anak; serta apa sajakah tanggung jawab mereka.

Penelitian ini melakukan pendekatan secara Yuridis Normarif dengan mengumpulkan darta-data sekunder atau library research (studi dokumen). Hasil penelitian ini bersifat kualitatif, yang berupaya mennggambarkan dan memberikan pemahaman tentang perlindungan hak-hak anak dan tindakan yang seharusnya dilakukan dalam rangka perlindungan hak-hak anak tersebut.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setiap anak di belahan dunia manapun mempunyai hak-hak yang harus dilindungi dan telah ada pengaturannya secara jelas dalam Konvensi Hak Anak, yang mana dalam Konvensi tersebut ditekankan bahwa perlindungan hak anak diserahkan kepada Negara-Negara Pihak yang telah menyetujui dan menandatangani KHA. Perlindungan hak-hak anak di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA), dimana disebutkan bahwa perlindungan hak anak merupakan tugas bersama Negara, Masyarakat, terutama orang tua, dan keluarga sebagai pemegang tanggung jawab, serta anak sebagai pemangku hak. Kita semua harus menyadari arti penting hak-hak anak tersebut.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, sebab atas berkat dan rahmat-Nya semata sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul: “ASPEK HUKUM INTERNASIONAL

DALAM PERLINDUNGAN HAK-HAK ANAK”, sebagai salah satu

persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Departemen Hukum Internasional pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan masukan dan kritik membangun dari berbagai pihak demi perlindungan anak yang membahagiakan semua orang.

Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni, SH, MH selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(5)

 

iii

5. Bapak Arif, SH, MH selaku Ketua Departemen Hukum Internasional dan selaku Dosen Pembimbing I dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Ibu Chairul Bariah, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II dalam penulisan skripsi ini.

7. Ibu Yefrizawati, SH, M.Hum selaku Dosen Penasehat Akademik.

8. Seluruh Dosen/Staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mengarahkan dan membimbing serta membagikan ilmu pengetahuannya kepada Penulis selama menjalani perkuliahan.

9. Seluruh tenaga administrasi dan pegawai yang ada di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Buat kedua orangtua saya, B. Pasaribu dan R. Pangaribuan , yang telah banyak memberi dorongan dan bimbingan yang sangat berarti buat saya – “ ... takut akan TUHAN ...”

11. Untuk semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya (especially for Agnesthasia).


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Kaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 7

F. Metode Pengumpulan Data ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II HAK ANAK DALAM HUKUM INTERNASIONAL A. Pentingnya Perlindungan Terhadap Hak Anak ... 15

B. Instrumen Penting Hukum Internasional Dalam Perlindungan Hak Anak ... 17

C. Convention on The Rights of Child Sebagai Acuan Internasional Dalam Perlindungan Hak Anak ... 24

BAB III HAK ANAK DALAM HUKUM NASIONAL A. Pentingnya Perlindungan Terhadap Hak Anak di Indonesia 34 B. Situasi dan Kondisi Anak Indonesia... 36


(7)

D. Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Sebagai Acuan Perlindungan Hak Anak di Indonesia ... 46

BAB IV PIHAK-PIHAK YANG BERTANGGUNG JAWAB DALAM USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

A. Subjek Hukum Internasional Bertanggung Jawab Dalam Usaha Perlindungan Hak Anak ... 52 B. Perlindungan Hak Anak Oleh Subjek Hukum Nasional

Indonesia... 56 C. Perlindungan Hak Anak Merupakan Tanggung Jawab

Negara ... 58 D. Perlindungan Hak Anak Merupakan Tanggung Jawab

Orang Tua ... 60 E. Perlindungan Hak Anak Merupakan Tanggung Jawab

Bersama ... 61

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 65 B. Saran ... 69


(8)

ABSTRAK

Anak merupakan bagian yang sangat penting dalam kelangsungan kehidupan suatu bangsa. Anak merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan suatu bangsa, penentu masa depan dan penerus generasi. Namun demikian kita sadari bahwa kondisi anak masih banyak yang memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat bahwa belum semua anak mempunyai akta kelahiran; belum semua anak diasuh oleh orang tua kandungnya, keluarga maupun orang tua asuh atau wali dengan baik; masih belum semua anak mendapatkan pendidikan yang memadai; masih belum semua anak mempunyai kesehatan optimal; masih belum semua anak dalam pengungsian, daerah konflik, korban bencana alam, anak-anak korban eksploitasi, kelompok minoritas dan anak-anak yang berhadapan dengan hukum seharusnya mendapatkan perlindungan khusus. Kondisi ini lebih diperparah lagi dengan adanya berbagai krisis ekonomi dan juga terjadinya berbagai bencana alam termasuk gempa bumi di hampir semua belahan dunia, yang mengakibatkan banyaknya permasalahan-permasalahan yang terkait dengan kependudukan termasuk permasalahan-permasalahan di dalam perlindungan hak-hak anak.

Bertolak dari latar belakang tersebut, permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini adalah mengenai pengaturan hukum perlindungan hak-hak anak baik secara internasional maupun nasional di Indonesia; apa sajakah yang merupakan hak-hak anak; siapa sajakah pihak-pihak yang pantas dimintai pertanggungjawaban atas perlindungan hak-hak anak; serta apa sajakah tanggung jawab mereka.

Penelitian ini melakukan pendekatan secara Yuridis Normarif dengan mengumpulkan darta-data sekunder atau library research (studi dokumen). Hasil penelitian ini bersifat kualitatif, yang berupaya mennggambarkan dan memberikan pemahaman tentang perlindungan hak-hak anak dan tindakan yang seharusnya dilakukan dalam rangka perlindungan hak-hak anak tersebut.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setiap anak di belahan dunia manapun mempunyai hak-hak yang harus dilindungi dan telah ada pengaturannya secara jelas dalam Konvensi Hak Anak, yang mana dalam Konvensi tersebut ditekankan bahwa perlindungan hak anak diserahkan kepada Negara-Negara Pihak yang telah menyetujui dan menandatangani KHA. Perlindungan hak-hak anak di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA), dimana disebutkan bahwa perlindungan hak anak merupakan tugas bersama Negara, Masyarakat, terutama orang tua, dan keluarga sebagai pemegang tanggung jawab, serta anak sebagai pemangku hak. Kita semua harus menyadari arti penting hak-hak anak tersebut.


(9)

   

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

United Nations Internasional Children's Fund (UNICEF) mengungkap perlindungan terhadap anak di Indonesia masih terbilang lemah. Hal itu terlihat dalam kebijakan Pemerintah soal anak, yang lebih bersifat kuratif. "Dana yang ada lebih kuratif untuk preventif seperti penguatan keluarga, tidak dibangun," kata Ali Aulia Ramly, Child Protection Coordinator UNICEF dalam pemaparan di seminar bertema "Penelitian dan Praktek Inovatif di Bidang Kesejahteraan dan Perlindungan Anak di Indonesia", Rabu 15 Desember 2010.1

Anak merupakan bagian yang sangat penting dalam kelangsungan kehidupan suatu bangsa. Di dalam implementasinya, anak merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan suatu bangsa, penentu masa depan dan penerus generasi. Namun demikian kita sadari bahwa kondisi anak masih banyak yang memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat bahwa belum semua anak mempunyai akta kelahiran; belum semua anak diasuh oleh orang tua kandungnya, keluarga maupun orang tua asuh atau wali dengan baik; masih belum semua anak mendapatkan pendidikan yang memadai; masih belum semua anak mempunyai kesehatan optimal; masih belum semua anak dalam pengungsian, daerah konflik, korban bencana alam, anak-anak korban eksploitasi, kelompok minoritas dan

1

UNICEF, Perlindungan Anak di Indonesia Lemah, diakses pada tanggal 2 April 2011 dari laman web: http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2010/12/15/brk,20101215-299140,id.html


(10)

anak-anak yang berhadapan dengan hukum seharusnya mendapatkan perlindungan khusus. Kondisi ini lebih diperparah lagi dengan adanya berbagai krisis ekonomi di Indonesia dan juga terjadinya berbagai bencana alam termasuk gempa bumi di Indonesia, yang mengakibatkan banyaknya permasalahan yang terkait dengan kependudukan termasuk permasalahan-permasalahan di dalam perlindungan hak-hak anak.

Sebagai salah satu unsur yang harus ada di dalam negara hukum dan demokrasi, perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia termasuk di dalamnya perlindungan terhadap hak-hak anak yang kita harapkan sebagai penentu masa depan bangsa Indonesia dan sebagai generasi penerus harus mendapatkan pengaturan yang jelas. Hal ini perlu dilakukan, mengingat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dianugerahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat kemuliaan dirinya sehingga HAM merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu HAM harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.

Ada beberapa fakta yang cukup memprihatinkan. Diperkirakan sekitar 60 persen anak balita Indonesia tidak memiliki akte kelahiran. Lebih dari 3 juta anak terlibat dalam pekerjaan yang berbahaya. Bahkan, sekitar sepertiga pekerja seks komersil berumur kurang dari 18 tahun. Sementara 40.000-70.000 anak lainnya telah menjadi korban eksploitasi seksual. Ditambah lagi sekitar 100.000 wanita dan anak-anak diperdagangkan setiap tahunnya. Belum lagi 5.000 anak yang ditahan atau dipenjara dimana 84 persen di antaranya ditempatkan di penjara


(11)

3

dewasa.2 Kondisi ini sangatlah perlu mendapatkan perhatian dari kita semua tanpa kecuali. Hal semacam inilah yang melatar belakangi penulis untuk membahas dan menyusun sebuah tulisan mengenai pentingnya perlindungan hak-hak anak.

Di kalangan masyarakat awam sering kita mendengar ucapan ‘anakku’. Entah disadari atau tidak, apakah ia telah memenuhi kewajibannya sebagai orang tua, namun pada kenyataannya seringkali hak asasi yang melekat pada anak diluputkan. Penyebabnya tidak lain karena orang dewasa menganggap diri mereka lebih dari anak-anak; lebih tahu, lebih hebat, lebih penting. Sehingga kepentingan orang dewasa harus didahulukan. Sedangkan anak-anak, hanya dianggap sebagai anak-anak. Manusia yang belum dewasa, tidak tahu apa-apa, bertubuh kecil, dan harus patuh pada orang dewasa. Anak-anak kemudian mendapatkan prioritas ke sekian setelah orang dewasa. Rasa lebih tersebut membuat orang dewasa ingin mengatur semuanya sesuai dengan cara pandang dewasanya. Sesuatu yang penting menurut orang dewasa dengan segera diputuskan penting bagi anak-anak, bahkan mengorbankan anak-anak. Sebaliknya, sesuatu yang penting menurut anak seringkali diremehkan dan diacuhkan oleh orang dewasa. Misalnya di beberapa wilayah yang terjadi konflik peperangan, orang dewasa merekrut anak-anak dan mengirimkannya ke garis depan pertempuran.

Untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, orang dewasa memperjual-belikan anak-anak, memaksa mereka bekerja dengan upah lebih rendah tentunya, dan menyiksa si anak bila gagal memenuhi permintaan orang dewasa. Semua itu dilakukan dengan hanya mempertimbangkan kepentingan terbaik orang dewasa.

2

UNICEF, Sekilas-Perlindungan Anak, diakses pada tanggal 2 April 2011 dari laman web: http://www.unicef.org/indonesia/id/protection.html


(12)

Contoh lainnya yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan seolah-olah menjadi kebiasaan, orang dewasa terutama laki-laki, merokok di dekat anak-anak. Mereka bahkan merokok sambil menggendong anak-anak. Mereka sama sekali tidak memperdulikan hak-hak anak untuk mendapatkan udara bersih danlingkungan yang sehat untuk tumbuh kembangnya.

Seringkali permintaan seorang anak untuk ditemani bermain oleh orang tuanya diacuhkan dengan alasan sibuk. Padahal bermain adalah media belajar untuk tumbuh kembang anak. Seorang anak yang bertanya tentang suatu hal, seringkali dianggap cerewet dan berisik oleh orang tuanya dengan mengatakan, ‘kamu tidak perlu tau itu,’ atau ‘kamu belum cukup umur, nantilah.’ Dan banyak praktek-praktek lainnya yang menempatkan kepentingan anak sebagai pertimbangan terakhir (daripada tidak mempertimbangkan sama sekali).

Penulis ingin mencoba mengingatkan kembali bahwa anak memiliki hak asasi yang sama pentingnya dengan orang dewasa. Semakin muda usia anak, semakin penting hak tersebut untuk segera dipenuhi. Tidak hanya mengingatkan, tetapi juga mengajak orang dewasa untuk bergerak bersama-sama memenuhi Hak-hak anak. Anak-anak adalah generasi penerus di masa mendatang, tetapi mereka tidak hanya hidup di masa depan. Mereka hidup hari ini, saat ini, dan di masa yang akan datang. Untuk itu, Hak-hak anak harus dipenuhi hari ini juga, saat ini juga, agar di masa mendatang mereka menjadi generasi yang mempunyai pemikiran cemerlang demi kehidupan bersama. Dengan demikian dapatlah dicapai cita-cita sesuai dengan tujuan dibentuknya hukum yakni tercapainya suasana


(13)

5

penuh ketertiban di tengah-tengah masyarakat. Bukan seperti ucapan beberapa kalangan ; “ hukum itu dibuat semata-mata untuk dilanggar.”

Anak adalah kelompok strategis keberlanjutan bangsa Indonesia dan merupakan amanah Allah serta anak adalah 40% penduduk Indonesia yang harus kita tingkatkan mutunya menjadi anak Indonesia yang sehat, cerdas ceria, berakhlak mulia, dan terlindungi. Hal ini merupakan komitmen bangsa bahwa menghormati, memenuhi, dan menjamin hak-hak anak adalah tanggung jawab negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua. Dengan fokus pada anak maka sekaligus percepatan pencapaian target mencapai kualitas hidup manusia di tahun 2015 sebagai tujuan bersama Millenium Development Goals (MDGs) dan World Fit For Children (WFFC) dapat kita capai.

Isu utama peningkatan kualitas hidup manusia suatu negara adalah bagaimana negara tersebut mampu melakukan perlindungan anak yaitu, mampu memahami nilai-nilai hak-hak anak, mampu mengimplementasikannya dalam norma hukum positif agar mengikat, mampu menyediakan infrastruktur, dan mampu melakukan manajemen agar perlindungan anak di suatu negara tercapai.

Demi tercapainya perlindungan anak dengan sasaran semua pihak mengerti akan tanggung jaawab yang harus diembannya dan mengingat semua orang pasti pernah menjadi anak-anak maka penulis bermaksud menyusun suatu skripsi berjudul : “ASPEK HUKUM INTERNASIONAL DALAM PERLINDUNGAN HAK-HAK ANAK.”


(14)

B. Perumusan Masalah

Di dalam penulisan skripsi ini penulis merumuskan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan hak-hak anak dalam Hukum Internasional ? 2. Bagaimana pengaturan hak-hak anak dalam Hukum Nasional ?

3. Pihak-pihak mana yang bertanggung jawab dalam perlindungan hak-hak-hak anak dan apa sajakah yang menjadi tanggung jawab mereka tersebut ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaturan hak-hak anak dalam Hukum Internasional. 2. Untuk mengetahui pengaturan hak-hak anak dalam Hukum Nasional.

3. Untuk mengetahui pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam perlindungan hak-hak-hak anak.

Penulisan skripsi ini pun diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

a. Secara teoritis penulisan ini diharapkan berguna sebagai bahan untuk pengembangan wawasan dan kajian lebih lanjut bagi yang ingin mengetahui dan memperdalam tentang aspek hukum dalam perlindungan hak-hak anak. b. Secara praktis, untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat

terutama memberikan informasi ilmiah mengenai tanggung jawab dalam perlindungan hak-hak anak.


(15)

7

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “Aspek Hukum Internasional Dalam Perlindungan Hak-Hak anak”. Di dalam penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak, baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan maupun media cetak dan elektronik. Dan sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini penulis melakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Bila di kemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini dibuat, maka hal itu menjadi tanggung jawab penulis sendiri.

E. Tinjauan Pustaka

Pengertian tentang anak sangatlah luas. Dalam berbagai kesempatan pertemuan, formal maupun informal, mulai dari pertemuan-pertemuan resmi di hotel-hotel atau di kantor-kantor, balai-balai pertemuan, ataupun obrolah-obrolan santai di warung kopi atau di teras rumah, orang dewasa dapat dengan mudah mencurahkan pemahamannya tentang anak. Semua pemahaman ini baik dan hampir semuanya menaruhkan harapan terbaiknya pada anak-anak. Berikut ini adalah beberapa pemahaman tersebut.

Pemahaman pertama, merupakan pemahaman yang paling sering diungkapkan, bersifat rohaniah. Anak dimaknai sebagai anugerah atau karunia Tuhan, titipan


(16)

ilahi, amanah Tuhan yang harus dijaga, dilindungi, diperhatikan, dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang.

Pemahaman kedua, adalah pemahaman tentang anak ketika berhadapan dengan orang tua sebagai penerus keturunan. Anak adalah penerus keluarga, melanjutkan garis keturunan dari orang tua. Hingga kapan pun dan dimanapun, status sebagai anak dari orang tua tidak bisa dihilangkan. Meskipun sudah menjadi nenek dan kakek, status sebagai anak dari ayah dan ibu, tidak akan bisa dilepaskan.

Pemahaman ketiga merupakan pemahaman yang paling sering luput dari perhatian. Yaitu anak sebagai manusia yang mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa lainnya.

Sebagai manusia, anak dilahirkan merdeka dan mempunyai hak asasi. Sama dengan manusia lainnya, anak dikarunia akal budi dan hati nurani. Anak adalah individu unik yang memiliki kekhasannya sendiri. Hanya kematangan fisik dan mental yang membedakan anak-anak dengan orang dewasa.

Perbedaan inilah yang membuat anak-anak bergantung pada orang dewasa. Namun, perbedaan ini tidak membuat anak-anak menjadi “bukan manusia” atau “setengah manusia”.

Anak-anak dengan segala kekurangan dan ketidakmampuannya, adalah manusia yang memiliki hak. Bahkan para ahli pun punya pendapat yang berbeda-beda. Seorang psikolog akan berbeda pendapat dengan seorang ahli hukum. Seorang sosiolog akan memiliki pendapat yang berbeda dengan seorang ahli kesehatan. Namun demikian, upaya untuk mendefinisikan pengertian anak tidaklah berhenti.


(17)

9

Hasil Simposium Bahasa Indonesia dinyatakan, anak adalah:3 1. Keturunan

2. Manusia yang kecil 3. Binatang yang masih kecil

4. Pohon kecil yang tumbuh pada umbi atau rumpun tumbuhan besar 5. Orang yang berassal dari,atau dilahirkan di suatu negeri atau daerah 6. Orang yang termasuk suatu golongan pekerjaan, keluarga

7. Bagian yang kecil pada sesuatu benda 8. Yang lebih kecil daripada yang lain

Berdasarkan Konvensi Hak-hak anak,

“Untuk tujuan Konvensi ini, seorang anak berarti setiap manusia di bawah usia 18 tahun, kecuali apabila menurut hukum yang berlaku bagi anak tersebut ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.”4

Pengertian ini membatasi definisi anak berdasarkan tingkat umur. Ini adalah definisi yang paling umum dan diakui secara internasional.

Pembatasan usia hingga 18 tahun tidak mengikat semua negara. Hal ini dapat kita lihat perbedaan dalam hukum di beberapa negara penetapan batasan umur seorang anak tidak sama. Konvensi Hak-hak anak memberi ruang bagi tiap negara untuk membuat aturan khusus tentang pembatasan usia. Itulah sebabnya tiap-tiap negara mempunyai batasan usia yang berbeda.Seperti di Korea dan Jepang misalnya, batasan usia anak adalah 20 tahun. Di Inggris, Australia,

3

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia:Edisi Ketiga (Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 2007), hlm. 41

4


(18)

Srilanka dan beberapa negara lain batasan usia anak ditetapkan 16 tahun. Kebanyakan negara mengikuti pembatasan usia anak 18 tahun seperti negara Amerika Serikat, Belanda, Malaysia, Filipina, Taiwan, Iran, Kamboja, dan lain-lain.5

Di Indonesia, pembatasan usia anak diatur dalam UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Secara resmi, berdasarkan UU ini, “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”6

Hak berarti :7 1. Benar

2. Milik, kepunyaan 3. Kewenangan

4. Kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah ditentukan oleh Undang-Undang 5. Kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu

6. Derajat atau martabat 7. Wewenang menurut hukum

Hak-hak anak adalah hak asasi yang dimiliki oleh setiap anak di dunia. Hak ini melekat dalam diri anak dan tidak ada seorang pun yang boleh merampasnya. Hak-hak anak merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM)

5

Disadur dari Buku Sri Widoyati Wiratmo Soekito dalam Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia:Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice (Bandung: Refika Aditama, 2009), hlm. 73-74

6

Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2002 , Pasal 1 ayat 1, batasan usia ini diadopsi dari KHA.

7

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia:Edisi Ketiga (Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 2007), hlm.381-382.


