Jurnal Teknik SI M ET RI K A
Vol. 4 No. 2 – Agustus 2005: 365 – 371 367
diimpor dari negara maju, hal ini diperburuk oleh sistem monopoli yang pada awalnya dirancang
untuk menguatkan industri tempatan namun telah berubah menjadi penyebab ekonomi biaya tinggi
yang in-efisien dan tidak menciptakan persaingan pasar. Akhirnya tahun 1997 bersamaan dengan
timbulnya krisis ekonomi yang disebabkan oleh krisis moneter dunia, strategi ini memberikan akibat
yang sangat buruk bagi perekonomian negara Indonesia.
1.2 Kebijakan Perumahan di Indonesia
Sebagai konsekuensi strategi ekonomi yang dipakai oleh negara Indonesia selama
kepemimpinan ”orde baru” maka penyediaan rumah pada asasnya diserahkan kepada pasar
seperti dikutip dari pokok-pokok pembangunan lima tahun PELITA di bawah ini:
Pembangunan perumahan di daerah kota
dikebijakankan kepada prinsip, bahwa pembangunan perumahan sebagian besar harus
diusahakan oleh masyarakat sendiri dengan
bantuan, bimbingan dan pengarahan dari negara. Dalam melaksanakan pembangunan tersebut harus
diusahakan agar lingkungan perumahan yang diciptakan merupakan keterpaduan dari berbagai
kelompok secara serasi. Usaha negara terutama ditujukan kepada golongan penduduk yang
berpenghasilan rendah, antara lain melalui usaha penyediaan tanah matang untuk perumahan rakyat
dan pembangunan rumah sederhana di daerah perkotaan. Di samping itu, perbaikan lingkungan
kampung di kota-kota diusahakan dalam batas kemampuan yang ada
, dan merupakan usaha kearah program peremajaan kota
1
. Selanjutnya kebijakan tersebut berlanjut sampai
akhir masa orde baru seperti terlihat di bawah ini. Pembangunan perumahan dan permukiman
merupakan bagian yang integral dari pembangunan nasional, dan dalam pembangunannya ditempuh
strategi pendorong enabling strategy, yaitu pembangunan perumahan pada hakikatnya
merupakan tanggung jawab masyarakat
. Peran negara adalah menciptakan iklim usaha dan iklim
pembangunan, yang menggairahkan usaha dan iklim pembangunan perumahan, menggerakkan,
mengarahkan, dan membantu kegiatan usaha dan peran serta masyarakat luas, sehingga secara
bertahap masyarakat semakin mampu memenuhi kebutuhan perumahan dan pemukiman secara
swadaya, serta mengatur agar pelaksanaan
1
Pokok-Pokok Kebijaksanaan Pembangunan Lima Tahun Pelita II seperti tercantum dalam Garis
Besar Haluan Negara 1973 pembangunan perumahan dapat berjalan dengan
tertib
2
. Dari uraian di atas jelas kaitan antara kebijakan
perumahan dan national ideology dan political strategy yang telah diambil menunjukkan
penyediaan perumahan diserahkan kepada pasar yang tidak sempurna dengan intervensi seminimum
mungkin yang memberikan efek yang berbeda dari kebijakan perumahan yang diterapkan oleh daerah
lain
.
2
.
Permasalahan
Permasalahan penyediaan perumahan cost rendah adalah dapat dikategorikan sebagai berikut:
Pertama adalah affordability masyarakat miskin
yang memiliki income paling bawah tidak mampu memiliki ataupun menyewa rumah yang
bagaimanapun murahnya, sehingga mereka ini memerlukan subsidi penuh. Seperti dijelaskan
sebelumnya, proses menuju sistem ekonomi pasar telah menciptakan inequalities di segala sektor
yang akhirnya terefleksi pada segregasi pendapatan yang sangat tajam. Kedua, adalah mismatch antara
supply and needs atau beberapa perbedaan yang sangat signifikan antara penyediaan dan permintaan
baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Rumah yang disediakan selalu tidak sesuai dengan
kemampuan finansial dari target populasi sehingga dengan berbagai cara jatuh ke tangan kelompok
yang memiliki kemampuan lebih tinggi yang menjadikannya sebagai rumah kedua, sehingga
supply tersebut tidak mengurangi ‘potential demand’. Menurut Salleh and Chai 1997,
ketidaksesuaian juga terdapat pada kuantitas supply, karena produk supply merupakan respons
terhadap permintaan pasar yang sudah berlangsung beberapa tahun sebelumnya, sehingga tidak lagi
aktual dan tidak sesuai permintaan saat dibuat, hal ini disebabkan lamanya proses penyediaan
perumahan yang jauh lebih lambat dibandingkan dengan perubahan permintaan time lag
3
. Kualitas dan perancangan piawaian planning standard dari
rumah cost rendah juga menjadi masalah yang mustahak, karena selalu tidak sesuai dengan kondisi
sosio-kultural dari target populasi, dengan demikian menuntut pengubahsuaian yang sering tidak
terakomodasi dalam undang-undang dan kebijakan yang berlaku policy mismatch, lebih jauh lagi
terdapat paradoks antara luas lantai dan
2
Pokok-Pokok Kebijaksanaan Pembangunan Lima Tahun Pelita VI seperti tercantum dalam Garis
Besar Haluan Negara 1988
3
Ghani Salleh and Choong Lai Chai “Low-Cost Housing: Issues and Problems.” in Cagamas Bhd.
