Strategi Mekanisme Koping Orangtua yang Memiliki Anak dengan Retardas Mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan

(1)

SKRIPSI oleh

SOPIYAN HADI SIRAIT 111101094

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

SKRIPSI oleh

SOPIYAN HADI SIRAIT 111101094

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

(5)

Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsiyang berjudul “Strategi mekanisme Koping Orangtua Yang Memiliki Anak Dengan Retardasi Mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) E Negeri Sei Agul Medan”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Farida Linda Sari Siregar, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktu serta dengan penuh keikhlasan dan kesabaran telah memberikan arahan, bimbingan dan ilmu yang bermanfaat selama penyusunan skripsi ini.


(6)

yang telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan.

9. Terimah kasih yang sebesar- besarnya kepada kedua orang tua yaitu Umar. Sirait dan Rusmi.Sinaga. atas dukungan secara moral dan materil.

10.Terimah kasih kepada teman- teman sejawat S1 Keperawatan yang telah membantu dan memeberikan motivasi selama ini

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Sebelumnya penulis ucapkan terimakasih.

Medan, 05 Juli 2015 Penulis,


(7)

HALAMAN PENGESAHAN... ii

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI……….. vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR SKEMA... ix

ABSTRAK... x

BAB 1. PENDAHULUAN... 1

1. Latar Belakang ... 4

2. Rumusan Masalah ... 4

3. Tujuan Penelitian... 4

4. Manfaat Penelitian... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 6

1. Mekanisme Koping ... 6

1.1 Definisi Koping ... 6

1.2 Mekanisme Koping ... 7

1.3 Penggolongan Mekanisme Koping... 7

1.4 Strategi Mekanisme Koping... 8

1.5. Respon Koping... 10

1.6. Sumber Koping ... 11

2. Retardasi Mental ... 12

2.1. Definisi Retardasi Mental ... 13

2.2. Diagnosa Retardasi Mental... 13

2.3. Karakteristik Retardasi Mental ... 14

2.4. Klasifikasi Retardasi Mental ... 16

2.5. Penyebab Retardasi Mental ... 18

2.6. Dampak Retardasi Mental Bagi Orang Tua ... 20

2.7. Perawatan Retardasi mental... 22

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN... 23

1. Kerangka Konsep... 23

2. Definisi Operasional... 25

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN... 25

1. Desain Penelitian... 25

2. Populasi dan Sampel ,teknik sampel ... 25

3. Lokasi dan Waktu Penelitian... 25

4. Pertimbangan Etik ... 26

5. Instrumen Penelitian... 27

6. Validitas dan Reliabilitas ... 27

7. Pengumpulan Data ... 28


(8)

2. Pembahasan... 35

2.1 Strategi Koping koping berfokus pada masalah……...……... 35

2.2 Strategi Koping berfokus pasa emosi………..…... 46

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 39

1. Kesimpulan………..…..…... 39

2. Saran ………....………... 39

Daftar Pustaka... 41 LAMPIRAN- LAMPIRAN

1. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian 2 .Lembar persetujuan menjadi subjek penelitian 3. Instrumen penelitian

4.Ethical clearance

5. Surat izin penelitian dari Fakultas Keperawatan USU 6. Surat telah menyelesaikan penelitian

7. Pernyataan telah melakukan uji validitas 8. Hasil uji reliabilitas

9.Master table

10. Hasil penelitian

11. Jadwal tentatif penelitian 12. pengeluaran dana

13. Lembar bukti bimbingan 14. Surat terjemah abstrak 14. Daftar riwayat hidup


(9)

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi dan presentase pertanyaan koping

berfokus pada masalah………32

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi dan presentase pertanyaan mekanisme

koping

berfokus pada emosi………33

Tabel 5.4. Strategi mekanisme koping orangtua yang memiliki anak

dengan retardasi mental di sekolah luar biasa (SLB) E Negeri Sei

Agul Medan

………35


(10)

(11)

Nim : 111101094

Fakultas : Keperawatan USU

ABSTRAK

Hambatan perkembangan berpengaruh terhadap dinamika keluarga khususnya stres orangtua. Orangtua dengan anak retardasi mental beresiko mengalami peningkatan stres psikologik dibandingkan dengan orangtua yang memiliki anak dengan kondisi perkembangan normal. Mekanisme koping yang digunakan oleh setiap orangtua berbeda-beda, termasuk orangtua yang memiliki anak dengan retardasi mental, biasanya mekanisme koping yang mereka digunakan tergantung dari tingkat ansietas, ancaman, dan terlibat mekanisme koping. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi strategi mekanisme koping orangtua yang memiliki anak dengan retardasi mental di sekolah luar biasa (SLB) E Negeri Sei Agul Medan. Penelitian ini menggunakan dengan desain deskriktif, instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 orangtua yang memiliki anak retardasi mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) E Negeri Sei Agul Medan. Pengambilan sampel menggunakan dengan teknik total sampling. Dari hasil penelitian di peroleh bahwa 22 orangtua ibu (73,33%) memiliki koping berfokus pada masalah dan orang tua yang memiliki koping berfokus pada emosi sebanyak 8 orangtua ibu (26,66%). Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan orangtua ibu terkait strategi mekanisme koping yang memiliki anak dengan retardasi mental.


(12)

Faculty : the Faculty of Nursing, USU

ABSTRACT

Development impediment influences family dynamics, especially parents’ stress. Parents who have mental retarded child have the risk for being affected by psychological stress, compared with those who have normal children. Coping mechanism used by parents varies. Parents who have mental retarded children usually use coping mechanism which depends on the level of anxiety, threat, and involving coping mechanism. The objective of the research was to identify the strategy of coping mechanism of parents who had mental retarded children at SLB E Negeri Sei Agul, Medan. The research used descriptive design with questionnaires. The samples were 30 parents who had mental retarded children at SLB E Negeri Sei Agul, Medan, taken by using total sampling technique. The result of the research showed that 22 respondents (73.33%) used problematic coping, and 8 respondents (26.66%) used emotional coping. The result of the research was expected to increase the knowledge of coping mechanism strategy of parents who had mental retarded children.


(13)

Setiap orangtua pada dasarnya mengharapkan anak dengan perkembangan fisik, psikologi, dan kognitif yang sempurna. Orangtua akan sulit menerima realita apabila melahirkan anak dalam kondisi yang tidak sempurna atau mengalami hambatan perkembangan (Mangunsong, 2012). Hambatan perkembangan berpengaruh terhadap dinamika keluarga khususnya stres orangtua. Orangtua dengan anak retardasi mental beresiko mengalami peningkatan stres psikologik dibandingkan dengan orangtua yang memiliki anak dengan kondisi perkembangan normal (William & Wilkins (2003 dalam Jonston & Hessel 2004)

Anak dengan taraf perkembangan dan jenis masalah yang berbeda memerlukan pengertian dan penanganan khusus dari orangtua serta tidak memberikan label kelainan tingkah laku pada anak secara umum pada semua tahap perkembangan (Latief dkk., 2007). Retardasi mental adalah kondisi perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, terutama tidak adanya hendaya dan keterampilan selama perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yang meliputi kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial (WHO Geneva, 1992).

Prevalens retardasi mental pada anak-anak dibawah umur 18 tahun di Negara maju diperkirakanmencapai 0,5-2,5% , di negara berkembang berkisar 4,6%. Insidens retardasi mental di negara maju berkisar3-4 kasus baru per 1000


(14)

anak dalam 20 tahun terakhir.Angka kejadian anak retardasi mental berkisar 19 per 1000 kelahiran hidup. Banyak penelitian melaporkan angka kejadian retardasi mental lebih banyak pada anak laki-laki dibandingkan perempuan ( Kadim, & Sulary sunarwati, 2000).

Orangtua yang memiliki anak dengan retardasi mental dapat mengalami pengalaman yang menyedihkan dan proses berduka yang panjang. Proses berduka meliputi emosi seperti ambivalen, mengingkari (denial), rasa bersalah, rasa malu, rasa kasihan terhadap diri sendiri, berdukacita, depresi, dan keinginan agar anaknya meninggal dunia (Dalami dkk., 2004). Hauser et al., (2001 dalam Sullivan, Weiss dan Diamond, 2003) menyatakan orangtua dengan anak retardasi mental biasanya memiliki tingkat stres yang tinggi dibandingkan dengan orangtua yang memiliki anak normal. Meningkatnya tingkat stres dihubungankan dengan karakteristik perilaku anak (stres dihubungkan dengan anak) dan kemampuan koping (stres dihubungkan dengan orangtua).

Perbedaan tingkat stres yang dialami keluarga dapat disebabkan oleh perbedaan atau kombinasi faktor-faktor yang unik tiap individu dalam keluarga seperti waktu hadirnya stres dalam siklus hidup keluarga, kombinasi stres atau faktor yang berkontribusi pada kemampuan keluarga untuk beradaptasi dengan situasi stres. Tingkat stres yang dialami oleh orangtua juga dipengaruhi oleh perilaku anak dan krakteristik personal (Prizlat, 2001).