(19)

11

yang secara khusus memperhatikan anak yang wajib dijamin, dilindungi,dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.8

Secara internasional, perhatian terhadap Hak-hak anak dituangkan dalam perjanjian (kesepakatan) internasional yang bernama Convention on the Rights of Child. Indonesia adalah salah satu negara yang menyepakati dan ikut menandatangani hasil konvensi ini. Indonesia meratifikasi Konvensi Hak-hak anak ini ke dalam hukum nasional melalui Keppres No. 36 Tahun 1990 dan kemudian mengaturnya dalam Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Perhatian khusus pada Hak-hak anak muncul karena banyaknya anak yang hidup dalam keadaan sulit di berbagai belahan dunia. Misalnya; anak yang hidup dalam situasi perang dan konflik, anak yang hidup dalam situasi miskin makanan, gizi dan sanitasi yang buruk, dan lain-lain. Pengakuan atas Hak-hak anak menegaskan besarnya perhatian masyarakat dunia atas kelangsungan hidup, keselamatan, perkembangan, dan kesejahteraan anak di seluruh dunia.

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.9 Dalam pengertian ini tersirat bahwa anak terlindungi dari segala bentuk kekerasan, perlakuan salah, penelantaran, dan eksploitasi.

8

KHA.Op. cit, Pasal 1 Angka 12.

9


(20)

Namun, melihat fakta akhir-akhir ini, anak menghadapi berbagai permasalahan yang serius. Untuk itu dituntut kesadaran semua pihak akan tanggung jawabnya masing-masing terhadap perlindungan hak-hak anak ini dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

F. Metode Pengumpulan Data

Jika di dalam penulisan beberapa skripsi dan karya tulis ilmiah lainnya kita mengenal 2 cara sebagai metode penelitian dan pengumpulan data yang selalu dipergunakan, yakni :

1. Library research atau penelitian kepustakaan, yaitu suatu metode/cara pengumpulan data melalui literatur-literatur yang telah disiapkan sebagai referensi dan tersedia di perpustakaan.

2. Field research atau penelitian lapangan yang dilakukan di tengah-tengah masyarakat menyangkut masalah yang diangkat, dilaksanakan dengan keterlibatan penulis sebagai peneliti dan/atau dilakukan di laboratorium.

Penulis di dalam menyiapkan skripsi ini cukup melaksanakan library research yakni melakukan peninjauan secara kepustakaan terhadap berbagai tulisan mengenai hak-hak anak dari berbagai buku dan sumber media cetak dan media elektronik.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini berjudul : “ASPEK HUKUM INTERNASIONAL DALAM PERLINDUNGAN HAK-HAK ANAK,” ditulis dan disusun berdasarkan


(21)

13

beberapa literatur tentang hak-hak anak dan disesuaikan dengan metode penulisan skripsi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Secara implisit skripsi ini membahas mengenai tanggungnjawab para pihak dalam melaksanakan perlindungan terhadap hak-hak anak.

Ada pun sistematika penulisan yang dilaksanakan penulis adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Sebagai Bahagian pengantar dalam penulisan berisikan : Latar Belakang, Perumusan Masalah , Tujuan Dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Pengumpulan Data,dan Sistematika Penulisan.

BAB II : HAK-HAK ANAK DALAM HUKUM INTERNASIONAL

Di dalam Bab ini akan disajikan data-data mengenai hak-hak anak dalam hukum internasional seperti : Pentingnya Perlindungan Terhadap Hak Anak, Instrumen Penting Hukum Internasional Dalam Perlindungan Hak Anak, Convention on the Right of Child Sebagai Acuan Internasional Dalam Perlindungan Hak Anak.

BAB III : HAK-HAK ANAK DALAM HUKUM NASIONAL

Bab ini berisikan materi mengenai : Pentingnya Perlindungan Terhadap Hak-hak anak di Indonesia, Kondisi dan Situasi Anak Indonesia, Hak Anak Dalam Hukum Nasional Indonesia,Undang -Undang No.23 Tahun 2003 Sebagai Acuan Perlindungan Hak-hak anak Di Indonesia.


(22)

BAB IV : PIHAK-PIHAK YANG BERTANGGUNGJAWAB DALAM USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

Di dalam Bab inilah akan dibahas lebih lanjut mengenai : Subjek Hukum Internasional Bertanggungjawab Dalam Usaha Perlindungan Hak Anak, Perlindungan Hak Anak oleh Subjek Hukum Nasional Indonesia, Perlindungan Hak Anak Merupakan Tanggungjawab Negara, Perlindungan Hak Anak Merupakan Tanggungjawab Orang Tua, Perlindungan Hak Anak Merupakan Tanggungjawab Bersama. BAB V : PENUTUP

Merupakan Bab akhir dari penulisan skripsi ini yang menyajikan : Kesimpulan mengenai perlindungan terhadap hak-hak anak, dan beberapa Saran yang disarikan dari berbagai tulisan mengenai hak-hak anak, sebagai penutup dalam skripsi ini.


(23)

   

BAB II

HAK-HAK ANAK DALAM HUKUM INTERNASIONAL

A. Pentingnya Perlindungan Terhadap Hak Anak

Sebuah catatan yang penting untuk diingat, anak-anak baru diakui memiliki hak asasi setelah sekian banyak anak-anak menjadi korban dari ketidak-pedulian orang dewasa. Pengakuannya pun tidak terjadi serta merta pada saat korban berjatuhan, tetapi melalui sebuah proses perjuangan panjang dan tanpa henti.

Perhatian serius secara internasional terhadap kehidupan anak-anak baru diberikan pada tahun 1919, setelah Perang Dunia I berakhir. Dikarenakan perang telah membuat anak-anak menderita kelaparan dan terserang penyakit, seorang aktivis perempuan bernama Eglantyne Jebb19 mengarahkan mata dunia untuk melihat situasi anak-anak tersebut. Dia menggalang dana dari seluruh dunia untuk membantu anak-anak. Tindakannya inilah yang mengawali gerakan kemanusiaan internasional yang secara khusus memberi perhatian kepada kehidupan anak-anak.

19

Eglantyne Jebb, Penggagas Hak-hak anak

Hak-hak anak adalah hak asasi yang wajib dimiliki setiap anak yang ada di dunia. Ide untuk memperjuangkan hak-hak anak berawal dari keprihatinan seorang guru sekolah dasar di Malborough, Wiltshire, Inggris, Eglantyne Jebb (1876-1928). Saat itu, Eglantyne merasa anak-anak korban Perang Dunia I harus dibantu. Maka, pada 1919, dibentuklah yayasan Save the Children Fund (SCF) dalam

http://yunior.ampl.or.id/?tp=tahukah&menu=on&view=detail&path=123&kode=125&ktg=4&se lect=1


(24)

Pada tahun 1923, Mrs.Eglantyne Jebb membuat 10 pernyataan Hak-hak anak dan mengubah gerakannya menjadi perjuangan Hak-hak anak:20

1. Bermain;

2. Mendapatkan nama sebagai identitas; 3. Mendapatkan makanan;

4. Mendapatkan kewarganegaraan sebagai status kebangsaan;

5. Mendapatkan persamaan; 6. Mendapatkan pendidikan; 7. Mendapatkan perlindungan; 8. Mendapatkan sarana rekreasi; 9. Mendapatkan akses kesehatan;

10. Mendapatkan kesempatan berperan serta dalam pembangunan.

Tidak lagi sekedar berdasarkan kemanusiaan tetapi juga Hak Asasi.

Pada tahun 1924, pernyataan ini diadopsi dan disahkan sebagai pernyataan Hak-hak anak oleh Liga Bangsa-Bangsa. Sementara itu, pada tahun 1939-1945, Perang Dunia II berlangsung dan anak-anak kembali menjadi salah satu korbannya.

Pada tahun 1948, Perserikatan Bangsa Bangsa mengumumkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang di dalamnya mencantumkan hak-hak anak.

Pada tahun 1959, tepatnya tanggal 1 Juni PBB mengumumkan pernyataan Hak-Hak-hak anak dan ditetapkan sebagai hari anak sedunia.

20

M. Jodi Santoso, Rausya dan Agenda Perlindumgam Anak diakses pada tanggal 11 April 2011 dari laman web: http://jodisantoso.blogspot.com/2007/09/raisya-dan-agenda-perlindungan-hak-anak.html


(25)

17

Kemudian, pada tahun 1979 diputuskan sebagai Tahun Anak dan ditetapkan 20 November sebagai hari anak internasional.

Setelah sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1989, Konvensi Hak-hak anak disahkan oleh PBB. Inilah pengakuan khusus secara internasional atas hak asasi yang dimiliki anak-anak.

Sekarang, telah dibentuk sangat banyak sekali tim yang ditugaskan untuk memperhatikan masalah anak dan merealisasikan perlindungan hak-hak anak yang tertuang di dalam Konvensi Hak-hak anak. Hal ini menunjukkan telah tumbuh dan tengah berkembangnya kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya perlindungan terhadap hak-hak anak ini. Kesadaran akan pentingnya perlindungan terhadap anak ini perlu dilestarikan demi kehidupan bersama penuh sukacita dan kasih sayang di antara sesama makhluk ciptaan Tuhan.

B. Instrumen Penting Hukum Internasional Dalam Perlindungan Hak Anak

Ada beberapa instrumen penting hukum internasional dalam perlindungan hak-hak anak, dimana yang terutama di antaranya :

1. United Nations Standard Minimun Rules for the Administration of Juvenile Justice (Peraturan-peraturan minimum standar PBB mengenai administrasi peradilan bagi remaja) “Beijing Rules” (Resolusi Majelis Umum PBB No. 40/33 tanggal 29 November 1985).

Menurut “Beijing Rules”, remaja adalah seorang anak atau seorang muda yang menurut sistem hukum masing-masing, dapat diperlakukan atas suatu


(26)

pelanggaran hukum dengan cara yang berbeda dari perlakuan terhadap orang dewasa. (Rule 2.2 huruf c).

Mengacu pada peraturan tersebut di atas, terlihat, bahwa penentuan umur bagi seorang anak/remaja ditentukan berdasarkan sistem hukum masing-masing negara. “Beijing Rules” hanya memberikan rambu-rambu agar penentuan batas usia anak jangan ditetapkan dalam usia yang terlalu rendah. Hal ini akan berkaitan dengan masalah emosional, mental dan intelektual. Artinya, “Beijing Rules” menganggap bahwa pada usia yang terlalu rendah, seorang belum dapat dikatakan dewasa secara emosional, dewasa secara mental, dan dewasa secara intelektual, sehingga perbuatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana.21

Menurut “Beijing Rules”, tujuan peradilan bagi remaja adalah:22

Pertama, memajukan kesejahteraan remaja, merupakan fokus utama bagi

sistem hukum yang menangani kasus-kasus kejahatan remaja. “Beijing Rules” menghendaki agar kasus-kasus kejahatan remaja ditangani oleh peradilan keluarga. Kemudian, apabila terpaksa harus ditangani oleh peradilan kriminal, maka faktor kesejahteraan anak harus menjadi perhatian yang pertama.

