Kerangka Teori 1. Analisis Gender dan Sex

2. Secara praktis, berguna bagi masyarakat khususnya kaum perempuan sebagai bahan masukan dan informasi yang memberikan hal positif dalam menyuarakan aspirasi dan kepentingan perempuan di Indonesia terutama di Sumatera Utara. E. Kerangka Teori E.1. Analisis Gender dan Sex Teori yang mendukung dalam penelitian ini adalah teori gender sebagai alat analisis sosial konflik yang memusatkan perhatian pada ketidakadilan struktural dan disebabkan oleh keyakinan gender yang mengakar dan tersembunyi di berbagai tempat, seperti tradisi masyarakat, keyakinan beragama, serta kebijakan dan perencanaan pembangunan. Kata Gender sendiri berasal dari bahasa atau kata Inggris yang berarti suatu pemahaman sosial budaya tentang apa dan bagaimana lelaki dan perempuan seharusnya berprilaku. Secara estimologis, gender berasal dari bahasa latin Italy yaitu Genus yang berarti tipe atau jenis. Perbedaan seks antara laki-laki dan perempuan yang berproses pada budaya yang menciptakan perbedaan gender. Gender dapat diartikan sebagai perbedaan-perbedaan sifat, peranan, dan status antara laki-laki dan perempuan yang tidak berdasarkan biologis tetapi berdasarkan pada relasi sosial budaya yang dipengaruhi oleh struktur masyarakat yang lebih luas. 11 Perbedaan krusial antara seks dan gender adalah kalau gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya dan psikologis, maka seks secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi fisik dan anatomi biologis. Istilah seks dalam kamus bahasa Indonesia berarti “Jenis Kelamin” lebih 11 Leo Agistino, Perihal Ilmu Politik: Sebuah Bahasan Memahami Ilmu Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007, hal. 229 Universitas Sumatera Utara banyak berkonsentrasi kepada aspek biologis seseorang, meliputi komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi dan karakteristik biologis lainnya. Sebagai hasil konstruksi sosial budaya, gender menjadi konsep yang dinamis antara ruang dan waktu. Penelitian sejarah telah membuktikan bahwa konstruksi sosial gender sepanjang waktu berubah-ubah. Terkadang hampir tanpa terasa dinamikanya, namun di lain waktu menjadi isu yang sangat menarik untuk diperdebatkan. Gender juga dapat menjadi komoditas politik, pengalaman sejarah menunjukkan pemerintah kolonial, pengabar injil berkulit putih serta pengusaha telah membawa konsep gender dari struktur sosial mereka mencoba mengintroduksikannya pada masyarakat pribumi. Kegiatan ini menyebabkan dampak yang merusak bagi posisi dan kedudukan kaum perempuan pribumi yang berujung pada hilangnya hak, akses terhadap pekerjaan, kedudukan dan pengambilan keputusan dilingkungan Negara maupun keluarga. Terkadang penguasa kolonial juga menggunakan konsep gender untuk kepentingan ekonomi mereka, semisal untuk mempertahankan akses mereka terhadap tenaga kerja perempuan. Perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan dianggap sebagai konsekuensi wajar dari perbedaan biologis. Secara biologis, laki-laki dan perempuan memang berbeda. Untuk merubah prilaku sebagai akibat perbedaan biologis ini merupakan suatu hal yang tidak mungkin. Perkembangan hasil-hasil penelitian ilmu sosial menunjukkan bahwa laki-laki dan prempuan berbeda tidak hanya sekedar akibat dari perbedaan biologis antara keduanya. Namun lebih dari itu, proses sosial dan budaya telah turut mempertajam perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Universitas Sumatera Utara Pembahasan mengenai gender, melahirkan tiga teori yaitu: 1. Teori Nurture Menurut teori ini perbedaan laki-laki dan perempuan pada hakekatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Konstruksi sosial budaya selama ini menempatkan perempuan dan laki- laki dalam kelas yang berbeda. Laki-laki selalu lebih superior dibandingkan perempuan. 