Faktor yang menentukan stres keluarga terhadap anak yang mengalami gangguan perkembangan mental berbanding lurus dengan dukungan yang dapat mengurangi stres yaitu sifat pada anak, tuntutan tanggung jawab, dukungan sosial


(15)

internal, dukungan sosial eksternal, dan sumber keuangan. Persepsi positif dipandang sebagai faktor yang memperbaiki dampak dari anak dengan gangguan mental terhadap anggota keluarga dan dapat membantu mengatasi peristiwa stres dengan lebih baik (Gupta & Singhall, 2004). Sadock & Virginia (2007) menyatakan penerimaan orangtua merupakan suatu respon koping dimana individu menerima kenyataan dari suatu situasi yang menekan sebagai suatu usaha dalam menghadapi situasi tersebut. Penerimaan terjadi dalam keadaan dimana masalah merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari dan bukan hal yang dapat berubah.

Individu dapat menyesuaikan diri dengan diri sendiri, masyarakat, dan lingkungan sebagai perwujudan keharmonisan fungsi mental dan kesanggupan dalam menghadapi masalah yang biasa terjadi. Individu merasa puas dan mampu, jika berada pada kondisi stres ia akan menggunakan satu atau lebih sumber koping yang tersedia (Rusman, 2001). Koping dapat diartikan sebagai suatu sikap yang ditunjukkan seseorang dalam menghadapi situasi stres yang mengancam dirinya baik fisik maupun secara psikologis (Keliat, 1998). Mekanisme koping yang digunakan oleh setiap orang berbeda-beda, termasuk orangtua yang memiliki anak dengan retardasi mental, biasanya mekanisme koping yang mereka digunakan tergantung dari tingkat ansietas, ancaman, dan terlibat mekanisme koping (Taylor, Lilis dan Lemon, 1997). Mekanisme koping pada orangtua meliputi koping adaptif dan maladaptif. koping yang adaptif dapat membantu seseorang untuk mengatasi peristiwa stres secara efektif dan meminimalkan


(16)

masalah yang dialami. Sedangkan koping maladaptif menimbulkan stres bagi individu dan keluarga (Stuart & sudden, 1995).

Kenyataannya tidak semua orangtua yang memiliki anak dengan retardasi mental menggunakan mekanisme koping dengan adaptif. Hal ini dapat berubah sesuai dengan bergantinya waktu, bertambahnya pengetahuan orangtua, dan sosial yang mendukung perubahan tersebut.

Suri (2009) melakukan penelitian di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri 1077708 Kabupaten Deli Serdang menunjukkan bahwa mekanisme koping orang tua yang memiliki anak down syndrom 98,4% koping adaptif dan 1,6% memiliki maladaptif.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai strategi mekanisme koping orangtua yang memiliki anak dengan retardasi mental.

2.Rumusan Masalah

Bagaimana strategi mekanisme koping orangtua yang memiliki anak dengan retardasi mental di Sekolah Luar Biasa E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan?

3. Tujuan penelitian

Mengidentifikasi gambaran strategi mekanisme koping orangtua yang memiliki anak dengan retardasi mental di Sekolah Luar Biasa E Negeri Kecematan Sei Agul Medan.


(17)

4. Manfaat penelitian

4.1. Pendidikan Keperawatan

Menjadikan bahan untuk memperluas wawasan dan memperdalam kajian tentang strategi mekanisme koping orangtua yang memiliki anak dengan retardasi mental.

4.2 Pelayanan keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perawat dalam memahami strategi mekanisme koping orangtua yang memiliki anak dengan retardasi mental dan memberikan asuhan keperawatan sesuai mekanisme koping yang dimiliki orangtua dengan anak retardasi mental.

4.3 Penelitian keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan rujukan bagi peneliti keperawatan untuk melakukan penelitian dengan strategi mekanisme koping orangtua yang memiliki anak dengan retardasi mental.


(18)

1.1 Definisi Koping

Koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntunan internal dan atau tuntunan eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi individu (Lazarus& Foklman, 1985). Koping juga dapat digambarkan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan masalah dan situasi, atau menghadapinya dengan berhasil/sukses (Kozier, 2004). Sedangkan koping menurut Rasmun (2004) adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi stres. Koping tersebut merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologis.

1.2 Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah cara yang digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi, dan situasi yang mengancam, baik kognitif maupun perilaku (Stuartd dan Sundeen, 1995). Suliswati dkk (2005) mengemukan bahwa mekanisme koping merupakan suatu cara pemecahan masalah dimana bila didalam tubuh mengalami ketegangan dalam kehidupan, mengakibatkan mekanisme koping dalam tubuh berfungsi untuk meredakan ketegangan tersebut. Mekanisme koping itu sendiri dapat diartikan dengan sebagai cara yang dilakukan individu dalam me nyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam (Keliat, 1999).


(19)

1.3 Penggolongan Mekanisme Koping

Penggolongan mekanisme koping dibagi menjadi dua. Stuard dan Suddeen (1995) mengemukan dua penggolongan mekanisme koping, yaitu:

A. Mekanisme koping adaptif

Mekanisme koping adaptif merupakan koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar, dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang, dan aktivitas konstruktif.

B. Mekanisme koping maladaptif

Mekanisme koping maladaptif merupakan mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi, dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan/ tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar.

Mekanisme koping dapat dibagi menjadi mekanisme koping jangka pendek dan panjang. Mekanisme koping jangka panjang merupakan cara konstruktif dan realistis. Sebagai contoh dalam situasi tertentu berbicara dengan orang lain tentang masalah dan mencoba untuk menemukan lebih banyak informasi tentang situasi. Mekanisme koping selanjutnya adalah mekanisme koping jangka pendek, cara ini digunakan untuk mengurangi stres untuk sementara tetapi merupakan cara yang tidak efektif untuk menghadapi realitas.


(20)

1.4 Strategi mekanisme koping

Folkman dan Lazarus (1984) metode koping terdapat dua strategi yang bisa dilakukan:

A. Koping berfokus pada masalah (problem focused coping)

Problem focused koping yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan problem focused koping ditujukan dengan mengurangi demand dari situasi yang penuh dengan stres atau memperluas sumber untuk mengatasinya. Strategi yang dipakai dalam problem focused coping antara lain sebagai berikut:

1) Confrontative Coping

Usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi, dan pengambilan resiko.

2) Seeking social support

Usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional dan bantuan informasi dari orang lain

3) Planful problem solving

Usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang hati-hati bertahap, dan analitis.


(21)

B. Koping berfokus pada emosi (Emotion focused coping)

Emotion focused coping yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang dapat ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan. Strategi yang digunakan dalam emotion focused copingantara lain sebagai berikut:

1) Self-control

Usaha untuk mengatur perasaan ketika mengetahui situasi yang menekan.

2) Distancing

Usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau menciptakan pandangan-padangan yang positif, seperti menganggap masalah seperti lelucon.

3) Positive reappraisal

Usaha mencari makna positif dari permasalahan dengan berfokus pada pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal yang bersifat religius.

4) Accepting responsibility

Usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya dan mencoba menerima untuk membuat semuanya menjadi lebih baik.


(22)

5) Escape / avoidance

Usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti makan, minum, merokok, atau menggunakan obat-obatan.

1.5 Respons Koping

Koping dapat diidentifikasi melalui respon, manifestasi (tanda dan gejala) dan pernyataan klien. Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek yaitu fisiologis dan psikososial (Keliat, 1998).

A. Reaksi Fisiologis

Merupakan manifestasi tubuh terhadap stres dimana pupil melebar, keringat meningkat untuk mengontrol peningkatan suhu tubuh, denyut nadi meningkat, kulit dingin, tekanan darah meningkat, mulut kering, peristaltik menurun, pengeluaran urin menurun, kewaspadaan mental meningkat terhadap ancaman yang serius, dan ketegangan otot meningkat. Reaksi fisiologis merupakan indikasi klien dalam keadaan stres.

B. Reaksi Psikososial

Reaksi psikososial merupakan reaksi yang berorientasi pada ego yang sering disebut sebagai mekanisme pertahanan mental, seperti denial

(menyangkal), projeksi, regresi,displacement, isolasi, dan supresi.

Denial (menyangkal) adalah peristiwa menghindari realitas ketidaksetujuan dengan mengabaikan atau menolak untuk mengenalinya. Proyeksi adalah mekanisme perilaku dengan menempatkan sifat-sifat batin sendiri pada objek di luar atau melempar kekurangan diri sendiri pada orang lain. Regresi


(23)

adalah menghindarkan sters terhadap karakteristik perilaku dari tahap perkembangan yang lebih awal. Displacement (menghindar) adalah peristiwa mengalihkan emosi yang seharusnya diarahkan pada orang atau benda tertentu ke benda atau orang yang netral atau tidak membahayakan.

Isolasi adalah proses pengurungan diri dari pencarian dukungan sosial keluarga mencari dukungan atau bantuan dari keluarga, tetangga, teman atau keluarga jauh. Reframing adalah peristiwa mengkaji ulang kejadian stres agar lebih dapat menanganinya dan menerimanya. Mencari dukungan spiritual, mencari dan berusaha secara spiritual, berdoa menemani pemuka agama atau aktif pada pertemuan ibadah. Menggerakkan keluarga untuk dapat menerima bantuan, keluarga berusaha mencari sumber-sumber komunitas dan menerima bantuan orang lain.

1.6 Sumber Koping

Stuart (2007) menyatakan bahwa sumber koping, pilihan, atau stategi membantu untuk menetapkan apa yang dapat dilakukan sebagaimana yang telah ditetapkan, mengidentifikasikan lima sumber koping yang dapat membantu individu beradaptasi dengan stessor yaitu ekonomi , keterampilan dan kemampuan, tehnik pertahanan, dukungan sosial, dan motivasi.