Kedua, adalah “prinsip kesepadanan”. Prinsip ini terkenal sebagai suatu

instrumen untuk mengekang sanksi-sanksi yang menghukum kebanyakan dinyatakan dalam batasan-batasan ganjaran yang setimpal dengan berat pelanggaran hukum tetapi juga pada pertimbangan keadaan-keadaan pribadinya.

21

Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak (Bandung: Mandar Maju, 2009), hlm.41-42.

22


(27)

19

Dengan menggunakan bahasa yang sederhana, visi yang hendak dicapai dalam peradilan anak menurut “Beijing Rules” adalah: (1) Untuk mencapai kesejahteraan anak; (2) Penjatuhan pidanan bagi anak, tidak harus bersifat menghukum; (3) Dalam menjatuhkan hukuman terhadap anak, harus mendasarkakn prinsip-prinsip: a. tidak mendasarkan pada berat atau ringannya kejahatan yang telah dilakukan, b. penjatuhan pidana hendaknya memperhatikan kondisi yang menyebabkan seorang anak melakukan kejahatan, c. dimungkinkannya pemberian ganti kerugian sebagai pengganti hukuman, dan d. rasa penyesalan anak yang diwujudkan dalam bentuk kesediaan untuk kembali ke jalan yang benar dimungkinkan menjadi alasan pemaaf untuk tidak dijatuhinya hukuman.23

2. United Nations Rules for the Protection of Juvenile Deprived of Their Liberty (Peraturan-peraturan PBB bagi perlindungan remaja yang kehilangan kebebasannya) (Resolusi Majelis Umum PBB No. 45/133 tanggal 14 November 1990).

Ada beberapa hal pokok dalam peraturan ini, diantaranya:24

a. Sistem peradilan bagi remaja harus menjujung tinggi hak-hak dan keselamatan serta memajukan kesejahteraan fisik dan mental remaja.

Berbicara sistem peradilan, akan mencakup keseluruhan komponen dan proses berjalannya hukum seperti substansi hukum, struktur hukum dan kultur hukum. Ini berarti, apabila PBB menghendaki kesejahteraan sebagai akhir dari sitem peradilan, maka substansi hukum, struktur hukum dan

23

Ibid, hlm. 45-46

24


(28)

kultur hukum yang berkaitan dengan peradilan anak harus memounyai visi dan misi yang sama, yaitu mengusahakan kesejahteraan anak.

b. Penjara harus menjadi alternatif terakhir, karena membiarkan seorang anak memasuki Lembaga Pemasyarakatan berarti memberikan pendidikan negatif kepada anak, sebab apabila di dalam LP penghuninya adalah mereka yang diidentifikasikan sebagai yang jahat, maka anak tersebut akan mengimitasi tingkah laku yang jahat. Sebab, perilaku kriminal dapat dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam suatu proses komunikasi.

c. Peraturan bagi anak/remaja tidak boleh membedakan ras, warna kulit, usia, bahasa, agama, kebangsaan, pandangan politik, kepercayaannya, atau praktek-praktek budaya, kepemilikan, kelahiran atau status keluarga, asal-usul etnis atau sosial, cacat jasmani, agama serta konsep moral yang bersangkutan harus dihormati.

d. Para remaja yang belum diadili, harus dianggap tidak bersalah. Remaja yang masih dalam proses hukum, harus dipisahkan dari remaja yang telah dijatuhi hukuman. Terhadap remaja yang belum diadili dalam proses hukum, ia berhak:

(1) Didampingi penasehat hukum dengan cuma-cuma. (2) Disediakan kesempatan bekerja dengan menerima upah. (3) Melanjutkan pendidikan.

(4) Memiliki dan tetap menyimpan barang yang menjadi hiburannya. e. Data yang berkaitan dengan remaja bersifat rahasia.


(29)

21

Data yang harus dirahasiakan tentunya tidak hanya menyangkut penyingkatan nama, akan tetapi mencakup segala aspek yang berkaitan dengan kondisi sosial anak, seperti data pribadi maupun data keluarga baik secara kauntitatif maupun kualitatif.

f. Anak/remaja yang ditahan berhak untuk memperoleh: (1) Pendidikan;

(2) Latihan keterampilan dan latihan kerja; (3) Rekreasi;

(4) Memeluk agama;

(5) Mendapat perawatan kesehatan; (6) Pemberitahuan tentang kesehatan; (7) Berhubungan dengan masyarakat luas.

3. United Nations Guidelines for the Prevention of Juvenile Deliquency (Pedoman PBB dalam rangka pencegahan tindak pidana anak dan remaja) “Riyadh Guidelines” (Resolusi Majelis Umum PBB No. 45/112 tanggal 14 Desember 1990).

Ketiga instrumen di atas merupakan instrumen hukum internasional dalam menangani kasus-kasus pidana yang dilakukan oleh anak. Ketiga instrumen di atas sangat penting karena perlunya memperbaiki sistem administrasi peradilan anak untuk menghindari penyiksaan anak di lembaga pemasyarakatan anak. Hal ini penting karena sistem administrasi peradilan anak, mulai dari tahap penyidikan, penuntutan, persidangan, dan pemenjaraan diduga kuat banyak melanggar hak-hak-hak anak. Salah satu kasus yang menjadi sorotan PBB adalah


(30)

masih terjadinya penyiksaan di LP Anak Kutoarjo, Jawa Tengah, seperti yang dilaporkan oleh Manfred Nowak (pelapor khusus PBB untuk masalah penyiksaan) yang disampaikan kepada Committee Against Torture (CAT).25

Selain ketiga instrumen di atas, terdapat banyak lagi pedoman dalam hukum internasional sebagai instrumen hukum perlindungan anak, antara lain: 1. Resolusi MU-PBB 41/85 tanggal 3 Desember 1986 mengenai “Declaration on

Social and Legal Principles relating to the Protection and Welfare of Children, with Special Reference to Foster Placement and Adoption Nationally and Internationally”.

2. Resolusi 43/121 tanggal 8 Desember 1988 mengenai “The Use of Children in the Illicit Traffic in Narcotic Drugs”.

3. Resolusi MU-PBB 44/25tanggal 20 Nopember 1989 mengenai “Convention of the Rights of the Child”.

4. Resolusi ECOSOC 1990/33 tanggal 24 Mei 1990 mengenai “The Prevention of Drug Consumption Young Persons”.

5. Resolusi MU-PBB 45/115 tanggal 14 Desember 1990 mengenai “The Instrumental Use of Children in Criminal Activities”.

6. Resolusi Komisi HAM PBB (Commision on Human Rights) 1993/80 tanggal 10 Maret 1993 mengenai “The Application of International Standards Concerning The Human Rights of Detained Juveniles”.

25

Fachruddin Muchtar dalam Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2009), hlm. 131


(31)

23

7. Resolusi Komisi HAM 1994/90 tanggal 9 Maret 1994 mengenai “The need to adopt effective international measures for the prevention and eradition of the sale of children, child prostitution and child pornography”.

8. Resolusi Komisi HAM 1994/92 tanggal 9 Maret 1994 mengenai “Special Rapporteur on the sale of children, child prostitution, and child pornography”. 9. Resolusi Komisi HAM 1994/93 tanggal 9 Maret 1994 mengenai “The Plight

of Street Child”.

10. Resolusi Komisi HAM 1994/93 tanggal 9 Maret 1994 mengenai “The effects of Armed Conflicts on Children’s Lives”.

11. Dalam Kongres PBB ke IX tahun 1995 mengenai “The Prevention of Crime and the Treatment of Offenders”, diajukan dua “draft resolution” mengenai” a. Application of United Nations Standards and Norms in Juvenile Justice

(Dokumen A/CONF.196/L.5).

b. Elimination of Violence againts Children (Dokumen A/CON.169/L.11) 12. International Agreement for the Suppression of the White Slave Traffic 1904,

International Convention for the Suppression of the White Slave Traffic 1910, International Convention for the Suppression of Traffic in Women and Children, dan International Covention for the Suppression of Traffic in Women of Full Age 1933 yang kemudian keempatnya mengalami perubahan mendasar dan kemudian menjadi Convention for the Suppression of the Traffic in Person and the Exploitation of the Prostitution of Others.


(32)

C. Convention on the Right of Child Sebagai Acuan Internasional Dalam Perlindungan Hak Anak

Konvensi Hak-hak anak ditetapkan oleh Majelis Umum PBB dengan Resolusi No. 44/25 tertanggal 20 November 1989.

Peristiwa ini merupakan akhir dari suatu proses yang telah dimulai dengan persiapan bagi Hari Anak Internasional 1979. Pada tahun tersebut dimulailah diskusi tentang rancangan konvensi yang disampaikan oleh Pemerintah Polandia.

Sebelumnya, masalah tentang anak-anak telah didiskusikan oleh masyarakat internasional. Deklarasi tentang hak-hak anak telah ditetapkan baik oleh Liga Bangsa-Bangsa (1924) maupun oleh PBB (1959). Juga, ketentuan khusus mengenai anak-anak telah dimasukkan ke dalam sejumlah perjanjian tentang hak asasi manusia dan hukum humaniter. Walaupun demikian, beberapa Negara menyatakan bahwa dibutuhkan adanya pernyataan yang menyeluruh mengenai anak-anak, yang akan mempunyai kekuatan mengikat di bawah hukum internasional.

Pandangan ini dipengaruhi oleh laporan tentang ketidakadilan yang serius yang diderita oleh anak-anak: tingginya tingkat kematian anak, perawatan kesehatan yang buruk, terbatasnya kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar. Ditemukan pula berbagai kasus yang mencemaskan mengenai anak-anak yang disiksa dan dieksploitasi sebagai pekerja seksual atau dalam pekerjaan-pekerjaan yang membahayakan, mengenai anak-anak dalam penjara atau dalam keadaan yang lain, serta mengenai anak-anak sebagai pengungsi dan korban konflik bersenjata.


(33)

25

Perancangan Konvensi berlangsung dalam suatu Kelompok Kerja yang didirikan oleh Komisi Hak Asasi Manusia PBB. Wakil-wakil Pemerintah membentuk inti kelompok perancang ini, akan tetapi perwakilan badan-badan PBB dan badan-badan khususnya, termasuk Kantor Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), Organisasi Buruh Internasional (ILO), Dana Bantuan bagi Anak-Anak PBB (UNICEF) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebagaimana juga sejumlah organisasi non-pemerintah, mengambil bagian dalam perbincangan mengenai hal ini. Rancangan pertama yang disampaikan oleh Pemerintah Polandia kemudian diubah dan diperluas secara ekstensif melalui diskusi yang panjang.

