II.3 Torsi II.3.1 Umum
Dalam bab sebelumnya telah dibahas tegangan lentur dan tegangan geser yang terjadi akibat pembebanan pada balok yang terjepit bebas. Konsep dari
tegangan geser dan regangan geser ini memiliki aplikasi yang penting terhadap masalah-masalah torsi yang terjadi. Masalah-masalah seperti ini sering terjadi pada
balok yang mengalami puntiran yang besar, pada balok yang dibebani secara tidak semetris, pada sayap dan badan pesawat, dan pada contoh-contoh lainnya. Masalah
yang terjadi ini sangat rumit pada umumnya, dan pada bagian ini hanya akan dipelajari tentang torsi seragam pada balok lingkaran, balok berdinding tipis, dan
dinding tipis terbuka.
II.3.2 Torsi pada thin circular tube
Permasalahan torsi yang paling sederhana adalah pemuntiran terhadap pipa lingkaran tipis yang seragam. Pipa dalam gambar 2.10a memiliki ketebalan t, jarak
jari-jari dari dinding r,dan L adalah panjang dari pipa lingkaran tersebut.
Gambar 2.10a Torsi pada thin-walled circular tube
Universitas Sumatera Utara
Tegangan geser diberikan pada sekeliling permukaan dari pipa lingkaran pada kedua ujung akhir pipa dan dalam arah yang
berlawanan. Jika tegangan τ adalah seragam di sekitar batas dinding pipa, total torsi T pada kedua ujung balok pipa adalah
2.52 Sehingga tegangan geser di sekeliling permukaan pipa akibar torsi T adalah
2.53 Selanjutnya akan diperhitungkan regangan geser yang terjadi akibat dari tegangan
geser. Perlu diketahui pertama kali regangan geser pelengkap terjadi pada dinding pipa yang sejajar dengan sumbu memanjang dari pipa. Jika δs adalah sebahagian
kecil panjang dari permukaan kemudian bagian dari dinding ABCD, gambar 2.10a, adalah dalam keadaan mengalami tegangan geser murni. Jika salah satu ujung dari
balok pipa dianggap tidak ikut terpuntir, maka elemen dinding memanjang ABCD mengalami distorsi menjadi bentuk parallelogram ABC`D`, gambar 2.10a, sudut dari
regangan geser menjadi 2.54
jika material adalah elastic, dan memiliki modulus geser G. Tetapi jika θ adalah sudut dari puntiran dari ujung dekat pipa maka akan didapat
2.55 Sehingga
2.56 Tetapi kadang akan lebih sesuai untuk mendefinisikan puntiran dari pipa sebagai
perbandingan dari perubahan dari puntir terhadap satuan panjang yang dinyatakan dengan θL, dan dari persamaan 2.58 ini adalah sama dengan
Universitas Sumatera Utara
2.57
II.3.3 Torsi pada solid circular shafts
Torsi yang terjadi pada pipa tipis lingkaran adalah masalah yang lebih sederhana karena tegangan geser dapat dianggap konstan pada seluruh ketebalan
dinding. Kasus seperti tiang lingkaran yang padat lebih rumit karena tegangan geser sangat bervariasi pada setiap bagian dari penampang balok. Tiang berbentuk
lingkaran padat dari gambar 2.11a memiliki panjang L dan jari-jari a pada penampang pada tiang.
Ketika torsi yang besarannya sama diberikan dalam arah yang berlawanan pada setiap ujung dari tiang terhadap sumbu memanjang maka dapat diasumsikan bahwa:
i. puntiran adalah seragam pada sepanjang tiang, sehingga seluruh penampang tegak
lurus sumbu memanjang mengalami perputaran yang hampir sama, ii.
penampang tetap datar pada saat mengalami puntiran, dan iii.
jari-jari tiang tetap lurus selama puntiran terjadi.