2. Teori Nature Menurut teori nature, perbedaan laki-laki dan perempuan adalah kodrat yang harus diterima. Perbedaan biologis memberikan dampak berupa perbedaan peran dan tugas diantara keduanya. Terdapat peran dan tugas yang dapat dipertukarkan, tetapi ada pula yang tidak dapat dipertukarkan karena memang berbeda secara kodrat alamiah. 3. Teori Keseimbangan Selain dua teori yang bertolak belakang tersebut, terdapat teori yang berusaha memberikan kompromi yang menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan laki-laki dan perempuan namun menuntut perlunya kerjasama yang harmonis antara keduanya. 12 Dalam pengertian identitas gender adalah defenisi seseorang tentang dirinya, khususnya dirinya sebagai perempuan dan berbagai karakteristik perilakunya yang ia kembangkan sebagai hasil proses sosialisasi 13 Sesuai dengan defenisi diatas, konsep gender tampak berlaku fleksibel, berbeda-beda dalam ruang dan waktu dan bisa diubah. Identitas gender diperoleh melalui proses belajar, proses sosialisasi dan melalui kebudayaan masyarakat yang 12 Saparinah, dan Soemarti P, Identitas Gender dan Peranan Gender, Dalam buku Kajian Wanita Dalam Pembangunan oleh T.O. Ihromi Penyunting hal. 70. 13 Ibid. Universitas Sumatera Utara bersangkutan. Karena tidak heran apabila identitas gender telah memberi label tentang jenis pekerjaan yang boleh atau layak dan tidak boleh atau tidak layak dilakukan oleh jenis kelamin tertentu. Sebagai contoh pembagian kerja seksual dirumah tangga yang berlaku umum paling tidak ditingkat ideology tugas perempuan adalah mengurus rumah tangga dan tugas laki-laki adalah mencari nafkah. Hilary M. Lips, mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Misalnya: Perempuan dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional, dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri-iri dari sifat itu merupakan sifat yang dapat dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain. Hilary M. Lips dan S.A. Shield, membedakan teori strukturalis dan teori fungsionalis. Teori strukturalis condong ke sosiologi, sedangkan teori fungsionalis lebih condong ke psikologis namun keduanya mempunyai kesimpulan yang sama. Dalam teori itu, hubungan antara laki-laki dan perempuan lebih merupakan kelestarian, keharmonisan daripada bentuk persaingan. Sistem nilai senantiasa bekerja dan berfungsi untuk menciptakan keseimbangan dalam masyarakat, misalnya laki- laki sebagai pemburu dan perempuan sebagai peramu. Perempuan dengan fungsi reproduksinya menuntut untuk berada pada peran domestik. Sedangkan laki-laki memegang peran publik. Dalam masyarakat seperti itu, stratifikasi peran gender ditentukan oleh jenis kelamin sex. Hilary Lips, membedakan kata sex sebagai ciri-ciri biologis, fisik tertentu, jenis kelamin biologis Sex merupakan pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis kodrat, individu dilahirkan sebagai seorang laki-laki atau Universitas Sumatera Utara seorang perempuan. Gender lebih mendekatkan arti jenis kelamin dari sudut pandang sosial. 14 Fredrich Engels, melengkapi pendapat Marx bahwa perbedaan dan ketimpangan gender tidak disebabkan oleh perbedaan jenis kelamin biologis akan tetapi merupakan divine creation. Engles memandang masyarakat primitif lebih bersikap egaliter karena ketika itu belum dikenal dengan adanya surplus penghasilan. mereka hidup secara nomaden sehingga belum dikenal dengan adanya pemilikan secara pribadi. The Oxford Encyclopedia Of The Modern World Esposito, 1995 menyatakan, gender adalah pengelompokkan individu dalam tata bahasa yang digunakan untuk menunjukkan ada tidaknya kepemilikan terhadap satu ciri jenis kelamin tertentu. Illch 1998 menyatakan, gender merupakan salah satu diantara tiga jenis kata sandang dalam tata bahasa, yang kurang lebih berkaitan dengan pembedaan jenis kelamin, yang membeda-bedakan kata benda menurut sifat penyesuaian dan diperlukan ketika kata-kata benda itu dipakai dalam sebuah kalimat. Kata-kata benda dalam bahasa Inggris biasanya digolong-golongkan menurut gender maskulin, feminin, dan netral. 