Penetapan Konvensi secara aklamasi oleh Majelis Umum telah membuka jalan pada tahap berikutnya: ratifikasi oleh Negara-negara dan pembentukan komite pengawasan. Dalam waktu kurang dari satu tahun, pada September 1990, telah ada 20 Negara yang secara sah telah menandatangani Konvensi ini, dan kemudian memberlakukannya.

Pada bulan yang sama, Pertemuan Puncak Dunia mengenai Anak diselenggarakan di New York atas inisiatif UNICEF dan enam negara (Kanada, Mesir, Mali, Meksiko, Pakistan dan Swedia). Pertemuan ini menghimbau Negara-negara untuk meratifikasi Konvensi tersebut. Pada akhir 1990, terdapat 57 Negara yang telah melakukan ratifikasi, sehingga mereka menjadi Negara-negara Pihak. Pada 1993, Konferensi Dunia tentang Hak Asasi Manusia yang diselenggarakan di Wina, menyatakan bahwa tujuannya adalah meratifikasi Konvensi ini secara universal pada akhir 1995. Pada 31 Desember 1995, tidak kurang dari 185 Negara


(34)

telah meratifikasi Konvensi ini. Jumlah seperti ini belum pernah tercapai sebelumnya di bidang hak asasi manusia. Sampai saat ini sudah 193 negara meratifikasi Konvensi Hak-hak anak ini.

Konvensi Hak-hak anak memiliki makna yang sama bagi semua orang di semua belahan dunia. Selain meletakkan standar yang sama, Konvensi ini juga memperhatikan realita adanya perbedaan budaya, sosial, ekonomi dan politik dari setiap Negara, sehingga setiap Negara dapat menemukan caranya masing-masing untuk menerapkan hak-hak yang sama pada semua orang.

Dalam Konvensi ini terdapat empat prinsip umum yang dimuliakan. Prinsip-prinsip ini dimaksudkan untuk membentuk interpretasi atas Konvensi ini secara keseluruhan, dan dengan demikian memberikan arahan bagi program penerapan dalam lingkup nasional. Keempat prinsip ini khususnya dirumuskan dalam Pasal 2, 3, 6 dan 12.

1. Non-diskriminasi (Pasal 2):

Negara-negara Pihak harus memastikan bahwa semua anak dalam wilayahnya menikmati hak-hak mereka. Tidak seorang anak pun akan menderita/mengalami diskriminasi. Hal ini berlaku untuk semua anak, “tanpa

memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lainnya, kewarganegaraan, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kecacatan, kelahiran atau status lain dari orang tua atau wali yang sah dari anak tersebut.”

Pesan penting Pasal ini adalah persamaan kesempatan. Anak perempuan harus diberikan kesempatan yang sama seperti halnya anak laki-laki. Pengungsi anak,


(35)

27

anak-anak yang berasal dari negara lain, anak-anak kelompok penduduk asli atau kelompok minoritas, harus memperoleh kesempatan yang sama untuk menikmati standar kehidupan yang memadai.

2. Kepentingan terbaik bagi anak (Pasal 3):

Apabila penguasa suatu Negara mengambil keputusan yang mempengaruhi anak-anak, pertimbangan pertama haruslah didasarkan pada kepentingan yang terbaik bagi anak. Prinsip ini berkenaan dengan keputusan pengadilan, pejabat administratif, badan legislatif dan juga lembaga kesejahteraan sosial pemerintah maupun swasta. Hal ini tentu saja merupakan pesan mendasar dari Konvensi ini, dan penerapan prinsip ini merupakan suatu tantangan yang besar. 3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan mengembangkan diri (Pasal 6)

Pasal mengenai hak untuk hidup mencakup rumusan mengenai hak untuk bertahan dan hak untuk mengembangkan diri, yang harus dijamin “semaksimal mungkin”. Istilah “mengembangkan diri” dalam konteks ini harus ditafsirkan dalam arti luas, dengan menambahkan dimensi kualitatif: bukan hanya dimaksudkan untuk perkembangan kesehatan jasmani, akan tetapi juga perkembangan mental, emosional, kognitif, sosial dan budaya.

4. Pandangan anak (Pasal 12)

Anak-anak harus dibebaskan untuk mempunyai pendapat tentang semua hal yang bersangkutan dengan diri mereka, dan pandangan ini harus diperhatikan “sesuai dengan usia dan kematangan si anak”. Ide yang mendasar adalah bahwa anak-anak mempunyai hak untuk didengar dan hak agar pendapatnya


(36)

diperhatikan dengan serius, termasuk prosedur hukum atau administratif yang bersangkutan dengan diri mereka.

Secara umum, Hak-hak anak dibagi dalam 4 (empat) bagian besar, yaitu : 1. Hak Hidup (Kelangsungan Hidup)

Hak kelangsungan hidup berupa hak-hak-hak anak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup dan hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya. Untuk mencapainya, negara harus menjamin kelangsungan hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Pasal 6).

Negara juga berkewajiban untuk menjamin hak atas taraf kesehatan tertinggi yang bisa dijangkau, dan melakukan pelayanan kesehatan dan pengobatan, khususnya perawatan kesehatan primer (Pasal 24).

Dalam penerapannya, negara berkewajiban untuk melaksanakan program-program:

a. melaksanakan upaya penurunan angka kematian bayi dan anak, b. menyediakan pelayanan kesehatan yang diperlukan,

c. memberantas penyakit dan kekurangan gizi,

d. menyediakan pelayanan kesehatan sebelum dan sesudah melahirkan bagi ibu,

e. memperoleh imformasi dan akses pada pendidikan dan mendapat dukungan pada pengetahuan dasar tentang kesehatan dan gizi,

f. mengembangkan perawatan kesehatan pencegahan, bimbingan bagi orang tua, serta penyuluhan keluarga berencana, dan,


(37)

29

g. mengambil tindakan untuk menghilangkan praktik tradisional yang berprasangka buruk terhadap pelayanan kesehatan.

Terkait dengan itu, hak-hak anak akan kelangsungan hidup dapat berupa: (1) hak-hak anak untuk mendapatkan nama dan kewarganegaraan semenjak

dilahirkan (Pasal 7),

(2) hak untuk memperoleh perlindungan dan memulihkan kembali aspek dasar jati diri anak (nama, kewargnegaraan dan ikatan keluarga) (Pasal 8),

(3) hak-hak anak untuk hidup bersama (Pasal 9), dan hak-hak anak untuk memperoleh perlindungan dari segala bentuk salah perlakuan (abuse) yang dilakukan orang tua atau orang lain yang bertangung jawab atas pengasuhan (Pasal 19),

(4) hak untuk mmemperoleh perlindungan khusus bagi anak- anak yang kehilangan lingkungan keluarganya dan menjamin pengusahaan keluarga atau penempatan institusional yang sesuai dengan mempertimbangkan latar budaya anak (Pasal 20),

(5) adopsi anak hanya dibolehkan dan dilakukan dem kepentingan terbaik anak, dengan segala perlindungan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang (Pasal 21),

(6) hak-hak-hak anak penyandang cacat (disabled) untuk memperoleh pengasuhan, pendidikan dan latihan khusus yang dirancang untuk membantu mereka demi mencapai tingkat kepercayaan diri yang tinggi (Pasal 23),


(38)

(7) hak-hak anak menikmati standar kehidupan yang memadaidan hak atas pendidikan (Pasal 27 dan 28).

2. Hak Perlindungan

Hak perlindungan adalah hak setiap anak untuk mendapatkan perlindungan dari semua hal yang dapat melukai dan menghambat hidup dan tumbuh kembangnya secara sempurna. Hak ini melindungi anak dari terjadinya diskriminasi, kekerasan fisik, kekerasan seksual, perdagangan manusia, pekerja anak, keterlantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga, dan bagi anak pengungsi, dan lain-lain.

Hak perlindungan dari diskriminasi, termasuk :

a. perlindungan anak penyandang cacat untuk memperoleh pendidikan, perwatan dan latihan khusus, dan

b. hak-hak anak dari kelompok masyarakat minoritas dan penduduk asli dalam kehidupan masyarakat negara.

Perlindungan dari ekploitasi, meliputi :

a. perlindungan dari gangguan kehidupan pribadi,

b. perlindungan dari keterlibatan dalam pekerjaan yang mengancam kesehatan, pendidikan dan perkembangan anak,

c. perlindungan dari penyalahgunaan obat bius dan narkoba, perlindungan dari upaya penganiayaan seksual, prostitusi, dan pornografi,


(39)

31

e. perlindungan dari proses hukum bagi anak yang didakwa atau diputus telah melakukan pelanggaran hukum.

3. Hak Tumbuh Kembang

Pertumbuhan diartikan sebagai peningkatan secara bertahap dari organ dan jaringan tubuh. Berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat. Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian.

Hak Tumbuh Kembang adalah hak yang dimiliki setiap anak untuk dapat bertumbuh dan berkembang secara sempurna menjadi manusia dewasa. Hak tumbuh berkembang meliputi segala bentuk pendidikan (formal maupun non formal) dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak.

Hak-hak anak atas pendidikan diatur pada Pasal 28 Konvensi Hak-hak anak menyebutkan, negara :

a. menjamin kewajiban pendidikan dasar dan menyediakan secara cuma-cuma,

b. mendorong pengembangan macam-macam bentuk pendidikan dan mudah dijangkau oleh setiap anak,


(40)

c. membuat imformasi dan bimbingan pendidikan dana ketrampilan bagi anak, dan

d. mengambil langkah-langkah untuk mendorong kehadirannya secara teratur di sekolah dan pengurangan angka putus sekolah.

Hak tumbuh kembang juga meliputi : 1. hak untuk memperoleh informasi, 2. hak untuk bermain dan rekreasi,

3. hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan budaya, 4. hak untuk kebebasan berpikir dan beragama, 5. hak untuk mengembangkan kepribadian, 6. hak untuk memperoleh identitas,

7. hak untuk didengar pendapatnya, dan

8. hak untuk memperoleh pengembangan kesehatan dan fisik. 4. Hak Partisipasi

Hak partisipasi adalah hak-hak anak untuk terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan yang mempengaruhi kehidupannya. Hak yang terkait dengan itu meliputi:

a. hak untuk berpendapat dan memperoleh pertimbangan atas pendapatnya, b. hak untuk mendapat dan mengetahui informasi serta untuk

mengekpresikan,

c. hak untuk berserikat menjalin hubungan untuk bergabung, dan

d. hak untuk memperoleh informasi yang layak dan terlindungi dari informasi yang tidak sehat.