Kemampuan menyelesaikan masalah termaksud kemampuan untuk mencari informasi, identifikasi masalah, mempertimbangkan alternatif, dan melaksanakan rencana. Kemampuan sosial memudahkan penyelesaian masalah orang lain, meningkatkan kemungkinan memperoleh kerjasama dan dukungan dari orang lain, aset materi mengacu kepada keuangan. Pada kenyataannya


(24)

sumber keuangan meningkatkan pilihan koping seseorang dalam bentuk situasi stres. Pengetahuan dan intelegensia adalah sumber koping yang lainya yang memberikan individu untuk melihat cara lain untuk mengatasi stres. Sumber koping juga termaksuk kekuatan identitas ego, komitmen untuk jaringan sosial, stabilitas kultural, suatu genetik atau kekuatan konsitusional.

2. Retardasi Mental

2.1 Definisi Retardasi Mental

Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai adanya hendaya (impairment), keterampilan (skills) selama perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial (WHO Geneva, 1992).

Retardasi mental adalah keadaan taraf perkembangan kecerdasan di bawah normal sejak lahir atau masa anak- anak, biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan (Dalami dkk, 2009. Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV (1994) mendefinisikan retardasi mental sebagai gangguan yang ditandai fungsi intelektual yang berfungsi secara bermakna di bawah rata-rata (IQ kira-kira 70 atau lebih rendah) yang bermula sebelum 18 tahun disertai defisit atau hendaya fungsi adaptif.

2.2 Diagnosa retardasi mental

Retardasi mental ialah kelainan fungsi intelektual yang subnormal, terjadi pada masa perkembangan dan berhubungan dengan satu atau lebih gangguan dari


(25)

maturasi, proses belajar, penyesuaian diri secara sosial. Kelainan ini dapat merupakan suatu gejala yang berhubungan dengan banyak penyebab, akan tetapi dapat pula dianggap sebagai suatu penyakit (Latief dkk 2007).

Latief dkk (2007) mendiagnosa retardasi mental berdasarkan kriteria sebagai berikut:

A. Riwayat perkembangan yang terlambat (dapat disertai atau tanpa disertai kelainan jasmani, atau akibat kerusakan otak) yang dapat dimulai saat anak dilahirkan atau mula-mula berkembang normal lalu terlambat akibat kelainan yang mengganggu otak.

B. Observasi kritis mengenai fungsi sekarang, termaksud prestasi dalam pelajaran, keterampilan motorik dan kematangan emosional dan emosional dan sosial.

WHO mengklasifikasikan pembagian Retardasi Mental berdasarkan tingkat IQ (Intelligent Quotient), yaitu borderline (IQ 65-85), mild (IQ 53-67), moderate (IQ 36-51), severe (IQ 20-35), profound (IQ kurang dari 20). Meskipun begitu, sebenarnya IQ bukan satu-satunya patokan untuk diagnosa atau penentuan beratnya kelainan.

Retardasi mental dapat juga dilihat dari sudut (Latief dkk, 2007)

A. Tanpa gangguan tingkah laku.

B. Dengan gangguan tingkah laku sebagai akibat langsung kerusakan organik dalam otak.


(26)

C. Dengan gangguan tingkah laku reaktif yang merupakan akibat tindakan keluarga dan masyarakat yang menolak anak, sehingga gangguan tingkah laku yang terjadi merupakan akibat defisit dari perasaan frustasi, ketakutan dan kegelisahan diri anak. Dalam banyak hal anak lebih dilumpuhkan karena gangguan emosional dari retardasi mentalnya.

2.3 Karakteristik Retardasi Mental

Retardasi mental merupakan kondisi dimana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal.

Ada beberapa karakteristik retardasi mental, yaitu: (Somantri, 2007)

A. Keterbatasan inteligensi

Inteligensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan keterampilan-keterampilan menyesuaikan diri dengan masalah dan situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa lalu,berpikir abstrak kreatif,dapat menilai secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitan-kesulitan, dan kemampuan untuk merancanakan masa depan. Anak retardasi mental terutama yang bersifat abstrak seperti belajar dan berhitung, menulis dan membaca juga terbatas. Kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo.


(27)

B. Keterbatasan sosial

Disamping memiliki keterbatasan inteligensi, anak retardasi mental juga memiliki kesulitan dalam menyesuaikan diri dalam masayarakat, oleh karena itu mereka memerlukan bantuan.

Anak retardasi mental cenderung berteman dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.

C. Keterbatasan fungsi-fungsi mental lainya

D. Anak retardasi mental memerlukan waktu lebih lama untuk menyelesikan reaksi pada situasi yang baru dikenal. Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang rutin dan secara konsisten dialaminya dari hari ke hari. Anak retardasi mental tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka yang waktu yang lama.

Anak retaradsi mental memilki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi, akan tetapi pusat pengolahan yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya.

2.4 Klasifikasi Retardasi Mental

Klasifikasi menurut DSM IV (American Psychiatric Association, Washington, 1994) dalam Lumbantobing (2006) mengatakan bahwa terdapat 4 tingkat gangguan intelektual, yaitu:


(28)

A. Retardasi mental ringan

Retardasi mental ringan ini secara kasar setara dengan kelompok retardasi yang dapat dididik (educable). Kelompok ini membentuk sebagian besar (sekitar 85%) dan kelompok retardasi mental. Pada usia prasekolah (0-5 tahun) dapat mengembangkan kecakapan sosial dan komunikatif, mempunyai sedikit hendaya dalam bidang sensorimotor, dan sering tidak dapat dibedakan dan anak yang tanpa retardasi mental, sampai pada usia yang lebih lanjut. Pada usia remaja, mereka dapat memperoleh kecakapan akademik sampai setara kira-kira tingkat enam (kelas 6 SD). Sewaktu masa dewasa, mereka biasanya dapat menguasai kecakapan sosial dan vokasional cukup sekedar untuk mandiri, namun mungkin membutuhkan supervisi, bimbingan dan pertolongan, terutama bila mengalami tekanan sosial atau tekanan ekonomi. Dengan bantuan yang wajar, penyandang retardasi mental ringan biasanya dapat hidup sukses di dalam masyarakat, baik secara mandiri atau dengan pengawasan.

B. Retardasi mental sedang

Retardasi mental sedang secara kasar setara dengan kelompok yang dapat dilatih (trainable). Kelompok individu dan tingkat retardasi ini mernperoleh kecakapan komunikasi selama masa anak dini. Mereka memperoleh manfaat dan latihan vokasional, dan dengan pengawasan yang sedang dapat mengurus atau merawat diri sendiri. Anak tersebut dapat memperoleh manfaat dari latihan kecakapan sosial dan akupasional namun rnungkin tidak dapat rnelampaui pendidikan akademik Iebih dari


(29)

tingkat 2 (kelas 2 SD). Mereka dapat bepergian di Iingkungan yang sudah dikenal.

C. Retardasi mental berat

Kelompok retardasi mental ini membentuk 3-4% dari kelompok retardasi mental. Selama masa anak-anak sedikit saja atau tidak mampu berkomunikasi bahasa. Sewaktu usia sekolah mereka dapat belajar bicara dan dapat dilatih dalam kecakapan mengurus diri yang sederhana. Sewaktu usia dewasa mereka dapat melakukan kerja yang sederhana bila diawasi secara ketat. Kebanyakan dapat menyesuaikan diri pada kehidupan di masyarakat bersama keluarganya, jika tidak didapatkan hambatan yang menyertai yang membutuhkan perawatan khusus.

D. Retardasi mental sangat berat

Kelompok retardasi mental sangat berat membentuk sekitar 1-2% dan kelompok retardasi mental. Pada sebagian besar individu dengan diagnosis ini dapat diidentifikasi kelainan neurologik, yang rnengakibatkan retardasi rnentalnya. Sewaktu masa anak-anak, menunjukkan gangguan yang berat dalam bidang sensorimotor. Perkembangan motorik dan mengtirus diri dan kemampuan komunikasi dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan yang adekuat, Beberapa di antaranya dapat melakukan tugas sederhana di tempat yang disupervisi dan dilindungi.

Beberapa pakar mengklasifikasikan retardasi mental atas 2 kelompok, yaitu: 1) retardasi mental patologik, yang gangguan mentalnya berat dan, 2)


(30)

retardasi mental subkultural, fisiologik atau familial, yang gangguan mentalnya kurang berat (Lumbantobing, 2006).

2.5 Penyebab retardasi mental

Terdapat banyak penyebab cacat mental, seperti penyakit yang diderita semasa kehamilan, terusakan dalam metabolisme, penyakit pada otak polamal, daan yang tidak baik, dan perawatan yang tidak sesuai. Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memaparkan bahwa 30% dari anak-anak yang cacat mental serius disebabkan oleh ketidak normalan genetik, seperti down syndrom, 25% disebabkan oleh cerebrum palsy, 30% disebabkan oleh meningitis dan masalah pranatal sedangkan 15% sisanya belum dapat ditemukan (Muhammad, 2008).

Muhammad (2008), memaparkan 9 faktor yang menjadi penyebab timbulnya cacat mental : penyakit yang disebabkan minuman keras, trauma, metabolisme atau pola makan yang tidak baik dan penyakit dalam otak, pengaruh saat masa kehamilan yang tidak diketahui, kromosom yang abnormal, gangguan selama kehamilan, gangguan psikiatris dan pengaruh Iingkungan.

Anak yang mengalami retardasi mental dapat disebabkan beberapa faktor diantara faktor genetik atau juga kelainan dalam kromosom, faktor ibu selama hamil dimana terjadi gangguan dalam gizi atau penyakit pada ibu seperti rubella, atau adanya virus lain atau juga faktor setelah lahir dimana dapat terjadi kerusakan otak apabila terjadi infeksi seperti terjadi meningitis, ensefalitis, dan lain-lain (Hidayat, 2005).


(31)

Etiologi retardasi mental menggambarkan pengaruh kait-mengkait antara faktor bakat (turunan) dan faktor lingkungan. Menurut Lumbantobing (2001) penyebab atau yang dicurigai sebagai penyebab retardasi mental (RM) antara faktor bakat (turunan) dan faktor lingkungan. Dalam mengkaji etiologi retardasi mental perlu disimak 3 faktor berikut, yaitu predisposisi genetik, faktor lingkungan, dan waktu pemaparan. Faktor predisposisi termasuk kepekaan yang dipengaruhi oleh faktor genetik terhadap agens atau faktor ekologis. Faktor lingkungan merupakan faktor yang dapat mengganggu organisme yang sedang tumbuh, misalnya keadaan nutrisi, radiasi, dan juga keadaan lingkungan psikososial. Waktu terjadinya pemaparan juga dapat memengaruhi beratnya kerusakan.

Gangguan gizi yang berat dan berlangsung lama sebelum umur 4 tahun ternyata sangat memengaruhi perkembangan otak dan mengakibatkan retardasi mental. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan memperbaiki gizi sebelum umur 6 tahun. Perbaikan sesudah itu akan sukar ditingkatkan walaupun anak terus disuguhi dengan makanan bergizi (Lumbantobing, 2006).

Beberapa penyebab retardasi mental dapat dicegah atau diobati. Selain penyebab di atas, masih banyak penyebab retardasi mental yang dapat dicegah dan diobati dan cukup banyak pula yang penyebabnya sampai saat ini belum dapat diobati. Di antara penyebab yang dapat dicegah yaitu asfiksia lahir dan trauma lahir, infeksi, malnutrisi berat dan defisiensi yodium (Lumbantobing, 2006).


(32)

2.6 Dampak Retardasi Mental Bagi Orangtua

Orang yang paling banyak menanggung beban akibat retardasi mental adalah orang tua dan keluarga anak tersebut. Oleh sebab itu, dikatakan bahwa penanganan anak retardasi mental merupakan resiko psikiatri keluarga. Keluarga yang memiliki anak dengan retardasi mental berada dalam resiko yang berat (Soematri, 2007)

Perasaan dan tingkah laku orang tua dalam menangani anak dengan retardasi mental berbeda- beda. Pembagian tingkah laku tersebut dapat dibagi dalam: (Soemantri, 2007).

A. Perubahan emosi yang tiba-tiba

Perubahan emosi yang tiba-tiba mendorong orang tua untuk menolak kehadiran anak dengan memberikan sikap dingin, menolak dengan rasionalisasi, menahan anaknya dirumah dengan mendatangkan orang terlatih untuk mengurusnya, merasa berkewajiban untuk mengasuh tetapi melakukan tanpa memberi kehangatan, dan mengasuhnya dengan berlebihan sebagai kompensasi terhadap perasaan menolak.

B. Perasaan bersalah

Ibu yang melahirkan anak berkelainan akan mengalami praduga yang berlebihan dalam hal, merasa ada yang tidak beres tentang urusan keturunan, perasaan ini mendorong timbulnya suatu perasaan depresi, merasa kurang mengasuhnya, perasaan ini menghilangkan kepercayaan kepada diri sendiri dalam mengasuhnya.


(33)

C. Kehilangan Kepercayaan

Kehilangan kepercayaan akan dialami oleh ibu yang ingin mempunyai anak yang normal lagi. Karena kehilangan kepercayaan tersebut orang tua cepat marah dan menyebabkan tingkah laku agresif. Kedudukan tersebut dapat mengakibatkan depresi. Pada permulaan, mereka segera mampu menyesuaikan diri sebagai orang tua anak retardasi mental, akan tetapi mereka terganggu lagi saat menghadapi peristiwa- peristiwa kritis.

D. Terkejut dan Kehilangan Kepercayaan Diri

Orang tua akan mengalami keterkejutan dan kehilangan kepercayaan diri. Rasa keterkejutan dan kehilangan kepercayaan diri tersebut akan muncul secara perlahan hingga tampak secara nyata. Kemudian, orang tua berkonsultasi untuk mendapat berita-berita yang lebih baik bagi kesehatan anaknya.

E. Perasaan Berdosa

Banyak tulisan yang menyatakan bahwa orang tua merasa berdosa. Sebenarnya perasaan itu tidak selalu ada. Perasaan tersebut bersifat kompleks dan mengakibatkan depresi pada orang tua.

F. Rasa Malu dan Bingung

Para orangtua akan merasa bingung dan malu, yang akan mengakibatkan orang tua kurang suka bergaul dengan tetangga dan lebih suka menyendiri. Adapun saat kritis itu terjadi ketika pertama kali mengetahui bahwa anaknya cacat, memasuki usia sekolah, pada saat tersebut sangat penting kemampuan masuk sekolah sebagai tanda bahwa


(34)

anak tersebut normal, meninggalkan sekolah, orang tua bertambah tua sehingga tidak mampu untuk mengasuh anaknya yang cacat.(Soematri, 2007).

Pada saat kritis seperti ini biasanya orang tua lebih mudah menerima saran dan petunjuk. Setelah kejutan pertama, orang tua ingin mengetahui mengapa anaknya retardasi mental. Meraka dan anak-anaknya yang normal ingin mengetahui apakah sesudah melahirkan anak retardasi mental meraka dapat melahirkan anak normal.(Soemantri, 2007)

2.7 Perawatan retardasi mental

Perawatan umum pada retardasi mental ialah pendidikan, edukasi, dan latihan. Tim yang memberikan layanan ini dapat terdiri dari dokter, psikiater, psikolog, guru terapi okupasi, terapi bicara, perawat, dokter keluarga, dan neurolog mempunyai tanggung jawab besar dalam mendeteksi dini adanya retardasi mental, menentukan penyebab serta gejala lain yang menyertai. Mereka dapat berperan serta dalam ikut serta merencanakan pelayanan, edukasi, dan latihan, bertindak sebagai perantaraan antara tim pengobatan, tim edukasi seta pelayanan sosial. Bila terdapat kesulitan dalam menangani anak misalnya oleh masalah emosional, tingkah laku dan gangguan psikiatri lainnya (Lumbangtobing, 2006).


(35)

mekanisme koping orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan. Strategi mekanisme koping orang tua yang memiliki anak dengan retardasi mental terdiri dari dua kategori, yaitu problem focused coping (koping berfolus pada masalah) dan emotion focused coping (koping berfolus pada emosi).

Skema 3.1 Kerangka Penelitian Strategi mekanisme koping Orangtua yang memiliki Anak DenganRetarsai Mental.

Strategi Mekanisme koping orang

tua dengan anak retardasi mental 1. Koping berfokus pada masalah 2. Koping berfokus pada emosi


(36)

2. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1.

Strategi Mekanisme Koping

Cara yang digunakan

orangtua dalam

menghadapi anak retardasi mental di sekolah luar biasa(SLB) E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan. Untuk

menangani dab

beraptasi dengan sters terkait anak retardasi mental.berfokus pada masalah adalah usaha orangtua untuk memperbaiki situasi dengan membuat perubahan.berfokus pada emosi adalah cara yang tidak memperbaiki masalah tetapi orangtua merasa lebih baik.

Kuesioner yang terdiri dari 22 pertanyaan yang terdiri koping berfokus pada masalah11 pertanyaan dan koping berfokus pada emosi 11 peryataan. Dengan jawaban Ya dan Tidak 1.Koping berfokus pada masalah 2.Koping berfokus pada emosi Nominal


(37)

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui strategi mekanisme koping orang tua yang memiliki anak dengan retardasi mental di SLB E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan .

2. Populasi, sampel, dan tehnik sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak retardasi mental yang ada di SLB E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan. Jumlah anak retardasi mental yang ada di SLB E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan adalah 30 orang, pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling yaitu semua orang tua yang memenuhi kriteria dijadikan sampel penelitian. adapun kriteria sampel penelitian dalah sebagai berikut:

a. Orangtua(ibu) yang memiliki anak retardasi mental ringan

b. Orangtua (ibu) yang tinggal bersama dengan anak retardasi mental yang bersekolah di SLB E negeri Kecamatan Sei Agul medan..

c. Orangtua ( ibu) yang bersedia menjadi responden d. Usia anak retardasi mental 6 - 13 tahun.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di SLB E Negeri kecamatan Sei Agul Medan. berdasarkan survey awal penelitian diketahui bahwa SLB E Negeri


(38)

kecamatan Sei Agul Medan memiliki jumlah sampel penelitian yang memadai sesuai dengan kriteria sampel penelitian, disamping itu lokasi yang mudah dijangkau peneliti,sehingga peneliti memilih lokasi ini sebagai tempat peneliti. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret - April 2015.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian ini menyertakan sebuah lembar persetujuan peneliti berdasarkan prinsip etik yaitu Informed consent yaitu, lembar persetujuan yang diberikan kepada responden bertujuan untuk mengetahui maksud peneliti. Jika subjek bersedia menjadi responden, maka harus menandatangani lembar persetujuan menjadi responden. Jika menjadi responden, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya, danAnonimityyaitu, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, tetapi akan memberikan kode pada masing-masing lembar persetujuan tersebut. Confidentiality yaitu, penelitian menjamin kerahasiaan informasi responden dan kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian. Beneficience, selalu berupaya bahwa kegiatan yang diberikan kepada responden mengandung prinsip kebaikan bagi responden guna mendapatkan suatu metode atau konsep baru untuk kebaikan responden.