15 Oakley 1972 menyatakan dalam Sex, Gender and Society memberi makna gender sebagai perbedaan jenis kelamin yang bukan biologis jenis kelamin sex merupakan kodrat Tuhan dan oleh karenanya secara permanen dan Universal berbeda. Sementara Gender adalah behavioral differences antara laki-laki dan perempuan yang socially constructed, yakni perbedaan yang bukan kodrat atau 14 Op.Cit.,hal. 4. 15 Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka pelajar: Yogyakarta, 2004, hal. 60. Universitas Sumatera Utara bahkan ciptaan Tuhan, melainkan diciptakan oleh kaum lelaki dan perempuan melalui proses sosial dan budaya yang panjang. Caplan 1987 menyatakan dalam The Cultural Construction of Sexuality menegaskan bahwa perbedaan prilaku antara laki-laki dan perempuan selain secara biologis, sebagian besar justru terbentuk melalui proses sosial dan kultural . Oleh karena itu, gender berubah dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat bahkan dari kelas ke kelas, sementara jenis kelamin biologis sex akan tetap tidak berubah. Perbedaan gender gender differences yang selanjutnya melahirkan peran gender gender role sesungguhnya tidaklah menimbulkan masalah, atau tidak perlu digugat. Kalau secara biologis kodrat kaum perempuan dengan organ reproduksinya bias hamil, melahirkan dan menyusui dan kemudian mempunyai peran gender sebagai perawat, pengasuh dan pendidikan anak, sesungguhnya tidak ada masalah dan tidak perlu digugat. Persoalannya adalah ternyata peran gender tradisional perempuan dinilai lebih rendah dibanding peran gender laki-laki. Selain itu ternyata peran gender melahirkan masalah yang perlu digugat, yakni “ketidakadilan” yang ditimbulkan oleh peran gender dan perbedaan gender tersebut. Manifestasi ketidakadilan yang ditimbulkan oleh adanya asumsi gender adalah sebagai berikut: 1. Terjadinya marginalisasi kemiskinan ekonomi terhadap kaum perempuan. Meskipun tidak setiap marginalisasi perempuan yang disebabkan oleh ketidakadilan gender, yang dipersoalkan dalam analisis gender adalah marginalisasi yang disebabkan oleh perbedaan gender. Misalnya banyak perempuan desa tersingkirkan dan menjadi miskin, akibat dari program pertanian revolusi hijau yang hanya memfokuskan pada petani laki-laki. Universitas Sumatera Utara 2. Terjadinya subordinasi pada salah satu jenis sex yang umumnya pada kaum perempuan. Dalam rumah tangga, masyarakat, maupun negara, banyak kebijakan dibuat tanpa “menganggap penting” kaum perempuan. Misalnya, anggapan “karena perempuan toh nantinya akan ke dapur, mengapa harus sekolah tinggi- tinggi”. 3. Pelabelan negative stereotype terhadap jenis kelamin tertentu, terutama kaum perempuan dan akibat dari stereotype itu terjadi diskriminasi serta berbagai ketidakadilan lainnya. Dalam masyarakat banyak sekali stereotype yang dilabelkan pada kaum perempuan yang akibatnya membatasi, menyulitkan, memiskinkan dan merugikan kaum perempuan. 4. Kekerasan violence terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan, karena perbedaan gender. Kekerasan di sini mulai dari kekerasan fisik seperti pemerkosaan dan pemukulan, sampai kekerasan dalam bentuk yang lebih halus seperti pelecehan seksual harassment dan penciptaan ketergantungan. 