(41)

33

Terhadap anak yang melakukan perbuatan pidana, penangkapan dan penahanan anak harus sesuai dengan hukum yang ada, yang digunakan hanya sebagai upaya terakhir. Anak yang dicabut kebebasannya harus memperoleh akses bantuan hukum, dan hak melawan keabsahan pencabutan kebebasan.

Perlu diingat, bahwa semua hak-hak tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya. Semua hak-hak tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan. Satu tindakan yang melukai salah satu hak akan mengakibatkan terlukainya hak yang lain juga. Kegagalan pemenuhan salah satu hak akan mengakibatkan ketidaksempurnaan dalam pertumbuh-kembangan anak.

Misalnya, kegagalan dalam pemenuhan hak-hak anak untuk mendapatkan asupan makanan yang bergizi akan mempengaruhi hak hidup dan tumbuh-kembangnya. Gangguan terhadap tumbuh kembangnya akan mengurangi tingkat kecerdasan anak dan sekaligus mengurangi kemampuan anak untuk berpartisipasi dalam kehidupan.


(42)

BAB III

HAK-HAK ANAK DALAM HUKUM NASIONAL

A. Pentingnya Perlindungan Terhadap Hak-hak anak di Indonesia

Kita pasti sudah sering mendengar ungkapan “anakonhu i do hamoraon

di au”(anakku merupakan harta yang paling berharga bagiku). Begitulah ucapan

orang Batak dalam sebuah lagu yang menggambarkan seorang tua akan berusaha apa saja demi memenuhi kebutuhan masa depan anak-anaknya. Hal ini dikarenakan pandangan bahwa seorang anak adalah cerminan dari orang tuanya. Bukan sekedar penerus keturunan, tetapi juga sebagai bukti bahwa Ompung

Mulajadi Nabolon (diyakini sebagai manusia pertama yang turun ke dunia

kemudian kembali ke alam para dewa) memberkati melalui pemberiannya berupa anak-anak sebagai penerus kehidupan keluarga.

Bagi suku Melayu, anak adalah buah hati sibiran tulang. Hal ini menandakan bahwa masyarakat melayu pun sudah menyadari pentingnya hak-hak anak. Ada banyak ekspresi serupa yang dapat digali pada nilai kultur dan budaya bangsa Indonesia. Memberikan perlindungan yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman tentunya menjadi keinginan dan sekaligus kewajiban kita.

Bagi masyarakat awam, perlindungan anak ini tentu saja dilakukan dengan mengingat kemampuannya sebagai orang tua si anak dan bukan melibatkan orang lain di luar keluarga. Setelah tahun 1979, pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Secara


(43)

35

perlahan-lahan masyarakat sebagai warga negara disadarkan akan pentingnya perlindungan terhadap hak-hak anak. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum PBB menetapkan suatu aturan mengenai perlindungan anak, Pemerintah Indonesia telah lebih dulu mengatur dan memasukkannya dalam hukum nasional di Indonesia.

Tahun 1990 : Indonesia menandatangani KHA di markas besar PBB di New York dan Indonesia meratifikasi KHA melalui Kepres No. 36 Tahuun 1990 tanggal 25 Agustus 1990. Tanggal 2 September 1990, seperti telah disepakati bersama bahwa KHA sebagai salah satu sumber hukum international berkekuatan mengikat bagi negara penandatangannya.

Tahun 1997 : Indonesia mengeluarkan UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Tahun 1999 : Indonesia mengeluarkan UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM. Tahun 2002 : Indonesia mengeluarkan UU No. 23 Tahun 2002 Perlindungan

Anak yang terdiri dari 14 Bab dan 93 Pasal, inilah yang nantinya dijadikan sebagai acuan dalam perlindungan anak di Indonesia. Dan sampai saat ini juga telah dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bertugas mengawasi pemerintah maupun masyarakat dalam rangka pemenuhan hak – hak-hak anak.

Disahkannya Konvensi Hak-hak anak dan dibuatnya sejumlah perundang-undangan nasional mengatur pemenuhan hak-hak anak, tidak serta merta membuat anak-anak terpenuhi haknya. Perjuangannya masih panjang dan


(44)

tidak akan pernah selesai. Masih banyak anak-anak yang belum terpenuhi haknya, bahkan haknya terampas dan terlanggar.

Hak Asasi tidak bisa kita tunggu datang dan diberikan dengan sendirinya, tetapi juga membutuhkan perjuangan. Perjuangan pemenuhan dan pemulihan Hak-hak anak membutuhkan suatu kekuatan besar yaitu kesatuan masyarakat dalam bentuk organisasi. Perjuangannya juga membutuhkan kesabaran dan semangat pantang menyerah karena harus melalui proses panjang dan bahkan menelan korban. Organisasi-organisasi masyarakat inilah yang berperan mengingatkan pemerintah dan semua pihak yang bertanggung jawab bahwa Hak-hak anak harus dipenuhi.

B. Situasi dan Kondisi Anak Indonesia

Meski disadari pentingnya perlindungan anak di Indonesia, namun dalam kenyataan ditemui keadaan yang sangat memprihantinkan atas kesejahteraan anak di Indonesia.

Anak Indonesia belum dapat dikatakan sejahtera dan belum dapat dikatakan telah terpenuhi hak-haknya. Hal ini dapat dilihat dari data statistik (Sumber: Depdiknas, 2002), di bidang pendidikan, rata-rata lama sekolah anak perempuan hanya 5-7 tahun, anak laki-laki 6-7 tahun. Se3lanjutnya hanya ada 27% anak usia 2-6 tahun yang mengikuti pendidikan anak usia dini dan sebanyak 4,2 juta naka usia 7-15 tahun belum pernah sekolah. Fasilitas pendidikan bagi anak sekolah pun memprihatinkan karena ada 67,7% fasilitas pendidikan anak rusak.


(45)

37

Menurut Mendiknas, sebenarnya wajib belajar 6 tahun sudah selesai sejak tahun 1994. Kemudian Pemerintah memperluas wajib belajar menjadi 9 tahun hingga tingkat SLTP dengan target tuntas pada tahun 2004 dengan ukuran angka partisipasi kasar (APK) 95%. Namun, angka putus sekolahnya yang belum tercapai karena ini angka putus sekolah masih 3,01% dan ini masih terlalu tinggi. Hal ini, menurut Mendiknas, tentunya menjadi pekerjaan rumah untuk diselesaikan melalui berbagai program, seperti mencari anak-anak yang putus sekolah untuk dibiayai. Atau, lanjut dia, dibujuk untuk mengikuti Program Paket A dan Paket B, ditambah program memperbanyak sekolah terbuka. Mendiknas juga mengatakan untuk program pemberantasan buta huruf terus dilakukan. Untuk tahun 2004, jelas dia, tercatat sejumlah 15,41 juta orang buta aksara untuk usia 15 tahun ke atas atau 10,2%. Terdapat fakta yang menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia masih merupakan barang yang mahal sehingga belum dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat. Bahkan meski Pemerintah telah menjalankan program Biaya Operasional Sekolah (BOS), masih banyak sekolah-sekolah yang membebankan biaya tinggi kepada para siswanya, khususnya sekolah-sekolah di kawasan DKI Jakarta.

Pada sektor keesehatan, masyarakat miskin belum sepenuhnya terjangkau oleh program asuransi kesehatan keluarga miskin atau Askeskin. Terdapat banyak kasus bayi dengan berat lahir rendah (>2,5 kg), kasus gizi buruk, kasus kematian bayi dan balita.

Prosedur administrasi dan verifikasi yang kurang aksesibel dan masih adanya tanggungan biaya pengobatan yang tinggi membuat anak-anak miskin


(46)

lebih baik memilih menahan rasa sakit di tempat tinggalnya daripada harus berobat.

Sementara dalam bidang ketenagakerjaan, didapati dari tahun ke tahun adanya peningkatan jumlah pekerja anak. Dimana menurut Koordinator ILO Bidang Penanganan Pekerja Anak, Abdul Hakim, bahwa jumlah pekerja anak di Indonesia mencapai 2,6 juta jiwa.

Belum lagi dengan sulitnya memperoleh Akta Kelahiran gratis yang masih sulit diperoleh keluarga miskin. Akta kelahiran berkaitan dengan identitas dan status hukum anak yang berpengaruh terhadap akses peningkatan kesejahteraan anak tersebut. Pada tahun 2001, anka tanpa kata kelahiran mencapai 59,30%.

Akta kelahiran gratis sudah menjadi kebijakan pemerintah yang berjalan sejak 1 Januari 2007. Namun, yang terjadi di lapangan, banyak keluarga miskin yang diminta uang sebesar Rp100.000,00 sampai Rp800.000,00 untuk mengurusnya sehingga UNICEF pada tahun 2007 mencatat bahwa kurang lebih 60% anak balita Indonesia tidak memiliki akta kelahiran.

Selanjutnya, berdasarkan data yang diperoleh dari Yayasan

Kesejahteraan Anak Indonesia melalui Center for Tourism Research & Development Universitas Gadjah Mada, mengenai berita tentang child abuse yang

terjadi dari tahun 1992 – 2002 di tujuh kota besar, yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Malang, Semarang, Surabaya, Ujung Pandang dan Kupang, ditemukan bahwa ada 3.969 kasus dengan rincian sexual abuse 65,8%; physical abuse 19,6%; emotional abuse 6,3%; dan child neglect 8,3%.


(47)

39

Kemudian berdasarkan tempat terjadinya kekerasan, rumah menenpati urutan tertinggi. Padahal rumah adalah akar dimana seorang anak berkembang baik secara fisik, mental dan emosionalnya.

Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2005, kasus kekerasan atau penganiayaan menduduki nomor urut dua setelah pengasuhan anak, yaitu sebanyak 42 kasus terlapor, kasus perdagangan anak sebanyak 29 kasus. Data ini meningkat pada tahun 2007 dengan kasus penganiayaan sebesar 47 kasus dan kasus perdagangan anak sebanyak 42 kasus.

Lebih dari 4.000 anak Indonesia diajukan ke pengadilan setiap tahunnya atas kejahatan ringan, seperti pencurian. Pada umumnya mereka tidak mendapatkan dukungan, baik dari pengacara maupun dinas sosial. Dengan demikian, tidak mengejutkan jika sembilan dari sepuluh anak akhirnya dijebloskan ke penjara atau rumah tahanan.

Kondisi ini memprihatinkan karena banyak anak yang harus berhadapan dengan sistem peradilan dan mereka ditempatkan di tempat penahanan dan pemenjaraan bersama orang dewasa sehingga mereka rawan mengalami tindak kekrasan.

