Kebijakan Pengadaan Rumah Murah di Indonesia…Yanda Zaihifni Ishak, dkk. 368
kemampuan. Keluarga yang memiliki anak yang lebih ramai memerlukan luas lantai yang lebih luas
meskipun selalu ia lebih miskin. Ketiga, the incomprehensive kebijakan, isu perumahan secara
am, dan rumah cost rendah secara khas selalu ditempatkan terpisah dari isu nasional complexity
of national issues yang lain sehingga kebijakan pembuatan perumahan housing policy untuk
mengatasi masalah dan memberikan solusi dari rumah cost rendah dianggap dapat diisolasi dan
diselesaikan secara terpisah. Kenyataannya Kebijakan perumahan tidak dapat berdiri sendiri
melainkan berhubung kait dengan national ideology dari suatu negara dan terkait dengan isu yang lain.
Misalnya, political strategy dengan
sentralitas yang kuat seperti di Indonesia telah
memusatkan kekuasaan yang diikuti oleh penumpukan kekayaan
di beberapa pusat kota. Dengan demikian, secara logis timbul urbanisasi yang menyebabkan
kelebihan penduduk diluar batas kemampuan lahan Caring Capacity yang menyebabkan naiknya
permintaan perumahan Housing Demand, naiknya harga tanah, kurangnya urban services dan
kompetisi yang sengit antara berbagai kepentingan komersil untuk penggunaan lahan kota. Sebagai
akibatnya, rumah cost rendah yang memerlukan lahan murah demi untuk menyesuaikan dengan
affordability dari target grup selalu harus ditempatkan di kawasan yang jauh dari pusat
bandar dan jauh dari kawasan tempat mereka bekerja, biaya transportasi dan waktu akan
mengurangi tingkat affordability dari target population yang akhirnya menciptakan paradoks.
Keempat
, produksi rumah sangat mahal akibat tingginya harga building material, serta tingginya
biaya perumahan
4
, dan biaya perizinan. Lahan yang semakin berkurang dan selalu dijadikan sebagai
speculation commodity mengakibatkan harga tanah senantiasa naik dari waktu ke waktu. Selanjutnya
adalah tingginya biaya infrastruktur, seperti jalan, drainase, jaringan listrik dan air, bagi kawasan
perumahan baru dibebankan kepada pengembang, sehingga masuk dalam biaya produksi. Panjangnya
jalur birokrasi dalam perizinan yang memerlukan biaya dan waktu berkontribusi menambah harga
produksi rumah, meliputi: Izin Lokasi, Izin Prinsip, Izin Mendirikan Bangunan, Pembuatan Sertifikat
Induk, Pemecahan Sertifikat dan pengurusan Pajak PPN, PPH, dan BPHTB, serta biaya pengamanan
selalu terdapat sekumpulan pemuda lokal mengutip pungutan-pungutan yang kalau
dijumlahkan secara keseluruhan cukup signifikan.
4
Terdiri dari Pajak Pendapatan Negara PPN sebesar 10 , Pajak Penghasilan PPH sebesar 5
, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB sebesar nilai jual objek
pajak NJOP-Rp 30.000.000 x 5
Kelima, dari seluruh point permasalahan di atas,
selalu didapati penyalahgunaan kekuasaan politik political abused dan rasuah. Terakhir, Masalah
lain yang berpengaruh kepada penyediaan rumah cost rendah adalah ketiadaan pendanaan, sedang
kredit bank susah diperoleh karena tiadanya jaminan collateral. Alokasi dana karena
berkompetisi dengan keperluan lain yang lebih prioritas menurut negara sehingga dana untuk
perumahan dikurangi. Untuk membangun rumah murah diperlukan subsidi dari negara berupa kredit
dengan bunga lunak yang tidak mengikuti bunga komersial, namun saat ini kredit seperti ini tidak
bisa lagi didapat. sehingga sejak tahun 2002, subsidi kredit pemilikan rumah KPR, telah diubah
negara
5
di mana subsidi berupa bunga rendah untuk rumah cost rendah yang tadinya 15 tahun menjadi 2
- 4 tahun selebihnya menggunakan suku bunga komersial yaitu 6 s.d. 12 per tahun, sedang
interest rate komersial hanya 9 per tahun.
3. Perumahan di Medan
Menurut pemerintah lokal, permasalahan Kota Medan adalah sebagai berikut: pengangguran,
kemiskinan, ketimpangan ekonomi dan sosial, tata ruang, perluasan kota, lingkungan hidup,
manajamen lalu lintas, dan pertamanan.
Dari uraian di atas jelas bahwa pemerintah Kota Medan tidak menganggap pengadaan perumahan
menjadi masalah yang penyelesaiannya harus dijadikan prioritas pembangunan
6
.
3.1 Pengadaan dan Permintaan Perumahan
Untuk tingkat nasional, sensus penduduk 1990 dan supas 1995, menunjukkan bahwa rumah yang
dihuni oleh satu rumah tangga naik dari 87,23 menjadi 87,70. Status rumah milik sendiri pada
tahun 1995 mencapai 67,47 dan lahan hak milik mencapai 85,60. Namun pada kenyataannya,
penyebaran rumah ini tidak merata antara rural dan urban, sehingga jurang antara permintaan dan
pengadaan cukup kritis di perkotaan karena dihuni oleh 40 dari total penduduk tinggal di perkotaan.
