Timur, masih ditemukan harga yang jauh di bawah HPP. Rendahnya harga yang diterima petani tersebut disebabkan lemahnya informasi harga yang diterima
petani. Akses informasi harga seharusnya menjadi perangkat penting yang harus disediakan pemerintah dalam meluncurkan kebijakan harga tersebut.
Kedua , rendahnya harga yang diterima petani juga diakibatkan pengaruh peran
tengkulak dalam mempermainkan harga pembelian di tingkat petani. Lemahnya akses modal yang dimiliki petani kita juga turut serta menyebabkan petani
menyegerakan menjual hasil panennya, karena untuk memenuhi kebutuhan modal untuk tanam berikutnya. Apabila petani mampu melakukan tunda jual, maka
petani dapat menunggu hingga harga yang jatuh saat panen raya bisa kembali menjadi normal.
Peran pemerintah selaku pengambil kebijakan seharusnya mampu menyediakan
perangkat kelembagaan yang lebih bagus, khususnya dalam menangani pemasaran hasil panen padi dari petani. Pemerintah seharusnya juga menyiapkan
skim kepada petani untuk memberikan bantuan modal usaha agar petani bisa melakukan tunda jual dari hasil panennya Nugroho, 2008
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasikan
adalah : 1.
Bagaimanakah pola hubungan kausalitas harga beras dan inflasi di Indonesia ? 2.
Bagaimanakah pola hubungan kausalitas harga pembelian pemerintah HPP dan inflasi di Indonesia ?
3. Bagaimanakah pola hubungan kausalitas harga pembelian pemerintah HPP
dan harga beras di Indonesia ?
4. Bagaimanakah efektifitas kebijakan harga pembelian pemerintah HPP yang
ditetapkan oleh pemerintah di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Menganalisis hubungan kausalitas harga beras dengan inflasi di Indonesia.
2. Menganalisis hubungan kausalitas harga pembelian pemerintah HPP dengan
inflasi di Indonesia. 3.
Menganalisis hubungan kausalitas harga pembelian pemerintah HPP dengan harga beras di Indonesia.
4. Menganalisis keefektifan kebijakan harga pembelian pemerintah HPP di
Indonesia.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam penetapan kebijakan dan
pengambilan keputusan yang lebih efektif dan efisien yang terkait dengan laju inflasi dan determinannya.
2. Sebagai bahan referensi maupun informasi serta perbandingan bagi penelitian
sejenis.
I. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A.
Tinjauan Pustaka
1. Kebijakan Harga
Peran utama dari analisis kebijakan pangan adalah untuk merancang sebuah program yang menghubungkan antara masalah lingkungan mikro dan makro, yang
bertujuan untuk pertumbuhan lebih cepat. Empat tujuan dasar kebijakan pangan nasional adalah: 1 efisiensi pertumbuhan di sektor pertanian, 2 peningkatan
distribusi pendapatan melalui penciptaan lapangan pekerjaan, 3 kecukupan gizi bagi seluruh penduduk, dan 4 menjamin ketahanan pangan yang memadai ketika
gagal panen, bencana alam atau pasokan makanan dan harga dunia yang tidak stabil Timmer, et.al. 1983.
Salah satu kebijakan pangan yang mendapat perhatian khusus adalah kebijakan
harga beras. Kebijakan harga beras di Indonesia pertama kali diajukan secara komprehensif dan operasional oleh Mears dan Afiff pada tahun 1969. Falsafah
dasar kebijakan tersebut berisikan beberapa komponen sebagai berikut: 1 menjaga harga dasar yang cukup tinggi untuk merangsang produksi, 2
perlindungan harga maksimum yang menjamin harga yang layak bagi konsumen, 3 perbedaan yang layak antara harga dasar dan harga maksimum untuk
memberikan keuntungan yang wajar bagi swasta untuk penyimpanan beras, dan
4 hubungan harga yang wajar antara daerah maupun terhadap harga internasional Amang 1989 dalam Kusumaningrum 2008 .
Instrumen kebijakan harga yang dilakukan pemerintah adalah penetapan harga
dasar floor price dengan tujuan untuk meningkatkan produksi beras dan pendapatan petani melalui pemberian jaminan harga guaranteed price yang
wajar dan penetapan batasan harga eceran tertinggi ceiling price dengan tujuan memberikan perlindungan kepada konsumen.
Bulog adalah lembaga yang dirancang pemerintah untuk melaksanakan kebijakan
stabilisasi harga, membeli beras pada tingkat tertentu yang telah ditetapkan pemerintah, serta penyaluran beras untuk masyarakat rawan pangan dan emerjensi
Amang dan Sawit, 2001. Kebijakan harga dasar yang ditetapkan pemerintah dalam memperbaiki tingkat harga yang diterima petani, setelah tahun 1999 relatif
kurang efektif dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kondisi ini disebabkan harga dasar yang ditetapkan pemerintah jauh diatas harga paritas impor, sehingga
membanjirnya beras impor yang masuk Indonesia. Ketidakefektifan harga dasar gabah HDG membuat pemerintah mulai
menggagas harga dasar pembelian pemerintah HDPP yang tidak lain merupakan transisi menuju pelepasan harga gabah ke pasar. Dalam Inpres No 92002, istilah
harga dasar disandingkan dan dikaburkan dengan istilah harga dasar pembelian pemerintah HDPP, yang tentu saja tidak terlalu memiliki konsekuensi kewajiban
pemerintah untuk mengamankannya. Harga dasar akhirnya sama sekali hilang dalam Inpres No 22005 karena telah berganti menjadi harga pembelian
pemerintah HPP Arifin, 2006.