Semua keadaan yang dipaparkan di atas perlu perhatian khusus dan tindakan segera dari berbagai pihak dalam menegakkan perlindungan anak demi kesejahteraan mereka.


(48)

C. Hak Anak Dalam Hukum Nasional Indonesia

Masalah perlindungan anak ini merupakan salah satu isu dalam hukum internasional yang diadopsi ke dalam sistem hukum nasional Indonesia. Namun jika kita telusuri kembali, dalam perundang-undangan di Indonesia, ternyata perhatian terhadap anak sudah dirumuskan dalam Stb. 1925 No. 647 jo Ordonansi 1949 No. 9 yang mengatur pembatasan kerja anak dan wanita. Kemudian tahun 1926 lahir pula Stb 1926 No. 87 yang mengatur pembatasan anak dan orang muda kerja di kapal. Selanjutnya pada 1946 diberlakukan KUH Pidana yang memberikan perlindungan terhadap anak yang melakukan tindak pidana (Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47); serta Pasal 285, Pasal 287, Pasal 290, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal 295, Pasal 297, dan beberapa pasal lain memberikan perlindungan terhadap anak di bawah umur dengan memperberat hukuman atau mengkualifikasi tindak pidana perbuatan-perbuatan tertentu terhadap anak.26 Sebelum Konvensi Hak-hak anak disahkan oleh PBB, pada tahun 1979, Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang No.4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Kemudian Indonesia menyatakan kesepakatannya terhadap Konvensi Hak-hak anak melalui Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990. Setelah itu, Indonesia mengeluarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Namun demikian masih banyak anggota masyarakat yang belum memahami tentang Hukum Kesejahteraan dan Perlindungan anak. Banyak diantara anggota masyarakat yang belum memahami hak dan kewajiban anak, kewajiban dan

26


(49)

41

tanggung jawab atas Kesejahteraan dan Perlindungan anak, Kedudukan Anak, Penyelenggaraan Kesejahteraan dan Perlindungan anak, pendidikan anak, tanggung jawab orang tua dan keluarga terhadap anak dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kesejahteraan dan perlindungan anak. Padahal di dalam pelaksanaan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak diperlukan kerjasama yang erat antara pemerintah, masyarakat dan keluarga. Ketiga komponen ini bertanggung jawab di dalam kegiatan perlindungan anak dikarenakan seorang anak, di samping merupakan amanah dari Tuhan yang Maha Esa, juga anak merupakan penerus keturunan dari sebuah keluarga dan juga seorang anak adalah merupakan generasi penerus bangsa. Bahwa manusia, sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketaqwaan dan penuh tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia, oleh pencipta-Nya dianugerahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungannya.

Bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.

Bahwa selain hak asasi, manusia juga mempunyai kewajiban dasar antara manusia yang satu terhadap yang lain dan terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.


(50)

Bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan Dek1arasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta berbagai instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia.

Ada begitu banyak ketentuan hukum bagi Perlindungan Hak-hak anak di Indonesia, antara lain :

Dalam Konstitusi; lebih lanjut diatur dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2), Pasal 28C, dan Pasal 34 ayat (1).

Melalui Undang-Undang, negara menjamin perlindungan Hak-hak anak, di antaranya:

1. Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 (LN. 3143) tentang Kesejahteraan Anak 2. Undang-Undang No. 7 Tahun1984 (LN. 3277) tentang Ratifikasi Konvensi

Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan 3. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

4. Undang-Undang No. 19 Tahun 1999 tentang Konvensi ILO 1930 No. 29 tentang Kerja Paksa (Staatsblad Hindia Belanda tahun 1933 No.261) dan Konvensi ILO tahun 1957 No. 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa.

5. Undang-Undang No. 20 Tahun 1999 tentang Konvensi ILO 1973 No. 138 tentang Batas Usia Minimun untuk Diperbolehkan Kerja.


(51)

43

7. Undang-Undang No. 1 Tahun 2000 tentang Konvensi ILO 1999 No. 182 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Pekerja Anak.

8. Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

9. Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi ICESCR (Pasal 10, 12(2), dan 13 (3)).

10. Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi ICCPR (Pasal 14 (1), 18 (4), 23 (4), dan 24).

Pengaturan Perlindungan Hak-hak anak ini juga melalui Keputusan Presiden, seperti :

1. Keppres No.36 Tahun 1990 (25 Agustus 1990) tentang Ratifikasi Convention on the Rights of Child atau disebut sebagai Konvensi Hak-hak anak.

2. Keppres No.40 Tahun 2004 tentang Ranham 2004-2009tentang Memasukkan Agenda Ratifikasi Protokol Opsional Konvensi Hak-hak anak tentang Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata (2006).

3. Keppres No.59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.

4. Keppres No. 87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak.

5. Keppres No.88 Tahun 2002 tentang Rencana Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak.

Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 basil amandemen keempat disebutkan bahwa "fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara". Perlindungan


(52)

hak-hak-hak anak juga diatur dalam sejumlah undang-undang yang terkait seperti tersebut di atas. Selain itu kita juga mengenal Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Namun dalam kenyataannya jumlah anak terlantar dan anak jalanan semakin banyak dan implementasi peraturan perundang-undangan tersebut terhadap perlindungan hak-hak-hak anak belum diterapkan sebagaimana mestinya, baik terhadap anak terlantar di panti asuhan maupun terhadap anak terlantar yang turun ke jalan untuk rnencari uang dengan cara meminta-minta, tukang asongan, tukang semir sepatu, untuk memenuhi nafkah orang tuanya dan untuk biaya hidupnya. Padahal dalam Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen kedua disebutkan "setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi".

Pada kenyataannya kita melihat fakta yang menunjukkan bahwa:27

1. Undang-Undang Perlindungan Anak belum dapat memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak-hak anak, karena Pemerintah Daerah belum mempunyai perhatian secara sungguh-sungguh dan belum ada political will terhadap perlindungan hak-hak-hak anak serta belum menjadi skala perioritas dalam pembangunan daerah, baik dari segi dana perlindungan anak dari APBD maupun dari segi sumber daya manusia yang memahami tentang hak-hak-hak anak, prinsip-prinsip perlindungan anak dan juga belum dibentuknya

27

Iman Jauhari, Kajian Yuridis Terhadap Perlindungan Hak-Hak-hak anak Dan

Penerapannya (Penelitian Di Kota Binjai, Kota Medan Dan Kabupaten Deli Serdang), diakses pada tanggal 11 April 2011 dari laman web:

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/7382?mode=full&submit_simple=Show+full+item +record


(53)

45

lembaga yang khusus menangani perlindungan anak. Pada taraf sinkronisasi Undang-Undang Perlindungan Anak belum teratur dan belum terarah dalam pengaturannya, karena dari sejumlah undang-undang tentang anak yang berlaku belum ada harmonisasi dalam pelaksanaannya, dimana masih terjadi paradoxalitas satu sama lainnya, sehingga pihak pemerintah, penegak hukum dan masyarakat sukar untuk menerapkannya terhadap perlindungan dan pemenuhan kebutuhan hak-hak-hak anak.

2. Hambatan-hambatan yang terjadi dalam penerapan perlindungan hukum terhadap anak karena tidak ada kerjasama antara pihak-pihak dari instansi terkait, yaitu Pemerintah Daerah, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama dalam hal pembinaan, pemeliharaan dan perlindungan hak-hak-hak anak, ditambah Iagi ketidakpedulian masyarakat sebagai orang tua asuh, dan kurangnya pengetahuan orang tua terhadap pendidikan dan kebutuhan hak-hak-hak anak. Kemudian Pemerintah Daerah pun tidak melakukan sosialisasi Undang-Undang Perlindungan Anak di kalangan aparat penegak hukum dan masyarakat luas, dan kurangnya kesadaran pihak eksekutif dan legislatif tentang masalah anak terlantar dan anak jalanan. Sebab-sebab terjadinya hambatan karena tidak ada peraturan dari pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang khusus mengatur tentang perlindungan anak terlantar dan anak jalanan dalam peraturan daerah.

3. Peran Pemerintah Daerah dalam mewujudkan peraturan dan undang-undang perlindungan anak, baru pada tahap memberikan bantuan dana untuk


(54)

anak-anak terlantar di panti asuhan, sedangkan untuk anak-anak jalanan baru dibuat rumah singgah dan ditambah biaya-biaya buku bacaan sekolah bagi anak yang tidak mampu dengan cara mendatangi ke sekolah-sekolah.

D. Undang – Undang No.23 Tahun 2002 Sebagai Acuan Perlindungan Hak-hak anak Di Indonesia

Latar belakang dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA) karena negara Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak-hak anak yang merupakan hak asasi manusia seperti yang termuat dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak anak (KHA).

Penjelasan UUPA menyebutkan meski Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak-hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara untuk memberikan perlindungan pada anak masih memerlukan suatu undang-undang mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut.

Undang-undang ini mengaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus demi terlindunginya hak-hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, maupun spiritual,


(55)

47

maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan nantinya sebagai penerus bangsa.28

Ada empat Prinsip-prinsip dasar Hak-hak anak, yaitu: 1. Tidak membeda-bedakan (Non-diskriminasi)

Artinya semua Hak-hak-hak anak harus dipenuhi kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun. Tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, ras, warna kulit, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan-pandangan lain, asal-usul kebangsaan, etnik atau sosial, status kepemilikan, cacat atau tidak, kelahiran atau status lainnya baik dari si anak sendiri atau dari orang tua atau walinya yang sah”.

2. Prinsip yang terbaik bagi anak

Yaitu bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh siapapun, harus mempertimbangkan kepentingan terbaik anak. Maka dari itu, kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama. 3. Prinsip atas hak hidup, kelangsungan dan perkembangan

Yakni bahwa negara-negara peserta mengakui bahwa setiap anak memiliki hak yang melekat atas kehidupan. Disebutkan juga bahwa negara-negara peserta akan menjamin sampai batas maksimal kelangsungan hidup dan perkembangan anak.

4. Prinsip penghargaan terhadap pendapat anak

Maksudnya bahwa pendapat anak, terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya, perlu diperhatikan dalam setiap pengambilan

28

Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2009), hlm. 24-25


(56)

keputusan. Anak berhak untuk menyatakan pandangan-pandangannya secara bebas dalam semua hal yang mempengaruhi anak, dan pandangan tersebut akan dihargai sesuai dengan tingkat usia dan kematangan anak.