Penduduk Medan telah tumbuh sebesar 2,33 per tahun selama periode 1980-1990 dan
diperkirakan angka pertumbuhan masih konstan sampai tahun 2000, sejalan dengan itu kepadatan
tumbuh dari 52,04 orang per hektar pada tahun 1980 menjadi 65,43 orang per hektar pada tahun
1990 pada tingkat pertumbuhan 2,55 per tahun.
5
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 139KPTSM2002 tahun 2002
6
Paper Walikota Medan pada Seminar “Tantangan bagi Perkembangan Kota Medan” di Garuda
Plaza tahun 2002 diselenggarakan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Cabang Medan
Jurnal Teknik SI M ET RI K A
Vol. 4 No. 2 – Agustus 2005: 365 – 371 369
Pada tahun 1990 terdapat 118.339 unit rumah yang standar, 81.083 yang kondisinya fair serta
48.081 yang sub-standar sehingga total unit stok rumah adalah 247.483 unit. Pada
tahun 1997 terdapat 149,821 unit rumah yang standar, 92.847
yang kondisinya fair serta 64.319 yang sub-standar sehingga total unit adalah 306.987 unit.
Dibandingkan dengan jumlah penduduk pada tahun 1990 sebanyak 1.732.035 orang dengan jumlah
keluarga 329.065 sehingga terdapat kekurangan unit rumah 81.582 dan pada tahun 1977 jumlah
penduduk mencapai 2.014.529 orang dengan jumlah keluarga 402.906 dengan demikian keluarga
bertambah sebesar 73.841 antara tahun 1990-1997 dan kekurangan rumah sebanyak 95.919 unit rumah
baru, jika ditambah dengan rumah yang sub-standar yang harus di-replacement maka total kekurangan
rumah adalah sebesar 160.238 unit pada tahun 1997. Angka di atas hanya menunjukkan jumlah
rumah tetapi bukan distribusi, karena seperti disebut sebelumnya terdapat inequality yang sangat
tajam. Dari pengalaman pasar tidak mampu melakukan redistribusi yang memihak penduduk
berpendapatan rendah. 3.2 Mekanisme Pengadaan Perumahan
Sebagai implementasi ideologi yang dianut maka Perusahaan Umum Perumahan Nasional
Perum Perumnas dibentuk satu-satunya perusahaan milik negara yang bertugas
menyediakan perumahan cost rendah yaitu Perumnas yang pada realitasnya memiliki fungsi
ganda adalah, sebagai lembaga yang bertugas menyediakan pelayanan kemanfaatan umum
terutamanya perumahan cost rendah sebagai aspek sosial, namun sekaligus harus berfungsi sebagai
unit usaha yang diharapkan mendatangkan keuntungan berkebijakankan prinsip pengelolaan
yang baik dan benar. Artinya tidak lagi membangun berkebijakankan target yang ditentukan negara
tetapi selanjutnya mereka membangun berkebijakankan permintaan pasar
7
. Anggapan bahwa perusahaan ini hanya menyediakan rumah
untuk kaki tangan negara, masih terus melekat di sebagian anggota masyarakat
Dari uraian di atas jelas tergambar bahwa peran Perumnas sangat ambivalen atau mendua serta
tidak tegas, di satu sisi institusi tersebut berperan sebagai pencetak keuntungan yang akan
menyulitkan perannya sebagai institusi sosial yang akan membantu masyarakat golongan termiskin
yang jelas tidak akan mendatangkan keuntungan dari segi manapun. Sehingga yang dilakukan oleh
Perumnas adalah meningkatkan level golongan pendapatan masyarakat yang harus dilayaninya
7
Harian Republika tanggal 22 November Tahun 2000
yaitu golongan menengah yang terbawah, sehingga golongan pendapatan terbawah tetap tidak
dijangkau oleh pelayanan institusi ini. Naiknya harga minyak dunia pada tahun 1970-
an dan pinjaman yang berlimpah dari IMF International Monetary Funds pada dua dekade
berikutnya telah menstimulasi pembangunan fisik di kota-kota besar di Indonesia seperti Medan.
Pemerintah pusat melalui Perumnas telah membangun perumahan publik untuk golongan
berpendapatan rendah di beberapa lokasi di Medan, sehingga total unit yang dibangun antara tahun
1990-1997 hanya berjumlah 5.000 unit. Karena rumah yang disponsori pemerintah tidak begitu
mempengaruhi
supply maka jurang antara permintaan dan persediaan, maka pasar perumahan
tetap terbuka lebar bagi developer swasta, terutama penyediaan perumahan bagi penduduk
berpendapatan menengah ke atas sebanyak 14.030 unit di antara tahun 1990-1997. Dengan demikian
pengadaan rumah yang disponsori pemerintah hanya 19.030 unit dari 59.504 unit rumah yang
terbangun di antara tahun tersebut. Sehingga pada kenyataannya, bagian terbesar perumahan dibangun
oleh penduduk secara individual dan spontan tanpa bantuan pemerintah.
4. Telaah Kebijakan Pengadaan