5. Karena peran gender perempuan adalah mengelola rumah tangga, banyak perempuan menanggung beban kerja domestik lebih banyak dan lebih lama burden. Dengan kata lain “peran gender” perempuan yang menjaga dan memelihara kerapian tersebut telah mengakibatkan tumbuhnya tradisi dan keyakinan masyarakat bahwa mereka harus bertanggung jawab atas terlaksananya keseluruhan pekerjaan domestik. Sosialisasi peran gender tersebut menjadikan rasa bersalah bagi perempuan yang tidak melakukannya, sementara bagi kaum laki-laki, tidak saja merasa bukan tanggung jawabnya, bahkan dibanyak tradisi dilarang untuk berpartisipasi. Kesemua manifestasi ketidakadilan gender tersebut di atas adalah saling berkaitan dan secara dialektika saling mempengaruhi. Manifestasi ketidakadilan itu Universitas Sumatera Utara “tersosialisasi” baik kaum lelaki maupun perempuan secara mantap, yang lambat laun baik laki-laki maupun perempuan menjadi terbiasa dan akhirnya percaya bahwa peran gender itu seolah-olah menjadi kodrat. Lambat laun terciptalah suatu struktur dan sistem ketidakadilan gender yang “diterima” dan sudah tidak lagi dapat dirasakan adanya sesuatu yang salah. Analisis gender di atas memberi perangkat teoritik untuk memahami sistem ketidakadilan gender. Kedua jenis kelamin baik pria maupun perempuan, bisa menjadi korban dari ketidakadilan gender tersebut. Namun karena mayoritas yang menjadi korban ketidakadilan gender adalah kaum perempuan, seolah-olah analisis gender hanya menjadi alat perjuangan kaum perempuan. Analisis gender justru menjadi alat gerakan feminisme untuk menjelaskan sistem ketidakadilan. 16 lebih lanjut, analisis gender ini memungkinkan gerakan feminisme memfokuskan pada relasi struktur gender serta keluar dari pemikiran yang memfokuskan pada ”perempuan”. dengan demikian, yang menjadi agenda utama setiap usaha perubahan sosial tidak sekedar menjawab kebutuhan praktis atau merubah kondisi kaum perempuan, melainkan juga menjawab kebutuhan strategis kaum perempuan, yakni memperjuangkan posisi kaum perempuan, termasuk konter Tanpa analisis gender gerakan feminisme akan menjadi reduksionisme, yang lebih memusatkan perhatian perubahan sosial bagi kaum perempuan belaka. Analisis gender membantu memahami bahwa pokok persoalannya adalah sistem dan struktur yang tidak adil, baik laki-laki maupun perempuan menjadi korban dan mengalami dehumanisasi karena sistem ketidakadilan gender tersebut. Kaum perempuan mengalami dehumanisasi karena ketidakadilan gender, sementara kaum laki-laki menjadi dehumanisasi karena melnggengkan penindasan gender. 16 Mansour Fakih, Sesat Pikir teori Pembangunan dan globalisasi, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2001, hal. 171. Universitas Sumatera Utara hegemoni dan konter discourse terhadap ideologi gender yang telah mengakar dalam keyakinan baik kaum perempuan maupun kaum laki-laki. 17 Gerakan feminisme, kata feminisme dipelopori pertama kali oleh aktivis sosialis utopis, yaitu Charles Fourier pada tahun 1837. kemudian pergerakan Center Eropa feminisme ini berpindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak adanya publikasi dari John Stuart Mill, yaitu The Subjection of Woman 1869. Pada awalnya gerakan ini memang diperlukan pada masa itu, dimana ada masa-masa pengekangan terhadap kebebasan kaum perempuan. Dimana feminisme merupakan suatu gerakan politik di beberapa negara barat yang memiliki perempuan sebagai fokus perhatiannya. Gerakan feminisme sesungguhnya berangkat dari asumsi dan kesadaran bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi. Oleh karena itu, harus ada upaya mengakhiri penindasan dan pengeksploitasian tersebut. Dalam teori ini yang dianggap sesuai dengan teori gender adalah teori gerakan feminisme. E.2. Gerakan Feminisme 18 Sejarah dunia menunjukkan bahwa secara umum kaum perempuan dirugikan dalam semua bidang dengan dinomorduakan oleh kaum laki-laki khususnya dalam masyarakat yang sifatnya patriarki. Dalam bidang-bidang