Di dalam Undang-Undang Perlindungan anak, hak-hak-hak anak diatur dalam ketentuan Pasal 4 sampai dengan Pasal 18. Perlu diketahui bahwa di dalam UU Perlindungan Anak, diberikan batasan tentang usia seseorang dikategorikan sebagai seorang anak apabila ia belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Di antara hak-hak-hak anak yang diatur dalam UU Perlindungan tersebut ádalah :

1. Hak untuk hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi;

2. Hak atas sebuah nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan; 3. Hak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai

dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua;

4. Hak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri;

5. Apabila karena susuatu hal orang tuanya tidak bisa mengasuh sendiri, anak tersebut berhak diasuh dan diangkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

6. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan social sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial;


(57)

49

8. Hak untuk menyatakan dan di dengar pendapatnya, menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya;

9. Hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu Luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat dan bakatnya.

Adapun kewajiban anak tertuang di dalam ketentuan pasal 19 UU Perlindungan Anak, di antaranya adalah sebagai berikut :

1. menghormati orang tua, wali dan guru;

2. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman; 3. mencintai tanah air, bangsa dan negara;

4. menunaikan Ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan 5. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

Peran dan tanggung jawab dalam pemberian perlindungan pada anak termasuk pemenuhan hak-hak-hak anak serta mengarahkan anak untuk bisa memenuhi kewajiban- kewajibannya supaya bisa menjadi generasi penerus yang berkualitas pada hakekatnya ada di tangan keluarga, masyarakat dan negara/pemerintah.

Didalam pelaksanaan upaya kesejahteraan dan perlindungan anak ini keluarga dan orang tua memegang peranan yang amat penting karena tanggung jawab utama dalam upaya kesejahteraan dan perlindungan anak berada di tangan mereka.

Walaupun fakta menunjukkan bahwa belum semua anak diasuh oleh keluarga dan orang tua dengan baik, masih ada anak yang belum memperoleh akta kelahiran, belum memperoleh kesehatan yang optimal, masih banyak anak yang


(58)

berada dalam pengungsian, situasi konflik, di daerah bencana alam, masih ada anak yang dieksploatasi baik secara ekonomi maupun seksual, sehingga disini peran keluarga dan masyarakat di dalam memberikan perlindungan pada anak sangat penting.

Peran keluarga dan orang tua dalam penyelenggaraan perlindungan anak adalah wajib dan orang tua/keluarga bertanggung jawab terhadap pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan anak dalam kondisi apapun, menumbuhkembangkan anak sesuai dengan bakat dan minatnya, mencegah terjadinya perkawinan usia dini. Peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak baik itu dilakukan oleh masyarakat secara perorangan, Lembaga Perlindungan Anak, Lembaga Sosial Kemasyarakatan, Lembaga Swadaya Masyarakat maupun lembaga keagamaan serta mass media, mereka ini berkewajiban untuk berperan serta dalam memfasilitasi serta mengadvokasi dalam

penyelenggaraan kesejahteraan dan perlindungan anak. Sedangkan pemerintah/negara berkewajiban untuk memberikan dukungan/fasilitasi sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan kesejahteraan dan perlindungan anak, misalnya penyediaan sekolah, lapangan bermain, lapangan olah raga, rumah ibadah, tempat rekreasi dan lain-lain. Pemerintah juga berkewajiban untuk menjamin terlaksananya kesejahteraan dan perlindungan anak yang dilakukan oleh orang tua, wali dan orang lain yang secara hukum berkewajiban untuk melaksanakan pemenuhan hak-hak-hak anak.


(59)

   

BAB IV

PIHAK-PIHAK YANG BERTANGGUNGJAWAB DALAM USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

Setiap anak tidak pernah meminta untuk dilahirkan. Tetapi sekali ia dilahirkan, ia berhak mendapatkan perlindungan hukum yang sama tanpa dibedakan.29

Perlindungan anak diusahakan oleh setiap orang baik orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah maupun negara. Pasal 20 UU No. 23 Tahun 2002 menentukan:

“Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orangtua berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.”

Jadi yang mengusahakan perlindungan anak adalah setiap anggota masyarakat sesuai dengan kemampuannya dengan berbagai macam usaha dalam situasi dan kondisi tertentu. Setiap warga negara ikut bertanggungjawab terhadap diaksanakannya perlindungan anak demi kesejahteraan anak. Kebahagiaan anak merupakan kebahagiaan bersama, kebahagiaan yang dilindungi adalah kebahagiaan yang melindungi. Tidak ada keresahan pada anak, karena perlindungan anak dilaksanakan dengan baik, anak menjadi sejahtera. Kesejahteraan anak mempunyai pengaruh positif terhadap orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. Koordinasi kerjasama kegiatan perlindungan

29

Bismar Siregar dalam Mulyana W Kusumah, Hukum Dan Hak-Hak-hak anak (Jakarta : CV.Rajawali, 1986), hlm 5.


(1)

69

bermain, lapangan olahraga, rumah ibadah, balai kesehatan, gedung kesenian, tempat rekreasi, ruang menyusui, tempat penitipan anak, dan rumah tahanan khusus anak ; c. Menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orangtua atau wali atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak ; dan d. Menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.

Masyarakat sebagai komponen bangsa juga memiliki kewajiban dan tanggung jawab dalam memberikan perlindungan kepada anak yang dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak.

Sedangkan orang tua dan keluarga sebagai orang-orang yang paling dekat dengan lingkungan dari anak memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak ; menumbuh-kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya ; dan mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

B. Saran

Dari berbagai permasalahan yang disebutkan di atas, maka berikut ini disampaikan beberapa rekomendasi yang merupakan upaya meminimalisir persoalan anak di Indonesia.

1. Mengembangkan mekanisme dan sistem perlindungan anak yang terpadu sehingga alur perlindungan anak menjadi lebih teratur sehingga tidak terjadi


(2)

lagi tumpang tindih perlindungan anak. Mekanisme terpadu ini bisa merujuk pada sistem yang dikembangkan di beberapa negara.

2. Untuk mengurangi tingkat diskriminasi pada anak maka perlu untuk menaikkan batas usia menikah pada anak perempuan sehingga posisinya setara dengan laki-laki. Mengambil langkah segera yang diperlukan untuk mencegah dan mereduksi semua bentuk pernikahan dini. Mengupayakan agar anak-anak yang berasal dari keluarga miskin dan suku minoritas mendapatkan perhatian yang lebih tinggi untuk mensejahterakan mereka.

3. Menaikkan batas usia minimal tanggung jawb kriminal anak sampai level yang bisa diterima secara internasional. Menjamin agar anak-anak yang ditahan selalu dipisahkan dari orang dewasa, dan agar perampasan kebebasan hanya digunakan sebagai langkah terakhir, untuk periode sesingkat mungkin dan dalam kondisi selayaknya.

4. Melanjutkan usaha menghapus pekerja anak (anak-anak yang bekerja) khususnya dengan menangani akan penyebab eksploitasi ekonomi anak lewat penghapusan kemiskinan dan akses pendidikan serta mengembangkan sistem monitoring pekerja anak yang komprehensif misalnya dengan bekerjasama dengan LSM, penegak hukum, pengawas buruh dan lembaga lembaga internsional.

5. Menjamin agar Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Orang dan Eksploitasi Seksual Anak diberi alokasi sumberdaya yang memadai dalam implementasinya serta dapat dilaksanakan secara efektif di tingkat Provinsi dan Kabupaten.


(3)

71

6. Meratifikasi dua oprional protocol Konvensi Hak-hak anak (KHA) yang hingga saat ini belum diratifikasi pemerintah Indonesia yaitu opsional protocol KHA tentang penjualan anak, pelacuran anak dan pornographi anak, serta optional protocol KHA tentang anak di dalam konflik bersenjata. Belum diratifikasinya kedua optional protocol ini mengakibatkan Indonesia selalu mendapatkan catatan buruk karena belum sungguh sungguh memiliki komitmen dalam upaya perlindungan anak yang menyeluruh.

Disarankan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota supaya membuat secara khusus peraturan daerah mengenai anak terlantar dan anak jalanan. Pemerintah kabupaten/kota bersama masyarakat diharapkan dapat membangun panti asuhan dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga anak-anak yang dilatih ketrampilan di panti tersebut, kelak dapat merubah taraf hidupnya ke arah yang lebih baik. Kemudian disarankan juga kepada orang tua atau wali supaya dapat melakukan hadhanah (mengasuh anak) dengan penuh tanggung jawab supaya perhatian, kasih sayang dapat terbentuk dalam jiwa anak, sehingga anak tidak terlantar dan tidak turun ke jalan, serta dapat terpenuhi hak-hak-hak anak secara seimbang.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Azis, Aminah. 1998. Aspek Hukum Perlindungan Anak.Medan : USU Press. De Rover, C. 2000. To Serve And To Protect : Acuan Universal Penegakan HAM.

Jakarta : Rajawali Pers.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia:Edisi Ketiga Jakarta: Balai Pustaka.

Gultom, Maidin. 2008. Perlindungan Hukum Terhadap Anak: Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia. Bandung: Refika Aditama.

Husein, Syahruddin. 1998. Pengantar Ilmu Hukum.Medan : Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat FH-USU.

Ibrahim, Johnny. 2005. Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Malang : Bayu Media.

Joni, Muhammad & Tanamas, Zulchaini Z. 1999. Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam Perspektif Konvensi Hukum Anak. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Kusumah, Mulyana W. 1986. Hukum dan Hak-Hak Anak. Jakarta: CV. Rajawali Marlina. 2009. Peradilan Pidana Anak di Indonesia: Pengembangan Konsep

Diversi dan Restorative Justice. Bandung: Refika Aditama.

Parthiana, I Wayan. 2003. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Mandar Maju.


(5)

73

Purba, Rehngena. Peran Hakim Dalam Penegakan Hukum Perlindungan Anak. (Pidato/Orasi Ilmiah pada Dies Natalis FH-USU ke-52,11 Februari 2006).

Saraswati, Rika. 2009. Hukum Perlindungan Anak di Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

Siregar, Hasnil Basri. 1994. Hukum Organisasi Internasional. Medan: Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU.

Syafei, M. Syahlan. 2006. Bagaimana Anda Mendidik Anak Anda ? Bogor : Ghalia Indonesia.

Subekti, R, Tjitrosudibio. 2001. Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Jakarta : Pradnya Paramita.

Soesilo, R. 1999. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor : Politeia.

Wadong, Maulana Hasan. 2000. Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak. Jakarta: PT. Grasindo.

Waluyadi. 2009. Hukum Perlindungan Anak. Bandung: Mandar Maju.

PerUndang-Undangan :

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.


(6)

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

Keppres No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak Anak.

Internet :

http://www.google.com

http://www.tempointeraktif.com http://www.unicef.org.id

http://yunior.ampl.or.id

http://jodisantoso.blogspot.com http://repository.usu.ac.id