6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Mekanisme Koping 1.1 Definisi Koping
Koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntunan internal dan atau tuntunan eksternal khusus yang
melelahkan atau melebihi individu Lazarus Foklman, 1985. Koping juga dapat digambarkan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan masalah dan situasi, atau
menghadapinya dengan berhasilsukses Kozier, 2004. Sedangkan koping menurut Rasmun 2004 adalah proses yang dilalui oleh individu dalam
menyelesaikan situasi stres. Koping tersebut merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologis.
1.2 Mekanisme Koping Mekanisme koping adalah cara
yang digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi, dan situasi yang
mengancam, baik kognitif maupun perilaku Stuartd dan Sundeen, 1995. Suliswati dkk 2005 mengemukan bahwa mekanisme koping merupakan suatu
cara pemecahan masalah dimana bila didalam tubuh mengalami ketegangan dalam kehidupan, mengakibatkan mekanisme koping dalam tubuh berfungsi untuk
meredakan ketegangan tersebut. Mekanisme koping itu sendiri dapat diartikan dengan sebagai cara yang dilakukan individu dalam me nyelesaikan masalah,
menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam Keliat, 1999.
Universitas Sumatera Utara
1.3 Penggolongan Mekanisme Koping Penggolongan mekanisme koping dibagi menjadi dua. Stuard dan Suddeen
1995 mengemukan dua penggolongan mekanisme koping, yaitu: A. Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping adaptif merupakan koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar, dan mencapai tujuan. Kategorinya
adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang, dan aktivitas konstruktif.
B. Mekanisme koping maladaptif Mekanisme koping maladaptif merupakan mekanisme koping yang
menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi, dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah
makan berlebihan tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar. Mekanisme koping dapat dibagi menjadi mekanisme koping jangka
pendek dan panjang. Mekanisme koping jangka panjang merupakan cara konstruktif dan realistis. Sebagai contoh dalam situasi tertentu berbicara dengan
orang lain tentang masalah dan mencoba untuk menemukan lebih banyak informasi tentang situasi. Mekanisme koping selanjutnya adalah mekanisme
koping jangka pendek, cara ini digunakan untuk mengurangi stres untuk sementara tetapi merupakan cara yang tidak efektif untuk menghadapi realitas.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Strategi mekanisme koping Folkman dan Lazarus 1984 metode koping terdapat dua strategi yang
bisa dilakukan: A. Koping berfokus pada masalah problem focused coping
Problem focused koping yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan
sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan problem focused koping ditujukan dengan mengurangi demand dari situasi yang penuh dengan
stres atau memperluas sumber untuk mengatasinya. Strategi yang dipakai dalam problem focused coping antara lain sebagai berikut:
1 Confrontative Coping Usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan
cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi, dan pengambilan resiko.
2 Seeking social support Usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional dan bantuan
informasi dari orang lain 3 Planful problem solving
Usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang hati-hati bertahap, dan analitis.
Universitas Sumatera Utara
B. Koping berfokus pada emosi Emotion focused coping Emotion focused coping yaitu usaha mengatasi stres dengan cara
mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang dapat ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang
dianggap penuh tekanan. Strategi yang digunakan dalam emotion focused coping antara lain sebagai berikut:
1 Self-control Usaha untuk mengatur perasaan ketika mengetahui situasi yang
menekan. 2 Distancing
Usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau menciptakan
pandangan-padangan yang positif, seperti menganggap masalah seperti lelucon.
3 Positive reappraisal Usaha mencari makna positif dari permasalahan dengan berfokus
pada pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal yang bersifat religius.
4 Accepting responsibility Usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam
permasalahan yang dihadapinya dan mencoba menerima untuk membuat semuanya menjadi lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
5 Escape avoidance Usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari situasi
tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti makan, minum, merokok, atau menggunakan obat-obatan.