Nonmalaficience yaitu, penelitian yang digunakan tidak mengandung unsur bahaya atau merugikan apabila sampai mengancam jiwa bagi responden. Veracity yaitu, penelitian yang dilakukan harus dijelaskan secara jujur tentang manfaat, efek dan apa yang didapat jika responden terlibat di dalam penelitian tersebut.


(39)

melaksanakan prinsip justice (keadilan) pada saat melakukan penelitian (Hidayat, 2007).

5. Instrumen Penelitian

Instrumen peneliti diperoleh dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Instrumen ini terdiri dari dua bagian, yang pertama kuesioner yang berkaitan dengan data demografi responden dengan 8 pertanyaan meliputi usia orangtua, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan, pekerjaan,penghasilan perbulan,jumlah anak. Bagian kedua yaitu kuesioner yang berisi tentang pertanyaan yang mengidentifikasi mekanisme koping orangtua yang memiliki anak dengan retardasi mental. Kuesioner mekanisme koping dimodifikasi dari Ways of Coping Questionare yang disusun oleh S. Folkam dan R.S Lazarus (1984) Kuesioner ini terdisri dari 22 pernyataan mengenai mekanisme koping. Skala pengukuran untuk instrument penelitian yang digunakan untuk mengidentifikasi strategi mekanisme koping yaitu dengan skala nominal dengan jawaban Ya dan Tidak. Dengan nilai Ya 1 dan Tidak 0.

6. Validitas dan Realibilitas

6.1 Uji Validitas

Uji validitas instrumen menyatakan yang seharusnya di ukur. Sebuah instrumen dikatakan valid jika instrumen tersebut dapat mengukur yang seharusnya diukur menurut situasi dan kondisi tertentu (Nursalam, 2011). Kuesioner ini divalidasi pada ahli dosen Fakultas Keperawatan, Departemen Keperawatan Jiwa Universitas Sumatra Utara yaitu R0xsana Devi T, Skep, Ns,.


(40)

M. Nurs.dilakukan dengan menguji setiap bitir instrument pengumpulan data. Kuesioner dikatakan valid jika bernilai > 0,632.

Nilai validitas pada kuesioner Mekanisme kopng adalah 0,750, maka dapat dikatakan bahwa instrument telah valid.

6.2 Uji Realibilitas

Uji realibilitas dilakukan terhadap 10 orangtua anak retardasi mental yang berada di SLB E yang berada diluar sampel penelitian yang memiliki kriteria yang sama dengan sama. Uji ini dilakukan pada saat sebelum penelitian dengan menggunakan rumus KR–21. Uji reabilitas dalam peneltian ini dilakukan dengan pemberian kuesioner kepada 10 orang responden. Dikatakan reliable bila hasilnya bernilai > 0,632 ( Arikunto, 2006). Uji realibilitas ini menggunakan rumus KR- 21 realiabilitas dengan hasil 0,71. Hasil yang didapat sudah reliabel sehingga instrument layak untuk diberikan pada responden.

7. Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dimulai dengan peneliti mengajukan surat izin kepada Fakultas Keperawatan USU untuk pengambilan data penelitian kesekolah yang dituju kemudian izin kepada kepala sekolah SLB E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan dengan menyertakan surat izin dari Fakultas Keperawatan USU. Setelah mendapatkan izin dari kepala sekolah SLB E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan peneliti melihat cacatan data tentang semua anak dengan Retardasi mental di yayasan tersebut. Data diambil terdiri dari nama anak retardasi mental, umur, jenis kelamin, alamat, nama, keluarga, kelas. Kemudian peneliti melakukan


(41)

pendekatan dengan responden dan menjelaskan tujuan, manfaat peran serta responden selama penelitian. Peneliti menjamin kerahasian responden dan hak responden untuk menolak menjadi responden. Bila responden menyetujui maka penelitian meminta responden untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi responden.

Responden diberi kuesioner untuk diisi selama 20 menit sendiri oleh responden, Peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner dan menginformasikan agar kuesioner diisi, penelitian memandu responden dalam mengisi kuesioner.

8. Analisis data

Analisa data adalah proses mengelola data dan menginterpretasikan hasil pengolahan data (Priyatno, 2008). Setelah data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa masalah melalui beberapa tahap. Pertama, peneliti memeriksa identitas responden dan memastikan semua data telah terisi. Setelah itu, data yang akan diberi kode terhadap pertanyaan yang telah diajukan untuk mempermudah tabulasi dan analisa. Selanjutnya memasukkan data kedalam komputer dan melakukan penggolongan data dengan menggunakan program statistik.

Penggelolahan data dengan data deskriptif yang terdiri dari frekuensi dan presentase untuk melihat strategi mekanisme koping orang tua yang memiliki anak dengan retardasi mental.kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk tabel.


(42)

Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian mengenai strategi mekanisme koping orang tua yang memiliki anak dengan retardasi di sekolah luar biasa (SLB) Negeri Sei Agul Medan yang diperoleh melalaui proses pengumpulan data yang dilakukan pada bulan. Maret - April 2015

1.1 Karakteristik Responden

Pada penelitian ini jumlah responden strategi mekanisme koping orang tua yang memiliki anak retardasi mental berjumlah 30 orang. Adapun karakteristik responden yang akan di paparkan mencakup usia ibu , jenis kelamin, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, penghasilan perbulan,jumlah anak.

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa usia ibu mayoritas adalah 36-45 sebanyak 16 orang (53,3%), Berdasarkan jenis kelamin perempuan dengan jumlah 30 orang ibu (100%), berdasarkan agama adalah islam dengan jumlah 25 orang ( 83,3%), suku mayoritas yang paling banyak adalah jawa 14 dengan jumlah 14 orang (46,7%) berdasarkan pendidikan orang tua ibu SMA dengan jumlah 19 orang ( 63,3%), pekerjaan yang paling banyak adalah ibu rumah tangga dengan jumlah 22 orang (73,3%) . dan penghasilan perbulan yang paling adalah <Rp.1.350.000 dengan jumlah 16 orang ( 53,3%), jumlah anak yang yaitu anak ke 1-3 dengan jumlah 24 (80%).


(43)

5.1 Tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan data demografi orangtua ibu yang memiliki anak dengan retardasi mental di SLB Negeri sei agul Medan.

Karakteristik Frekuensi (F%) Persentase (%)

Usia 26-35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun Jenis Kelamin Perempuan Agama Islam Kristen protestan Kristen Katolik Suku Jawa Batak Minang DLL Pendidikan Terakhir SD SMP SMA Diploma Sarjana Pekerjaan

Buruh / karyawan Ibu Rumah Tangga

Pegawai Swasta PNS Wiraswasta Penghasilan Perbulan <Rp. 1.350.00 Rp.1.350.000-Rp. 2.500.000 Rp.2500.000-Rp. 3.500.000 >Rp. 3.500.000 8 16 6 30 25 3 2 14 12 3 1 2 5 19 2 2 2 22 2 1 3 16 3 8 3 26,7 53,3 20,0 100 83,3 6,7 10,0 46,7 40 10 3,3 6,7 16, 7 63,3 6,7 6,7 6,7 73,3 6,7 3,3 10,0 53,3 10 26.7 10


(44)

Jumlah Anak 1-3 4-5 24 6 80 20 5.2 Tabel distribusi Frekuensi dan presentase responden pertanyaan strategi mekanisme koping orangtua yang memiliki anak retardasi mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) E Negeri Sei Agul Medan.

No Pertanyaan Ya (F%) Tidak (F%)

Koping Berfokus Pada Masalah

1 Apakah ibu merencanakan masa depan anak ibu?

30 (100) 0

2 Apakah ibu optimis menjalani hidup dengan anak retardasi mental?

25(83,3) 5(16,7)

3 Apakah ibu melampiaskan amarah ketika terjadi masalah kepada orang lain, keluaraga ataupun anak?

11(36,7) 18(60,0)

4 Apakah ibu mengikuti perkumpulan para orangtua retardasi mental?

18(60,0) 12(40,0%)

5 Apakah ibu selalu mencari informasi terkait anak retardasi mental?

24(80,0) 6 (20,0)

6 Apakah ibu berkonsultasi dengan dokter terkait anak ibu?

25(83,3) 5 (16,7)

7 Apakah ibu selalu

membicarakan masalah dengan keluarga dengan mencari informasi?

23 (76,6) 7 (23,3)

8 Apakah ibu memberikan terapi pada anak dalam peningkatan perkembangan anak retardasi mental?

24 (80,0) 6 (20,0)

9 Apakah ibu merasa lebih positif dengan memiliki anak


(45)

retardasi mental?

10 Apakah ibu selalu mengigat kejadian menyedihkan terkait anak retardasi mental?

19 (63,3) 11( 36,7)

11 Apakah ibu selalu sabar dan menerima keadaan anak ibu?

Koping Berfokus Pada Emosi

28 (93,3) 2 (6,7)

12 Apakah ibu selalu

mengalihkan masalah dengan menonton TvTerus- menerus?