sosial, pekerjaan, pendidikan, dan lebih-lebih politik hak-hak kaum perempuan lebih inferior ketimbang apa yang dapat dinikmati oleh laki-laki, apalagi masyarakat tradisional yang berorientasi agraris cenderung menempatkan kaum laki-laki di depan, di luar rumah dan kaum perempuan di rumah domestik. Inti dari pandangan feminisme adalah: 17 Ibid. 18 Mansour Fakih, Op, Cit.,hal. 79. Universitas Sumatera Utara bahwa setiap perempuan juga perlu mempunyai hak untuk dapat memilih apa yang menurutnya baik bukan yang ditentukan kaum laki-laki. 19 Suasana demikian diperparah dengan adanya fundamentalisme agama yang cendrung melakukan operasi terhadap kaum perempuan. Dari latar belakang demikianlah di Eropa berkembang gerakan untuk menaikan derajat kaum perempuan tetapi gaungnya kurang keras, baru setelah di Amerika Serikat terjadi Revolusi sosial Sejarah lahirnya gerakan feminisme sebagai filsafat dan gerakan yang dapat dilacak dalam sejarah kelahirannya. Dengan lahirnya era pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley dan Marquis De Condorcep. Perkumpulan masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di Middlesburg, sebuah kota di selatan Belanda pada tahun 1785. Menjelang abad ke 19 feminisme lahir menjadi gerakan yang cukup mendapatkan perhatian, pada awalnya gerakan ini memang diperlukan pada masa itu dimana ada masa-masa pemasungan terhadap kebebasan perempuan. Suasana demikian diperparah dengan adanya fundamenatalisme agama yang cenderung melakukan operasi terhadap kaum perempuan. Sebagian kaum perempuan masih aktif dalam perjuangan persamaan hak dengan kaum laki-laki atau yang lazim disebut dengan kesetaraan gender. Sebenarnya sebagian besar perempuan yang sedang berjuang itu adalah para perempuan yang sudah “merdeka”. Biasanya mereka itu dari kalangan wanita karir yang sukses, punya prestasi, punya background dan pendidikan yang tinggi. Mereka tetap giat berjuang atas nama semua perempuan yang masih terpasung atau tidak memiliki hak setara dengan laki-laki atau perempuan yang tertindas. Situasi ini mulai mengalami perubahan ketika datangnya era Liberalisme di Eropa dan terjadinya Revolusi Prancis di abad ke XVIII yang kemudian melanda Amerika Serikat dan keseluruhan dunia. 19 Saparinah Sadli, Pengantar tentang Kajian Wanita, dalam buku Kajian Dalam Wanita Dalam Pembangunan, oleh T. O. Ihromi penyunting, hal. 15. Universitas Sumatera Utara dan politik, perhatian terhadap kaum-kaum perempuan mulai mencuat. Di tahun 1792 Mary Wollstonecraft membuat karya tulis berjudul Vindication of the Right of Women yang isinya dapat meletakkan dasar prinsip-prinsip feminisme dikemudian hari. Pada tahun-tahun 1830-1840 sejalan terhadap pemberantasan praktek perbudakan, hak-hak kaum perempuan mulai diperhatikan, jam kerja dan gaji kaum ini mulai diperbaiki dan mereka diberi kesempatan ikut dalam pendidikan dan diberi hak pilih, sesuatu yang selama ini hanya dinikmati oleh kaum laki-laki. Secara umum pada gelombang pertama dan kedua hal-hal berikut ini yang menjadi momentum perjuangannya: Gender Inequality, hak-hak perempuan, hak reproduksi, hak berpolitik, peran gender, identitas gender dan seksualitas. Gerakan feminisme adalah gerakan pembebasan perempuan dari: rasisme, stereotype, seksisme, penindasan perempuan, dan phalogosentrisme. Setelah berakhirnya perang dunia kedua, di tandai dengan lahirnya Negara- negara baru yang terbebas dari penjajahan Eropa, lahirnya Feminisme Gelombang kedua pada tahun ini merupakan awal bagi perempuan mendapatkan hak pilih dan selanjutnya ikut mendiami ranah politik kenegaraan. Dalam gelombang kedua ini dipelopori oleh para feminisme Perancis seperti Helena Cixous dan Julia Kristeva bersama dengan kelahiran dekonstruksionis, Derrida. Dalam the Laugh of the Medusa, Cixous mengkritik logosentrisme yang banyak didominasi oleh nilai-nilai maskulin. Sebagai bukan White Anglo-Amerika- Feminist, dia menolak esensialisme yang sedang marak di Amerika pada waktu itu. Julia Kristeva memiliki pengaruh kuat dalam wacana pos-strukturalis yang sangat dipengaruhi oleh Foucault dan Derrida. Secara spesifik, banyak feminisme-individualis kulit putih, meskipun tidak semua, mengarahkan objek penelitiannya pada perempuan-perempuan dunia ketiga. Universitas Sumatera Utara Meliputi Afrika, Asia, da Amerika Selatan. Dalam berbagai penelitian tersebut, telah terjadi pretense universalisme perempuan sebelum memasuki konteks relasi sosial, agama, ras dan budaya. Spivak membongkar tiga teks karya sastra Barat yang identik dengan tidak adanya kesadaran sejarah kolonialisme. Mohanty membongkar beberapa penelitian feminisme barat yang menjebak perempuan sebagai objek. Banyak kasus menempatkan perempuan dunia ketiga dalam konteks “All Women”. Dengan apropriasi bahwa semua perempuan adalah sama. Dalam beberapa karya sastra novelis perempuan kulit putih yang ikut dalam perjuangan feminisme masih terdapat lubang hitam, yaitu: tidak adanya representasi perempuan budak dari tanah jajahan sebagai subjek. Penggambaran pejuang feminisme adalah yang masih mempertahankan posisi budak sebagai yang mengasuh bayi dan budak pembantu di rumah-rumah kulit putih. Perempuan dunia ketiga tenggelam sebagai Subaltern yang tidak memiliki politik agensi selama sebelum dan sesudah perang dunia kedua. Selama sebelum PD- II, banyak pejuang tanah terjajah Eropa yang lebih mementingkan kemerdekaan bagi laki-laki saja. Terbukti kebangkitan semua Negara-Negara terjajah dipimpin oleh elit nasionalis dari kalangan pendidikan, politik dan militer yang kesemuanya adalah laki- laki. Pada era itu kelahiran feminisme gelombang kedua mengalami puncaknya. Tetapi perempuan dunia ketiga masih dalam kelompok yang bisu. Dengan keberhasilan gelombang kedua ini, perempuan dunia pertama melihat bahwa mereka perlu menyelamatkan perempuan-perempuan dunia ketiga menjadi objek analisis yang dipisah dari sejarah kolonialisasi, rasisme, dan relasi sosial. Dalam gerakan feminisme ini ada beberapa aliran feminisme yang berkaitan, yaitu aliran feminisme liberal dan aliran radikal. Universitas Sumatera Utara E.2.1 Aliran Feminisme Liberal Teori feminisme liberal pertama kali dirumuskan oleh Mary Wollstonecraft 1759-1799 dalam tulisan “The Vindication of The Right of Woman” dan John Stuart Mill dalam tulisannya “The Subjection of Women”, kemudian Betty Frei dan dalam tulisannya “The Feminim Mystique” dan “The Second State”. Mereka menekankan bahwa subordinasi perempuan berakar dalam keterbatasan hukum adat sehingga menghalangi perempuan untuk masuk ke lingkungan publik. 20 20 Siti Hidayati Amal, Beberapa Perspektif Feminisme Dalam Menganalisis Permasalahan Perempuan, Yayasan Obor Indonesia: Jakarta, 1995, hal. 86. “Masyarakat beranggapan bahwa perempuan dipengaruhi oleh kondisi alamiah yang dimilikinya, karena kurang memiliki intelektualitas dan kemampuan fisik dibanding laki-laki. Oleh karena itu, perempuan dianggap tidak mampu menjalankan peran di lingkungan publik. Anggapan inilah yang disangkal oleh feminisme liberal. Menurut mereka, manusia, perempuan atau laki-laki diciptakan sama dan mempunyai hak yang sama dan harus pula mempunyai kesempatan yang sama untuk memajukan dirinya. Menurut perspektif ini, jika leluasa berperan diluar rumah, perempuan pun akan dapat mengembangkan dirinya secara optimal. Jadi, bukan kondisi alamiah perempuan yang menyebabkan mereka kurang memiliki intelektualitas dan kemampuan fisik seperti laki-laki, melainkan persepsi masyarakatlah yang menentukan bagaimana seorang laki-laki dan perempuan