1.5 Respons Koping Koping dapat diidentifikasi melalui respon, manifestasi tanda dan gejala
dan pernyataan klien. Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek yaitu fisiologis dan psikososial Keliat, 1998.
A. Reaksi Fisiologis Merupakan manifestasi tubuh terhadap stres dimana pupil melebar,
keringat meningkat untuk mengontrol peningkatan suhu tubuh, denyut nadi meningkat, kulit dingin, tekanan darah meningkat, mulut kering, peristaltik
menurun, pengeluaran urin menurun, kewaspadaan mental meningkat terhadap ancaman yang serius, dan ketegangan otot meningkat. Reaksi fisiologis
merupakan indikasi klien dalam keadaan stres. B. Reaksi Psikososial
Reaksi psikososial merupakan reaksi yang berorientasi pada ego yang sering disebut sebagai mekanisme pertahanan mental, seperti
denial menyangkal, projeksi, regresi, displacement, isolasi, dan supresi.
Denial menyangkal
adalah peristiwa
menghindari realitas
ketidaksetujuan dengan mengabaikan atau menolak untuk mengenalinya. Proyeksi adalah mekanisme perilaku dengan menempatkan sifat-sifat batin sendiri pada
objek di luar atau melempar kekurangan diri sendiri pada orang lain. Regresi
Universitas Sumatera Utara
adalah menghindarkan sters terhadap karakteristik perilaku dari tahap
perkembangan yang lebih awal. Displacement menghindar adalah peristiwa mengalihkan emosi yang seharusnya diarahkan pada orang atau benda tertentu ke
benda atau orang yang netral atau tidak membahayakan. Isolasi adalah proses pengurungan diri dari pencarian dukungan sosial
keluarga mencari dukungan atau bantuan dari keluarga, tetangga, teman atau keluarga jauh. Reframing adalah peristiwa mengkaji ulang kejadian stres agar
lebih dapat menanganinya dan menerimanya. Mencari dukungan spiritual, mencari dan berusaha secara spiritual, berdoa menemani pemuka agama atau aktif
pada pertemuan ibadah. Menggerakkan keluarga untuk dapat menerima bantuan, keluarga berusaha mencari sumber-sumber komunitas dan menerima bantuan
orang lain. 1.6 Sumber Koping
Stuart 2007 menyatakan bahwa sumber koping, pilihan, atau stategi membantu untuk menetapkan apa yang dapat dilakukan sebagaimana yang telah
ditetapkan, mengidentifikasikan lima sumber koping yang dapat membantu individu beradaptasi dengan stessor yaitu ekonomi , keterampilan dan
kemampuan, tehnik pertahanan, dukungan sosial, dan motivasi. Kemampuan menyelesaikan masalah termaksud kemampuan untuk
mencari informasi, identifikasi masalah, mempertimbangkan alternatif, dan melaksanakan rencana. Kemampuan sosial memudahkan penyelesaian masalah
orang lain, meningkatkan kemungkinan memperoleh kerjasama dan dukungan dari orang lain, aset materi mengacu kepada keuangan. Pada kenyataannya
Universitas Sumatera Utara
sumber keuangan meningkatkan pilihan koping seseorang dalam bentuk situasi stres. Pengetahuan dan intelegensia adalah sumber koping yang lainya yang
memberikan individu untuk melihat cara lain untuk mengatasi stres. Sumber koping juga termaksuk kekuatan identitas ego, komitmen untuk jaringan sosial,
stabilitas kultural, suatu genetik atau kekuatan konsitusional. 2. Retardasi Mental
2.1 Definisi Retardasi Mental Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang
terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai adanya hendaya impairment, keterampilan skills selama perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua
tingkat intelegensia, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial WHO Geneva, 1992.