30 (100) 0 (0)

13 Apakah ibu merasa tidak mampu dalam mengambil keputusan untu menyelesaikan masalah?

15 (50,0) 15 (50,0)

14 Apakah ibu mencoba untuk melupakan masalah yang ibualami?

22 (73,3) 8 (26,7)

15 Apakah ibu merasa masalah akan teratasi seiring dengan waktuberjalan?

27 (90,0) 3 (10,0)

16 Apakah ibu mengangap masalah yang ibu alami itu mudah untuk di atasi?

19 (63,3) 11 (36,7)

17 Apakah ibu lebih

mendekatkan diri pada Tuhan sejak memiliki anak

retardasi mental?

25 (83,3) 5 (16,7)

18 Apakah ibu berharap tuhan akan memberikan solusi untuk masalah yang saya alami?

29 (96,7) 1 (3,3)

19 Apakah ibu menjadi pribadi yang lebih baik walaupun mempunyai anak retardasi mental?

24 (80,0) 6 (20,0)

20 Apakah ibu menerima anak ibu karena itu adalah anugerah dari tuhan?


(46)

21 Apakah ibu mengkomsumi minuman beralkohol sejak mempunyai anak retardasi mental?

3 ( 10,0) 27 (90,0)

22 Apakah ibu mengkomsumsi obat obatan terlarang sejak mempunyai anak retardasi mental?

1 (3,3) 29 (96,7)

Dari tabel 5.2 dapat kita lihat bahwa semua ibu merencanakan masa depan anaknya sebanyak 30 (100%) sebagaian besar ibu optimis menjalani hidup dengan anak retardasi mental 25 (83,3%), ibu berkonsultasi dengan dokter terkait anaknya 25 (83,3%), ibu selalu sabar dan menerima keadaan anak ibu 28 (93,3%). Koping berfokus pada emosi di dapat bahwa ibu tidak mengalihkan masalah dengan menonton Tv terus- menerus 30 (100%) sedangkan ibu mencoba untuk melupakan masalah yang ibu alami 22(73,3%), ibu merasa masalah akan teratasi seiring dengan waktu berjalan 27 (90,0%), ibu lebih mendekatkan diri pada Tuhan sejak memiliki anak retardasi mental 25 (83,3%), ibu berharap tuhan akan memberikan solusi untuk masalah yang saya alami 29 (97,7%), ibu memilih menjadi pribadi yang lebih baik walaupun mempunyai anak retardasi mental 24( 80,0%), ibu menerima anak ibu karena itu adalah anugerah dari tuhan 26 (86,7%), kabanyakan ibu tidak tidak mengkomsumsi minuman beralkohol sejak mempunyai anak retradasi mental 27 (90,0%), kebanyakan ibu tidak mengkomsusmsi obat-obotan sejak mempunyai anak retardasi mental 29 (96,7%).

Tabel 1.3 Strategi Mekanisme Koping orang tua yang memiliki anak dengan retardasi mental di sekolah luar biasa (SLB) E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan.


(47)

Strategi Mekanisme Koping Orangtua

Frekuensi (%) Persentase (%) Strategi Koping berfokus

pada masalah

22 73

Strategi Koping berfokus pada emosi

8 26

5.2 Pembahasan

1.Starategi Koping berfokus pada masalah

Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas ibu dengan anak retardasi mental memiliki strategi koping yang berfokus pada masalah yaitu sebanyak 22 orang ( 73,33%) .hal ini sejalan dengan teori Lazarus dan Folkam (1986) usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan problem focused

koping ditujukan dengan mengurangi situasi yang penuh dengan stres atau memperluas sumber untuk mengatasinya, dimana ada beberapa 3 koping yang di gunakan orang tua saat mengalami masalah, Confrontative Coping usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi, dan pengambilan resiko, Seeking social support

usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional dan bantuan informasi dari orang lain, Planful problem solving, Usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang hati-hati bertahap, dan analitis.

Hasil penelitian (Suri,2009) bahwa para orang tua cenderung menyelesaikan masalah dengan mencari informasi-informasi terkait masalah yang terjadi pada anak down syndrome 47 orang (74,6%). Hal ini akan menambah


(48)

pengetahuan bagi orangtua sehingga orangtua lebih mampu menghadapi masalah yang terjadi terkait anak mereka. Hasil penelitian (Magnawiyah 2013) mempunyai masalah yang sama, yaitu menghadapi kondisi anak yang tidak dapat di obati hanya bisa dilakukan dengan terapi yang rutin agar perkembangan dan pertumbuhan optimal sesuai dengan kondisi anak tersebut serta ditambah dengan adanya stesor lain, biaya, pandangan masyarakat terhadap dirinya serta kekhawatiran akan masa dengan anak. Hal ini sejalan juga dengan (Pratiwi, 2014) menemukan fakta lain bahwa mengenai perilaku koping yang digunakan si ibu ketika awal mengetahui anaknya down syndrome berbeda-beda, dan perilaku tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi informan masing-masing.

Usia sangat berpengaruh terhadap mekanisme koping orang tua, para responden terbanyak dengan rentang 45-46 sebanyak 16 orang (53,3%), dimana usia sangat berpengaruh daya tangkap dan pola pikir seseorang semakin bertambah umur akan seakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirna sehingga pengetahuan yang di peroleh semakin membaik (Ahyarwahyudi, 2010). 2.Strategi koping berfokus pada emosi

Berdasarkan penelitian strategi koping berfokus pada emosi yaitu sebanyak 8 orang (26,66%), orangtua yang mengetahui anaknya terdiagnosa retardassi mental orangtua menggunakan koping berfokus pada emosi,ini di sebabkan oleh kondisi dimana lingkungan yang tidak mendukung dan memandang bahwa orangtua ibu dipandang sebelah mata oleh masyarakat.sebagian orang tua juga masih mengingat bahwa anak yang mereka


(49)

lahirkan itu sempurna,tetapi dengan kenyataan bahwa anak mereka mengalami gangguan dan selalu mengingatnya.

Hal ini sejalan dengan Teori Lazarus dan Folkam(1986) yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang dapat ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan.dimana ada 5 cara yang digunakan orangtua untuk mengatasi emosi Self-control usaha untuk mengatur perasaan ketika mengetahui situasi yang menekan.Distancing usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau menciptakan pandangan-padangan yang positif, seperti menganggap masalah seperti lelucon. Positive reappraisal usaha mencari makna positif dari permasalahan dengan berfokus pada pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal yang bersifat religius. Accepting responsibility usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya dan mencoba menerima untuk membuat semuanya menjadi lebih baik. Escape / avoidanceusaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti makan, minum, merokok, atau menggunakan obat-obatan.

Suri (2009) didapati bahwa orangtua yang memiliki anak down syndrome

di SDLB Negeri 107708 Lubuk Pakam selalu mengingat kejadian menyedihkan adalah (50,8%) angka ini cukup tinggi. Hal ini dikarenakan kejadian yang menyakitkan atau menyedihkan sangat sulit untuk dilupakan oleh para orang tua bahkan beberapa responden selalu menangis ketika ditanya pengalaman


(50)

menyedihkan terkait anak down syndrome. Penelitian ( Magnawiyah, 2013) mengatakan dalam menghadapi stressor dengan cara berusaha untuk menyadari keadaan yang terjadi pada dirinya, menerima keadaan, pasrah den sadar bahwa anak adalah bagian dari dirinya sebagai tanggung jawab yang harus di jalani. Hal ini sejalan dengan teori Lazarus dan folkam (1984) bahwa Aceepting Responsibility merupakan usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dari permasalahan yang dihadapi dan mencoba menerimanya untuk membuat keadaan menjadi lebih baik.agama juga sangat berpengaruh terhadap koping yang digunakan orangtua dimana agama responden mayorits adalah islam sebanayak 25 orang ( 83,3 %), hal ini merupakan penting karena dalam hal mengatasi stress individu pada ketidakberdayaan yang akan menurunkan kemampuan strategi koping.


(51)

Berdasarkan hasil analisa data dan pembasahan, peneliti dapat mengambil kesimpulan mengenai Strategi Mekanisme Koping Orangtua Yang Memiliki Anak Dengan Retardasi Mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan. Pada deskripsi karakteristik demografi responden usia orangtua rentang 36-45 tahun 53,3%, semua responden berjenis kelamin perempuan 100%, Agama responden mayoritas islam 83,3 %, suku dengan mayoritas jawa 46 %, pendidikan responden terbanyak adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 63,3 %, pekerjaan orangtua mayoritas adalah ibu rumah tangga sabanyak 73,3 %, penghasilan orangtua mayoritas sebanyak 53,3%, jumlah anak orangtua ibu mayoritas sebanyak 80 %.

Strategi mekanisme koping yang memiliki anak dengan retardasi mental di SLB E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan adalah strategi koping berfokus pada masalah (73,33%). Dan strategi mekanisme koping yang memiliki anak dengan retardasi mental di SLB E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan adalah strategi koping berfokus pada emosi (26,66%).

2.Saran

2.1 Pendidikan Keperawatan

Dalam pendidikan keperawatan khususnya keperawatan anak dan jiwa perlu memberikan penekanan materi tentang strategi mekanisme koping orang tua yang memiliki anak dengan retardasi mental, sehingga perawat dapat membantu upaya-upaya dalam memberikan startegi mekanisme koping yang baik dan


(52)

membantu memberikan pendidikan dalam peningkatan stretegi mekanisme koping melalui intervensi.

