paksa dalam hal pidana denda tidak dibayar. Selanjutnya, mengenai ketiga hal ini akan penulis kaji dengan pendekatan perbandingan.
1. Penetapan Batas Waktu Pembayaran Denda
Pengaturan batas pembayaran ini, akan memberi kepastian kepada terpidana untuk melunasi kewajiban membayar sejumlah denda seuai
dengan batas waktu yang telah ditetapkan dalam putusan pengadilan. Selain itu, penetapan batas waktu pembayaran memberi kepastian pula kepada
aparat pelaksana pidana denda untuk mengambil tindakan berikutnya apabila dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan, pidana denda tidak dibayar.
Sistem KUHP, tidak terdapat ketentuan mengenai batas waktu yang pasti kapan denda harus dibayar. Akibatnya, hakim tidak mempunyai kewenangan
untuk menetapkan batas waktu kapan denda harus dibayar dalam amar putusannya. Sedangkan kapan pelaksanaan pidana denda harus dibayar,
diserahkan kepada Jaksa selaku eksekutor pidana denda dengan tenggang waktu mulai 1 satu bulan dan diperpanjang 1 satu bulan sesuai dengan
ketentuan KUHAP Pasal 270 jo. Pasal 273 ayat 1 dan 2 yang berturut- turut berbunyi sebagai berikut:
Pasal 270 KUHAP: Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya.
Pasal 273 KUHAP: 1
Jika putusan pengadilan menjatuhkan pidana denda kepada terpidana diberi jangka waktu satu bulan untuk membayar denda
tersebut kecuali dalam putusan acara pemeriksanaan cepat yang harus seketika dilunasi.
2 Dalam hal terdapat alasan kuat, jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat 1 dapat diperpanjang untuk paling lama satu bulan.
Berbeda dengan sistem KUHP, maka KUHP Belanda, di dalam Pasal 24 a dinyatakan:
313
Jika vonis dijatuhkan satu atau lebih pidana denda sampai mencapai jumlah sekurang-kurangnya 500 gulden, maka hakim berwenang untuk
menetapkan dalam putusannya bahwa terpidana diperkenankan melunasi pidana denda dimaksud dengan cara mencicil. Setiap cicilan
sekurang-kurangnya harus senilai 100 gulden. Hakim akan sekaligus menetapkan jangka waktu dari cicilan kedua dan berikutnya. Tenggat
waktu tersebut ditetapkan sekurang-kurangnya satu bulan dan setinggi- tingginya 3 bulan. Dan keseluruhan jangka waktu pemayaran tersebut
tidak boleh melampaui 2 tahun.
Kebijakan kurang lebih sama terlihat pada KUHP Argentina, Dalam Pasal 21 antara lain dinyatakan bahwa, terpidana dibolehkan membayar denda secara
mencicil. Pengadilan akan menentukan jumlah dan tanggal setiap pembayaran berhubungan dengan keadaan keuangan terpidana
314
Sistem Belanda dan Argentina, jelas memberi kebebasan lebih longgar kepada hakim baik dalam menetapkan batas waktu pembayaran denda
maupun cara pelaksanaan pembayaran yang diperbolehkan mencicil, Sedangkan KUHP hanya menetapkan cara pembayaran denda harus
dilakukan secara tunai. Sistem KUHP Belanda juga memberi kebebasan yang lebih luas kepada
aparat eksekusi denda. Kebijakan demikian atas dasar pertimbangan bahwa Jaksa OM selaku instansi pertama yang membawa perkara kehadapan
hakim yang memutus perkara, maka sepatutnya harus bertanggung jawab terhadap eksekusi putusan. Maka berdasarkan Pasal 572 1 Sv, dinyatakan
bahwa OM berwenang menentukan tenggat waktu jika pidana denda harus dibayarkan, termasuk juga untuk memberikan penundaan. Jika dalam jangka
313
Barda Nawawi Arief, Beberapa Masalah Perbandingan Hukum Pidana, Op.cit.hal.20-21; lihat pula : Barda Nawawi Arief, Sari Kuliah Perbandinagn Hukum Pidana,
Op.cit., hal. 6
314
Andi Hamzah, Seri KUHP Negara-Negara Asing, KUHP Argentina Terjemahan,
Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 52
waktu yang telah ditetapkan, terpidana tidak membayar, maka terpidana akan diberi peringatan tertulis untuk membayar,
315
Jika dibandingkan dengan sistem KUHP, kewenangan Jaksa untuk melakukan penundaan
pemabayaran denda jelas tidak ada.
2. Penetapan Cara Pelaksanaan Pembayaran Denda