Retardasi mental adalah keadaan taraf perkembangan kecerdasan di bawah normal sejak lahir atau masa anak- anak, biasanya terdapat perkembangan
mental yang kurang secara keseluruhan Dalami dkk, 2009. Diagnostic and Statistical Manual DSM IV 1994 mendefinisikan retardasi mental sebagai
gangguan yang ditandai fungsi intelektual yang berfungsi secara bermakna di bawah rata-rata IQ kira-kira 70 atau lebih rendah yang bermula sebelum 18
tahun disertai defisit atau hendaya fungsi adaptif. 2.2 Diagnosa retardasi mental
Retardasi mental ialah kelainan fungsi intelektual yang subnormal, terjadi pada masa perkembangan dan berhubungan dengan satu atau lebih gangguan dari
Universitas Sumatera Utara
maturasi, proses belajar, penyesuaian diri secara sosial. Kelainan ini dapat merupakan suatu gejala yang berhubungan dengan banyak penyebab, akan tetapi
dapat pula dianggap sebagai suatu penyakit Latief dkk 2007. Latief dkk 2007 mendiagnosa retardasi mental berdasarkan kriteria
sebagai berikut: A. Riwayat perkembangan yang terlambat dapat disertai atau tanpa disertai
kelainan jasmani, atau akibat kerusakan otak yang dapat dimulai saat anak dilahirkan atau mula-mula berkembang normal lalu terlambat akibat
kelainan yang mengganggu otak. B. Observasi kritis mengenai fungsi sekarang, termaksud prestasi dalam
pelajaran, keterampilan motorik dan kematangan emosional dan emosional dan sosial.
WHO mengklasifikasikan pembagian Retardasi Mental berdasarkan tingkat IQ Intelligent Quotient, yaitu borderline IQ 65-85, mild IQ 53-67,
moderate IQ 36-51, severe IQ 20-35, profound IQ kurang dari 20. Meskipun begitu, sebenarnya IQ bukan satu-satunya patokan untuk diagnosa atau penentuan
beratnya kelainan. Retardasi mental dapat juga dilihat dari sudut Latief dkk, 2007
A. Tanpa gangguan tingkah laku. B. Dengan gangguan tingkah laku sebagai akibat langsung kerusakan organik
dalam otak.
Universitas Sumatera Utara
C. Dengan gangguan tingkah laku reaktif yang merupakan akibat tindakan keluarga dan masyarakat yang menolak anak, sehingga gangguan tingkah
laku yang terjadi merupakan akibat defisit dari perasaan frustasi, ketakutan dan kegelisahan diri anak. Dalam banyak hal anak lebih dilumpuhkan
karena gangguan emosional dari retardasi mentalnya. 2.3 Karakteristik Retardasi Mental
Retardasi mental
merupakan kondisi
dimana perkembangan
kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap
perkembangan yang optimal. Ada beberapa karakteristik retardasi mental, yaitu: Somantri, 2007
A. Keterbatasan inteligensi Inteligensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk mempelajari informasi dan keterampilan-keterampilan menyesuaikan diri dengan masalah dan situasi kehidupan baru, belajar dari
pengalaman masa lalu,berpikir abstrak kreatif,dapat menilai secara kritis, menghindari
kesalahan-kesalahan, mengatasi
kesulitan-kesulitan, dan
kemampuan untuk merancanakan masa depan. Anak retardasi mental terutama yang bersifat abstrak seperti belajar dan berhitung, menulis dan membaca juga
terbatas. Kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo.
Universitas Sumatera Utara
B. Keterbatasan sosial Disamping memiliki keterbatasan inteligensi, anak retardasi mental juga
memiliki kesulitan dalam menyesuaikan diri dalam masayarakat, oleh karena itu mereka memerlukan bantuan.
Anak retardasi mental cenderung berteman dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu
memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga mudah
dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya. C. Keterbatasan fungsi-fungsi mental lainya
D. Anak retardasi mental memerlukan waktu lebih lama untuk menyelesikan reaksi pada situasi yang baru dikenal. Mereka memperlihatkan reaksi
terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang rutin dan secara konsisten dialaminya dari hari ke hari. Anak retardasi mental tidak dapat
menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka yang waktu yang lama.