2.2 Penelitian Selanjutnya

Penelititian ini mempunyai keterbatasan sehubungan waktu penelitian, jumlah sampel yang menjadi responden hanya 30 orang yang didapatkan dari satu SLB, diharapkan pada penelitian selanjutnya diperoleh jumlah sampel yang memadai sehingga dapat mewakili seluruh populasi dengan menambahkan jangkauan lokasi penelitian .diiharapkan penelitian selanjutnya untuk menambah teknik pengambilan data yaitu dengan cara observasi yang berulang terhadap anak dan juga wawancara

2.3 Bagi SLB E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan

Bagi SLB E Negeri Kecamatan Sei Agul medan agar membuat suatu wadah perkumpulan bagi sesama orangtua anak retardasi mental agar setiap orangtua bertukar pikiran dan informasi tentang perkembangan anak mereka.


(53)

Dalami,dkk, 2009. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan jiwa. Jakarta timur: CV. Trasn info media.

Gupta, A & Singhal, N. 2004. Positive perception in parents Of Children with Disabilities. Asian Pasific Disability Rehabilitation journal, 15 (1), 22-23. Diakses pada 23 Oktober 2014

http://. Aifo.it/resources/apdrj/apdrj04/positiveperception.pdf.

Hidayat, 2007. Metode penelitian keperawatan dan teknil analisis data. Jakarta : Salemba Medika.

Jones, J. & Passyey, J. 2003. Family adaption, coping and resources; parents Of Children with developmental disabilities and behaviour problem. Journal on Development disabilities, II (1), 32-43. Diakses pada tanggal 20

Oktober 2014.

http://www.oadd.org/publications/journal/issues/volllno1/download/jones &passey.pdf

Keliat, Budi Anna. 1998. Gangguan Konsep Koping, citra Tubuh dan Seksual pada Klien Kanker. Jakarta. : EGC

Kozier, B. & Erb, G. 2004. Fundamental Of Nursing: concept and procedure, Third Edition, USA; Addison- Wesley publishing. Inc.

Latief, Abdul dkk. (2007). Buku kuliah 1 ilmu keperawatan anak, Jakarta: Penerbit bagian ilmu Kesehatan Anak FKUI

Lazarus Richard S dan Folkam susan 1984.stress, appraisal, and coping: New York, Springer Publishing Company, Inc.

Lumbangtobing, S. M. 2006.Anak dengan mental terbelakangan. Jakarta : Balai penerbit FKUI.

Mangungsong, F. 2012. Psikologi dan pendidikan anak berkebutuhan khusus. Depok:LPSP3 UI.

Muhammad, Jamila,K. A, 2008.Spesial Education For Speacial Children, Jakarta: Hikmah PT. Mijan Publika.

Musfichin,( 2013).Pola Asauh Orangtua: Studi Keluarga Dengan Anak Retardasi Mental.Tesis Fakultas Psikologi UGM. Yogyakarta.

Magnawiyah, 2013. Strategi Koping Orang Tua Pada Anak Yang Menderita Sindrom Down di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Jakarta Lebak Bulus Jakarta, Tesis Universitas islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi penelitian Ilmu keperawatan. Jakarta selatan.Salemba media.

Pritzlaff, a. l. 2001.Examining the coping strategis of parents who have children with disabilities. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2014. http://www.uvstour.edu/lib/thesis/2001/2001pritzlafa.pdf.

Priyatno, dwi. 2008. Mandiri belajar spss. Mediakom: Yogyakarta.

Pratiwi, 2014, Perilaku Coping Pada Ibu Yang Memiliki Anak Down Syndrome.tesis


(54)

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rasmun, 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Jakarta Edisi I. CV. Sagung Seto.

Rusman, 2004.Sters. Koping dan adaptasi.Jakarta: Sagung seto.

Somantri, 2007.Psikologi anak luar biasa. Bandung: PT Refika Arditama Stuart,2007. Buku saku keperawatan jiwa, Ed. 5. Jakarta: EGC

Stuartd & Sundeen, dalam Nasir abdul dan muhith abdul, 2011. Dasar-dasar keperawatan jiwa: pengantar dan teori. Jakarta: Salemba medika.

Sudjana. (2005).Metode Statika. Bandung: Tarsito

Suliswati, dkk. (2005).Konsep Dasar Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC

Suri, D. P., Wardiyah P. 2012. Mekanisme Koping pada Orang Tua yang Memiliki Anak Down Syndrome di SDLB Negeri 107708 Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Keperawatan Vol. 1, No. 1.Universitas Sumatra Utara.

Taylor, L., Lilis, C., & Lemone, P.L. 1997. Fundamental Of Nursing; The Art And Science Of Nursing Care. Philadelphia, New York; Lippincott.

Wells, J.A, . Sullivon, A. , & Diamond, T 2003. Parents stress and adaptive functioning of indicluals With Developmental Disabilities. Juornal On Developmental Disablities, volume 10, number 1, Diakses

pada tanggal 20 Oktober 2014.

http://www.oadd.org/publications/journal/issues/vol10noldownload/werss. sullivand&diamond.pdf.


(55)

Saya bernama Sopiyan Hadi Sirait / 111101094 adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara ingin melakukan penelitian Strategi Mekanisme Koping Orang Yang Memiliki Anak Dengan Retardasi Mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan

Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Peneliti menjamin bahwa penelitian yang dilakukan tidak akan menimbulkan dampak negatif kepada anda sebagai responden. Untuk keperluan tersebut, saya mengharapkan kesediaan anda sebagai orangtua untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Jika anda bersedia, peneliti akan memberikan kuesioner yang berisikan pernyataan dan pernyataan yang terbagi atas 3 bagian yaitu data demografi, kuesioner Koping berfokus pada masalah dan koping berfokus pada emosi Anda diharapkan menjawab pertanyaan dengan jujur, apa adanya sesuai dengan situasi saat ini.

Partisipasi dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga anda bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa ada sanksi apapun. Semua informasi yang diberikan akan dirahasiakan dan hanya akan dipergunakan dalam penelitian ini.

Terima kasih atas partisipasi anda dalam penelitian ini.

Peneliti


(56)

Dengan Retardasi Mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan”

maka saya dengan sukarela dan tanpa paksaan menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian tersebut.

Medan, Responden


(57)

Kode:

Tanggal:

Bagian 1:Kuesioner Data Demografi

Petunjuk:

a. Berikan tanda checklist () pada kota pilihan yang sesuai dengan ibu b. Bila ada yang kurang dimengerti dapat ditanyakan pada peneliti

1. Usia orangtua : tahun

2. Jenis kelamin : Laki-laki : Perempuan

3. Agama : Islam

: Kristen Protestan : Kristen Katolik

5. Suku :

:Jawa :Batak :Minang


(58)

7. Pekerjaan :Buruh/Karyawan Ibu rumah tangga

Pegawai swasta PNS Wiraswastann

8.Penghasilan perbulan : < Rp.1.350.000

Rp.1.3.50.000- Rp. 2.500.000

Rp. 2.500.000- Rp. 3.500.000

>Rp.3.500.000


(59)

() pada kolom Ya atau Tidak sesuai dengan pendapat Saudara/i.

Apa yang bapak/ibu lakukan dalam menghadapi masalah terkait anak retardasi

No Pertanyaan Ya Tidak

Koping Berfokus Pada Masalah (Problem focuses coping)

1 Apakah ibu merencanakan masa depan anak ibu?

2 Apakah ibu optimis menjalani hidup dengan anak retardasi mental?

3 Apakah ibu melampiaskan amarah ketika terjadi masalah kepada orang lain, keluaraga ataupun anak?

4 Apakah ibu mengikuti perkumpulan para orangtua retardasi mental?

5 Apakah ibu selalu mencari informasi terkait anak retardasi mental?

6 Apakah ibu berkonsultasi dengan dokter terkait anak ibu? 7 Apakah ibu selalu membicarakan masalah dengan keluarga

dengan mencari informasi?

8 Apakah ibu memberikan terapi pada anak dalam peningkatan perkembangan anak retardasi mental?

9 Apakah ibu merasa lebih positif dengan memiliki anak retardasi mental?

10 Apakah ibu selalu mengigat kejadian menyedihkan terkait anak retardasi mental?

11 Apakah ibu selalu sabar dan menerima keadaan anak ibu?

Koping Berfokus Pada Emosi(Emotion focused emotion)

12 Apakah ibu selalu mengalihkan masalah dengan menonton Tv

Terus- menerus?

13 Apakah ibu merasa tidak mampu dalam mengambil keputusan untuk

menyelesaikan masalah?

14 Apakah ibu mencoba untuk melupakan masalah yang ibu alami?

15 Apakah ibu merasa masalah akan teratasi seiring dengan waktu berjalan?


(60)

masalah yang saya alami? 19

Apakah ibu menjadi pribadi yang lebih baik walaupun mempunyai

anak retardasi mental?

20 Apakah ibu menerima anak ibu karena itu adalah anugerah dari tuhan?

21 Apakah ibu mengkomsumsi minuman beralkohol sejak mempunyai

anak retardasi mental?