berfikir, bertindak, dan berperasaan agar perempuan dapat berkembang seperti laki-laki. Perempuan harus berpendidikan sama seperti laki-laki. Dalam tradisi feminisme liberal, penindasan perempuan dikenal sebagai kurangnya kesempatan dan pendidikan mereka secara individual atau kelompok. Cara pemecahan untuk merubahnya, yaitu menambah kesempatan bagi perempuan terutama melalui institusi-institusi pendidikan dan partisipasi perempuan. Universitas Sumatera Utara Perubahan-perubahan sosial tersebut menyediakan argumen-argumen politik maupun moral untuk gagasan-gagasan mengenai kemajuan, kontrak, sifat dasar dan alasan yang memutuskan ikatan-ikatan dan norma-norma tradisional. Akar teori feminisme liberal ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraan rasional, oleh sebab itu asumsi dasar dari feminisme liberal berakar pada pandangan bahwa kebebasan freedom dan kesetaraan equality berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Perempuan adalah makhluk rasional kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki . Pada intinya kaum feminisme liberal menganggap bahwa perempuan dan laki- laki memang diciptakan sama dan mempunyai hak yang sama pula untuk memajukan dirinya dalam berbagai hal oleh sebab itu aliran ini berupaya mempercepat tercapainya kesetaran dan keadilan dalam berbagai bidang. Melalui suatu perdebatan terbentuklah teorisasi feminisme secara jelas dan meyakinkan perdebatan ”persamaan dan perbedaan”. Persamaan dan perbedaan, keduanya adalah istilah yang kaya, kompleks dan diperjuangkan dalam hak-hak mereka sendiri. Orang-orang yang berkepentingan dalam menggambarkan posisi ideologi telah memetakan pencarian persamaan kedalam bentuk-bentuk feminisme liberal atau sosialis dan mencari perbedaan ke dalam bentuk feminisme radikal atau kultural. 21 Salah satu tokoh feminisme liberal adalah Naomi Wolf, menurutnya feminisme liberal adalah pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Bahwa kebebasan freedom dan kesamaan equality berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Menurut Wolf setiap manusia memiliki kapasitas untuk berfikir dan bertindak secara rasional. Untuk itu, perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing 21 Terjemahan dari buku: Judith Squires, Gender in political Theory, Polity Press; USA, 1999, hal. 115. Universitas Sumatera Utara didunia dalam kerangka “persaingan bebas” dan punya kedudukan setara dengan laki- laki. Perempuanlah yang harus membekali diri dengan bekal pendidikan dan pendapatan ekonomi. Setelah perempuan mempunyai kekuatan dari segi pendidikan, pendapatan, perempuan harus terus menuntut persamaan equality haknya serta saatnya perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada laki-laki. Wolf memaparkan isu persamaan equality hak antara laki-laki dan perempuan serta perluasan hak-hak individu. keterlibatan perempuan dalam industrialisasi dan program pembangunan yang populer disebut women in development. Intinya ialah semua aksi pergerakan perempuan dilakukan sedikit demi sedikit tanpa mengganggu status quo kekuasaan. Pada akhirnya laki-laki harus dipaksa memberikan tempat pada perempuan dalam segala kehidupan. Dengan menekankan bahwa untuk mengatasi rintangan sosial yang dihadapi perempuan diperlukan campur tangan pemerintah. Karena aliran feminisme liberal memandang sampai sekarang campur tangan pemerintah masih kurang peduli dengan masalah perempuan tersebut. Selain aliran feminisme liberal, ada salah satu aliran yang harus diperhatikan dalam gerakan feminisme yaitu aliran feminisme radikal. E.2.2 Aliran Feminisme Radikal Feminisme radikal ini muncul pertama kali sejak pertengahan tahun 1970an dimana aliran ini menawarkan ideologi “perjuangan separatisme perempuan” pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasarkan jenis kelamin di Barat pada tahun 1960an, kegiatan utamanya melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang ada. Gerakan ini sesuai dengan namanya yang “radikal” aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan Universitas Sumatera Utara merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempersalahkan antara lain tumbuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas, seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat- publik. “The Personal is Political” menjadi gagasan yang mampu menjangkau permasalahan perempuan sampai pada ranah privat, masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan. Informasi atau pandangan buruk black propaganda banyak ditunjukkan kepada feminisme radikal. Pada hal, karena pengalamannya membongkar persoalan-persoalan privat inilah Indonesia memiliki UU RI No. 23 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga UU PKDRT. 22 Aliran ini menolak setiap jenis kerja sama dimana feminisme radikal ingin mengembangkan analisis feminis yang lebih nyata dan lebih merdeka. Dalam hal ini analisis sosialis Marx tersebut bermanfaat untuk melihat problem-problem Teori feminisme radikal ini menganut paham sosialis dan tokoh dari paham sosialis ini adalah Marxis, menurut Marx “tidak ada sosialisme tanpa pembebasan perempuan. Tidak ada pembebasan perempuan tanpa sosialisme”. Aliran ini mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh. Kritik kapitalisme harus disertai dengan kritik dominasi atas perempuan. Feminisme radikal sosial menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan perempuan. Kapitalisme dan patriarki adalah dua kekuatan yang saling mendukung. Seperti dicontohkan oleh N. Fraser di Amerika Serikat keluarga inti dikepalai oleh laki-laki dan ekonomi resmi dikepalai oleh negara karena peran warga negara dan pekerja adalah peran maskulin, sedangkan peran sebagai konsumen dan pengasuh anak adalah peran perempuan. Agenda untuk meneranginya adalah menghapus kapitalisme dari sistem patriarki. 22 http:www.feminisme.com Universitas Sumatera Utara ketidakadilan, ketidaksetaraan dan penindasan yang menjadi beban kaum perempuan. Dalam membahas teori tentang kesetaraan equality, banyak orang yang mempelajari teori gender dan politik dari persfektif kesetaraan equality sangat meyakini bahwa gender akan menjadi tidak relevan jika dilihat secara politik atau dengan kata lain tidak berhubungan satu sama lain. Pada kenyataannya bahwa pria dan wanita pada umumnya dipahami berbeda dalam lingkungan politik. 23 Selain kesetaraan equality, keadilan justice pada dasarnya juga menyangkut akan masalah gender dan kaum perempuan. Adapun literatur mengenai gender dalam teori politik biasanya disamakan dengan yang namanya etika keadilan. Etika keadilan ini dikecam secara luas dalam teori politik feminis. Apa yang telah muncul dalam teori feminis yang dilambangkan sebagai perspektif, etika keadilan adalah sebuah artikulasi tertentu tentang objektivisme moral. Adapun ide dasar dari feminisme adalah kesetaraan equality, kedudukan laki-laki dan perempuan yang dibangun atas dasar kesetaraan equality dan keadilan justice hak-hak antara kaum laki-laki dan kaum perempuan. 24 Feminisme adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau persamaan equality dan keadilan justice hak dengan pria. Jadi gerakan feminisme adalah sebuah gerakan pembebasan dan perlindungan hak-hak perempuan dalam masyarakat. Adapun gerakan feminisme ini lebih memusatkan perhatian kepada ”masalah perempuan” yang mengasumsikan bahwa munculnya permasalahan ketidakmampuan kaum perempuan untuk bersaing dengan laki-laki tetapi pada dasarnya perempuan adalah makluk rasional yang memiliki kemampuan sama dengan

F. Defenisi Konsep