Anak retaradsi mental memilki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi, akan tetapi pusat
pengolahan yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya. 2.4 Klasifikasi Retardasi Mental
Klasifikasi menurut DSM IV American Psychiatric Association, Washington, 1994 dalam Lumbantobing 2006 mengatakan bahwa terdapat 4
tingkat gangguan intelektual, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
A. Retardasi mental ringan Retardasi mental ringan ini secara kasar setara dengan kelompok
retardasi yang dapat dididik educable. Kelompok ini membentuk sebagian besar sekitar 85 dan kelompok retardasi mental. Pada usia
prasekolah 0-5 tahun dapat mengembangkan kecakapan sosial dan komunikatif, mempunyai sedikit hendaya dalam bidang sensorimotor, dan
sering tidak dapat dibedakan dan anak yang tanpa retardasi mental, sampai pada usia yang lebih lanjut. Pada usia remaja, mereka dapat memperoleh
kecakapan akademik sampai setara kira-kira tingkat enam kelas 6 SD. Sewaktu masa dewasa, mereka biasanya dapat menguasai kecakapan sosial
dan vokasional cukup sekedar untuk mandiri, namun mungkin membutuhkan supervisi, bimbingan dan pertolongan, terutama bila
mengalami tekanan sosial atau tekanan ekonomi. Dengan bantuan yang wajar, penyandang retardasi mental ringan biasanya dapat hidup sukses di
dalam masyarakat, baik secara mandiri atau dengan pengawasan. B. Retardasi mental sedang
Retardasi mental sedang secara kasar setara dengan kelompok yang dapat dilatih trainable. Kelompok individu dan tingkat retardasi ini
mernperoleh kecakapan komunikasi selama masa anak dini. Mereka memperoleh manfaat dan latihan vokasional, dan dengan pengawasan
yang sedang dapat mengurus atau merawat diri sendiri. Anak tersebut dapat memperoleh manfaat dari latihan kecakapan sosial dan akupasional
namun rnungkin tidak dapat rnelampaui pendidikan akademik Iebih dari
Universitas Sumatera Utara
tingkat 2 kelas 2 SD. Mereka dapat bepergian di Iingkungan yang sudah dikenal.
C. Retardasi mental berat Kelompok retardasi mental ini membentuk 3-4 dari kelompok
retardasi mental. Selama masa anak-anak sedikit saja atau tidak mampu berkomunikasi bahasa. Sewaktu usia sekolah mereka dapat belajar bicara
dan dapat dilatih dalam kecakapan mengurus diri yang sederhana. Sewaktu usia dewasa mereka dapat melakukan kerja yang sederhana bila diawasi
secara ketat. Kebanyakan dapat menyesuaikan diri pada kehidupan di masyarakat bersama keluarganya, jika tidak didapatkan hambatan yang
menyertai yang membutuhkan perawatan khusus. D. Retardasi mental sangat berat
Kelompok retardasi mental sangat berat membentuk sekitar 1-2 dan kelompok retardasi mental. Pada sebagian besar individu dengan diagnosis
ini dapat diidentifikasi kelainan neurologik, yang rnengakibatkan retardasi rnentalnya. Sewaktu masa anak-anak, menunjukkan gangguan yang berat
dalam bidang sensorimotor. Perkembangan motorik dan mengtirus diri dan kemampuan komunikasi dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan yang
adekuat, Beberapa di antaranya dapat melakukan tugas sederhana di tempat yang disupervisi dan dilindungi.
Beberapa pakar mengklasifikasikan retardasi mental atas 2 kelompok, yaitu: 1 retardasi mental patologik, yang gangguan mentalnya berat dan, 2
Universitas Sumatera Utara
retardasi mental subkultural, fisiologik atau familial, yang gangguan mentalnya kurang berat Lumbantobing, 2006.