22 Apakah ibu mengkomsumsi obat-obatan terlarang sejak mempunyai


(61)

(62)

(63)

(64)

(65)

(66)

(67)

4 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 2 4

5 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 6 36

6 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 6 36

7 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 8 64

8 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 9

9 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 9 81

10 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 13 169


(68)

= = (1, 043) (1- )

= = = 16,41 = (1,043) (1- 0,294)


(69)

1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 9 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 6

3 50 2 2 1 5 2 2 3 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 9 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 7

4 40 2 1 2 1 2 2 2 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 6

5 45 2 1 1 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 6

6 51 3 1 1 4 3 4 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 8

7 51 1 2 1 5 2 5 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 4

8 43 2 2 2 4 3 3 2 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 7 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 5

9 52 1 2 1 4 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0 4

10 39 2 1 1 3 2 2 2 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 8 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 7

11 50 3 2 1 2 3 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1


(70)

15 41 2 1 1 1 3 5 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 7 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 8

16 45 1 1 5 2 2 2 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 9

17 49 2 1 1 1 3 5 3 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 8 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 7

18 53 1 2 1 2 3 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0 4

19 48 1 2 1 3 4 2 2 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 4 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 8

20 39 2 1 1 2 3 2 3 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 7 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 7

21 52 3 2 1 3 3 2 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 7 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 8

22 39 1 1 1 1 2 5 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 7 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 6

23 37 2 2 1 2 3 2 3 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 8 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 7

24 44 1 1 1 5 1 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1

0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 7

25 41 2 2 1 5 3 5 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 7 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 8

26 51 2 4 1 2 4 2 4 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 6


(71)

Keterangan

K :kode P: pendidikan

UO :usia orangtua PK: pekerjaan

JA :jumlah anak PP: penghasilan perbulan

JK :jenis kelamin TM total mekanisme koping berfokus pada masalah A :agama TE total mekanisme koping berfokus pada emosi


(72)

N Vali

d 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Miss

ing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Frequency Table P1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid ya

30 100,0 100,0 100,0

p2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 5 16,7 16,7 16,7

ya 25 83,3 83,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

p3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 18 60,0 62,1 62,1

ya 12 36,7 37,9 100,0

Total 30 96,7 100,0

P4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(73)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 6 20,0 20,0 20,0

ya 24 80,0 80,0 100,0

Total

30 100,0 100,0

p6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 5 16,7 16,7 16,7

ya 25 83,3 83,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

p7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 7 23,3 23,3 23,3

ya 23 76,7 76,7 100,0

Total 30 100,0 100,0

p8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 6 20,0 20,0 20,0

ya 24 80,0 80,0 100,0

Total 30 100,0 100,0

p9

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 7 23,3 23,3 23,3

ya 23 76,7 76,7 100,0


(74)

Total 30 100,0 100,0

p11

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 2 6,7 6,7 6,7

ya 28 93,3 93,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

Statistics p12e mosi p13e mosi p14e mosi p15e mosi p16e mosi p17e mosi p18e mosi p19e mosi p20e mosi p21e mosi p22e mosi N Vali

d 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Miss

ing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Frequency Table p12emosi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 30 100.0 100.0 100.0

p13emosi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 15 50.0 50.0 50.0

Ya 15 50.0 50.0 100.0


(75)

Total 30 100.0 100.0

p15emosi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 3 10.0 10.0 10.0

Ya 27 90.0 90.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

p16emosi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 11 36.7 36.7 36.7

Ya 19 63.3 63.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

p17emosi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 5 16.7 16.7 16.7

Ya 25 83.3 83.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

p18emosi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 1 3.3 3.3 3.3

Ya 29 96.7 96.7 100.0


(76)

Total 30 100.0 100.0

p20emosi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 4 13.3 13.3 13.3

Ya 26 86.7 86.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

p21emosi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 27 90.0 90.0 90.0

Ya 3 10.0 10.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

p22emosi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 29 96.7 96.7 96.7

Ya 1 3.3 3.3 100.0


(77)

2 Menyusun Bab 1 3 Menyusun Bab 2 4 Menyusun Bab 3 5 Menyusun Bab 4 6 Menyerahkan proposal

penelitian

7 Ujian sidang proposal 8 Revisi proposal penelitian 9 Uji Validitas & Reliabilitas 10 Pengumpulan data responden 11 Analisa data

12 Ujian sidang skripsi 13 Revisi skripsi


(78)

a. Survey awal Rp.50.000,00

b. Transportasi Rp.50.000.00

c. Biaya tinta dan kertas print proposal Rp.100.000,00

d. Biaya internet Rp.50.000,00

e. Perbanyak proposal Rp.100.000,00

f. Konsumsi Rp.150.000,00

2.Pengumpulan Data

a. Izin penelitian Rp.50.000,00

b. Biaya transportasi Rp.100.000,00

c. Penggandaan kuesioner Rp.150.000,00

2. Analisa Data dan Penyusunan Laporan Perbaikan

a. Biaya kertas dan tinta print Rp.100.000,00

b. Penjilidan Rp.100.000,00

c. Siding skripsi Rp.150.000,00

3. Biaya tak terduga Rp.150.000,00


(79)

(80)

(81)

(82)

Tempat/Tanggal Lahir : Huta Padang/ 14 juli 1992

Agama : Islam

Alamat : Dusun VI Desa Huta Padang Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan

No. Hp : 082165803972

Nama Ayah : Umar Sirait

Nama Ibu : Rusmi Sinaga

Pendidikan :

1. SD 0100112 Huta Padang,Asahan (1999-2003) 2. SMP YPUS Huta padang ,Asahan (2003-2005) 3. SMA Swasta Krakatau Medan (2008-2011) 4. S1 Ilmu Keperawatan USU (2011- Sekarang)


(1)

JADWAL TENTATIF PENELITIAN

No

Aktivitas Penelitian September 2014 Oktober 2014 November 2014 Desember 2014 Januari 2015 Februari 2015 Maret 2015 April 2015 Mei 2015 Juni 2015 Juli 2015 Minggu Ke- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Pengajuan judul penelitian

2 Menyusun Bab 1 3 Menyusun Bab 2 4 Menyusun Bab 3 5 Menyusun Bab 4 6 Menyerahkan proposal

penelitian

7 Ujian sidang proposal 8 Revisi proposal penelitian 9 Uji Validitas & Reliabilitas 10 Pengumpulan data responden 11 Analisa data

12 Ujian sidang skripsi 13 Revisi skripsi

14 Mengumpulkan skripsi


(2)

PENGELUARAN DANA PENELITIAN

1. Proposal

a. Survey awal Rp.50.000,00

b. Transportasi Rp.50.000.00

c. Biaya tinta dan kertas print proposal Rp.100.000,00

d. Biaya internet Rp.50.000,00

e. Perbanyak proposal Rp.100.000,00

f. Konsumsi Rp.150.000,00

2.Pengumpulan Data

a. Izin penelitian Rp.50.000,00

b. Biaya transportasi Rp.100.000,00

c. Penggandaan kuesioner Rp.150.000,00 2. Analisa Data dan Penyusunan Laporan Perbaikan

a. Biaya kertas dan tinta print Rp.100.000,00

b. Penjilidan Rp.100.000,00

c. Siding skripsi Rp.150.000,00

3. Biaya tak terduga Rp.150.000,00

Total: Rp.1.300.000,00


(3)

(4)

(5)

(6)

Riwayat Hidup

Nama : Sopiyan Hadi Sirait Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tempat/Tanggal Lahir : Huta Padang/ 14 juli 1992

Agama : Islam

Alamat : Dusun VI Desa Huta Padang Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan

No. Hp : 082165803972

Nama Ayah : Umar Sirait Nama Ibu : Rusmi Sinaga

Pendidikan :

1. SD 0100112 Huta Padang,Asahan (1999-2003) 2. SMP YPUS Huta padang ,Asahan (2003-2005) 3. SMA Swasta Krakatau Medan (2008-2011) 4. S1 Ilmu Keperawatan USU (2011- Sekarang)


Dokumen yang terkait

Hubungan Spiritualitas Orang Tua Terhadap Perilaku Adaptif Anak Retardasi Mental di Sekolah Luar Biasa E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan

10 57 125

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Strategi Koping pada Ibu yang Memiliki Anak Tunagrahta di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Salatiga

0 0 16

Hubungan Spiritualitas Orang Tua Terhadap Perilaku Adaptif Anak Retardasi Mental di Sekolah Luar Biasa E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan

0 0 13

Hubungan Spiritualitas Orang Tua Terhadap Perilaku Adaptif Anak Retardasi Mental di Sekolah Luar Biasa E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan

0 0 2

Hubungan Spiritualitas Orang Tua Terhadap Perilaku Adaptif Anak Retardasi Mental di Sekolah Luar Biasa E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan

0 0 7

Hubungan Spiritualitas Orang Tua Terhadap Perilaku Adaptif Anak Retardasi Mental di Sekolah Luar Biasa E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan

0 0 23

Hubungan Spiritualitas Orang Tua Terhadap Perilaku Adaptif Anak Retardasi Mental di Sekolah Luar Biasa E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan

1 3 3

Hubungan Spiritualitas Orang Tua Terhadap Perilaku Adaptif Anak Retardasi Mental di Sekolah Luar Biasa E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan

0 0 40

Strategi Mekanisme Koping Orangtua yang Memiliki Anak dengan Retardas Mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan

0 0 28

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Strategi Mekanisme Koping Orangtua yang Memiliki Anak dengan Retardas Mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan

0 0 17