Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi, dimana rakyat memiliki kedudukan yang sangat penting. Menurut Abraham Lincoln negara demokratis adalah negara yang memiliki bentuk pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi Mulai tumbuh seiring dengan adanya globalisasi. 1 Setelah perundingan RI dan GAM dalam menyelesaikan konflik Aceh, Aceh memiliki Undang-Undang Pemerintahan Aceh UUPA sebagai pedoman untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri khususnya dalam proses pemilihan kepala daerah. Pada pilkada tahun 2012 di Kabupaten Gayo Lues Perkembangan demokrasi di Indonesia mulai nampak pasca era reformasi dibawah kepemimpinan BJ. Habibie, Perkembangan tersebut juga telah berpengaruh terhadap perkembangan di Aceh. Aceh merupakan wilayah konflik, dimana selama kurang lebih 30 tahun sejak 1976-2005 terjadi perjuangan GAM Gerakan Aceh Merdeka untuk membebaskan diri dari Indonesia. Pada tanggal 15 Juli 2006, Aceh memiliki momentum demokrasi, hal ini ditandai dengan persetujuan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh DPRA secara bulat terhadap rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh. Dengan adanya momentum ini masyarakat Aceh bisa memulai pembangunan dan melupakan masa konflik yang berkepanjangan. Undang-Undang Pemerintahan Aceh UUPA merupakan turunan dari nota kesepahaman Helsinki, yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 oleh pemerintahan Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka demi menyelesaikan damai di Aceh. 1 Haynes, jeff. 2000. Demokrasi dan Masyrakat Sipil di Dunia Ketiga. Penerjemah : Soemitro. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Hal. 5. Universitas Sumatera Utara 2 memiliki perbedaan dari daerah-daerah lainnya di Indonesia, yakni hadirnya partai politik lokal. Kehadiran partai politik lokal memberi dampak positif terhadap perkembangan demokrasi karena partai politik lokal tersebut baru pertama kalinya ikut berpartisipasi bersama partai politik nasional untuk mensukseskan pilkada di Aceh. Dengan ditetapkan UUPA No. 11 tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh terdapat Qanun yang terdiri dari Pasal yang menerangkan tataran teknis penyelenggaraan pemilihan umum di Aceh. Dalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Pemerintahan Aceh dijelaskan bahwa Aceh merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan Perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur. 2 2 Undang-Undang Pemerintahan Aceh nomor 11 tahun 2006. Selain itu Pasal 1 ayat 12 UUPA juga menjelaskan bahwa Komisi Independen Pemilihan KIP adalah KIP Aceh dan KIP KabupatenKota yang merupakan bagian dari Komisi Pemilihan Umum KPU yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk menyelenggarakan pemilihan umum Presidenwakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat DPRA, anggota Dewan Perwakilan Daerah DPRK, Gubernurwakil Gubernur, BupatiWakil Bupati dan WalikotaWakil Walikota Undang-Undang Pemerintahan Aceh. Pemilihan kepala daerah dijabarkan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-Undang ini mengatur prosesi pilkada di seluruh Indonesia. Universitas Sumatera Utara 3 Dalam ketentuan umum Undang-Undang pemilu legislatif 2009 Pasal 1 ayat 1 menjelaskan Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Republik Indonesia. Adapun mengenai aturan penyelenggaraan Pemilu Aceh dijabarkan dalam Qanun Aceh No. 7 tahun 2007, Qanun Aceh yang menjelaskan mengenai aturan main penyelenggaraan pemilu Aceh dalam pemilihan PresidenWakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, anggota DPRADPRK, Gubernur Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota. Selain itu, KPUD Komisi Pemilihan Umum Daerah tidak lagi memegang tanggungjawab sebagai penyelenggara pilkada seperti yang masih dilakukan di daerah-daerah lain di Indonesia. Sebaliknya peran dan tanggungjawab tersebut diambil alih oleh KIP Komisi Independen pemilihan sebagai sebuah lembaga yang diharapkan lebih bersikap netral dan independen dalam proses pemilihan umum di Aceh. Anggota KIP sebagai penyelenggara pemilihan diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh DPRA dan di tetapkan secara bertanggungjawab dan diresmikan atau dilantik oleh Gubernur. Selain itu Qanun Aceh ini juga menjelaskan tentang peran dan fungsi KIP dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum khususnya Pilkada di Aceh. KIP dapat menjalankan peran dan fungsinya secara bebas, langsung, jujur, adil dan teratur serta tertib dalam menyelenggarakan pemilu serta tidak memihak kepada organisasi dan serikat manapun, dan mampu memberikan kesempatan kepada rakyat untuk meningkatkan kualitas perannya dalam menentukan keputusan politiknya. 3 3 Qanun Aceh no 7 tahun 2007. Universitas Sumatera Utara 4 Untuk meningkatkan perannya KIP Aceh bertanggung jawab terhadap prosesi pemilihan di Aceh yaitu Pilkada yang berada ditingkat pusat Provinsi dan pemilihan kepala daerah yang berada di tingkat II Kabupaten. Dalam pemilihan kepala daerah tingkat II Kabupaten, KIP KabupatenKota diberikan wewenang oleh Undang-Undang Pemerintahan Aceh UUPA No. 11 Tahun 2006 untuk menjalankan pemilu legislatif di tingkat Kabupaten. Berdasarkan wewenang tersebut, KIP Kabupaten Gayo Lues merupakan lembaga pemilihan umum tingkat Kabupaten melakukan beberapa peranan tentang tahapan-tahapan untuk melangsungkan proses Pilkada di Kabupaten Gayo Lues. Dalam pelaksanaan pilkada 2012 di Kabupaten Gayo Lues, KIP sebagai penyelenggara pilkada mengalami hambatan yang terjadi disaat pilkada berlangsung sehingga menghambat proses berjalannya demokrasi, seperti dalam penyusunan peraturan-peraturan yang ditentukan oleh KIP Kabupaten Gayo Lues dalam tahap persiapan terhambat dalam jumlah anggaran, jadwal waktu untuk pembacaan uji tes baca Al-quran terhadap calon bupati dan wakil bupati, banyak Daftar Pemilih Tetap DPT yang berkurang, menyusun dan mengumumkan Daftar Pemilihan Sementara DPS sangat singkat sehingga kemungkinan kecil masih banyak mengandung pemilih ganda, pada masa kampanye pilkada Kabupaten Gayo Lues memiliki indikasi yang penuh dengan money politik serta laporan dana kampanye yang kurang tertib, dan masih terdapat kekeliruan dalam penyusunan berita pemungutan suara di pilkada Kabupaten Gayo Lues 2012. Yang membuat peneliti tertarik melakukan penelitian di Kab. Gayo Lues, karena dengan di tetapkannya otonomi khusus di Aceh terkait dengan partai politik lokal masyarakat Aceh merasa kepentingan dan aspirasi mereka dapat tersalurkan dengan baik melalui partai-partai lokal tersebut. Sedangkan belum berlakunya otonomi khusus masyarakat Gayo Lues merasa aspirasi mereka Universitas Sumatera Utara 5 kurang di terima dengan baik oleh partai-partai nasional. Hal ini dikarenakan adanya kepentingan elit-elit partai di pusat yang mempengaruhi proses penyerapan aspirasi masyarakat di Kab. Gayo Lues sehingga masyarakat menjadi apatis terhadap setiap pemelihan kepala daerah yang diusung oleh partai-partai yang berlaku secara nasional. Setelah lahirnya otonomi khusus dan diberlakukannya politik lokal di Aceh khususnya di Kab. Gayo Lues maka masyarakat merasakan Demokrasi yang sebenarnya. Masyarakat beranggapan kepala daerah yang diusung oleh partai Aceh akan dapat menyerap aspirasi masyarakat khususnya pada pemilihan bupati Kab. Gayo Lues karena bupati yang diusung oleh partai Aceh tidak akan mendapat tekanan dari elit-elit dipusat terkait dengan kepentingan mereka di Aceh. Sehingga dengan demikian Bupati terpilih dapat benar-benar memahami apa yang menjadi keinginan masyarakat Gayo Lues untuk kemudian mewujudkannya dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang pro kepada masyarakat Gayo Lues.

1.2 Perumusan Masalah