2.5 Penyebab retardasi mental Terdapat banyak penyebab cacat mental, seperti penyakit yang diderita
semasa kehamilan, terusakan dalam metabolisme, penyakit pada otak polamal, daan yang tidak baik, dan perawatan yang tidak sesuai. Laporan Organisasi
Kesehatan Dunia WHO memaparkan bahwa 30 dari anak-anak yang cacat mental serius disebabkan oleh ketidak normalan genetik, seperti down syndrom,
25 disebabkan oleh cerebrum palsy, 30 disebabkan oleh meningitis dan masalah pranatal sedangkan 15 sisanya belum dapat ditemukan Muhammad,
2008. Muhammad 2008, memaparkan 9 faktor yang menjadi penyebab
timbulnya cacat mental : penyakit yang disebabkan minuman keras, trauma, metabolisme atau pola makan yang tidak baik dan penyakit dalam otak, pengaruh
saat masa kehamilan yang tidak diketahui, kromosom yang abnormal, gangguan selama kehamilan, gangguan psikiatris dan pengaruh Iingkungan.
Anak yang mengalami retardasi mental dapat disebabkan beberapa faktor diantara faktor genetik atau juga kelainan dalam kromosom, faktor ibu selama
hamil dimana terjadi gangguan dalam gizi atau penyakit pada ibu seperti rubella, atau adanya virus lain atau juga faktor setelah lahir dimana dapat terjadi
kerusakan otak apabila terjadi infeksi seperti terjadi meningitis, ensefalitis, dan lain-lain Hidayat, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Etiologi retardasi mental menggambarkan pengaruh kait-mengkait antara faktor bakat turunan dan faktor lingkungan. Menurut Lumbantobing 2001
penyebab atau yang dicurigai sebagai penyebab retardasi mental RM antara faktor bakat turunan dan faktor lingkungan. Dalam mengkaji etiologi retardasi
mental perlu disimak 3 faktor berikut, yaitu predisposisi genetik, faktor lingkungan, dan waktu pemaparan. Faktor predisposisi termasuk kepekaan yang
dipengaruhi oleh faktor genetik terhadap agens atau faktor ekologis. Faktor lingkungan merupakan faktor yang dapat mengganggu organisme yang sedang
tumbuh, misalnya keadaan nutrisi, radiasi, dan juga keadaan lingkungan psikososial. Waktu terjadinya pemaparan juga dapat memengaruhi beratnya
kerusakan. Gangguan gizi yang berat dan berlangsung lama sebelum umur 4 tahun
ternyata sangat memengaruhi perkembangan otak dan mengakibatkan retardasi mental. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan memperbaiki gizi sebelum umur 6
tahun. Perbaikan sesudah itu akan sukar ditingkatkan walaupun anak terus disuguhi dengan makanan bergizi Lumbantobing, 2006.
Beberapa penyebab retardasi mental dapat dicegah atau diobati. Selain penyebab di atas, masih banyak penyebab retardasi mental yang dapat dicegah
dan diobati dan cukup banyak pula yang penyebabnya sampai saat ini belum dapat diobati. Di antara penyebab yang dapat dicegah yaitu asfiksia lahir dan trauma
lahir, infeksi, malnutrisi berat dan defisiensi yodium Lumbantobing, 2006.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Dampak Retardasi Mental Bagi Orangtua Orang yang paling banyak menanggung beban akibat retardasi mental
adalah orang tua dan keluarga anak tersebut. Oleh sebab itu, dikatakan bahwa penanganan anak retardasi mental merupakan resiko psikiatri keluarga. Keluarga
yang memiliki anak dengan retardasi mental berada dalam resiko yang berat Soematri, 2007
Perasaan dan tingkah laku orang tua dalam menangani anak dengan retardasi mental berbeda- beda. Pembagian tingkah laku tersebut dapat dibagi
dalam: Soemantri, 2007. A. Perubahan emosi yang tiba-tiba
Perubahan emosi yang tiba-tiba mendorong orang tua untuk menolak kehadiran anak dengan memberikan sikap dingin, menolak dengan
rasionalisasi, menahan anaknya dirumah dengan mendatangkan orang terlatih untuk mengurusnya, merasa berkewajiban untuk mengasuh tetapi
melakukan tanpa memberi kehangatan, dan mengasuhnya dengan berlebihan sebagai kompensasi terhadap perasaan menolak.