Gambar 2.11a Torsi pada sebuah solid circular shaft
Universitas Sumatera Utara
Jika θ adalah sudut dari puntiran akibat torsi yang terjadi pada kedua ujung dari tiang, kemudian regangan geser γ dari sebuah elemen tiang dengan tebal δr dan pada
jari-jari r adalah 2.58
Jika material bersifat elastis dan memiliki modulus geser G maka keseluruhan tegangan geser yang terjadi pada bagian tiang ini adalah
2.59 Ketebalan dari sebahagian tiang adalah δr, maka total torsi pada bagian ini adalah
2πr δrτr = 2πr
2
τ δr Total torsi pada tiang adalah kemudian
2.60 Dengan menggantikan τ dari persamaan 2.61 , maka didapat
2.61 dimana
2.62 Ini adalah momen inersia polar dari luasan penampang terhadap sumbu pusat, dan
biasanya ditulis dengan symbol J. Maka kemudian persamaan 2.63 dapat ditulis menjadi
2.63 Kombinasi dari persamaan 2.61 dan 2.65 menjadi
2.64
Universitas Sumatera Utara
Dapat dilihat dari persamaan 2.61 bahwa τ bertambah secara linear dengan r, dari nol pada pusat dari tiang menjadi GaθL pada kelilingnya. Sepanjang jari-jari dari
penampang, tegangan geser adalah tegak lurus terhadap jari-jari dan tetap dalam keadaan datar terhadap penampang, gambar 2.11b.
II.3.4 Torsi pada hollow circular shafts
Pada kasus umum yang sering terjadi adalah torsi yang disalurkan melalui tiang lingkaran dengan penampang hollow berongga. Misalkan a
1
dan a
2
adalah jari-jari bagian dalam dan bagian luar dari tiang lingkaran hollow seperti gambar
2.12a.
Gambar 2.11b Variasi dari tegangan geser akibat torsi pada penampang padat
Gambar 2.12a Penampang dari tiang lingkaran berlubang
Universitas Sumatera Utara
Asumsi-asumsi yang sama seperti pada tiang lingkaran padat dapat diberlakukan. Jika τ adalah tegangan geser pada jari-jari r, maka total torsi pada tiang adalah
2.65 Jika diasumsikan bahwa jari-jari tetap lurus selama puntiran, dan bahwa material
bersifat elastic, maka didapatkan
Kemudian persamaan 2.67 menjadi 2.66
dimana 2.67
J disini adalah momen inersia polar dari luasan penampang atau lebih umumnya adalah konstanta torsi dari penampang terhadap sumbu yang melalui titik pusat. J
memiliki nilai 2.68
Maka, untuk keduanya hollow dan padat, dapat diambil suatu hubungan antara lain 2.69
II.3.5 Torsi pada thin tubes dengan penampang bukan lingkaran
Pada umumnya kasus dari torsi dari sebuah tiang yang mempunyai bentuk penampang tidak menyerupai lingkaran termasuk kedalam salah satu kasus yang
rumit. Dalam kasus tertentu dimana tiang adalah sebuah pipa tipis kosong maka dapat dikembangkan teori dasar yang memberikan hasil-hasil yang cukup tepat untuk
tujuan dari insinyur.
Universitas Sumatera Utara
Misalkan sebuah pipa berdinding tipis yang tertutup memiliki bagian yang seragam pada setiap panjangnya. Ketebalan dari dinding pada setiap titik adalah t,
gambar 2.13a, walaupun ini dapat berbeda pada titik disekeliling dari pipa. Kemudian torsi T diberikan pada setiap ujung akhir sehingga terjadi puntiran
terhadap sumbu memanjang Cz. Diasumsikan bahwa torsi T tersebar pada ujung akhir dari pipa dalam bentuk tegangan geser yang sejajar terhadap penampang
dinding pada setiap titik, gambar 2.13a, dan pada ujung dari pipa terbebas dari tahanan aksial.
Jika tegangan geser pada setiap titik dari keliling adalah τ, maka tegangan geser pelengkap yang sama harus diberikan pada sepanjang panjang dari pipa. Ditinjau
keseimbangan yang terjadi pada bagian ABCD dari dinding, jika te gangan geser τ
terjadi seragam pada setiap titik pada ketebalan dinding maka gaya geser yang tersalur pada sisi BC adalah τt per satuan panjang. Untuk keseimbangan memanjang
dari ABCD, gaya geser τt pada BC harus sama dan berlawanan arah dengan τt pada sisi AD, tetapi bagian ABCD hanya merupakan salah satu bagian sedangkan geser ini
Gambar 2.13a Torsi pada pipa berdinding tipis dengan penampang bervariasi
Universitas Sumatera Utara
harus bekerja pada seluruh secara konstan pada seluruh bagian dari pipa. Misalkan nilai konstan dari ini τt adalah
2.70 Gaya geser ini disebut dengan aliran geser yang memiliki satuan beban per satuan
panjang dari keliling pipa. Kemudian dilakukan pengukuran dengan jarak s disekeliling pipa dari suatu
titik O pada keliling dari pipa, gambar 2.13a. Gaya yang bekerja secara tegak lurus pada sebahagian p
enampang pipa dengan panjang δs ini adalah τt δs. Misalkan r adalah jarak tegak lurus dari pusat puntiran C pada sisi keliling pipa. Sehingga
momen dari gaya τt δs terhadap titik pusat C adalah τtr δs
2.71 Total torsi pada penampang dari pipa adalah
2.72 dimana pengintegrasian dilakukan terhadap keseluruhan keliling dari pipa. Tetapi τt
bersifat konstan dan sama dengan q untuk seluruh perubahan nilai s. Kemudian 2.73
Sekarang adalah dua kali luasan dari pipa, A, ditutupi oleh garis tengah dari
dinding dari pipa, dam kemudian 2.74
Tegangan geser pada setiap titik ini kemudian adalah 2.75
Untuk mencari sudut putar dari pipa maka diperhitungkan energi regangan yang terjadi dalam pipa, dan menyamakan energi ini pada hasil yang dihasilkan torsi
Universitas Sumatera Utara
T dalam pemuntiran terhadap pipa. Ketika sebuah material diberikan tegangan geser τ maka energi yang terdapat per satuan volume dari material adalah
2.76 dimana G adalah modulus geser dari material. Pada pipa, tegangan geser ini
bervariasi pada sekeliling keliling pipa tetapi bukan sepanjang pipa. Kemudian energi regangan pada elemen memanjang dari panjang
L, lebar δs dan tebal t adalah 2.77
Total regangan energi yang terkandung dalam pipa antara lain adalah sebesar 2.78
dimana integrasi dilakukan terhadap seluruh keliling dari pipa. Teta pi τt bersifat
konstan, dan sama dengan q, sehingga dapat ditulis 2.79
Jika pada ujung dari pipa terjadi puntir yang berhubungan dengan satu sama lain dengan besar sudut θ, kemudian hasil dari torsi T adalah
2.80 Dengan menyeimbangkan U dan W, didapat
2.81 Dari persamaan 2.74 menunjukkan bahwa
2.82 Kemudian dengan mensubstitusikan persamaan q kedalam persamaan 2.81, maka
didapat 2.83
Universitas Sumatera Utara
Untuk pipa dengan ketebalan t, 2.84
dimana S adalah keliling dari pipa. Persamaan 2.83 dapat dituliskan menjadi
dimana 2.85
J adalah konstanta torsi untuk penampang, untuk penampang lingkaran J sama dengan momen inersia polar dari luasan penampang, tetapi ini tidak benar pada
umumnya.
II.3.6 Torsi pada pelat datar segi empat
Sebuah pelat strip dengan penampang berbentuk segi empat memiliki lebar b, tebal t, dan panjang L. Untuk torsi yang seragam terhadap titik pusat dari
penampang, pelat strip datar ini dapat dianggap sebagai sebuah pipa berdinding tipis yang memiliki lubang dan mengalami puntiran dengan besaran yang sama pada
seluruh bagiannya. Dianggap bahwa sebuah elemen seperti pipa yang berbentuk segi empat dimana sisi yang panjang memiliki jarak y dari pusat sumbu strip dan
memiliki ketebalan pipa adalah δy, gambar 2.14a.
Universitas Sumatera Utara
Jika δT adalah torsi yang terjadi pada bagian pipa ini maka tegangan geser pada sisi panjang dari pipa adalah dari persamaan 2.75, sehingga
2.86 dimana b diasumsikan sangat besar nilainya dibandingkan dengan t. Hubungan ini
kemudian menjadi 2.87
Untuk sudut putar yang terjadi pada elemen pipa, dapat digunakan persamaan 2.84,
dimana L adalah panjang dari strip. Ini kemudian menjadi 2.88
Dengan membandingkan persamaan 2.87 dan 2.88, maka didapat 2.89
Ini menunjukkan bahwa tegangan geser τ berubah secara linear pada seluruh ketebalan dari pelat dan memiliki nilai maksimum pada permukaan sebesar
2.90
Gambar 2.14a Torsi pada pelat strip tipis
Universitas Sumatera Utara
Ciri- ciri yang penting adalah bahwa tegangan geser τ bekerja sejajar sisi panjang b
dari pelat, dan arahnya berkebalikan terhadap ketebalan dari pelat. Solusi pendekatan ini memberikan gambar yang kurang tepat untuk tegangan geser dekat sudut dari
penampang. Kita seharusnya meninjau pipa yang bukan berbentuk segi empat tetapi pipa datar dengan ujung melengkung. Bentuk aliran dari tegangan geser yang
konstan kemudian berlangsung melengkung secara terus menerus, gambar 2.14b.
Total torsi yang terjadi pada penampang adalah 2.91
Momen inersia polar dari luasan penampang terhadap pusat pelat strip adalah 2.92
Jika nilai b sangat besar dibandingkan nilai t, maka pendekatannya adalah 2.93
Bentuk tegangan geser yang terjadi konstan terdapat pada persamaan 2.91 adalah , sehingga dalam torsi yang terjadi pada pelat strip tipis tidak dapat digunakan
momen inersia luasan untuk J dalam hubungan
Gambar 2.14b Arah dari tegangan geser akibat torsi pada pelat tipis
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu dipakai 2.94
II.3.7 Torsi pada dinding tipis terbuka dan tertutup tidak terjadi tegangan warping
Analisis lebih lanjut dapat dilakukan pada bagian-bagian lain akibat torsi seragam dari dinding tipis terhadap bentuk-bentuk penampang lainnya. Pada bentuk
penampang terbuka seperti gambar 2.15a, diambil sebahagian bagian dalam dua sayap. Jika t
1
dan t
2
sangat kecil dibandingkan dengan b
1
dan b
2
, tegangan geser pada sayap 1 dan 2 adalah
dimana sudut puntir per satuan panjang, θL, terjadi pada kedua sayap. Tegangan geser terbesar terjadi kemudian pada permukaan dari sayap yang lebih tebal dari
penampang.
Gambar 2.15a Torsi pada bagian berbentuk siku
Universitas Sumatera Utara
Total torsi dari penjumlahan dari torsi-torsi yang terjadi pada kedua limb adalah 2.95
Pada umumnya, untuk dinding tipis penampang terbuka dengan berbagai bentuk, tegangan geser pada permukaan dengan tebal t adalah
Sehingga rumus untuk total torsi yang terjadi pada dinding tipis terbuka adalah 2.96
Untuk penampang gabungan seperti bagian yang terdiri dari sebuah profil tertutup dan beberapa profil terbuka yang tertempel padanya, hasil dari persamaan di
atas dapat ditambahkan. Total torsi T adalah penjumlahan dari torsi yang terjadi pada profil terbuka seperti
dan torsi pada profil tertutup seperti sehingga
menjadi = G
2.97 dimana J adalah konstanta torsi untuk seluruh penampang.
Torsi yang terjadi pada salah satu pelat atau profil tertutup didapatkan dengan perbandingan yang sederhana.
; 2.98
Dengan mendapatkan torsi yang terjadi pada masing-masing pelat dari penampang profil, tegangan dapat ditemukan dengan menggunakan rumus sebelumnya. Akan
didapatkan bahwa pada kebanyakan kasus-kasus, konstanta torsi dari bagian yang tertutup sangat mendominasi dan bagian yang terbuka biasanya dapat diabaikan.
Universitas Sumatera Utara
Ketika penampang yang terdiri dari beberapa profil tertutup yang digabung bersamaan seperti gambar 2.15b, perkiraan keseimbangan pada sambungan seperti A
menunjukkan bahwa 2.99
Untuk setiap bagian cell didapatkan dari persamaan 2.74
Sehingga untuk keseluruhan penampang adalah 2.100
Sudut putar dari setiap kotak didapatkan dari persamaan 2.83, sehingga
2.101 Sejak d
ϕdz memiliki nilai yang sama untuk setiap kotak, terlihat bahwa sekumpulan persamaan yang tidak diketahui
2.102 dapat diselesaikan. Dengan memasukkan nilai
kedalam persamaan 2.100 maka didapatkan hubungan sebagai berikut
2.103 sehingga konstanta torsi pada profil kotak ganda adalah
2.104
Ketika sebuah profil hanya terdiri dari satu kotak, persamaan 2.74 dan 2.85 menunjukkan bahwa
2.105
Universitas Sumatera Utara
Tetapi rumus sederhana ini tidak dapat dipakai pada profil yang memiliki banyak kotak tetapi harus menggunakan persamaan 2.101 dan 2.102
Pada bagian ini hanya dibahas masalah torsi seragam yang terjadi pada tiang pada sepanjang panjangnya dan warping tidak diperhitungkan. Tidak terjadi
tegangan memanjang dan ini berbeda dengan torsi yang terjadi akibat warping.
II.3.8 Torsi pada dinding tipis terbuka dan tertutup terjadi tegangan warping
Pada bagian ini akan dibahas tentang sifat dari sebuah balok lurus berpenampang tipis thin-walled yang kemudian diberikan beban lentur dan beban
torsi terbagi rata pada permukaannya seperti gambar 2.16a. Bagian ini hanya akan membahas bagaimana persebaran dari tegangan-tegangan yang timbul akibat beban
luar yang diberikan.
Gambar 2.16a Beban torsi yang bekerja pada balok berdinding tipis
Universitas Sumatera Utara
Pada gambar 2.16b, dapat dilihat bahwa ketika sebuah balok berdinding tipis dikekang terhadap puntir maka timbul tambahan tegangan dalam arah memanjang
dan melintang.
Tegangan-tegangan ini tidak muncul dalam kasus torsi seragam Saint Vennant. C.Bach 1909 adalah orang yang pertama mengeluarkan pernyataan ini
setelah melakukan percobaan menggunakan balok kantilever dengan penampang
a. Balok I dengan momen torsi M
b. Tegangan geser Saint Vennant
c. Tegangan warping
Gambar 2.16b Contoh dari Saint Vennant dan Torsi warping
Universitas Sumatera Utara
kanal. Percobaan pertama adalah dengan memberikan beban terpusat pada ujung balok tepat pada titik berat penampang yang kemudian menimbulkan lentur dan
perputaran penampang dalam arah memanjang. Percobaan ini menunjukkan bahwa bidang penampang tidak lagi datar dan mengalami tegangan warping keluar dari
bidang. Kemudian dilakukan percobaan dengan mengubah-ubah posisi pembebanan sampai ditemukan titik pusat geser dan tambahan tegangan menjadi hilang.
Pada bagian ini, persamaan umum didapat dengan terlebih dahulu menentukan koordinat sistem asal, kemudian koordinat sistem lanjutan
intermediate, dan terakhir adalah koordinat sistem utama. Koordinat dari titik dalam ketiga sistem ini harus dinotasikan dengan lambang yang berbeda. Selanjutnya akan
didapatkan funsi warping w, yang dihitung dengan acuan terhadap kutub B pada kedua koordinat sistem pertama dan dihitung terhadap titik pusat geser M pada
koo rdinat sistem utama serta memperhatikan posisi dari titik awal V. Ketiga bagian koordinat sistem yang digunakan adalah
1. Koordinat sistem asal Aẋ ,ẏ ,ż. Kutub B dan titik mulai V untuk menghitung
fungsi warping diambil secara sembarang. Biasanya
2.106 2. Koordinat sistem intermediate S ẍ ,ӱ,ż. Sumbu ini sejajar dengan sumbu
ẋ ,ẏ ,ż. Kutub B tetap tidak berubah dari posisi awal tetapi titik awal V berubah
sehingga
2.107
Universitas Sumatera Utara
3. Koordinat sistem utama Sx,y,z. Sumbu x dan y membentuk sudut ψ terhadap sumbu ẍ dan ӱ dan kemudian kutub B berpindah ke M.
Sifat-sifat bagian untuk masing-masing perubahan koordinat sistem adalah 1.
Koordinat sistem asal ẋ ,ẏ ,ż = momen pertama dari luasan terhadap sumbu ẏ
= momen pertama dari luasan terhadap sumbu ẋ = Luas bidang momen pertama terhadap kutub B
= momen kedua dari luasan terhadap sumbu ẏ = momen kedua dari luasan terhadap sumbu ẋ
= hasil kali momen dari luasan dari profil ẋ ,ẏ ,ż
= hasil kali bidang dari luas = hasil kali bidang dari luas
= konstanta warping terhadap kutub B
2. Koordinat sistem lanjutan ẍ ,ӱ,ż
= momen pertama dari luasan terhadap sumbu ӱ = momen pertama dari luasan terhadap sumbu ẍ
= Luas bidang momen pertama terhadap kutub B = momen kedua dari luasan terhadap sumbu ӱ
= momen kedua dari luasan terhadap sumbu ẍ
Universitas Sumatera Utara
= hasil kali momen dari luasan dari profil ẍ ,ӱ,ż = hasil kali bidang dari luas
= hasil kali bidang dari luas = konstanta warping terhadap kutub B
3. Koordinat sistem asal x,y,z
= momen pertama dari luasan terhadap sumbu y = momen pertama dari luasan terhadap sumbu x
= Luas bidang momen pertama terhadap kutub M = momen kedua dari luasan terhadap sumbu y
= momen kedua dari luasan terhadap sumbu x = hasil kali momen dari luasan dari profil x,y,z
= hasil kali bidang dari luas = hasil kali bidang dari luas
= konstanta warping terhadap kutub M
Universitas Sumatera Utara
Fungsi warping untuk profil terbuka adalah 2.108
sedangkan fungsi warping untuk profil tertutup adalah 2.109
Nilai dari fungsi warping ini tergantung kepada letak kutub B dan titik mulai V dari profil dimana pengintegrasian dilakukan. Dengan terjadinya perubahan posisi
dari B dan V maka akan mengakibatkan perubahan fungsi warping dan perpindahan keluar bidang dari penampang. Fungsi warping akan memiliki nilai negatif ketika
Gambar 2.16c Koordinat sistem asal, lanjutan,dan utama
Universitas Sumatera Utara
bergerak berlawanan arah jarum jam dan bernilai positif jika bergerak searah jarum jam.
Persamaan yang digunakan untuk perhitungan nilai keseimbangan rotasi terhadap sumbu ẋ dan sumbu ẏ adalah
2.110
dengan memproyeksikan panjang ds dari elemen profil terhadap masing-masing sumbu maka akan didapatkan nilai ẋ dan ẏ .
Untuk dapat berubah dari koordinat sistem asal menjadi koordinat sistem lanjutan maka digunakan persamaan
2.111
dimana : 2.112
Pada koordinat sistem lanjutan, kutub B tetap tidak berubah sedangkan titik asal V berpindah untuk memenuhi
. Setelah itu, kemudian di lakukan perpindahan dari koordinat sistem lanjutan ke koordinat sistem utama
dengan persamaan
Universitas Sumatera Utara
2.113
dimana 2.114
Pada koordinat sistem utama ini, titik kutub B sudah berpindah ke titik pusat geser M sehingga perhitungan untuk koordinat titik pusat geser adalah
2.115
Persamaan yang kemudian digunakan untuk menentukan fungsi warping untuk koordinat sistem utama adalah
2.116 Jika
maka nilai ẍ dan ӱ dari koordinat sistem lanjutan akan sama dengan nilai x dan y dari koordinat sistem utama.
2.117
2.118 Nilai yang lebih kecil pada hasil
atau merupakan momen kedua dari luas
untuk masing-masing sumbu lemah dan sumbu kuat pada kondisi pembebanan
Universitas Sumatera Utara
lentur. merupakan konstanta warping untuk suatu jenis profil dengan
penampang tertentu yang nilainya konstan pada setiap ketinggian. Dalam menganalisa torsi dari balok lebih baik menggunakan hubungan di
antara tegangan-tegangan dan total tegangan. Itu adalah di antara tegangan warping memanjang
dan bimomen yang didapat dengan mengeliminasi persamaan
2.119 dan
2.120 menjadi
2.121
Sehingga total tegangan langsung arah memanjang adalah 2.122
Distribusi tegangan geser pada profil terbuka kemudian didapatkan. Untuk profil terbuka, persamaan tegangan gesernya adalah
2.123
dimana pengintegrasian dilakukan dari ujung bebas menuju suatu titik tertentu s. Karena
dan adalah turunan dari dan
sehingga persamaan di atas dapat ditulis menjadi
Universitas Sumatera Utara
2.124 Untuk single-cell dengan penampang tipis tertutup, pemisalan pemotongan
dalam arah memanjang dapat dilakukan pada titik tertentu sehingga bagian pertama dari tegangan geser adalah nol pada titik pemotongan dan bagian berikutnya
mengalami kenaikan nilai tegangan geser akibat aliran geser Cz= pada
sekeliling profil.
Persamaan untuk aliran geser yang timbul akibat tegangan geser warping adalah 2.125
dimana 2.126
2.127
2.128 kemudian persamaan T menjadi
2.129 2.130
Gambar 2.16d Aliran geser T= t merupakan penjumlahan
untuk profil terbuka dan C yang konstan sepanjang profil
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan distribusi aliran geser dan tegangan warping longitudinal yang terjadi adalah
2.131 dan
2.132
Persamaan yang berada di dalam kurung hanya merupakan fungsi dari pengukuran terhadap penampang sehingga tegangan geser warping hanya berubah
terhadap . Pada analisis di atas, perlu diketahui bahwa
mempertahankan keseimbangan longitudinal dari sebuah elemen yang mendapat tegangan warping longitudinal
. Aliran geser yang konstan pada setiap profil dengan ketinggian z tidak memberikan pengaruh terhadap keseimbangan
longitudinal melainkan memberikan pengaruh terhadap nilai .
Penting untuk disadari bahwa nilai aliran geser C sedikit berbeda dari aliran geser Saint Vennant. Selain itu perlu juga diketahui bahwa walaupun pemisalan
pemotongan dilakukan pada profil tetapi nilai dari dan titik pusat geser M
tetap mengikuti profil yang tidak dilakukan pemisalan pemotongan.
Universitas Sumatera Utara
II.4 Perbandingan corewall tidak berlubang dengan berlubang