Housing the Nation: a definitive study. Kuala Lumpur:Cagamas Bhd., 1997.
Kebijakan Pengadaan Rumah Murah di Indonesia…Yanda Zaihifni Ishak, dkk. 368
kemampuan. Keluarga yang memiliki anak yang lebih ramai memerlukan luas lantai yang lebih luas
meskipun selalu ia lebih miskin. Ketiga, the incomprehensive kebijakan, isu perumahan secara
am, dan rumah cost rendah secara khas selalu ditempatkan terpisah dari isu nasional complexity
of national issues yang lain sehingga kebijakan pembuatan perumahan housing policy untuk
mengatasi masalah dan memberikan solusi dari rumah cost rendah dianggap dapat diisolasi dan
diselesaikan secara terpisah. Kenyataannya Kebijakan perumahan tidak dapat berdiri sendiri
melainkan berhubung kait dengan national ideology dari suatu negara dan terkait dengan isu yang lain.
Misalnya, political strategy dengan
sentralitas yang kuat seperti di Indonesia telah
memusatkan kekuasaan yang diikuti oleh penumpukan kekayaan
di beberapa pusat kota. Dengan demikian, secara logis timbul urbanisasi yang menyebabkan
kelebihan penduduk diluar batas kemampuan lahan Caring Capacity yang menyebabkan naiknya
permintaan perumahan Housing Demand, naiknya harga tanah, kurangnya urban services dan
kompetisi yang sengit antara berbagai kepentingan komersil untuk penggunaan lahan kota. Sebagai
akibatnya, rumah cost rendah yang memerlukan lahan murah demi untuk menyesuaikan dengan
affordability dari target grup selalu harus ditempatkan di kawasan yang jauh dari pusat
bandar dan jauh dari kawasan tempat mereka bekerja, biaya transportasi dan waktu akan
mengurangi tingkat affordability dari target population yang akhirnya menciptakan paradoks.
Keempat
, produksi rumah sangat mahal akibat tingginya harga building material, serta tingginya
biaya perumahan
4
, dan biaya perizinan. Lahan yang semakin berkurang dan selalu dijadikan sebagai
speculation commodity mengakibatkan harga tanah senantiasa naik dari waktu ke waktu. Selanjutnya
adalah tingginya biaya infrastruktur, seperti jalan, drainase, jaringan listrik dan air, bagi kawasan
perumahan baru dibebankan kepada pengembang, sehingga masuk dalam biaya produksi. Panjangnya
jalur birokrasi dalam perizinan yang memerlukan biaya dan waktu berkontribusi menambah harga
produksi rumah, meliputi: Izin Lokasi, Izin Prinsip, Izin Mendirikan Bangunan, Pembuatan Sertifikat
Induk, Pemecahan Sertifikat dan pengurusan Pajak PPN, PPH, dan BPHTB, serta biaya pengamanan
selalu terdapat sekumpulan pemuda lokal mengutip pungutan-pungutan yang kalau
dijumlahkan secara keseluruhan cukup signifikan.
4
Terdiri dari Pajak Pendapatan Negara PPN sebesar 10 , Pajak Penghasilan PPH sebesar 5
, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB sebesar nilai jual objek
pajak NJOP-Rp 30.000.000 x 5
Kelima, dari seluruh point permasalahan di atas,
selalu didapati penyalahgunaan kekuasaan politik political abused dan rasuah. Terakhir, Masalah
lain yang berpengaruh kepada penyediaan rumah cost rendah adalah ketiadaan pendanaan, sedang
kredit bank susah diperoleh karena tiadanya jaminan collateral. Alokasi dana karena
berkompetisi dengan keperluan lain yang lebih prioritas menurut negara sehingga dana untuk
perumahan dikurangi. Untuk membangun rumah murah diperlukan subsidi dari negara berupa kredit
dengan bunga lunak yang tidak mengikuti bunga komersial, namun saat ini kredit seperti ini tidak
bisa lagi didapat. sehingga sejak tahun 2002, subsidi kredit pemilikan rumah KPR, telah diubah
negara
5
di mana subsidi berupa bunga rendah untuk rumah cost rendah yang tadinya 15 tahun menjadi 2
- 4 tahun selebihnya menggunakan suku bunga komersial yaitu 6 s.d. 12 per tahun, sedang
interest rate komersial hanya 9 per tahun.
3. Perumahan di Medan