Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana faktor firm size, growth opportunity, liquidity, dan
profitability mempengaruhi struktur modal pada perusahaan otomotif yang terdaftar di BEI periode 2007-2010.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka yang jadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ apakah firm size, growth
opportunity, liquidity dan profitability berpengaruh secara parsial maupun simultan terhadap struktur modal perusahaan otomotif yang terdaftar di BEI?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh firm size, growth opportunity, liquidity, dan profitability
berpengaruh terhadap sturuktur modal pada perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan tidak hanya bermanfaat bagi peneliti, melainkan juga kepada pihak-pihak lain yang terkait. Adapun ,penelitian ini diharapkan mampu
memberikan manfaat bagi : 1. Peneliti
Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan masukan apabila peneliti dimintai pendapat mengenai pengaruh struktur frim size, growth opportunity, liquidity,
profitability terhadap struktur modal pada perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007 sampai dengan 2010.
2. Emiten Meskipun peneliti menyadari bahwa penelitin ini jauh dari kesempurnaan,
namun peneliti berharap semoga penelitian ini memberi manfaat bagi perusahaan otomotif sebagai masukan yang dapat dijadikan tolak ukur
pemikiran dalam menyusun suatu struktur modal yang optimum dengan harapan melalui pembentukan struktur modal yang maksimum, nilai
perusahaan dapat ditingkatkan. 3. Akademis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk mengembangkan penelitian lain khususnya penelitian yang berhubungan dengan keputusan
struktur modal.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktur Modal
Pada dasarnya perusahaan sangat membutuhkan modal guna untuk menjalankan kegiatan perusahaan, modal yang merupakan hak kepemilikan
maupun para pemegang saham. Modal yang terdiri atas modal asing dan modal sendiri. Modal asing merupakan modal yang berasal pinjaman dari kreditor,
supplier dan perbankan. Di dalam memenuhi modal yang dibutuhkan tersebut perusahaan dapat menerbitkan dan menjual surat berharga berupa obligasi modal
pinjaman dan saham modal sendiri. Surat berharga tersebut dijual kepada para investor yang menginginkannya dimana perusahaan berkewajiban memberikan
hasil return yang dikehendaki oleh investor tersebut Rakhmawati, 2008. Salah satu keputusan penting yang dihadapi oleh manajer keuangan dalam
kaitannya dengan operasional perusahaan adalah keputusan atas struktur modal, yaitu keputusan keuangan yang berkaitan dengan komposisi utang, saham
preferen dan saham biasa yang harus digunakan oleh perusahaan. Keputusan struktur modal secara langsung berpengaruh terhadap besarnya risiko yang
ditanggung pemegang saham beserta besarnya tingkat pengembalian atau tingkat keuntungan yang diharapkan.
Modal pada dasarnya dibagi menjadi dua bagian yaitu modal aktif dan modal pasif. Modal aktif menunjukan penggunaan dana yang tertera di sisi aktiva
aktiva lanca dan aktiva tetap yaitu yang menggambarkan bentuk-bentuk dalam sebelah mana dana yang diperoleh perusahaan ditanamkan. Sedangkan modal
pasif menunjukan sumber dana yang tertera di sisi pasiva yang menggambarkan sumber-sumber dana dari mana diperoleh atau asal dana diperoleh. Model pasif
terdiri dari hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal sendiri.
2.1.1 Pengertian Struktur Modal
Dalam neraca perusahaan balance sheet yang terdiri dari sisi aktiva yang mencerminkan struktur kekayaan dan dari sisi pasiva sebagai struktur
keuangan. Struktur keuangan sendiri merupakan bagian dari struktur keuangan yang dapat diartikan sebagai pembelajaan permanen yang
mencermikan perimbangan atau perbandingan antara jumlah hutang jangka panjang dengan modal sendiri Riyanto, 2001. Struktur keuangan adalah cara
bagaiman perusahaan membiayai aktivanya dan dapat dilihat pada seluruh sisi kanan dari neraca yang terdiri dari hutang jangka pendek, hutang jangka
panjang dan modal pemegang saham. Modal adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan
dalam pos modal modal saham, keuntungan atau laba yang ditahan atau kelebihan aktiva yang dimiliki perusahaan terhadap seluruh utangnya
Munawir, 2001. Menurut Rodoni dan Ali 2010, struktur modal adalah proposi dalam
menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dimana dana yang diperoleh menggunakan kombinasi atau paduan sumber yang berasal dari
dana jangka panjang yang terdiri dari dua sumber utama yakni yang berasal dari dalam dan luar perusahaan.
Struktur modal menunjukkan proposi atas penggunaan hutang untuk membiayai investasinya, sehingga dengan mengetahui struktur modal,
investor dapat mengetahui keseimbangan antara risiko dan tingkat pengembalian investasinya. Risiko keuangan yang kemungkinan terjadi
ketidak mampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajibannya dan tidak tercapainya laba yang ditargetkan perusahaan. Struktur modal
merupakan masalah penting bagi perusahaan karena baik atau buruknya struktur modal akan mempunyai efek langsung terhadap posisi keuangan
perusahaan. Hutang jangka pendek tidak diperhitungkan dalam struktur modal
karena utang jenis ini umumnya bersifat spontan berubah sesuai dengan perubahan tingkat penjualan sementara itu utang jangka panjang bersifat
tetap selama jangka waktu yang relatif panjang lebih dari satu tahun sehingga keberadaannya perlu lebih dipikirkan oleh para manajer keuangan.
Itulah alasan utama mengapa struktur modal hanya terdiri dari utang jangka panjang dan modal. Karena alasan itu pulalah biaya modal hanya
mempertimbangkan sumber dana jangka panjang Mardiyanto, 2009. Struktur modal yang optimal yaitu struktur modal yang dapat
meminimalkan biaya penggunaan modal secara keseluruhan atau biaya modal rata-rata Martono dan Harjito, 2007 pada penelitian Rakhmawati, 2008.
Tujuan dari manajemen struktur modal atau capital structuremanagement adalah menggabungkan sumber-sumber dana yang digunakan perusahaan
untuk membiayai operasi. Untuk mengukur struktur modal digunakan rasio
struktur modal yang disebut Rasio Leverage. Menurut Martono dan Harjito, 2007 pada penelitian Rakhmwati, 2008 mendifinisikan rasio Leverage
merupakan rasio yang mengukur seberapa banyak perusahaan menggunakan dana dari hutang.
Untuk mengukur struktur modal pada penelitian ini digunakan rasio struktur modal yang disebut debt to equity ratio DER. Dimana DER
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat penggunaan hutang dengan modal sendiri. DER berguna untuk mengetahui jumlah hutang dan
modal yang digunakan untuk pendanaan perusahaan. Bagi perusahaan semakin kecil debt to equity ratio akan semakin menguntungkan perusahaan
karena resiko yang akan ditanggung atas kegagalan perusahaan yang mungkin terjadi semakin kecil.
2.1.2 Teori Struktur Modal 2.1.2.1 Agency Theory
Menurut Horne dan Makhowich 2007 pada penelitian Rakhmawati, 2008 pihak manajemen dapat dianggap sebagai agen
dari pada pemilk perusahaan, yaitu para pemegang saham. Para pemegang saham berharap agen bertindak atas kepentingan mereka
sehingga medelegasikan wewenang kepada agen. Untuk melihat kinerja manajemen berfungsi dengan baik, maka manajemen harus diberikan
bonus atau intensif dan pegawasan. Pegawasan dapat dilakukan dengan cara yaitu, dengan pengikatan agen, pemerikasaan laporan keuangan
dan pembatasan terhadap keputusan yang bisa dilakukan manajemen.
Biaya agensi merupakan biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk menyakinkan bahwa manajemen
bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditor dan pemegan saham.
Pada dasarnya agency theory adalah teori mengenai struktur kepemilikan perusahaan yang dikelola oleh manajer bukan pemilik,
berdasarkan kenyataan bahwa manajer profesional bukan agen yang sempurna dari pemilik perusahaan, dengan demikian belum tentu selalu
bertindak untuk kepentingan pemilik. Menurut Horne dan Makhowich, 2007 pada penelitian
Rakhmawati, 2008 salah satu pendapat dari teori agensi adalah siapapun yang mengeluarin biaya pengawasan tersebut akhirnya
ditanggung oleh pemegang saham. Semakin besar kemungkinan pegawasan, semakin tinggi biaya bunga dan semakin rendah nilai
perusahaan bagi para pemegang saham.
2.1.2.2 Signaling Theory
Menurut Bringham dan Houston 2006 Signaling Theory Teori Persinyalan suatu tindakan yang diambil pihak manajemen yang
memberi pentunjuk pada investor tentang bagaimana manajemen prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan
akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk
menggunakan utang di luar sasaran struktur modal yang normal.
Perusahaan yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya, agar para investor baru mau menanamkan modalnya
diperusahaan mereka. Adanya pengumuman penawaran saham biasanya akan dianggap sebagai suatu sinyal bahwa prospek perusahaan seperti
yang dilihat manajemen tidak terlalu cerah. Pada dasarnya agency theory adalah teori mengenai struktur
kepemilikan perusahaan yang dikelola oleh manajer bukan pemilik, berdasarkan kenyataan bahwa manajer profesional bukan agen yang
sempurna dari pemilik perusahaan, dengan demikian belum tentu selalu bertindak untuk kepentingan pemilik. Jika manajer mempunyai
keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar saham tersebut meningkat, ia ingin mengkomunikasikan hal tersebut
kepada investor. Manajer bisa menggunakan hutang lebih banyak sebagai signal yang dapat lebih dipercaya. Karena perusahaan yang
meningkatkan hutang bisa dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang. Investor diharapkan
akan menangkap signal tersebut, signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik.
Masalah keagenan juga berhubungan dengan penggunaan ekuitas eksternal, misalnya sebuah perusahaan yang semula dimiliki
seluruhnya oleh satu orang, maka semua tindakannya hanya memperngaruhi posisinya sendiri. Jika pemilik yang juga manajer
perusahaan itu menjual sebagian dari sahamnya kepada orang lain,
maka akan timbul konflik kepentingan. Keuntungan sampingan yang dibayarkan kepada antara pemilik dan manajer yang semula sepenuhnya
dinikmati sendiri, sekarang dibayar sebagian kepada pemilik baru.
2.1.2.3 Asymmetric Information Theory
Menurut Bringham dan Houston 2006 Asymmetric Information adalah situasi dimana manajer memiliki informasi yang
berbeda yang lebih baik dari pada investor. Akan tetapi dengan adanya masalah asymetric information maka manajer tidak bisa hanya
menyampaikan informasi yang bagus tersebut, karena bisa jadi manajer lain juga menyampaikan hal yang sama yang dapat menimbulkan
kurangnya kepercayaan para investor. Para investor tentunya dapat membedakan apakah perusahaan
tersebut memiliki kinerja yang bagus atau sebaliknya. Hal ini dilakukan dengan melihat struktur modal perusahaan dan biasanya investor akan
memberikan nilai value yang lebih tinggi apabila suatu perusahaan mempunyai porsi hutang yang lebih besar. Penerbitan hutang
merupakan berita bagus karena manajer memiliki keyakinan akan kinerja perusahaan di masa yang akan datang sehingga dapat
meningkatkan harga saham melalui pengumuman adanya kenaikan hutang. Sementara di sisi lain penerbitan ekuitas berupa saham
dianggap sebagai berita buruk karena adanya kemungkinan turunnya earnings di masa yang akan datang sehingga menyebabkan turunnya
harga saham akibat adanya pengumuman penerbitan saham baru.
2.1.2.4 Pecking Order Theory
Teori ini diperkenalkan pertama kali oleh Donalson pada tahun 1961, teori ini disebut Pecking Order karena teori ini menjelaskan
mengapa perusahaan akan menentukan kedudukan sumber dana yang paling disukai.
Secara singkat Teori Pecking Order adalah sebagai berikut : a. Perusahaan memilih pandangan internal. Dana internal tersebut
diperoleh dari laba keuntungan yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.
b. Perusahaan menhitung target rasio pembayaran didasarkan pada perkiraan kesempatan investasi.
c. Karena kebijakan deviden yang konstan, digabung dengan fluktuasi keuntungan dan kesempatan investasi yang tidak bisa diprediksi,
akan menyebabkan aliran kas yang diterima oleh perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran investasi pada saat
saat tertentu dan akan lebih kecil pada saat yang lain. d. Jika padangan eksternal diperlukan, perusahaan akan mengeluarkan
surat berharga yang paling aman terlebih dulu. Perusahaan akan memulai dengan hutang, kemudian dengan surat berharga
campuran seperti obligasi konvertibel, dan kemudian barangkali saham sebagai pilihan terakhir.
Teori Pecking Order ini bisa menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang lebih tinggi justru
mempunyai tingkat hutang yang lebih kecil. 2.1.2.5 Teori Pendekatan Modigliani dan Miller
Teori ini bermula pada tahun 1958, ketika Profesor Franco Modligliani dan Profesror Merton Miller yang selanjutnya disebut MM,
mempublikasikan artikel keuangan yang berjudul “The Cost of capital, Corporation Finance, and The Theory of Invesment”. Dalam teori ini
berpendapat bahwa struktur modal tidak mempengaruhi Perusahaan. Dalam hal ini telah dimasukkan faktor pajak. Sehingga nilai perusahaan
dengan hutang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahan tanpa hutang, kenaikan tersebut dikarenakan adanya penghematan pajak.
Pada tahun 1963, MM menerbitkan makalah lanjutan yang berjudul “Corporate Income Taxes and The Cost of Capital: A
Correction” yang melemahkan asumsi tidak ada pajak perseroan. Peraturan perpajakan memperbolehkan pengurangan pembayaran bunga
sebagai beban, tetapi pembayaran deviden kepada pemegang saham tidak dapat dikurangkan. Perlakuan yang berbeda ini mendorong
perusahaan untuk menggunakan hutang dalam struktur modalnya. MM membuktikan bahwa karena bunga atas hutang dikurangkan dalam
perhitungan pajak, maka nilai perusahaaan meningkat sejalan dengan makin besarnya jumlah hutang dan nilainya akan mencapai titik
maksimum bila seluruhnya dibiayai dengan hutang Brigham dan Houston, 2006.
Hasil yang tidak relevan juga tergantung pada asumsi bahwa tidak ada biaya kebangkrutan. Namun dalam prateknya biaya
kebangkrutan sangat mahal. Perusahaan yang bangkrut mempunyai biaya hukum dan akuntasi yang sangat tinggi. Masalah yang terkait
muncul apabila perusahaan menggunakan lebih banyak hutang dalam struktur modalnya Brigham dan Houston, 2006.
2.1.2.6 Teori Trade-Off
Teori trade-off mengasumsikan bahwa struktur modal perusahaan merupakan hasil trade-off dari keuntungan pajak dengan
menggunakan hutang dengan biaya yang akan timbul sebagai akibat penggunaan hutang tersebut Hartono, 2003 pada penelitian Hapsari,
2010. Esensi trade-off dalam struktur modal adalah menyeimbangkan mafaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan
hutang. Sejauh manfaat lebih besar, tambahan hutang masih diperbolehkan dan apabila penggunaan hutang terlalu besar, maka
tambahan hutang tidak diperbolehkan. Dalam kenyataan, ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak
bisa menggunakan hutang sebanyak-banyaknya. Suatu hal yang terpenting adalah dengan semakin tingginya hutang, akan semakin
tinggi kemungkinan kebangkrutan. Biaya kebangkrutan tersebut bisa cukup signifikan. Biaya tersebut terdiri dari 2 dua hal, yaitu :
a. Biaya Langsung Yaitu, biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi,
atau biaya lainnya yang sejenis. b. Biaya Tidak Langsung
Yaitu, biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan
perusahaan secara normal. Misalnya Suplier tidak akan mau memasok barang karena mengkwatirkan kemungkinan tidak akan membayar.
Biaya lain dari peningkatan hutang adalah meningkatnya biaya keagenan antara pemegang hutang dengan pemegang saham akan
meningkat, karena potensi kerugian yang dialami oleh pemegang hutang akan meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan.
Pengawasan bisa dilakukan dalam bentuk biaya biaya monitoring persyaratan yang lebih ketat dan bisa dalam bentuk kenaikan tingkat
bunga.
2.2 Firm Size
Perusahaan yang besar cenderung melakukan diversifikasi usaha lebih banyak daripada perusahaan kecil. Oleh karena itu kemungkinan kegagalan dalam
menjalankan usaha atau kebangkrutan akan lebih kecil. Ukuran perusahaan seiring dijadikan indicator bagi kemungkinan terjadinya kebangkrutan bagi suatu
perusahaan, dimana perusahaan dengan ukuran lebih besar dipandang lebih mampu menghadapin krisis dalam menjalakan usahanya.
Perusahaan yang lebih
besar cenderung untuk mengungkapkan lebih banyak informasi kepada investor luar daripada perusahaan yang kecil.
Menurut Riyanto 2001 perusahaan yang lebih besar dimana sahamnya tersebar sangat luas akan lebih berani mengeluarkan saham baru dalam memenuhi
kebutuhannya untuk membiayai pertumbuhan penjualannya dibandingkan perusahaan yang lebih kecil. Hal ini akan mempermudah perusahaan dengan
ukuran lebih besar untuk memperoleh pinjaman atau dana eksternal. Sehingga semakin besar ukuran perusahaan kecendrungan untuk menggunakan hutang lebih
besar untuk memenuhi kebutuhan modal dari pada perusahaan kecil.
2.3 Growth Opportunity