Pengertian Asma Epidemiologi Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Asma

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Asma

2.1.1. Pengertian Asma

Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang wheezing, sesak napas breathlessness, dada rasa tertekan chest tightness, dispnea, dan batuk cough terutama pada malam atau dini hari. PDPI, 2006; GINA, 2009. Menurut National Heart, Lung and Blood Institute NHLBI, 2007, pada individu yang rentan, gejala asma berhubungan dengan inflamasi yang akan menyebabkan obstruksi dan hiperesponsivitas dari saluran pernapasan yang bervariasi derajatnya. Gambar 2.1 Hubungan antara inflamasi, gejala klinis, dan patofisiologi Asma Sumber: NHLBI, 2007.

2.1.2. Epidemiologi

Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana terdapat 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa, dengan prevalensi yang lebih besar terjadi pada anak-anak GINA, 2003. Universitas Sumatera Utara Menurut data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga SKRT di berbagai propinsi di Indonesia, pada tahun 1986 asma menduduki urutan kelima dari sepuluh penyebab kesakitan morbiditas bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik, dan emfisema sebagai penyebab kematian mortalitas keempat di Indonesia atau sebesar 5,6. Lalu pada SKRT 1995, dilaporkan prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13 per 1.000 penduduk PDPI, 2006. Dari hasil penelitian Riskesdas, prevalensi penderita asma di Indonesia adalah sekitar 4. Menurut Sastrawan, dkk 2008, angka ini konsisten dan prevalensi asma bronkial sebesar 5–15. Gambar 2.2 Prevalensi Asma di Dunia. Sumber: Beasley R. Ellwood P., 2003 Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Asma

Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian asma adalah: 1. Imunitas dasar Mekanisme imunitas terhadap kejadian inflamasi pada asma kemungkinan terjadi ekspresi sel Th2 yang berlebihan NHLBI, 2007. Menurut Moffatt, dkk 2007, gen ORMDL3 mempunyai hubungan kuat sebagai faktor predisposisi asma. 2. Umur Insidensi tertinggi asma biasanya mengenai anak-anak 7-10, yaitu umur 5 – 14 tahun. Sedangkan pada orang dewasa, angka kejadian asma lebih kecil yaitu sekitar 3-5 Asthma and Allergy Foundation of America, 2010. Menurut studi yang dilakukan oleh Australian Institute of Health and Welfare 2007, kejadian asma pada kelompok umur 18 – 34 tahun adalah 14 sedangkan 65 tahun menurun menjadi 8.8. Di Jakarta, sebuah studi pada RSUP Persahabatan menyimpulkan rerata angka kejadian asma adalah umur 46 tahun Pratama dkk, 2009. 3. Jenis Kelamin Menurut GINA 2009 dan NHLBI 2007, jenis kelamin laki-laki merupakan sebuah faktor resiko terjadinya asma pada anak-anak. Akan tetapi, pada masa pubertas, rasio prevalensi bergeser dan menjadi lebih sering terjadi pada perempuan NHLBI, 2007. Pada manusia dewasa tidak didapati perbedaan angka kejadian asma di antara kedua jenis kelamin Maryono, 2009. 4. Faktor pencetus Paparan terhadap alergen merupakan faktor pencetus asma yang paling penting. Alergen – allergen ini dapat berupa kutu debu, kecoak, binatang, dan polentepung sari. Kutu debu umumnya ditemukan pada lantai rumah, karpet dan tempat tidur yang kotor. Kecoak telah dibuktikan menyebabkan sensitisasi alergi, terutama pada rumah di perkotaan NHLBI, 2007. Menurut Ownby dkk 2002 dalam GINA 2009, paparan terhadap binatang, khususnya bulu anjing dan kucing dapat meningkatkan sensitisasi alergi Universitas Sumatera Utara asma. Konsentrasi polen di udara bervariasi pada setiap daerah dan biasanya dibawa oleh angin dalam bentuk partikel – partikel besar. Iritan – iritan berupa paparan terhadap rokok dan bahan kimia juga telah dikaitkan dengan kejadian asma. Dimana rokok diasosiasikan dengan penurunan fungsi paru pada penderita asma, meningkatkan derajat keparahan asma, dan mengurangi responsivitas terhadap pengobatan asma dan pengontrolan asma. Menurut Dezateux dkk 1999, balita dari ibu yang merokok mempunyai resiko 4 kali lebih tinggi menderita kelainan seperti mengi dalam tahun pertama kehidupannya. Kegiatan fisik yang berat tanpa diselingi istirahat yang adekuat juga dapat memicu terjadinya serangan asma Nurafiatin dkk, 2007. Riwayat penyakit infeksi saluran pernapasan juga telah dihubungkan dengan kejadian asma. Menurut sebuat studi prospektif oleh Sigurs dkk 2000, sekitar 40 anak penderita asma dengan riwayat infeksi saluran pernapasan Respiratory syncytial virus akan terus menderita mengi atau menderita asma dalam kehidupannya. 5. Status sosioekonomik Mielck dkk 1996 menemukan hubungan antara status sosioekonomik pendapatan dengan prevalensi derajat asma berat. Dimana, prevalensi derajat asma berat paling banyak terjadi pada penderita dengan status sosioekonomi yang rendah, yaitu sekitar 40.

2.1.4. Diagnosis