B. Perasaan bersalah Ibu yang melahirkan anak berkelainan akan mengalami praduga yang
berlebihan dalam hal, merasa ada yang tidak beres tentang urusan keturunan, perasaan ini mendorong timbulnya suatu perasaan depresi,
merasa kurang mengasuhnya, perasaan ini menghilangkan kepercayaan kepada diri sendiri dalam mengasuhnya.
Universitas Sumatera Utara
C. Kehilangan Kepercayaan Kehilangan kepercayaan akan dialami oleh ibu yang ingin mempunyai
anak yang normal lagi. Karena kehilangan kepercayaan tersebut orang tua cepat marah dan menyebabkan tingkah laku agresif. Kedudukan tersebut
dapat mengakibatkan depresi. Pada permulaan, mereka segera mampu menyesuaikan diri sebagai orang tua anak retardasi mental, akan tetapi
mereka terganggu lagi saat menghadapi peristiwa- peristiwa kritis.
D. Terkejut dan Kehilangan Kepercayaan Diri Orang tua akan mengalami keterkejutan dan kehilangan kepercayaan
diri. Rasa keterkejutan dan kehilangan kepercayaan diri tersebut akan muncul secara perlahan hingga tampak secara nyata. Kemudian, orang tua
berkonsultasi untuk mendapat berita-berita yang lebih baik bagi kesehatan anaknya.
E. Perasaan Berdosa Banyak tulisan yang menyatakan bahwa orang tua merasa berdosa.
Sebenarnya perasaan itu tidak selalu ada. Perasaan tersebut bersifat kompleks dan mengakibatkan depresi pada orang tua.
F. Rasa Malu dan Bingung Para
orangtua akan merasa
bingung dan malu, yang akan mengakibatkan orang tua kurang suka bergaul dengan tetangga dan lebih
suka menyendiri. Adapun saat kritis itu terjadi ketika pertama kali mengetahui bahwa anaknya cacat, memasuki usia sekolah, pada saat
tersebut sangat penting kemampuan masuk sekolah sebagai tanda bahwa
Universitas Sumatera Utara
anak tersebut normal, meninggalkan sekolah, orang tua bertambah tua sehingga tidak mampu untuk mengasuh anaknya yang cacat.Soematri,
2007. Pada saat kritis seperti ini biasanya orang tua lebih mudah menerima saran
dan petunjuk. Setelah kejutan pertama, orang tua ingin mengetahui mengapa
anaknya retardasi mental. Meraka dan anak-anaknya yang normal ingin mengetahui apakah sesudah melahirkan anak retardasi mental meraka dapat
melahirkan anak normal.Soemantri, 2007 2.7 Perawatan retardasi mental
Perawatan umum pada retardasi mental ialah pendidikan, edukasi, dan latihan. Tim yang memberikan layanan ini dapat terdiri dari dokter, psikiater,
psikolog, guru terapi okupasi, terapi bicara, perawat, dokter keluarga, dan neurolog mempunyai tanggung jawab besar dalam mendeteksi dini adanya
retardasi mental, menentukan penyebab serta gejala lain yang menyertai. Mereka dapat berperan serta dalam ikut serta merencanakan pelayanan, edukasi, dan
latihan, bertindak sebagai perantaraan antara tim pengobatan, tim edukasi seta pelayanan sosial. Bila terdapat kesulitan dalam menangani anak misalnya oleh
masalah emosional, tingkah laku dan gangguan psikiatri lainnya Lumbangtobing, 2006.
Universitas Sumatera Utara
23
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN