PEMBENTUKAN PETA LERENG

ACARA VI PEMBENTUKAN PETA LERENG

Oleh: Atika Nur Solikhah A1L014029 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2017

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kawasan daratan yang cukup luas. Sehingga potensinya dalam bidang pertanian cukup nesar untuk dikembangkan. Namun luasan daratan tersebut memiliki kemiringan yang berbeda- beda. Hal tersebut biasanya disebut dengan kelerengan lahan.

Kelerengan lahan merupakan perbandingan Antara perbedaan tinggi suatu kawasan. Jenis kemiringan yang berbeda tersebut dapat menyebabkan jenis tanaman yang dapat ditaman pada setiap daerah pun juga akan berbeda. Selain itu juga dapat menilai kawasan yang memungkinkan akan terjadi bencana alam sepert longsor.

Praktikum acara VI ini akan dilakukan pembuatan peta kelerengan. Kawasan yang akan dibuat peta kelerengan yaitu kawasan Cilongok. Informasi yang akan diberikan pada peta kelerengan nantinya adalah tingkat kelerengan pada kawasan Cilongok Kabupaten Banyumas.

B. Tujuan

Praktikum acara ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui maksud dari kelerengan lahan.

2. Mengetahui kelerengan lahan pada daerah Cilongok.

II. TINJAUAN PUSTAKA

SIG (Sistem Informasi Geografis) merupakan suatu sistem yang mengorganisir perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan data, serta dapat mendaya-gunakan sistem penyimpanan, pengolahan, maupun analisis data secara simultan, sehingga dapat diperoleh informasi yang berkaitan dengan aspek keruangan. SIG merupakan manajemen data spasial dan non-spasial yang berbasis komputer dengan tiga karakteristik dasar, yaitu mempunyai fenomena aktual (variabel data nonlokasi) yang berhubungan dengan topik permasalahan di lokasi bersangkutan (Darmawan, 2005).

Menurut Permanasari (2007) mengemukakan bahwa ada 3 tahapan proses pemetaan yang harus dilakukan yaitu :

1. Tahap pengumpulan data Langkah awal dalam proses pemetaan dimulai dari pengumpulan data. Data merupakan suatu bahan yang diperlukan dalam proses pemetaan. Keberadaan data sangat penting artinya, dengan data seseorang dapat melakukan analisis evaluasi tentang suatu data wilayah tertentu. Data yang dipetakan dapat berupa data primer atau data sekunder. Data yang dapat dipetakan adalah data yang bersifat spasial, artinya data tersebut terdistribusi atau tersebar secara keruangan pada suatu wilayah tertentu. Pada tahap ini data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dahulu menurut jenisnya seperti kelompok data kualitatif atau data kuantitatif. Pengenalan sifat data sangat penting untuk simbolisasi atau penentuan dan pemilihan bentuk simbol, sehingga simbol 1. Tahap pengumpulan data Langkah awal dalam proses pemetaan dimulai dari pengumpulan data. Data merupakan suatu bahan yang diperlukan dalam proses pemetaan. Keberadaan data sangat penting artinya, dengan data seseorang dapat melakukan analisis evaluasi tentang suatu data wilayah tertentu. Data yang dipetakan dapat berupa data primer atau data sekunder. Data yang dapat dipetakan adalah data yang bersifat spasial, artinya data tersebut terdistribusi atau tersebar secara keruangan pada suatu wilayah tertentu. Pada tahap ini data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dahulu menurut jenisnya seperti kelompok data kualitatif atau data kuantitatif. Pengenalan sifat data sangat penting untuk simbolisasi atau penentuan dan pemilihan bentuk simbol, sehingga simbol

2. Tahap penyajian data Langkah pemetaan kedua berupa panyajian data. Tahap ini merupakan upaya melukiskan atau menggambarkan data dalam bentuk simbol, supaya data tersebut menarik, mudah dibaca dan dimengerti oleh pengguna (users). Penyajian data pada sebuah peta harus dirancang secara baik dan benar supaya tujuan pemetaan dapat tercapai.

3. Tahap penggunaan peta Tahap penggunaan peta merupakan tahap penting karena menentukan keberhasilan pembuatan suatu peta. Peta yang dirancang dengan baik akan dapat digunakan/dibaca dengan mudah. Peta merupakan alat untuk melakukan komunikasi, sehingga pada peta harus terjalin interaksi antar pembuat peta (map maker) dengan pengguna peta (map users). Pembuat peta harus dapat merancang peta sedemikian rupa sehingga peta mudah dibaca, diinterpretasi dan dianalisis oleh pengguna peta. Pengguna harus dapat membaca peta dan memperoleh gambaran informasi sebenarnya dilapangan (real world).

Kemiringan lereng merupakan factor yang perlu diperhatikan, sejak dari penyiapan lahan pertanian, usaha penanamannya, pengambilan produk-produk serta pengawetan lahan. Lahan yang mempunyai kemiringan dapat lebih mudah Kemiringan lereng merupakan factor yang perlu diperhatikan, sejak dari penyiapan lahan pertanian, usaha penanamannya, pengambilan produk-produk serta pengawetan lahan. Lahan yang mempunyai kemiringan dapat lebih mudah

Kemiringan lereng adalah sudut yang dibentuk oleh perbedaan tinggi permukaan lahan (relief), yaitu antara bidang datar tanah dengan bidang horizontal dan pada umumnya dihitung dalam persen (%). Klasifikasi kemiringan lereng menurut SK Mentan No.837/KPTS/Um/11/1980 seperti pada gambar berikut:

Gambar 5. Klasifikasi Kemiringan Lereng

III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum Sistem informasi geografis acara VI yaitu Pembuatan peta lereng ini dilaksanakan pada tanggal 11 April 2017, bertempat di Laboratorium Pedologi, Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah software QGIS 2.18 dan kelerengan dan batas administrasi daerah Cilongok. Alat yang digunakan dalam pembuatan peta curah hujan adalah alat tulis, seperangkat komputer/ laptop, optical mouse.

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada acara VI ini adalah sebagai berikut:

1. Batas administrasi kawasan cilongok dan DEM_BMS di Tarik.

2. Menur raster diklik kemudian extraction dan clipper setelah itu akan keluar lembar kerja dan diisi kemudian di ok.

3. Menu raster diklik kemudian analisis dan DEM setelah itu akan keluar lembar kerja dan diisi kemudian di ok.

4. Kemudia data yang telah jadi diklasifikasikan berdasarkan kemiringannya.

5. Batas admiistrasi Cilongok di save as dengan nama Kelerengan Kawasan Cilongok kemudian ditransparansikan.

6. Setelah transparan kemudian kelerengan tersebut didigit sesuai dengan warna yang muncul.

7. Data atribut di tambah tabel untuk kemiringan, klasifikasi dan skor.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Gambar 6. Hasil pembentukan peta lereng kawasan Cilongok

B. Pembahasan

Kemiringan lereng merupakan perbandingan beda ketinggian pada suatu kawasan. Kemiringan lereng sangat mempengaruhi jenis tanaman yang dapat dibudidayakan serta mempengaruhi suau kejadian bencana alam pada kawasan yang bersangkutan. Menurut Kartasapoetra (1990) dalam Andrian (2014), kemiringan lereng merupakan factor yang perlu diperhatikan, sejak dari penyiapan lahan pertanian, usaha penanamannya, pengambilan produk-produk serta pengawetan lahan. Lahan yang mempunyai kemiringan dapat lebih mudah terganggu atau rusak, lebih-lebih bila derajat kemiringannya besar. Tanah yang mempunyai kemiringan >15% dengan curah hujan yang tinggi dapat Kemiringan lereng merupakan perbandingan beda ketinggian pada suatu kawasan. Kemiringan lereng sangat mempengaruhi jenis tanaman yang dapat dibudidayakan serta mempengaruhi suau kejadian bencana alam pada kawasan yang bersangkutan. Menurut Kartasapoetra (1990) dalam Andrian (2014), kemiringan lereng merupakan factor yang perlu diperhatikan, sejak dari penyiapan lahan pertanian, usaha penanamannya, pengambilan produk-produk serta pengawetan lahan. Lahan yang mempunyai kemiringan dapat lebih mudah terganggu atau rusak, lebih-lebih bila derajat kemiringannya besar. Tanah yang mempunyai kemiringan >15% dengan curah hujan yang tinggi dapat

Kemiringan lereng adalah sudut yang dibentuk oleh perbedaan tinggi permukaan lahan (relief), yaitu antara bidang datar tanah dengan bidang horizontal dan pada umumnya dihitung dalam persen (%). Suatu kemiringan lereng terdapat bermacam-macam kelas berdasarkan persentase kemirigan lahan tersebut. Menurut Departemen Kimpraswil (2007), kemiringan lereng dibagi menjadi beberapa kelas yaitu datar (0-8 %), landai (8-15 %), agak curam (15-25 %), curam (25-45 %), dan sangat curam (≥ 45 %). Lahan yang diperbolehkan untuk berdirinya kawasan permukiman adalah lahan yang memiliki topografi datar sampai bergelombang yakni lahan yang memiliki kemiringan lereng 0-25 %.

Menurut Hariyanto (2013) untuk mengklasifikasikan kelas kemiringan lereng diperlukan suatu informasi geografis. Informasi geografis merupakan informasi mengenai tempat-tempat yang terletak di permukaan bumi, pengetahuan mengenai posisi dimana suatu objek terletak di permukaan bumi dan informasi mengenai keterangan-keterangan (atribut) yang terdapat dipermukaan bumi yang posisinya diketahui. Semuanya dirangkai dalam suatu sistem yang disebut Sistem Informasi Geografis atau yang lebih dikenal dengan istilah SIG. Dengan SIG akan lebih mudah untuk mengklasifikasikan kelas kemiringan lereng dan memberi informasi Menurut Hariyanto (2013) untuk mengklasifikasikan kelas kemiringan lereng diperlukan suatu informasi geografis. Informasi geografis merupakan informasi mengenai tempat-tempat yang terletak di permukaan bumi, pengetahuan mengenai posisi dimana suatu objek terletak di permukaan bumi dan informasi mengenai keterangan-keterangan (atribut) yang terdapat dipermukaan bumi yang posisinya diketahui. Semuanya dirangkai dalam suatu sistem yang disebut Sistem Informasi Geografis atau yang lebih dikenal dengan istilah SIG. Dengan SIG akan lebih mudah untuk mengklasifikasikan kelas kemiringan lereng dan memberi informasi

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan yaitu membuat peta kelerengan pada kawasan Cilongok Kabupaten Banyumas didapatkan bahwasanya pada kawasan Cilongok terdapat lima kelas kelerengan. Berdasarkan hasil pada gambar

6 dapat dilihat klasifikasi kemiringan pada daerah Cilongok adalah agak curam, curam, datar, landai dan sangat curam.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum yang telah dilakukan adalah:

1. Kemiringan lereng adalah sudut yang dibentuk oleh perbedaan tinggi permukaan lahan (relief), yaitu antara bidang datar tanah dengan bidang horizontal dan pada umumnya dihitung dalam persen (%).

2. Klasifikasi kemiringan pada daerah Cilongok adalah agak curam, curam, datar, landai dan sangat curam.

B. Saran

Praktikum berjalan dengan baik dan lancar, akan tetapi sebaiknya asisten lebih fokus memantau praktikan dalam pengerjaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Andrian. 2014. Pengaruh Ketinggian Tempat Dan Kemiringan Lereng Terhadap Produksi Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Di Kebun Hapesong Ptpn Iii Tapanuli Selatan. J. Online Agroekologi. Vol 2(3).

Darmawan, Edy. 2005. Analisa Ruang Publik Arsitektur kota. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hariyanto, Teguh. 2013. Kalsifikasi Kemiringan Lereng dengan Menggunakan Pengembangan Sistem Informasi Geografis sebagai Evaluasi Kesesuaian Landasan Pemukiman Berdasarkan Undang-Undang Tata Ruang dan Metode FUZZY. J. Teknik Pomits. Vol 10(10).

Kartasapoetra, G., A. G. Kartasapoetra dan M.M. Sutedjo. 1987. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Bina Aksara, Jakarta.

Martono. 2004. Pengaruh Intensitas Hujan dan Kemiringan Lereng Terhadap Laju Kehilangan Tanah Pada Tanah Regosol Kelabu. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang.

Permanasari, Intan. 2007. Aplikasi SIG Untuk Penyusunan Basisdata Jaringan Jalan Di Kota Magelang. Skripsi. Program Survey dan Pemetaan Wilayah Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS